Eventually

SVT's Hoshi, Woozi, Mingyu, Wonwoo,

ft. Dokyeom

.

.

.


Malam itu tepat pada hari ke lima belas di bulan Juni. Malam yang cukup dingin saat Soonyoung memasuki sebuah ruangan yang penuh dengan mesin mesin medis beserta bunyi bunyiannya. Soonyoung terduduk di samping ranjang yang terbaring bocah dengan tubuh terpasang beberapa alat medis disana.

Soonyoung tertawa getir.

Dia pikir Tuhan tidak lagi sayang padanya, tidak mau lagi melihatnya bahagia. Tapi itu hanyalah spekulasi berlebihan, karena saat ini Soonyoung masih bisa melihat Jihoon tersenyum dalam tidurnya.

Soonyoung ingat sekali rencana awal malam ini yang sudah dia susun cukup rapi. Malam di hari ulang tahun dirinya menginjak usia dewasa dan malam bahagianya. Tapi hanya menjadi ekspektasi pagi hari kalau Soonyoung tahu malam ini akan terjadi.

Disampinya, tubuh mungil yang sedang terbaring dengan jarum infus ditangan, tersenyum dengan mata tertutup padanya. Senyum mengejek. Soonyoung tahu Jihoon sedang mengejeknya karena menangis tidak tahu umur disampingnya.

Soonyoung menggenggam tangan kiri Jihoon yang bebas, mengecupnya berkali kali.

Seharusnya, malam ini Jihoon sudah tahu siapa pengirim puluhan batang pensil warna warni yang selalu terselip satu demi satu di tas punggungnya. Seharusnya juga malam ini anak pendek itu sudah tahu siapa pengawal diam diam yang dulu pernah menolongnya bersama Mingyu. Lalu harusnya, malam ini Jihoon sudah mengenal Soonyoung.

Harusnya.

Tapi seperti yang Soonyoung pikirkan tadi, Tuhan tidak lagi menyayanginya karena terlalu lama membohongi seorang anak kecil yang tidak tahu apa apa. Lantas malam impian dimana Soonyoung memberi tahu segala tentang dirinya pada Jihoon tepat dihari ulang tahun ke tujuh belas nya tidak akan pernah terjadi.

Jihoon tidak sadarkan diri. Anak manis itu tertidur agak nyenyak di ranjang rumah sakit dengan alat bantu pernapasan di hidungnya. Tapi yang Soonyoung pikirkan, mungkin anak itu sedang mimpi indah. Anak mungil itu tersenyum dengan wajah pucatnya.

Didalam ruangan yang sunyi ini samar samar Soonyoung dapat mendengar suara kakak laki-laki Jihoon yang mencoba menenangkan ayah mereka, dan suara seseorang yang menyebut nama Mingyu dan Wonwoo.

Soonyoung mengelus pipi Jihoon. "Kau tidak perlu seperti ini jika tidak ingin bertemu denganku, Ji. Aku bisa tidak memberitahumu dan langsung pergi ke Jepang malam ini." Pemuda itu tersenyum dengan cairan bening disudut matanya. "Tidak perlu cara seperti ini jika kau hanya ingin Mingyu yang menjadi temanmu."

Lalu pandangan Soonyoung beralih pada anak yang juga tidur disamping ranjang Jihoon.

"Setelah kau bangun nanti, jaga diri baik baik, Jihoon. Minta anak itu menjagamu." Tangannya berpindah pada rambut halus Jihoon. "Maaf sudah tidak bisa lagi menjagamu."

Lalu terdengar ketukan pintu dari luar yang Soonyoung yakin itu ayahnya.

"Aku harus pergi." Soonyoung mengecup pelipis Jihoon. Dia lalu bangkit berdiri, memandang wajah damai Jihoon cukup lama. Dia tidak rela meninggalkan Jihoon, tapi Soonyoung harus pergi. "Jaga dirimu, Jihoonie."

Lalu Soonyoung tidak bisa untuk tidak mendekatkan wajahnya pada wajah Jihoon. Mempersempit jarak keduanya sebelum mencium bibir Jihoon dengan sedikit lumatan. Soonyoung sudah tidak peduli lagi dengan betapa brengsek dirinya yang mungkin sudah merebut ciuman pertama anak yang bahkan lebih muda tujuh tahun tanpa sepengetahuan pemiliknya. Soonyoung sudah terlanjur frustasi melihat Jihoon seperti ini.

"Maaf, Jihoon."

.

.

.

.

.

Jihoon menyibukan diri di dapur rumah Soonyoung. Sudah rapi dengan seragamnya, tapi ada celemek yang juga membungkus tubuh mungilnya. Pagi ini, anak itu lagi lagi sengaja bangun satu jam lebih awal dari biasanya, masih satu setengah jam lagi dari waktunya berangkat sekolah.

Hari ini tepat hari kesepuluh Jihoon tinggal bersama Soonyoung. Memang masih sebentar, tapi bagi Jihoon, tinggal sehari dengan Kwon Soonyoung itu sudah membuatnya merasa tinggal seminggu lamanya.

Jihoon sedang memarut keju untuk dua mangkuk skotelnya saat tiba tiba sepasang lengan melingkar di pinggangnya. Anak itu memerah menyadari Soonyoung memeluknya. Hal inilah yang membuat sehari bersama Soonyoung terasa begitu lama.

"Bangun pagi lagi?"

Jihoon masih melakukan kegiatannya tanpa mempedulikan Soonyoung yang bertanya dengan suara parau di ceruk lehernya. Dadanya menghangat, tapi Jihoon tidak ingin Soonyoung mengetahuinya.

"Apa semalam aku pindah tidur kekamarmu lagi?" Jihoon tidak mau bersuara, jadi dia hanya mengangguk. "Aku masih ngantuk Jihoon, aku mau tidur lagi."

Setelah Soonyoung menjauh darinya, barulah Jihoon bisa bernapas lega.

Pagi ini bukan pertama kali Soonyoung melakukan hal yang (sialnya) Jihoon sukai. Semalam juga bukan malam pertama Soonyoung tiba tiba pindah tidur dikamarnya. Soonyoung sudah melakukan hal yang sama sejak seminggu lalu saat setelah dia membawa Jihoon bertemu dengan anak anak kecil yang Soonyoung sangat sayangi.

Waktu itu, setelah teman Soonyoung yang Jihoon tahu bernama Seokmin memergoki mereka sedang melakukan hal yang tidak tidak didepan anak anak dibawah umur, Soonyoung membawa Jihoon pulang dengan wajah merah padam. Jihoon suka melihat wajah Soonyoung begitu, terlihat seperti anak kecil, jadi Jihoon tertawa sampai sampai saat bangun pagi dia harus menahan napas dengan wajah merah.

Pagi itu, Jihoon bangun dengan Soonyoung tidur (lagi) disampingnya.

Jihoon tidak tahu pada malam hari Soonyoung mengigau atau apa dan berjalan pindah ke tempat tidurnya. Tapi ketika Jihoon bangun pagi pagi sekali, Soonyoung akan ikut bangun bersamanya. Jihoon sengaja menyibukan diri, seperti sekarang, agar Soonyoung terganggu dan pergi dari tempat tidurnya. Jihoon tidak mengusir, tapi dia melakukan hal itu agar Soonyoung lupa semuanya.

Biasanya, saat Jihoon bangun pagi dan melakukan kebisingan, Soonyoung akan bangun. Tapi dengan mata tertutup, menghampiri Jihoon sebentar kemudian pindah tidur di sofa lalu Soonyoung akan melupakan semuanya setelah bangun tidur yang sebenarnya.

Seperti tadi.

Soonyoung datang memeluknya saat dia sibuk didapur. Jihoon seratus persen yakin bahwa saat Soonyoung melakukannya tadi, mata laki-laki itu masih tertutup yang menandakan bahwa Soonyoung belum sadar sepenuhnya. Maka dari itu Jihoon memilih untuk tidak bersuara dan membiarkan Soonyoung melanjutkan tidurnya disofa, lalu pada jam bangun Soonyoung sebenarnya, laki-laki itu tidak akan mengingat bahwa dia sudah memeluk Jihoon.

Jihoon bukan bermaksud apa apa melakukan semua ini. Dia hanya tidak mau merasa kikuk saja jika berdua dengan Soonyoung, apalagi setelah kejadian ketika laki-laki itu menciumnya.

Setelah kejadian sore itu, hubungannya dengan Soonyoung masih sama seperti sebelumnya, tidak ada yang berubah selain kebiasan malam dan pagi Soonyoung. Laki-laki itu masih dingin meski tidak sedingin saat pertama kali mereka bertemu, juga tidak hangat seperti saat mengajaknya kencan.

Jika saja ditanya dari hati kecil Jihoon, anak itu ingin sekali Soonyoung memperlakukannya dengan hangat saat di benar benar sadar seperti pagi itu. Tapi tidak terimakasih, cukup Jihoon saja yang tahu tentang sifat tak terduga Soonyoung. Toh, meski tidak sadar, Soonyoung sudah memperlakukannya jauh lebih romantis ketimbang dalam keadaan sadar.

.

.

.

"Apa yang membuatmu begitu bahagia hari ini, Jihoon?"

Jihoon memutar bola matanya malas.

"Katakan padaku, Lee Jihoon."

Jihoon masih tak bergeming.

"Ya! Lee Jihoon."

"Ya! Berhenti berteriak menanyai Jihoon hyung. Kau berisik, Wonu hyung."

Gantian Wonwoo yang memutar bola matanya setelah mendengar Mingyu yang tiba tiba duduk disampingnya.

Jam istirahat kedua. Dan ketiga teman (yang satunya beda aliran; Mingyu) memilih menghabiskan tiga puluh menit terakhir sebelum memulai pelajaran kembali di kantin sekolah.

Mingyu awalnya duduk terpisah dari Jihoon dan Wonwoo. Tapi begitu mendengar nada Wonwoo yang menuntut, dan nama Lee Jihoon, juga berisik, Mingyu akhirnya memilih bergabung dengan dua hyung beda satu tingkatnya.

"Jihoon-ah!"

And for your information, sudah sejak pertama kali Jihoon menginjakan kaki didepan gerbang sekolah dengan senyum cerah tadi pagi, sejak itu pula Wonwoo menuntut penjelasan dari Jihoon yang hanya memutar bola matanya.

Mingyu juga melakukan hal yang sama. "Berhentilah, Wonu hyung. Kau berisik tahu."

"Pergi kalau begitu Kim. Siapa yang menyuruhmu duduk disini?"

Mingyu menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menatap Wonwoo dan Jihoon bergantian. "Tapi kalau di lihat-lihat, memang Jihoon hyung beda hari ini."

Wonwoo mengangguk. "Hari ini Jihoon datang dengan senyum lebar." Lalu melihat Jihoon seperti menerawang. "Dia diantar sepupunya lagi."

"Sepupu?" Kali ini Mingyu mengalihkan perhatian sepenuhnya pada Jihoon. "Sejak kapan Jihoonie hyung punya sepupu?"

Wonwoo menjentikan jarinya. Mengabaikan wajah Jihoon yang terlihat kesal dengannya, dengan Mingyu juga. "Aku juga tidak tahu. Aku tidak pernah dengar Jihoon punya sepupu sebelumnya. Tapi aku percaya saja."

"Kenapa hyung percaya saja?" Kata Mingyu.

"Karena Jihoon yang bilang." Wonwoo mendongak menatap Mingyu yang kini sudah berdiri. "Kalau kau yang bilang, aku tentu tidak percaya, Min."

Setelah itu Wonwoo dan Jihoon melakukan tos dengan tertawa sementara Mingyu mendengus memasang wajah cemburut gantengnya. Lalu tiba-tiba Jihoon merasa ponsel disakunya bergetar, ada pesan yang masuk, dan itu dari Soonyoung.

Aku tidak bisa menjemputmu nanti. Aku ada janji dengan Seokmin. Sopir ayah sudah ku hubungi untuk menjemputmu. Hati hati dijalan, banyak penculikan.

Jihoon tersenyum melihat kalimat terakhir yang ditulis Soonyoung, dia lalu menyimpan ponsel disakunya setelah membalas iya. Mungkin hari ini dia pulang sendiri saja, ada kelas musik yang menunggunya nanti sore, Jihoon akan menghubungi sopir ayah untuk tidak perlu menjemputnya.

"Apa mungkin sepupu Jihoon itu pacarnya selama ini?" Wonwoo mulai lagi, dan tiba tiba Mingyu mengubah ekspresinya menjadi kecewa yang berlebihan. "Padahal Jihoon hyung baru saja menolakku."

"Mingu, jangan memancingku." Jihoon mengeluarkan ekspresi kesal pura puranya. Bayangan tentang kejadian seminggu lalu masih ada, tapi Jihoon bernapas lega karena Mingyu tidak lagi membahasnya, kecuali saat ini yang Jihoon tahu itu hanya candaan saja. Jihoon berdiri, "sudah. Aku mau kembali ke kelas. Aku pusing melihat kalian." Dan berjalan meninggalkan Mingyu dan Wonwoo.

Sebelum Jihoon benar benar menghilang pergi ke kelasnya, Wonwoo berteriak. "Jihoon-ah! Nanti jadi beli bubble tea tidak?"

Jihoon berhenti sebentar, lalu balas berteriak pada Wonwoo. "Sama Mingyu saja, aku ada kelas musik." Dan ketika dia melanjutkan berjalan, samar samar dia mendengar Mingyu berkata. "Aku ada latihan basket, hyung. Jadi tidak bisa."

Jihoon tertawa.

.

.

.

Soonyoung duduk disebuah kedai dengan Seokmin dihadapannya. Bertemu seperti biasa, dan Soonyoung cukup tahu apa yang membuat sahabat sejak kecilnya ini mengajak minum bersama. Soonyoung menyedot bubble tea taronya ketika Seokmin berkata, "kau seperti om om mesum saat bersama Jihoon."

Soonyoung tersedak lalu mendelik kearah Seokmin. "Kau lupa diri atau bagaimana?"

"Apa?" Seokmin balik bertanya.

Soonyoung memutar bola matanya. "Bahkan Chan masih empat belas tahun. Kau mau mengelak, Seokmin?"

Seokmin tertawa, menyedot jelly pop mangganya. "Chan itu teman adikku."

"Aku tidak katarak untuk bisa melihat matamu berbinar saat melihat Chan. Aku sudah berkaca, Seok, dan itu pandanganku setiap kali aku melihat Jihoon." Soonyoung kemudian menghela napas panjang. "Meskipun sekarang aku harus menahan dan membohongi Jihoon setiap pagi."

"Iya, iya, aku mengaku." Seokmin memainkan gelas jelly popnya sebelum tersenyum menerawang. "Aku membidiknya dan dia menerimaku. Bahkan aku sudah mendapat kecupan darinya."

"Kau dan Chan sudah pacaran?"

Seokmin mengangguk dan Soonyoung terlihat tidak percaya.

"Kau yang yakin tadi, Soonyoung, kenapa sekarang kau kaget?" Seokmin kemudian menggeser kursinya ke samping Soonyoung. "Tapi aku tidak terlihat mesum ketika Chan bersamaku."

"Kau pikir aku mesum?"

"Tidak." Seokmin menggeleng. "Kau terlalu banyak drama untuk menyembunyikan sifat mesummu."

Soonyoung mendengus sesaat setelah Seokmin kembali pada tempat duduk awalnya. "Aku lihat kau seperti ingin menerkam Jihoon. Bisa saja terjadi kalau aku tidak memergokimu waktu melakukan yang hampir iya iya didepan anak anakku."

"Aku hanya menciumnya, dan itu reflek." Soonyoung tahu dia bohong, tapi dia memang reflek kan saat tidak sengaja mencium Jihoon di bibir, walaupun setelah itu ya begitu. "Bahkan dirumah aku tidak lagi menciumnya."

"Berarti kau laki-laki munafik."

"Siapa yang kau bilang munafik, Seokmin?"

"Kau lah." Seokmin menunjuk tepat dihidung Soonyoung dengan sedotan. "Kau juga pengecut untuk terus terusan pura pura tidak ingat kalau kau memeluk Jihoon."

Soonyoung menggeram. Meski dia mengakui dirinya pengecut, tapi dia punya alasan melakukannya. "Aku punya alasan."

"Alasannya itu karena kau tidak mau kehilangan Jihoon, begitu?" Soonyoung tidak menjawab, tapi Seokmin cukup tahu lewat ekspresi sahabatnya ini. "Soonyoung-ah, berhenti memikirkan sesuatu yang mungkin tidak akan terjadi. Kau tidak perlu berpura pura menjaga jarak lagi dengan Jihoon. Menurutku, itu malah membuat anak itu jadi jauh darimu."

Soonyoung diam memainkan gelas bubble teanya sebelum Seokmin melanjutkan bicara, "kau juga tidak perlu lagi menyembunyikan diri dari Mingyu atau Wonwoo." Seokmin menatap Soonyoung yang sibuk dengan gelasnya. "Waktu kau pulang dari panti, anak anak itu datang. Ya, aku pikir mereka akan tahu cepat atau lambat."

Soonyoung menghela napas.

"Kau tidak perlu bersembunyi dari mereka, Soonyoung, apalagi Wonwoo." Lalu Seokmin melihat Soonyoung menatapnya. Seokmin mengangguk. "Kau harus beritahu dia untuk mengatakan yang sebenarnya pada Mingyu. Aku tahu, bagaimana pun cerianya Wonwoo, anak itu menyimpan rahasia dengan sangat rapi. Dan lagi, anak itu menyukai Mingyu, sama seperti Mingyu."

"Mingyu suka pada Jihoon, Seokmin. Dan aku mungkin akan kalah darinya."

Seokmin menggeleng. "Kau tidak tahu saja apa yang Mingyu pikirkan sampai dia ingin memiliki Jihoon. Dia ingin Wonwoo, tapi tidak bisa lepas dari Jihoon."

"Darimana kau tahu?"

"Siapa yang lebih dekat dengan mereka selama kau ada di Jepang? Aku sudah mengenal mereka lama sepertimu, tapi aku jauh lebih dekat untuk tahu apa yang terjadi."

Soonyoung terdiam mendengar apa yang Seokmin bicarakan. Mungkin laki-laki itu benar tentang apa yang selama ini tidak Soonyoung ketahui. Tidak ada alasan untuk tidak mempercayai Seokmin, laki-laki itu memang dia minta untuk memantau Jihoon diam-diam juga Mingyu dan Wonwoo selama Soonyoung di Jepang.

"Salah satu dari kau dan Wonwoo harus membenarkan ini, Soonyoung. Jangan lari atau bersembunyi lagi. Jadilah Soonyoung, jangan bersembunyi pada Hoshi. Aku yakin mereka berdua akan menghormatimu. Mereka ingin bertemu dengan Soonyoung yang selama ini mereka kira Hoshi." Seokmin kemudian berdiri. Menepuk pundak Soonyoung. "Pikirkan baik baik. Aku pergi dulu." Soonyoung mengangguk, setelah itu dia melihat Seokmin keluar dari pintu kedai.

Soonyoung bingung dengan apa yang ada di pikirannya. Dia tidak mungkin salah mengira Mingyu menyukai Jihoon sejak pertama mereka bertemu. Mingyu menyukai Jihoon, dia ingin memilikinya, tapi seperti kata Seokmin tadi, Mingyu ingin Wonwoo tapi tidak bisa lepas dari Jihoon.

Mungkin Seokmin benar jika dia harus meluruskan semua ini, lalu berhenti bersikap pengecut pada Jihoon.

Soonyoung bangkit berdiri setelah menghabiskan bubble tea nya yang tinggal setengah, berjalan menuju kasir untuk membayar tagihan. Saat Soonyoung baru saja akan membayar, seseorang menjatuhkan beberapa tumpukan buku di dekat kaki Soonyoung yang reflek mengangkat kakinya.

"Maaf, maafkan saya, saya tidak sengaja. Apa kaki anda terluka?" Seseorang yang ternyata anak SMA itu membungkuk berkali kali setelah Soonyoung berbalik. "Saya benar benar minta maaf."

Dan Soonyoung tidak bisa untuk tidak membulatkan kedua matanya setelah tahu bahwa dihadapannya adalah Wonwoo, salah satu dari orang yang dia bicarakan bersama Seokmin tadi. "Wonu?"

Mendengar namanya dipanggil, Wonwoo mendongakan kepalanya pada laki-laki yang berdiri di hadapannya. Wonwoo kaget, dia mengenal laki-laki dihadapannya. "Kau?" Menunjuk wajah Soonyoung, "kau orang yang selalu mengantar Jihoon 'kan?"

Mungkin kata Seokmin benar, cepat atau lambat Mingyu ataupun Wonwoo akan mengetahui dengan sendirinya sesuatu tentang dirinya. Tapi untuk kali ini biarkan Wonwoo tahu lewat Soonyoung sendiri.

"Ya, itu aku." Kata Soonyoung. Laki-laki itu tersenyum tipis. "Senang kita bisa bertemu lagi, Jeon Wonwoo. Aku Kwon Soonyoung, kuharap kau masih mengingatku."

Dan Wonwoo tidak bisa menahan matanya untuk tidak membulat sempurna. "Soonyoungie hyung?"

.

.

.

( to be continue )


Notessss;

Sebenarnya tidak ada kata-kata mutiara yang mau aku sampein.

Tapi berhubung saya mau, jadi saya curhat; Maafkan adeknya Uji ini karena menunda-nunda janji :') Aku tahu ini sangat telat banget apdetnya, jadi maafkan diriku. Ini semua gara gara apaan itu karya tulis?! Tugas kenaikan kelas dan observasi air di ekskul sekolah. please maafkan diriku. dan kuharap ada yang masih nunggu ini.

Typo tolong dimaafkan, karena saya males baca baca dari awal (ini saya baca ulang, tapi setitik mata melihat/?). Saya juga lupa plot dan ofd menyelamatkan fanfik ini. SoonHoon cintakuuuuu, makasih sayang. Saya gemes sendiri liatnya. Iya, yang episode 3, yang game dot bayi pas ada pertanyaan kalo Coups jadi cewek dia mau kencan sama siapa, dan Soonyoungku sayang jawab Uji, dan Uji bilang bukan dia lah dan bilang juga kalo Soonyoungku sayang yang ada di Coups bakal pilih dia gitu? dan dengan gubluknya dan tidak berperi ke Jihunan, Soonyoung ngejawab... nonton sana kalo belum nonton! NONTON!

Dan Uji itu emang bayi sekali di ofd, dan Wonwoo itu bapaknya. Sial.

MAAF YA MAAF

MAAF

MAAF

MAAF ANET

Da-da!