Bales review non login.

Guest: Thanks for reading and review :D

Shira Nagisa gk bisa login: Namanya greget www. Hai hai Shira nyan~ no problem. Saya sih okeh aja walau ndak direview. Tapi kalo direview yah bahagia dong~ nyahahah xD dan untuk saran dari Shira nyan, hmm keknya aku gak bisa pake. Doushiyou? Maaf yaaa T_T tapi mungkin di lain cerita bisa aku masuki saranmu. Makasih sudah tinggalkan jejak. Mampir lagi ya ^^

Guest: Hai hai~ udah update nih. Wah makasih udah suka sama fanficku, walau aku yakin banyak yang lebih pantas disukai daripada punyaku :D tapi makasih udah jejak yah. Jangan bosen buat mampir lagi, okey~

Cat Lover 13: Huehue maap lamah~ udah lanjutnih~ makasih udah baca dan jejak yah. Jangan kapok buat mampir lagih ^^

Dan chapter 9, update~

-oOo-

.

OkiKaguFanfiction.

Gintama © Sorachi Hideaki.

Ai no Shiken © Hana Kumiko.

Warning! Typo(s), Ooc.

Happy reading, aru~

.

-oOo-

Gintoki kembali ke rumah bersama Shinpachi pada sore harinya setelah mengungsi sementara di Yoshiwara. Tidak seperti ketika mereka meninggalkan rumah dengan keadaan Kagura ada di dalam kamar, begitu mereka kembali mereka menemukan Kagura sudah keluar dari sangkar dan menenggelamkan kepalanya di bulu tebal Sadaharu dalam posisi berdiri. Tapi ketika Shinpachi memanggil, gadis itu seolah sedang tidur dan baru menyahut setelah beberapa panggilan.

Dilihat dari fisiknya apalagi dari belakang, Kagura sungguh terlihat baik-baik saja. Namun ketika wajahnya terlihat, Kagura jauuuuhhh dari kata baik-baik saja. Kelopak matanya bengkak dan matanya merah. Gadis itu menyapa Shinpachi dan Kagura dengan senyum aneh sebelum akhirnya kembali membenamkan kembali kepalanya pada bulu-bulu Sadaharu. Shinpachi sudah cemas meski tidak begitu dia perlihatkan, sedangkan Gintoki hanya menghela napas. Dia sudah tahu apa yang direncanakan Sougo walau dia tidak ingin ikut dalam urusan remaja labil seperti mereka. Kemudian atensinya menangkap sesuatu di meja kerjanya.

Gintoki mengambil benda tersebut dan membacanya. Sebuah ringisan muncul di wajah Gintoki.

"Ada apa Gin-san?" tanya Shinpachi. Pria perak itu mengangkat bahu. "Tidak ada apa-apa. Pattsuan, cepatlah pulang dan lihat apa yang kau dapatkan ketika di rumah nanti."

Shinpachi mengerutkan dahi. "Memangnya apa Gin-san?"

"Sudah ... cepatlah pulang!" usir Gintoki. Awalnya Shinpachi menolak. Selain karena penasaran dan ingin tahu sekarang juga, dia juga masih cemas dengan keadaan Kagura. Tapi Gintoki meyakinkan Shinpachi kalau Kagura baik-baik saja dan Gintoki bisa mengatasinya. Walau akhirnya begitu Shinpachi pulang yang dilakukan Gintoki hanya diam saja dan membolak-balik undangan yang Sougo berikan padanya. Dan ketika ia membuka laci mejanya, Gintoki mendengus.

"Huh, dasar bodoh."

-oOo-

"Huh~ kenapa hari begitu cepat?" keluh seorang pria bersurai vermillion di atas kapal luar angkasanya.

"Hari memang selalu berlalu dengan cepat, Danchou," sahut sang Fukudanchou.

"Tapi seharusnya tidak terlalu cepat juga. Aku masih betah menjelajah luar angkasa," keluh Kamui. Abuto menatap komandannya itu datar. "Tapi Danchou, sebenarnya kita sudah telat 3 hari dari jadwal semula keberangkatan kita ke bumi. Dan itu karena kau yang mengulur waktu dengan tidur dua hari dua malam."

Kamui mendengus. Memang benar kata Abuto. Awalnya mereka berniat ke luar angkasa hanya untuk seminggu, tapi karena Kamui yang entah sengaja atau tidak mengulur waktu sehingga jadwalnya ngaret 3 hari. Padahal Kamui merasa kalau baru kemarin dia meninggalkan bumi dan sekarang harus ke bumi lagi. Mulai kemarin malam Kamui selalu mengeluh tentang kepulangannya ke bumi. Yah bukan masalah besar sebenarnya. Dia suka ke bumi mengingat banyaknya orang kuat yang bisa dia ajak bertarung dan menghancurkan sesuatu. Tapi ... satu hal yang membuatnya tidak ingin ke bumi.

Kamui menghela napas.

"Danchou, akhir-akhir ini kau sering menghela napas. Kenapa?" Abuto bertanya.

"Coba tebaaakkk~ kalau kau bisa menjawabnya akan aku tambah gajimu."

Abuto pura-pura berpikir. Dia tahu hanya tidak ingin menebak lebih cepat.

Dengan raut wajah jenaka Abuto menjawab, "Pasti karena Souyo-hime, kan?"

Kamui tersenyum. "Ya, kau benar, Abuto!" Dan kepala Abuto berhasil mendarat di tanah dengan 'mulus'.

"Itu adalah bonus untukmu yang datang lebih cepat," sambung Kamui setelah memberi bonus pada Abuto.

"Danchou!"

-oOo-

Sebenarnya Kagura tidak ingin pergi ke istana shogun untuk menemui sahabatnya, Tokugawa Souyo. Tapi dia sudah berjanji pada sahabatnya tersebut untuk menemaninya mempersiapkan pernikahan yang kurang dari tiga puluh hari. Bukankah itu waktu yang cukup singkat untuk mempersiapkan sebuah pernikahan? Dan Kagura di sana untuk membantu sahabatnya tersebut sekaligus menghabiskan waktu bersama. Karena ketika sudah menikah nanti, maka waktu mereka untuk berkumpul bersama akan semakin sedikit.

"Oh, kau sudah mau berangkat, Kagura?" tanya Gintoki di depan pintu ketika laki-laki itu baru tiba dari kegiatan jalan-jalannya.

"Ya, Gin-chan," jawabnya sambil mengetuk-ngetukkan kaki ke lantai untuk menyamankan kakinya di sepatu yang ia pakai.

"Mattaku~ kenapa kau harus berangkat malam hari seperti ini?" keluh Gintoki. "Biar aku antar."

Kagura mengedipkan matanya, "Tidak perlu, aru. Aku bisa sendiri." Gintoki mengernyit. "Kau yakin? Tidak baik lho perempuan jalan sendirian malam-malam begini."

"Tenang saja, aru. Aku kuat!" ujar Kagura yakin. Gintoki hanya diam saja tak menanggapi. Mulai kemarin malan Kagura mengurung di dalam kamar, kemudian dia keluar sebentar dan Gintoki menemukan mata gadis itu yang merah dan bengkak. Hidungnya juga merah. Yang dilakukan Kagura hanya membenamkan wajahnya pada bulu-bulu tebal anjing dewa peliharaannya. Dan tiba-tiba gadis itu bilang akan pergi ke istana shogun malam ini. Gintoki menyalahkan si Sadist untuk semua yang terjadi pada Kagura.

"Hah~ hati-hati saja kalau begitu," ucapnya malas seperti biasa. Dalam hatinya Gintoki benar-benar berharap Kagura akan baik-baik saja. Tidak seperti beberapa waktu lalu yang mana gadis itu sampai harus masuk rumah sakit. Dan semoga rencana Sougo cepat-cepat berakhir. Gintoki lelah~

Kagura tersenyum lebar. "Oke, aku pergi dulu, Gin-chan."

"Aa~"

Dalam perjalanannya ke istana, Kagura tidak ditemani Sadaharu. Dia tidak ingin Sadaharu memakan semua kepala orang-orang di sana. Walau itu cukup berguna dan bisa membuat mereka semua lupa ingatan dan pernikahan itu tidak akan terjadi. Fufufu~ Tapi sayang Kagura tidak sekejam itu. Lagipula untuk apa dirinya repot-repot membuat orang-orang di sana lupa ingatan demi membatalkan sebuah pernikahan kalau dia cukup membunuh si mempelai pria. Dengan begitu pernikahan tidak akan terjadi.

Tapi sekali lagi ... Kagura tidak sekejam itu. Dia hanya berharap dalam hati sahabatnya dan dia bahagia. Dan Kagura akan ikut bersuka-cita karenanya.

Seperti sebelum-sebelumnya, Kagura akan disambut layaknya tamu penting di istana. Jika biasanya Souyo-hime ikut menyambutnya, sekarang tidak. Tentu saja. Temannya itu pasti sibuk mempelajari protokol-protokol menyebalkan yang harus dilakukan untuk wanita yang akan segera menikah. Kagura berpikir, beruntung dirinya bukan seorang putri seperti Souyo. Sebagai seorang perempuan biasa saja cukup banyak yang dipelajari, apalagi seorang putri.

Seorang pelayan membuka pintu ruang pribadi Souyo. Kagura melongokkan kepalanya ke dalam dan mendapati Souyo tengah duduk di teras kamarnya. Mengayunkan kakinya sambil menatap langit malam berbintang dengan ditemani beberapa anggota Oniwabanshu yang sembunyi entah di mana dan bisa menyergap sesuatu yang mencurigakan kapan saja. Kagura penasaran apa yang dilakukan sang tuan putri itu.

"Souyo-chan." Panggilan Kagura tersebut mengalihkan pandangan sang putri dari langit. Gadis bersurai hitam itu menengokkan kepalanya pada Kagura yang sudah masuk ke dalam kamarnya. Senyumnya mengembang.

"Kagura-chan!" Kagura tersenyum lebar. Ia berjalan menghampiri Souyo dan duduk di sampingnya. Ikut mengayun-ayunkan kaki ke depan dan ke belakang. Souyo kembali mengalihkan pandangannya ke langit. Gadis itu masih memakai kimono sehari-harinya dengan sebuah selimut yang di sampirkan di pundaknya demi melindunginya dari angin.

"Apa yang kau lakukan di malam hari seperti ini, aru ka?" tanya Kagura. Souyo tersenyum tanpa melihat Kagura. "Aku ... sedang menunggu seseorang."

"Seseorang?" Kagura menelengkan kepalanya. Souyo mengangguk sekali.

"Apa seseorang itu Sadist?" tanyanya dengan menahan denyutan nyeri di dadanya.

Souyo menatap Kagura bingung. "Apa yang membuat Kagura-chan berpikir kalau orang itu adalah Okita-san?"

Gadis yang memiliki irish biru itu meringis. "Hehe, siapa tahu, aru."

Souyo tersenyum tipis. "Tenang saja, bukan Okita-san, kok. Tapi, ya, seseorang itu juga sadis."

'Are, tenang saja? Maksudnya? Lalu, juga sadis? Kalau bukan si Sadist siapa?' Kagura menyimpan pertanyaan itu dalam hati. Dia hanya tersenyum lebar dengan perasaan lega bercampur bingung di dada. Meski ia memiliki pertanyaan lain yang menggelayuti pikirannya. Siapa orang yang ditunggu Souyo.

Setelahnya tidak ada percakapan lagi di antar keduanya. Mereka hanya duduk diam. Berpikir apapun yang sengaja melintas di benak masing-masing.

-oOo-

Tepat pada jam dua belas tengah malam, kapal luar angkasa milik Kamui mendarat di bumi. Tidak seperti biasanya, kini Kamui menunggu kapalnya mendarat dengan aman. Padahal biasanya laki-laki itu akan melompat dari ketinggian dan merusak atap rumah siapapun yang dia pijak. Sepertinya laki-laki itu sedang tidak mod membuat keonaran di tengah malam seperti ini. Kamui bahkan berjalan dengan santai sambil memamerkan senyum manisnya—meski dijamin tidak ada yang melihat kecuali Abuto dan beberapa anak buahnya, mengingat hari sudah larut.

Mereka terus berjalan mengikuti Kamui dari belakang. Ketika Kamui berhenti, anak buahnya juga ikut berhenti. Mereka berhenti tepat di depan gerbang yang menjadi batasan bangunan megah di dalamnya.

"Ohayou," sapa Kamui pada dua penjaga gerbang di depannya. Kedua penjaga tersebut saling pandang dengan mengerutkan kening.

Kamui masih tersenyum. Menunggu dengan 'sabar' kedua penjaga tersebut membukakan gerbang untuknya.

"Ehem." Tanpa Kamui sadari Abuto maju beberapa langkah di depannya. "Permisi tuan penjaga, maaf mengganggu di tengah malam begini. Tapi bisakah kalian membukan gerbang ini untuk komandan kami yang sudah kesemutan karena terlalu lama berdiri di sini?"

Kening Kamui berkedut kesal. Kesemutan? Tidak ada yang lebih keren dari itu? Namun dia harus berterima kasih karena berkat Abuto para penjaga tersebut berhenti saling pandang.

"Siapa kalian?!" tegas salah satu penjaga tersebut. Kamui mengerjapkan mata beberapa kali. "Are~ kalian tidak mengenaliku? Hidoii~"

Abuto memalingkan wajahnya lelah mendengar nada sok imut Kamui. Pria berkepala tiga itu meringis menatap kedua penjaga. "Kami adalah kelompok bajak luar—oh maksudku mantan bajak luar angkasa yang datang kemari memenuhi permintaan shogun."

"Permintaan shogun?" Kemudian seorang penjaga yang lain mengalihkan pandangan kepada Kamui. "Apa anda Kamui Yato?"

Senyum Kamui semakin lebar. Dia menjentikkan jari dan berkata, "Bingo!"

"Ma-maafkan kami. Kami kira anda—"

"Oh tidak masalah. Jangan terlalu dipikirkan. Kami sudah terbiasa." Abuto memotong perkataan penjaga tersebut.

Kedua pria tersebut membungkuk hormat sebelum menyerukan kedatangan Kamui di istana. Namun sebelum itu terjadi, Kamui menghentikannya. "Ssstt ... tidak perlu diumumkan. Aku tidak ingin mereka terbangun karena kedatanganku."

"H-Ha'i."Dan rombongan tersebut melangkah masuk ke dalam dengan hening. Beberapa orang yang berjaga lainnya yang mengenali mereka langsung membawa mereka masuk ke bagian dalam istana paling dalam. Salah satu dari mereka pergi untuk melapor pada shogun perihal kedatangan kelompok Kamui.

Kamui mendengus. Memandang bosan ruangan yang menjadi kamarnya setiap kali ia datang kemari. Sebuah ruangan luas dengan futon tebal yang sudah terhampar di tengah ruangan setelah sebelumnya ia menunggu sejenak di ruangan lain. Mungkin mereka berpikir Kamui akan langsung beristirahat karena kelelahan.

Tidak, Kamui tidak lelah. Dirinya sudah terbiasa tidam tidur selama perjalan menjajah luar angkasa. Bahkan Kamui bisa bertarung selama tujuh hari tujuh malam tanpa istirahat. Dan sungguh keajaiban wajahnya tetap unyu-unyu sampai sekarang.

Yah tapi Kamui tidak keberatan juga kalau disediakan tempat nyaman seperti ini. Dia akan senang hati mengistirahatkan dirinya. Namun sebelum itu, Kamui ingin mandi dan mencari udara segar.

Menghirup udara segar sebelum tidur akan sangat membantu tidur untuk lebih nyenyak, begitu kata Abuto.

Oh ya ... ada yang mau menemani Kamui mandi?

Ah tapi Kamui tidak suka ditemani sih. Jadi dia akan mandi sendiri. Bubye~

Detik demi detik berlalu berubah menjadi menit. Membiarkan Kamui menyelesaikan mandinya dan keluar menggunakan kimono mandi. Handuk putih yang tersampir di bahunya menemani laki-laki itu keluar ruangan. Berhadapan langsung dengan halaman belakang kamarnya.

Beberapa pohon dan hiasan khas taman menjadi pemandangan yang menyapanya. Tapi dia tidak sendiri. Karena instingnya mengatakan ada sseorang yang juga tengah terjaga dan berada di sana selain para pengawal. Secara naluri lehernya tergerak untuk menoleh ke arah kanan, arah di mana orang itu berada tepat di depan kamar yang berada di sebelah kamarnya.

Ternyata orang itu juga tenga melihatnya dengan pandangan tak percaya.

"K-Kamui-san!?"

Ah, Souyo-hime ternyata.

Kamui tersenyum, seperti biasa. "Hai~ Hime-sama~"

"Sejak kapan kau di sini?" tanya gadis itu tak percaya.

"Hmm ... baru saja?" Kamui memiringkan kepalanya seolah lupa kapan dia datang.

Souyo yang berada tak jauh darinya tersenyum senang. Rupanya gadis itu tidak mau repot-repot menutupi perasaan yang dirasakannya ini.

"Okaerinasai, Kamui-san," ujarnya.

Sejenak pria yang berasal dari klan terkuat itu tertegun. Sudah lama rasanya ia tidak disambut seperti itu.

Kamui mendengus. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Tadaima," katanya dalam hati.

-oOo-

Kagura terbangun ketika suara gaduh itu tak kunjung selesai. Ia menatap langit-langit kusam di atasnya dengan malas. Siapa gerangan yang berani mengganggu tidur Kagura-sama yang anggun ini!?

Ah, siapa lagi kalau bukan Gintoki dan Shinpachi?

Kagura mendengus. Mau tak mau ia sedikit—hanya sedikit—berterima kasih pada si pembuat keramaian itu, karena punggungnya pasti akan sakit jika dibuat tidur terus-terusan.

Kagura keluar dari kamarnya. Ia menuju ruang tamu yang ternyata hanya berisi tiga manusia namun kehebohannya seperti sepuluh orang.

"Oh, si tuan putri sudah bangun ternyata," celetuk seorang pemuda bersurai coklat pasir yang tengah bersantai di sofa. Kedua tangannya bergantung di sandaran sofa.

"Cih, berisik!" ketus Kagura. Kemudian ia beralih pada Shinpachi yang sedang membersihkan lantai yang basah karena tumpahan pairfait Gintoki. "Shinpachi, aku lapar, aru. Cepat buatkan makanan!"

Shinpachi menaikkan frame kacamatanya dengan kesal karena Kagura yang memerintahnya seenak jidat. Namun akhirnya dia mengambilkan juga makanan ekstra jumbo untuk gadis itu.

Dengan cepat gadis itu segera menghabiskan makanannya tanpa perlu pergi ke kamar mandi. Sougo menggelengkan kepalanya melihat gadis itu makan.

"Ayo cepat! Kutunggu kau di luar," kata Sougo sambil beranjak dari sofa.

Kagura bersendawa. "Memangnya mau ke mana, aru ka?"

Dahi Sougo mengerut. "Jangan bilang kau lupa kalau kemarin kau memaksaku untuk menemanimu berbelanja," tuturnya kesal.

"Benarkah?" Gadis itu menelengkan kepalanya. Dengan hela napas lelah Sougo melanjutkan langkahnya ke luar. "Terserah kau sajalah. Aku pergi saja kalau begitu."

Reflek Kagura langsung meloncat dari duduknya. Gadis itu berlari ke kamar mandi cepat-cepat.

"Uwooohh tunggu aku, Sadist konoyaro!"

"Mattaku ... heran kenapa kau bisa memilih anak seperti itu untuk dijadikan kekasih," gumam Gintoki di kursi kebesarannya. Tangannya yang satu menggenggam jump, sementara yang lain memancil di lubang sana.

"Hmm? Apa maksudmu, Danna? Dia bukan kekasihku, dia itu budakku," kata Sougo meralat.

"Ya ya terserah kau saja, Okita-san." Kali ini Shinpachi yang menanggapi. Di tengah kegiatan menyapunya dia tersenyum. Mungkin ia menertawai Sougo yang tidak mau jujur.

.

Butuh berapa lama hingga akhirnya kedua sejoli ini tiba di pusat kota. Hal ini diakibatkan lamanya Kagura mandi dan bersiap-siap. Siapa sangka kalau di balik usianya yang sudah emmasuki angka 17 tahun Kagura masih sibuk bermain bersama satu bebek karet yang diberikan Kamui ketika ulang tahunnya kemarin. Katanya itu mainan pertama yang diberikan Kamui setelah sekian lama.

Oh ayolah, ngakunya bajak laut, tapi hadiahnya bebek karet berwarna kuning itu.

"Sadist, aku mau itu, aru!" Kagura menunjuk sebuah boneka kelinci berwarna coklat serta berbulu tebal terpajang di etalase kaca sebuah toko boneka. Ukurannya sekitar 40 cm. Lucu tapi menggelikan bagi Sougo.

"Yang lain saja," tolaknya halus.

Gadis itu langsung mencebikkan bibirnya. "Pelit!"

Sougo menatap gadis yang kini tengah menatap ke arah lain dengan kesal. Dia yang meminta ditemani kenapa malah dirinya yang harus mengeluarkan uang?

"Memangnya boneka itu untuk apa? Kau sudah besar, tidak seharusnya kau membeli barang seperti itu."

Ia bisa mendengar bagaimana Kagura mendecih. Dan Sougo hanya bisa memutar bola mata.

"Terserah kau sajalah. Beli sesukamu."

Setelah mengatakan itu, terdengar suara heboh Kagura yang berseru senang. Dan mereka menghabiskan waktu dengan berbelanja ini itu yang tentunya menggunakan uang Sougo. Karena jangankan mengeluarkan sedikit uang untuk basa-basi, Kagura justru tidak membawa dompet dengan alasan lupa.

Sungguh hebat.

Beberapa tas kertas berada di tangannya saat ini. Setelah seharian memilih ini-itu di antara beberapa toko, akhirnya mereka menghentikan perncarian dan berhenti di sebuah kedai dango. Ini sudah lewat dari jam makan siang, karena waktu menunjukkan pukul tiga sore. Yang artinya akan segera senja.

"Menyerahlah," kata Sougo sambil memakan dango.

Kagura menggeleng cepat. "Tidak mau, aru. Aku masih ingin mencari baju yang cocok untuk dipakai ke pesta, aru ne."

Kagura ingin membeli baju baru. Namun di semua toko yang dimasukinya, ia tidak menemukan yang cocok untuknya.

Sougo bersandar ke belakang dengan menopang tubuhnya dengan kedua tangannya. Ia melirik sekilas ke arah gadis yang tengah makan dengan lahapnya itu. Ia berpikir.

"Hm, China ... aku pergi sebentar." Setelah mengatakan itu Sougo segera hengkang dari sana. Tak menghiraukan teriakan Kagura yang mengatakan siapa yang akan membayar dango mereka.

Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya laki-laki itu kembali dengan satu tas di tangannya. Kagura merengut melihat kehadiran laki-laki itu.

"Kukira kau akan kembali besok, Sadist konoyaro," sungutnya. Sougo hanya tersenyum miring. Kemudian ia menyerahkan tas itu pada Kagura.

"Ini untukmu."

"Apa itu?"

"Buka saja." Tanpa buang waktu Kagura membuka bingkisan tersebut. Ia mengeluarkan sebuah qipao hitam yang bagian bawahnya mengembang membentuk seperti dress. Di bagian tepinya berwarna putih dan terdapat sebuah sulaman berwarna putih di bagian bawah dress-nya.

Sinar mata Kagura menjadi cerah. Jika ini animasi, maka aka terlihat efek bintang-bintang di matanya.

"I-ini jelek sekali, Sadist. Aneh," katanya berbanding terbalik dengan ekspresinya yang berbinar. "T-tapi aku tidak minta ya. Kau yang memaksaku untuk menerimanya."

Oi, siapa yang memaksanya.

Sougo tersenyum miring. "Ayo ucapkan terima kasih padaku."

"Tidak mau, aru," tolak Kagura. "Lagipula kau yang berinisiatif membeli ini untukku."

Kagura lantas memasukkannya ke tas yang tadi digunakan untuk menampung baju tersebut.

"Apa salahnya mengucapkan terima kasih. Kalau kau tidak mau, maka bayar saja baju itu."

"Hah~ kau tidak ikhlas belinya, ya? Ya sudah berapa harganya!? Hutang dulu!" ucap Kagura bersungut-sungut. Niat hati ingin belanja gratis, tapi malah bayar. Mau bagaimana lagi, dia sudah jatuh cinta dengan qipao itu. Sayang bukan kalau dikembalikan? Bisa-bisa si Sadis itu malah memberikannya pada orang lain.

Sougo mendengus, "bukan dibayar dengan uang yang kumaksud."

"Lalu—" belum berbicara lebih lanjut, tiba-tiba Kagura memeluk tubuhnya sendiri dan menatap horor Sougo.

"J-jangan-jangan kau mau aku membayarnya dengan tubuhku!" tuduh Kagura.

Sougo berdecak. Ia memutar bola matanya bosan melihat tingkah gadis di depannya itu. "Bukan."

"Eh? Lalu apa?"

Laki-laki itu tak langsung menjawab. Ia hanya memandangi Kagura dengan tatapan yang sulit diartikan. Dan itu membuat Kagura was-was. Sougo yang dia seperti itu tampak sangat berbahaya. Pasti bayarannya sesuatu yang ... berbahaya juga.

"Bayarlah dengan—"

Deg, deg, deg. Sougo lama.

"—mengatakan—"

Kagura menggeram dalam hati. Keringat dingin mulai muncul.

"—aku cinta padamu, Sadist."

Tuh kan berbahaya~

Kagura langsung terkesiap. Ia menahan napas. Ini ... berbahaya. Berbahaya untuk jantungnya yang mendadak berdebar lima kali lebih cepat.

"Ayo cepat katakan!" tegur Sougo.

Kagura mengerjapkan mata. Kemudian Kagura menggeleng cepat. "Tidak mau!? Itu menggelikan!"

Sougo mengangkat sebelah alisnya. "Yakin? Nanti menyesal, lho~"

"A-a-apa maksudmu!?" Kagura gelagapan. Ia mengibaskan tangannya salah tingkah. "S-sudahlah, a-aku pulang dulu Sadist. Bye!" setelah mengatakan itu, Kagura berlari mendahului Sougo tanpa memberi kesempatan untuk laki-laki itu berbicara.

Sougi menelengkan kepalanya kemudian mengendikkan bahunya. Dia tak mau ambil pusing dengan tingkah Kagura yang memang aneh dari awal itu. Dengan santai ia kembali berjalan pulang.

Sementara begitu sampai di rumah, Kagura segera melempar barang belanjaannya ke kamarnya dan mengunci diri. Ia mengambil kembali qipao yang dibelikan Sougo tadi. Matanya berbinar lalu terkikik sendiri. Kagura merebahkan tubuhnya sebelum akhirnya jatuh tertidur.

Tapi tiba-tiba mata Kagura terbuka lebar. Menatap nyalang atap merah di atasnya. Dirinya merasa de javu.

Napasnya terengah. Dia baru saja bermimpi. Bermimpi tentang waktu yang dihabiskannya bersama laki-laki itu beberapa waktu lalu. Menyesal. Inikah menyesal yang dimaksud Sougo? Apa waktu itu Sougo sudah tahu kalau dirinya akan jadi pria yang dijodohkan dengan Souyo?

Kagura menolehkan kepalanya ke segala arah dan menyadari kalau ia masih berada di istana. Dan Souyo sedang tertidur di sebelahnya sambil tersenyum. Ah, sahabatnya itu pasti sedang bermimpi indah.

Ayam jantan mulai terdengar berkokok. Menandakan bahwa fajar mulai naik. Kagura menghela napas berat dan memutuskan untuk bangun. Pergerakannya sepertinya membuat Souyo terbangun. Terbukti dari kelopak mata gadis itu yang terbuka.

"Ohayou, Souyo-chan. Maaf, apa aku membangunkanmu?"

Souyo tersenyum. "Tidak. Tapi aku tidur terlalu larut tadi malam, jadi bisakah aku tidur lagi?"

"Tentu saja!" jawab Kagura mantap. "Aku juga akan tidur lagi."

Setelahnya mereka saling tersenyum dan kembali tertidur dengan posisi saling berhadapan.

-oOo-

Dan waktu pun berlalu dengan sangat cepat sejak Kagura menginap di istana bersama Tokugawa Souyo. Dan esok pagi adalah harinya ….

.

.

.

To be continue ….

-oOo-

Ada yang nunggu? /ga ada/

Okeh, maaf lama. Lagi mager dan beralih profesi jadi mc di MM lolololol /salah fandom nak/ www kan katanya kalo males nulis ga boleh nulis dulu, cz entar hasilnya asdfghjkl; gitu xD jadi kutinggalin bentar buat main game. Eh lama-lama kangen dan akhirnya bisa lanjut yeay! /tebar bunga moe/

Oh ya, kalo ada review yang belom di bales bilang ajah ;) Udah yak. Jangan lupa kritik dan sarannya~

Bubye di chapter selanjutnyaa~

Hana Kumiko ^^