Desclaimer © Masashi Kishimoto ( ͡ ͡° ͜ ʖ ͡ ͡°)

.

.

.

The Deadly Sins © Draco

.

.

General Warnings: Strong!Naru, Smart!Naru, Overpowered!Naru, Typo, Abal, Suram, Klise, etc

.

.

.

Genre : Adventure,

.

.

.

Rating : M

.

.

.

Peringatan Keras!

-Jika tidak suka tidak usah dibaca, OK!

.

.

.

"Apa yang ada di dalam tubuhku…"

"…adalah bukti kalau aku adalah seorang pendosa yang besar"

.

.

.

Draco, in!

.

.

Notification:

"Blablabla" = perkataan yang diucapkan langsung.

'Blablabla' = perkataan dalam hati.

Sang Pendosa Besar

Chapter 1


Naruto memandang kearah restoran di hadapannya dengan datar.

Restoran yang menjadi salah satu tempat ia mengambil waktu untuk menyendiri, sekedar meminum kopi ataupun memakan makanan kecil lainnya. Namun kini restoran itu tak ada bedanya dengan tempat sampah, dengan bertebarannya piring-piring pecah dan perabotan-perabotan yang hancur. Safhire nya dengan cepat melirik ke beberapa pria yang memakai jas berwarna hitam dan kacamata hitam sedang menodongkan tombak cahaya pada kepalanya.

Ia terdiam.

"Siapa kau?"

Seorang pria yang berada di hadapannya itu bertanya. Namun tak sempat berpikir jernih, pria itu langsung mengeluarkan sepasang sayapnya dan mengambil posisi siap menyerang.

Tidak ada jawaban.

"Kenapa manusia sepertimu bisa memasuki kekkai kami?!"

BRAKH!

Tiba-tiba tubuhnya terpelanting dengan sangat kuat hingga menabrak dinding di belakangnya dengan sebuah tangan mencengkeram lehernya kuat. Dengan susah payah Dohnaseek berusaha untuk memberontak dengan mencoba menusukkan tombaknya ke perut laki-laki tersebut. Meskipun di hadapkan dengan hal semacam itu, laki-laki tersebut sama sekali tidak bergerak dari lehernya.

Bahkan ketika ujung tombak itu menggores perutnya, tenaga itu semakin menguat dan terpaksa membuat tombak itu menghilang seketika.

"Diam dan jawab" ujar laki-laki itu mengacungkan jari telunjuknya ke dahi Dohnaseek. "Siapa yang menyuruh kalian melakukan ini?"

Dohnaseek tetap diam tak bersuara, kedua tangannya menggenggam pergelangan tangan laki-laki itu berusaha untuk melepaskan tekanan. Tetapi saat ia melakukan itu, dari ujung jari telunjuk tersebut muncul sebuah aura berwarna hitam dan menyentuh dahinya.

"Aku sudah mengatakan, diam dan jawab. Siapa yang menyuruhmu melakukan ini?" tanya laki-laki itu kembali, menekan cengkeramannya pada leher Dohnaseek.

"S-siapa… kau?"

"Kau tak perlu tahu! Sekarang, jawab sebelum aku menusukkan jariku kedalam otakmu"

Onyx Dohnaseek melirik anak buahnya yang tetap diam tak berdaya, tak tahu harus berbuat apa ketika melihat pemimpinnya sedang dalam masalah. Tapi jika mereka membantu Dohnaseek saat ini, maka mereka akan tahu apa konsekuensinya.

"Cih" decih laki-laki tersebut sambil menekan jari telunjuknya ke dahi Dohnaseek.

Jrash!

Darah terciprat ke setengah tubuhnya, membasahi wajah bagian kanannya. Senyuman mengerikan terpancar di wajah laki-laki itu kemudian melepas Dohnaseek yang jatuh ke permukaan tanah. Naruto menatap ke arah Malaikat Jatuh di hadapannya dengan satu tangan terkepal.

"Mati-"

"Tunggu!" salah satu dari mereka berseru, wajahnya pucat dan keringat dingin mengalir dari dahinya. "A-aku akan memberitahu apa yang ingin kau tahu, tapi jangan bunuh kami"

Naruto yang mendengar itu pun tersenyum puas, ia melepaskan kepalan tangannya dan berjalan kearah Malaikat Jatuh tersebut. Ia berjongkok dan menyeringai dengan penuh hawa mematikan. "Katakan apa yang kalian tahu tentang semua ini… atau aku akan membuat kalian musnah"

"K-kami diperintahkan oleh Kokabiel-sama." Suaranya nampak tidak percaya diri, sesaat ia melirik kearah temannya yang hanya menundukkan kepalanya. "D-dia mengatakan bahwa, t-tempat ini harus hancur karena tempat berkumpulnya para pembawa masalah. T-terakhir kali Kokabiel-sama mengatakan kalau ada Fraksi Malaikat yang datang ke restoran ini untuk mencari tahu tentang hilangnya Excalibur. Lalu saat ini Kokabiel-sama akan menyerang Kuoh untuk merencanakan Great War kedua"

Naruto mengangguk. "Oke cukup. Aku hanya ingin tahu itu saja"

Malaikat Jatuh tersebut pun menghela nafas lega ketika Naruto sudah berdiri di hadapannya dan terlihat mau pergi. Dengan begitu ia akan melaporkan hal ini kepada Kokabiel-sama karena ada seseorang yang akan mengacaukan rencananya, lalu-

Crash!

Tanpa berbelas kasih, Naruto menyabetkan tangannya langsung memenggal kepala Malaikat Jatuh tersebut. Namun saat ia menoleh pada Malaikat Jatuh yang tersisa, puluhan tombak cahaya sudah melesat kearahnya bagaikan hujan yang deras. Sebelum tombak itu menyentuh tanah, tangan Naruto membawa sebuah pedang yang patah dan menyabetkannya secara miring.

BUUMMM…

Melihat bulu-bulut hitam yang berterbangan tanpa jiwa dan dua gedung yang rata dengan tanah karena ulahnya, safhire itu pun memutar mata bosan sambil berjalan menuju tempat dimana Kokabiel berada. Yah tujuannya saat ini…

Kuoh.

~•~

Tsubaki Shinra, dengan wajah yang nampak raut kelelahan itu pun mencoba untuk terus mengalirkan energinya untuk menstabilkan kekkai. Seolah keadaannya itu tidak ia pedulikan dan tetap fokus pada tugasnya, bagaimanapun juga ia adalah seorang senior untuk adik-adiknya dan ia tak bisa menyerah begitu saja karena hal ini. Meskipun yang menjadi kekhawatirannya adalah energi yang ada di dalam tubuhnya mulai mengering dan bahkan hampir menuju ke titik terendahnya. Namun itulah dia… takkan pernah mempedulikan dirinya sendiri dan mementingkan tugas membuatnya nampak terlalu ketat.

Di bawah cahaya redup bulan sabit pada malam itu, Tsubaki telah merasakan beberapa hal yang begitu mengkhawatirkan selagi ia tengah berkonsentrasi pada kekkai. Sudah banyak energi asing yang di pancarkan dari dalam kekkai tersebut, tak sedikit ia memasang wajah blank untuk sesaat ketika salah satu kekkai berlubang karena kuatnya serangan tersebut. Para anggota OSIS lainnya termasuk sang ketua sendiri pun menyadari hal itu sehingga mereka harus bersusah payah untuk tidak membiarkan kekkai tersebut bocor.

"K-kaichou… apakah mereka baik-baik saja?" Tsubaki bertanya dengan wajah penuh raut kelelahan.

Sona terdiam sejenak, menatap kearah wakilnya yang memang sudan menunjukkan batasannya. Begitu pula dengan dirinya, Sona mungkin masih mampu bertahan dalam jangka waktu kurang dari dua puluh menit dalam mempertahankan kekkai ini, tapi ia tidak tahu bagaimana dengan kondisi para peerage nya. Terlebih lagi sudah dua jam lamanya Rias dan kelompoknya bertarung, bahkan Sona mulai merasakan aura iblis yang samar dari dalam kekkai yang sudah membuktikan bahwa saat ini mereka… akan kalah.

"Kita hanya bisa percaya kepada mereka, tidak ada yang bisa kita lakukan selain bertahan saat ini" kata Sona dengan tangan yang mulai bergetar, ia pun mengalami kekhawatiran yang sama. Jika Rias tewas dalam insiden ini, maka Underworld akan bertindak dan Great War kembali terjadi.

Sona takkan membiarkan hal itu, namun ia tak bisa melakukan apapun saat ini. Hanya berharap kalau sahabatnya itu bisa memenangkan pertarungan ini, bagaimanapun caranya.

Sekarang disinilah dia, di sebuah pohon tinggi yang benar-benar dekat dengan Kekkai tersebut. Sehingga ia bisa melihat pertarungan yang terjadi begitu jelas, tak lupa menyembunyikan hawa keberdaannya. Pertarungan yang nampak berat sebelah, walaupun hanya melawan satu musuh saja.

Naruto menghembuskan napas panjang, helaian rambut yang menutupi mata sebelah kirinya pun bergoyang ketika hembusan angin yang membelainya. Namun satu hal yang terlihat, iris mata berbentuk salib berwarna emas terukir di mata kiri tersebut memancarkan sebuah aura suci yang cukup pekat bahkan sampai membuat gadis iblis di sana menegang seketika.

Tiba-tiba sebuah cahaya berwarna putih pun menyelimuti kedua kakinya, membentuk sebuah lingkaran sihir dengan ornament. Hanya terlihat seperti ukiran-ukiran kuno yang sudah tertinggal sejarah, tepatnya beberapa kanji yang terukir disana. Setelah itu Naruto melesat dengan kecepatan petir, tidak… bahkan lebih cepat dari petir menuju ke dalam kekkai.

Zing!

Entah bagaimana caranya, Naruto telah masuk kedalam kekkai dengan tubuh yang masih utuh tanpa goresan sedikitpun. Ini adalah kecepatan yang ia miliki, karena sihir yang ia gunakan membawanya bergerak dengan kecepatan 10 kali kecepatan cahaya, sehingga kekkai tersebut hanya mengalami sebuah guncangan ketika Naruto masuk secara tiba-tiba.

Dan sebelum mendarat, Naruto menatap kearah sebuah tombak yang sedang melesat kearah gadis dengan rambut merah panjang. Dapat ia lihat kalau tubuh gadis itu sudah tak mampu untuk bergerak karena luka yang ia terima, namun ketika ia bisa melihat dengan jelas gerakan tombak itu Naruto pun mengambil pedang patah di punggungnya dan menyabetkannya kearah tombak itu berasal.

Tombak tersebut menghantam tanah dan menancap tanpa membuat sebuah kawah membuat pemilik tombak itu melebarkan matanya. Tapi Kokabiel harus dikejutkan ketika ia melihat sebuah gelombang energi yang melesat kearahnya dengan kecepatan penuh.

Duar!

Kokabiel menggunakan lima pasang sayap miliknya untuk menahan serangan tersebut. Lantas pandangannya menajam pada sosok yang melakukan hal ini.

"Siapa kau? Dan bagaimana cara kau melakukannya?" Kokabiel menggeram dengan wajah marah, padahal jika serangan itu tidak gagal maka Great War sudah dipastikan.

Remaja lelaki berambut perak itu menoleh, dan dengan kekalemannya, dia memberi tatapan datar dan menaikkan sebelah alisnya pada sang Malaikat Jatuh yang hanya bisa terdiam, seakan-akan tidak mempercayai apa yang ada di hadapannya.

"Kau melupakanku, sang bintang" kata Naruto tetap datar. "Sudah seribu tahun yah"

Kokabiel membulatkan matanya ketika melihat remaja itu, pikirannya berputar seakan telah tercampur dengan rasa ketidakpercayaan. Ia mengambil satu langkah mundur di atas singgasananya, sebelum ia menunjuk dengan tangan bergetar. "Kau… kenapa kau masih sama dengan yang dulu?!"

"Satu kata untukmu…" Naruto menggunakan pedangnya yang patah itu untuk menunjuk dadanya. "Abadi"

"Begitukah? Kalau begitu coba hindari ini!" Kokabiel mencoba membuat puluhan tombak cahaya yang terkesan mengapung di sekelilingnya, kemudian dengan cepat tombak tersebut melesat kearah Naruto, tapi pada saat itu juga Naruto mengibaskan pedangnya.

Wush!

Kembali muncul sebuah gelombang kejut dari ayunan pedang tersebut dan mengarah ke Kokabiel, dan tombak-tombak cahaya yang sudah di ciptakannya itu melebur.

Duaarr..

Singgasana milik Kokabiel hancur lebur ketika terkena serangan tersebut, hanya menyisakan Kokabiel yang terengah-engah dengan luka melintang di bahunya. Naruto kembali memasang wajah datar seraya waspada terhadap berbagai kemungkinan.

"Souka, aku mengerti. Semakin besar energi yang kuciptakan untuk membuat tombak tersebut, semuanya akan terserap dan dikembalikan oleh pedang itu." Kokabiel memuntahkan sedikit darah segar, kemudian ia menyeringai. "Sudah lama aku tidak merasakan hal ini! Tunjukkan padaku suasana nostalgia itu!"

Ia melesat menuju Naruto yang masih terdiam di tempatnya, dalam aura berwarna berwarna kuning yang menyelimutinya, Kokabiel melayangkan tinjunya ke perut Naruto.

Bugh!

Merasa serangannya berhasil, Kokabiel pun kembali melayangkan tendangannya dari udara kearah punggung Naruto. Dan ia kembali menyeringai ketika melihat Naruto yang sudah telungkup. Dan kali ini ia melesat dengan tombak yang memancarkan aura tidak biasa, dalam kecepatan tinggi ia mencoba menghantam Naruto yang mencoba berdiri.

Crank!

Kokabiel menurunkan seringaiannya ketika Naruto menangkis tombaknya dengan pedang patah tersebut, walaupun ia gagal mengenainya secara langsung, tapi Kokabiel langsung mendorong tombaknya hingga keduanya terpental satu meter.

"Heeaah!"

Kokabiel menghilangkan tombaknya dan melakukan tinjuan bertubi-tubi kearah Naruto yang hanya menghindari serangan tersebut, hingga Kokabiel menarik tangannya kebelakang dan menghantamkannya ke perut Naruto dengan keras.

Angin kencang bercampur dengan butiran tanah bergerak liar kearah dimana Naruto terhempas, namun meski begitu Kokabiel tidak menghentikan serangannya. Dengan cepat Kokabiel menghilang dari tempatnya dan muncul di belakang Naruto dengan satu tangan bergerak cepat.

BRAKH!

Naruto terpelanting cukup jauh hingga menabrak pohon. Sekarang, setelah mengetahui betapa besarnya kekuatan musuh Naruto tetap mempertahankan wajah datarnya meski sudut bibirnya mengeluarkan darah.

"Kenapa kau mau repot-repot mengurusi makhluk seperti mereka, hm?" Kokabiel terkekeh dan menggeleng. Nada suaranya terdengar santai namun dengan aura yang dipancarkannya berbanding terbalik dengan nada tersebut. Angin dibuat bergelombang karenanya, aura berwarna kuning itu menguar-nguar bagaikan jilatan api. "Tapi sayang sekali, aku sudah mengeluarkan separuh kekuatanku pada pukulan itu jadi kau takkan bisa bergerak lagi"

"Hn" Di balik debu yang mengepul sebelum menghilang terkena angin tersebut, Naruto mencoba berdiri sambil memegang pedang patahnya. Menatap kearah Kokabiel dengan tatapan yang sama, datar.

Melihat Naruto yang mampu berdiri setelah terkena serangannya, Kokabiel pun mendecih dan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Aura berwarna kuning itu pun melecut menghancurkan tanah yang dipijaknya, tekanan yang kuat membuat udara disekitarnya seakan menghilang. '…orang ini…' batin Kokabiel mulai geram. 'Membuatku ingin mengerahkan semuanya!'

Kokabiel berlari dengan kecepatan, sebelum ia menghilang di telan oleh cahaya kuning tersebut. Melesat kearah Naruto yang hanya memasang pose bertahan, meskipun Kokabiel telah menyerangnya dari beberapa sisi dengan kecepatan luar biasa.. namun tetap ia memasang wajah datarnya seolah-olah itu bukanlah apa-apa.

Hingga Kokabiel muncul di hadapannya sambil berusaha melayangkan tinju dengan kekuatan penuh ke wajahnya. Tak mau ambil resiko yang lebih, Naruto pun lebih cepat darinya langsung menghantamkan pukulannya ke perut Kokabiel membuat Jendral Malaikat Jatuh itu terseret puluhan meter. Baru saja Kokabiel ingin kembali melancarkan serangannya, matanya membulat ketika melihat Naruto sudah ada di hadapannya bersiap melakukan serangan.

Kokabiel yang melihat hal itu tidak tinggal diam, ia melompat mundur sambil mengeluarkan sebuah botol kecil berwarna hitam lalu menenggaknya. Adrenalin yang secara konstan bersirkulasi dalam sistem tubuhnya sepanjang pertempuran menaik seketika, membuat Naruto terdiam sambil menahan serangannya.

Kokabiel dengan tawa menggelegar pun berubah menjadi sosok raksasa dengan aura kuning yang bercampur dengan hitam, fakta bahwa kini kekuatan asing telah bercampur dengan kekuatannya. Dan fakta lain saat ini adalah di mana Kokabiel memancarkan aura itu keseluruh tubuhnya hingga kini tubuhnya diselimuti oleh aura tersebut secara penuh. "Akan kugunakan kekuatan penuhku dan menghancurkanmu bersama kota ini" Tiba-tiba petir dengan intensitas tinggi pun menyambar-nyambar, menghancurkan daerah sekelilingnya. Kemudian ia mendengar Kokabiel yang berteriak dengan lantang sambil menembakkan laser dari dadanya.

"Taihõ no Kuchiku-kan no Gõon" (The Roar of The Cannon Destroyer)

Wush!

Naruto tidak memberikan reaksi apapun kecuali menggenggam pedang patah tersebut di tangan kirinya. Mata kanannya yang merupakan biru sapphire itu hanya menatap kearah laser bertekanan penghancur yang mengarah kearahnya. Begitu Naruto merasakan jaraknya dengan laser tersebut sudah cukup ia menebaskan pedangnya secara vertikal dan…

BUUUMMMM…

Ledakan kembali terjadi menghasilkan gelombang kejut yang menerbangkan debu dan lainnya. Angin bergelombang kuat bahkan sangat kuat sampai-sampai tak terasa lagi ketenangannya, kekkai pun hancur saat tak kuat menahan serangan tersebut.

Menghiraukan asap yang berterbangan di depannya, iris sapphire itu menatap kearah awan yang terbelah sampai ke belahan dunia timur. Remaja ini menarik tangannya kebelakang untuk menaruh kembali pedang patah itu ke sarungnya kembali.

Yakin bahwa nyawanya kini sudah tak terancam lagi, Naruto menyantaikan postur tubuhnya dan menarik napas dalam-dalam. Masih dalam posisi yang sama, kepalanya mendongak dan matanya terpejam seakan menikmati kembali terpaan angin malam yang sangat ia rindukan.

"Apa aku telah kalah?"

Naruto membuka matanya, menatap kearah Kokabiel yang tubuhnya terbelah menjadi dua tersebut. "Kau masih sadar, ya" Ia kembali mengalihkan pandangannya ke awan yang terbelah akibat perbuatannya. "Kau memang kuat"

"Seperti yang kupikirkan, ini adalah pertarungan yang menakjubkan." Gumam Kokabiel dengan suara yang berat, nafasnya sudah tidak terasa dan hanya tinggal menunggu eksistensinya yang akan punah.

"Ya, kau benar"

"Kau bohong" kata Kokabiel terdengar seperti bisikan. "Kau masih menahan diri, seakan kau belum menunjukkan taringmu yang sebenarnya. Ini bahkan tak pantas disebut pertarungan" Kokabiel tertawa kecil yang lemah. "Kau dengan sengaja menerima pukulanku… kau memang kuat, Pendosa Besar"

"Agar kau kembali pada dirimu yang dulu, Kokabiel" Naruto menyahut, sang remaja berambut perak itu tersenyum sedih saat mengingat kembali pertemuan terakhir mereka. "Seperti julukan yang kuberikan padamu, terimakasih dan pergilah sang bintang"

Kokabiel yang mendengar itu pun tersenyum. "Terimakasih juga, temanku…"

Naruto berjalan mendekat, tatapan teduh di layangkan kepada Kokabiel. Ia tahu bagaimana sang bintang selama ini begitu menginginkan Great War karena ia tak ingin dirinya di injak-injak oleh Fraksi lain, dengan semua pengorbanan yang diberikan oleh anak buahnya membuat Kokabiel membenci perdamaian ini. Seakan apa yang mereka korbankan hanyalah sebuah ke sia-siaan semata, dengan melihat semuanya saling mengaitkan tangan dan tanpa membeda-bedakan ras itulah yang semakin membuat emosi Kokabiel memuncak, impiannya adalah impian mereka yang telah gugur dalam medan perang. Impiannya itu sangat mulia, hanya saja Kokabiel tidak bisa menjaga emosinya.

Dan kini Naruto sudah tenang. Ia dengan pelan menutup mata Kokabiel. "Semoga kau tenang di alam sana"

Whuurrr!

Bulu-bulu hitam pun berhamburan, menyelimuti Naruto seakan itu sebuah rasa terimakasih. Hingga pada akhirnya bulu hitam itu terbawa oleh angin, dan hilang di balik gelapnya malam. Akan tetapi, baru saja dia ingin pergi, perhatian Naruto teralih oleh suara yang terdengar dari belakangnya.

"Siapa kau?!"

Naruto terdiam sesaat sebelum mendongak ke langit. "Aku… bukan siapa-siapa"

Gadis berdarah murni itu tetap kukuh dengan pendiriannya, karena keingintahuannya tentang masalah ini adalah suatu kewajibannya. Dengan begitu ia bisa mencari solusi dari semua ini, apakah benar Kokabiel selaku Jendral Malaikat Jatuh menyatakan perang kepada Iblis ataukah dia memang memiliki emosi tersendiri bagi bangsa Iblis. Namun semua hal yang berhubungan dengan Kokabiel harus di urungkan ketika ia melihat kearah remaja yang seumuran dengannya dengan tubuh begitu atletis dan beberapa simbol makhluk buas di setiap tubuhnya. Dan itu membuatnya… tertegun.

"Siapa kau?!" ulang Sona dengan suara mirip seperti desisan. "Melihatmu seperti akrab dengan Kokabiel, apakah kau bagian dari rencana ini?"

Satu-satunya hal yang Naruto ucapkan adalah. "Kau tidak perlu tahu"

"Kau…!" Jujur saja, Sona merasakan emosinya yang memuncak ketika mendapatkan jawaban itu.

…dan Sona hanya mendapati Naruto sudah menghilang, menyisakan sepucuk bulu hitam milik Kokabiel yang tergeletak di atas permukaan tanah.

"Tch, dia kabur"

Sona menatap kearah para anggota peeragenya dengan satu anggukan. "Bawa kelompok Rias dan kita selesaikan semua ini sebelum para murid tahu"

…dan dari kejauhan nampak sosok pria dengan rambut silver melawan gravitasi sedang menyeringai. Tatapannya menyiratkan sebuah ketertarikan, bukan dalam hal percintaan namun pertarungan. "Bukankah dia menarik, Bikou?"

•••

Semenjak kejadian itu di adakanlah rapat Tiga Fraksi untuk membahas lebih lanjut tentang tindakan Kokabiel yang menyerang Heiress dari Klan Gremory. Sirzech yang memang tidak bisa menahan diri kalau keselamatan adiknya kenapa-kenapa pun menghancurkan meja bundarnya dan memaki-maki Azazel tanpa henti. Sedangkan Azazel sendiri lebih banyak diam dan tenang, padahal sebelumnya makian Sirzech begitu menusuk hatinya. Tapi tetap, Azazel bersikeras untuk tenang dan menganggap tidak ada yang salah dengan idrinya. Namun setiap kali Azazel diam, justru menambah amarah Sirzech makin besar. Apalagi ini berhubungan dengan adik yang amat dicintainya, sosok yang sangat ia impi-impikan ketika menunggu di dalam kandungan ibunya.

"Sirzech, tak tahukah kau kalau setipa ucapan yang terlontar dari bibirmu itu menunjukkan kalau dirimu tidaklah seperti Maou. Kau hanya memperburuk pandangan Fraksi lain terhadapmu, bahkan kau tak bisa menjaga emosimu sendiri. Kau tak ada bedanya dengan Kokabiel" ujar Azazel dengan raut wajah tanpa mempedulikan hawa tegang yang ada di sekelilingnya. Benar-benar Maou yang mengerikan, bahkan kekkai yang menyelubungi tempat ini sampai retak karenanya.

"Kau…!" Sirzech menunjuk Azazel dengan satu tangan mengeras. "Masih bersikap tenang sedangkan anak buahmu dapat memicu Great War kembali?! Mana moralmu sebagai pemimpin!"

"Begitukah?" Azazel memasang wajah meremehkan, iris violetnya menatap kearah Grayfia yang hanya diam tak bisa berbuat apa-apa. "Grayfia, katakan berapa banyak iblis yang membangkang dan pernah menyerang Fraksi lain?"

…ruangan hening seketika.

"Kita tak bisa berbuat apa-apa ketika anak buah kita membangkang, karena itulah ujian yang akan kita alami sebagai pemimpin" Azazel menatap lurus kearah Sirzech dengan satu tangan terkepal. "Jika anak buah kita tak ada yang membangkang dan dapat dipercaya, mungkin Great War takkan pernah terjadi. Bahkan aku tak perlu memegang tanggung jawab sebesar ini"

"Cukup! Aku muak dengan rapat ini!" Sona tiba-tiba saja berteriak keras, membuat sekelilingnya tertegun karena ketidakpercayaan. "Kita punya masalah yang lebih penting, tak bisakah kalian para pemimpin menjaga nama baik Fraksi kalian sendiri? Kita memiliki masalah yang lebih penting disini…"

"…Pendosa besar" sahut Vali dengan mata menatap keluar jendela.

Tiba-tiba para pemimpin Fraksi itu pun menegang ketika mendengar nama yang tidak asing di telinga mereka, tatapan kosong mereka berikan kearah Vali yang hanya mengangkat bahu. Mereka tak menyangka saat Vali memanggil nama tersebut, ini benar-benar hal yang tak terduga.

"Bagaimana mungkin? Eksistensinya sudah dikatakan musnah setelah ia mendapat kutukan dari-Nya" tanya Michael tak percaya.

Sungguh, mereka baru pertama kalinya melihat wajah terkejut dari tangan kanan-Nya ini. Terlihat jelas di balik wajah tersebut menyiratkan sesuatu yang terpendam, seperti sebuah dendam tersendiri yang membuat halo di atas kepalanya berkedip-kedip. Dan itu membuat mereka tertegun.

"Vali, bisa kau katakan lebih jelasnya?" tanya Azazel tak mempedulikan reaksi di sekelilingnya.

"Kalian bisa bertanya kepada gadis Sitri itu, kulihat dia mengajaknya berbicara sebentar"

Dan kini para pasang mata menatap kearah Sona. Memandang dengan lurus kearah Heiress Sitri yang satu ini dengan tatapan ingin tahu. Dengan begitu, Sona tak perlu basa-basi pun mengambil satu langkah maju sambil membuka lembaran kertas yang ada di genggaman tangannya.

"Sebelumnya hamba ingin memastikan, karena hamba takut jika ada kesalahan." Ujar Sona dengan nada se formal mungkin dan merendah. "The Deadly Sins, Si Pendosa Besar. Memiliki nama seperti penampilannya, White. Penampilannya dari segi fisik adalah rambut berwarna perak putih dengan poni yang menutup mata kirinya, memiliki tinggi kurang lebih 170 cm dan berat sekitar 55 kg. Lalu memiliki mata biru sapphire yang redup. Apakah benar?"

Azazel mengangkat tangannya. "Maaf Sona Sitri, yang paling penting bukanlah penampilannya. Tapi simbol Binatang Buas yang ada di tubuhnya, apakah kau melihat itu?"

Sona memasang wajah berpikir keras, matanya memandang langit-langit seakan mencoba mengingat kembali apa yang di lihatnya pada saat itu. "Hmm mungkinkah simbol seperti Naga, Beruang, Rubah semacam itu?"

"Hmm…" Azazel ikut mengingat kembali. "Benar, dia memiliki Tujuh Simbol Binatang Buas di tubuhnya. Apakah kau melihatnya?"

"Sepertinya… aku melihatnya. Meskipun tempatnya acak"

Michael membulatkan matanya saat mendengar hal itu, sosok yang di kutuk oleh Tuhan karena membunuh-Nya. Dan juga sebagai dalang di balik penghentian Great War, bahkan yang lebih ia cemaskan adalah, dimana dia saat ini?

Seingatnya, dirinya melihat 'dia' dengan mata kepalanya sendiri mati dengan tubuh tak berdaya karena telah diserang oleh Tiga Fraksi. Lalu mayatnya menghilang menjadi serpihan cahaya ketika jantungnya berhenti berdetak, Michael yakin kalau 'dia' telah mati tapi, bagaimana mungkin masih hidup? Terlebih lagi Heiress dari Klan Sitri ini melihatnya secara langsung dalam insiden penyerangan Kokabiel.

White, The Deadly Sins.

Siapa yang tidak takut dengan sosok itu? Apalagi statusnya sebagai pembunuh Tuhan, pastinya kekuatan yang dimilikinya bukanlah kekuatan kecil-kecilan meskipun Michael beberapa kemampuannya saat sosok itu sedang bertarung.

"Kita kesampingkan dulu masalah White, saat ini aku akan memikirkannya. Jadi aku mempersilahkan kepada kedua Fraksi untuk membahas mengenai Kokabiel" kata Michael, ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Ia takut, jika ia melakukan sesuatu yang salah dengan sosok itu maka kehancuran akan terjadi karena ulahnya. Sebagai Wakil Tuhan pun Michael tahu kalau ia tak boleh bertindak gegabah dalam hal ini.

Azazel mengangkat kepalanya, menatap Sirzech yang menatap tajam seakan sedang mengancamnya. Tentu saja hal itu membuat Azazel terkekeh, karena menurutnya pemandangannya saat ini adalah suatu keberkahan. Membuat Fraksi lain marah dan melihat ekspresinya, adalah kesenangan tersendiri bagi Azazel.

Tangan Azazel pun terjulur ke tengah. "Seperti yang kalian ketahui, masalah kita bukan hanya ada pada anak buah yang membangkang tetapi kemunculan Si Pendosa Besar. Menurut laporan yang kulihat dari kertas milik Sona Sitri, kemungkinan besar kita bisa melawannya karena dia terlihat seperti kehilangan kekuatannya. Dibuktikan ketika melawan Kokabiel dia hanya menggunakan pedang patahnya" Nampak Azazel menampilkan seringaiannya. "Meskipun begitu, kita tak bisa meremehkan kekuatannya yang mampu mengalahkan Kokabiel dengan mudah. Untuk mencegah kehancuran, bagaimana jika kita membuat aliansi? Dengan begitu… masing-masing Fraksi akan saling membantu dan berbagi Informasi tentang masalah ini"

"Lalu bagaimana dengan Kokabiel? Kau mau lari dari masalah?!" geram Sirzech.

Azazel mengibas-ngibaskan tangannya di depan dada. "Sama seperti hal nya denganmu, Sirzech-dono. Mereka bergerak karena kemauannya sendiri, tentu saja kita sebagai pemimpin Fraksi memikirkan dengan matang-matang, jika ingin menyerang bukan? Terlebih lagi Kokabiel hanya membawa seperempat dari pasukan Malaikat Jatuh, dan itu adalah pasukan Kokabiel semuanya"

"Cih, untuk saat ini kubiarkan kau bergerak… Da-tenshi" Tangan Sirzech bergerak, dan di ikuti oleh tangan Michael. Tentu saja hal itu membuat Azazel tersenyum sumringah.

"Baiklah, dengan begini kita… ALIANSI"

Duar!

Setelah berakhirnya ucapan Azazel, terdengar suara ledakan yang begitu besar. Membuat gedung pertemuan pun hancur seketika, tangan ketiga Fraksi yang tadinya masih terjulur pun mengeluarkan sinar terang membuat kekkai tersendiri untuk melindungi semua yang ada di dalam sini.

"…hmmh~ reuni yang menarik"

Azazel menajamkan matanya, menggeser iris violetnya untuk menatap kearah suara tersebut. Ketika ia melihat ke asal suara, tangannya tiba-tiba saja terkepal erat dan hawa intimidasi menguar dari dalam tubuhnya.

.

.

"…Katerea"


To be Continued~

Untuk penjelasan siapa Naruto besok akan terkuak, mungkin?

Intinya, kekuatan Naruto hamba ambil dari anime Nanatsu no Taizai. Atau mungkin akan hamba selingi dengan kekuatan shinobi. Intinya dalam Fic ini, hamba tidak akan memfokuskan pada kota Kuoh karena Naruto akan berkelana mencari sesuatu yang memang sudah seharusnya menjadi miliknya.

.

.

Tunggu di chapter selanjutnya, dan sampai jumpa…

Salam Ez-Life

-Hidup itu mudah, jangan di buat sulit-

Draco, out!