Rate bisa berubah sewaktu-waktu. Happy reading!
A Historical Romance
.
Midnight Angel
Schuylera
.
Naruto
Masashi Kishimoto
.
I don't gain any material profit from this fiction.
.
London, 19th Century.
"Dia pucat sekali."
"Hn, juga sangat kurus. Pipinya terlalu tirus sehingga hidungnya terlihat runcing."
"Tapi rambutnya unik dan lembut. Aku baru pertama kali melihat jenis rambut seperti ini."
"Apa itu? Tanda di dahinya. Sepertinya aku pernah melihat seseorang dengan tanda segel seperti ini."
"Hentikan itu, Itachi. Jangan asal menyentuh kepala orang lain."
Sayup-sayup Sakura bisa mendengar beberapa orang berbeda gender berbicara di seklilingnya. Dia juga merasakan seseorang menyentuh dahinya dengan pelan. Perlahan dia mulai membuka matanya, membiarkan manik hijau segarnya menyapa dunia.
"Ah, lihat. Dia sudah sadar." Seseorang kembali berucap. Seorang perempuan bersuara lembut. "Matanya…indah sekali."
Sakura membuka mulut, tapi tak ada satu patah kata pun yang terucap. Tenggorokannya terlalu sakit untuk mengeluarkan suara sementara matanya masih menyesuaikan diri dengan cahaya luar.
"Sepertinya dia haus. Itachi, ambilkan segelas air yang ada di atas meja nakas." Suara lembut wanita itu bergema lagi.
Sakura tidak ingat yang sedang –dan sudah terjadi– padanya. Kepalanya terasa pening dan sekujur tubuhnya terasa ngilu. Kemungkinan dirinya sudah dalam posisi berbaring tanpa gerakan dalam waktu yang cukup lama sehingga sendinya begitu kaku dan nyeri saat digerakkan.
Seorang pemuda kemudian datang dengan nampan berisi segelas air dan juga mangkuk yang entah apa isinya dan memberikannya pada wanita yang duduk tepat di samping ranjang yang sedang ditempatinya ini. Sakura berspekulasi bahwa itu adalah bubur –atau makanan hangat lainnya–. Kepulan asap masih menari-nari diudara, menandakan makanan di dalam mangkuk tersebut masih dalam kondisi yang baru matang.
Wanita itu mengambil gelas yang disodorkan kemudian membantu Sakura untuk minum. Dia yang masih belum bisa beradaptasi dengan tubuhnya sendiri kemudian tersedak karena air yang membasahi tenggorokannya.
Seolah mengerti keadaan gadis asing tersebut, wanita paruh baya itu segera meminta sendok pada pemuda yang tadi dia panggil Itachi. Detik selanjutnya dia kembali mencoba menjejali Sakura dengan sendok berisi air. Pelan, Sakura menyesapnya meskipun tenggorokkannya terasa perih.
Beberapa saat terlewat dengan Sakura yang telah selesai minum. Wanita paruh baya itu mengerti dan memberikan gelas air itu yang langsung diraih oleh anggota lain. Senyum ramah tercetak jelas diparas ayu wanita bersurai hitam itu.
"Bagaimana perasaanmu?" tanyanya. "Sudah hampir seminggu kau tidak sadarkan diri. Kami bahkan mengira kau sekarat."
Sakura memperhatikan satu per satu orang-orang asing itu, tidak langsung menjawab. Mereka mempunyai bentuk wajah, mata, rambut yang serupa. Terutama dua orang pemuda yang sedang bersandar pada tembok. Mereka bagaikan pinang dibelah dua. Parasnya bisa dibilang melebihi rata-rata pria tampan yang sering dia lihat. Hanya saja, satu pemuda dengan model rambut aneh terlihat begitu dingin dan misterius. Ekspresinya tak terbaca. Berbeda dengan pemuda satunya yang berkuncir. Dia terlihat lebih ramah.
Lalu pandangannya beralih lagi pada pria paruh baya disebelah wanita cantik tadi. Perawakannya tegas, senada dengan bentuk wajah dan juga tatapannya. Tipe orang yang tidak suka dibantah dan taat pada peraturan. Dia sangat mirip dengan pemuda berkuncir dibelakangnya.
Setelah puas mengeksplorasi setiap detil pahatan Tuhan disekelilingnya itu, Sakura menatap wanita cantik yang memandangnya dengan sisi keibuan. Sakura menyukai tatapan itu, menghangatkan. Jika diperhatikan, wanita ini sangat mirip dengan pemuda dingin di sebelah sana.
"Aku.." Sakura mencoba berbicara, tapi hanya erangan yang mampu keluar dari sana.
Wanita itu tersenyum padanya, walaupun keningnya dipenuhi kerutan cemas. Dia terlihat paham dengan keadaan Sakura sekarang sehingga dia tidak bertanya sesuatu yang terlalu berat. "Siapa namamu, anak manis?"
Sakura mendengar suara wanita itu sangat mirip dengan ibunya. Begitu lembut dan menenangkan. Tapi meskipun begitu, Sakura tidak bisa memberitahu identitas aslinya.
"Hyacinth." dustanya.
"Ku kira aku baru saja mendengar nama bunga. Tapi itu terdengar cantik, cocok untuk rambut dan juga parasmu." Ujarnya manis. "Namaku Uchiha Mikoto, dan ini adalah suami beserta anak-anakku."
Jadi, wanita cantik ini bernama Uchiha Mikoto. Sakura tersenyum tipis.
"Di mana aku?"
"Di kediaman Uchiha. Salah satu anakku menemukanmu tergeletak di sebuah gang kumuh saat hujan deras dimalam hari dan membawamu kemari." Jelas Mikoto sambil melirik ke arah pemuda yang sedang menatap datar ke arah lain. Tampak tidak tertarik dengan perbincangan mereka. Tapi Sakura tidak peduli.
"Apakah ... aku sedang berada di Jerman?" tidak, nampaknya tidak. Orang Jerman jarang sekali memiliki rambut dan mata berwarna hitam. Mayoritas penduduknya berhelai pirang dan bermata biru meskipun aura dingin memang menyelimuti mereka berempat, terutama para pria. Lagipula, bahasa Inggris mereka sangat fasih dan tak terdengar logat khas Jerman.
Mikoto menggeleng anggun. "Tidak, kau sedang di Inggris. London lebih tepatnya."
Sakura kemudian mencoba untuk bangkit dari tempatnya, tapi sendinya langsung berteriak dan memaksanya untuk kembali berbaring. Setitik air mata terlihat dipelupuk matanya menahan pedih pada setiap jengkal tubuhnya. Sakura amat sangat tersiksa.
Seorang pemuda yang dia ingat bernama Itachi tadi dengan hati-hati mengangkat bahunya dan menjejalkan bantal di belakang punggung Sakura atas perintah ibunya. Sakura mengerang protes saat Itachi melakukannya. Tentu saja hal itu sangat menyakitkan untuknya.
Tak berapa lama kemudian, setelah Sakura bersusah payah menyamankan posisi tubuhnya dan mulai terbiasa dengan rasa sakit yang menyerang seluruh persendiannya, Mikoto berdiri dengan kedua tangan yang saling bertautan di depan tubuhnya yang berbalut gaun off shoulder. Sakura baru menyadari jika wanita ini benar-benar sangat cantik. Baik luar maupun dalam. Dari penampilan serta tutur katanya, sepertinya dia merupakan bangsawan di sini.
"Sebaiknya kau beristirahat. Kami tidak akan menganggumu saat ini. Makanlah bubur itu selagi hangat, jangan biarkan tubuhmu terus kaku seperti ini. Nanti sore salah satu pelayan kami akan membantumu untuk bergerak agar sirkulasi darahmu membaik." Tukas Mikoto ramah sebelum berbalik dan berjalan diikuti oleh ketiga pria di sana. Pemuda yang belum dia ketahui namanya itu melirik datar untuk sejenak, sedangkan Itachi tersenyum tipis dan ramah lalu kemudian mereka hilang dibalik pintu.
Sakura menghela nafas singkat. Berusaha mengingat apa yang sudah dilewatinya sampai dia berada di London. Bayang-bayang samar menghampiri ingatannya. Memaksanya menggali kepingan memori sebelum dia pingsan dan berakhir di kediaman megah ini.
"Sialan.. jangan lari kau! Cepat kembali atau kau akan menyesal karena telah dilahirkan di muka bumi ini! Dasar wanita jalang tidak tahu diuntung!" Sakura tak memperdulikannya. Dia terus berlari sembari mengangkat gaun roknya yang berat.
Tanpa menoleh dan tak tahu ke mana dia akan melangkah, Sakura akhirnya sampai pada sebuah pelabuhan dengan sebuah kapal besar yang berlabuh. Diperhatikannya sekeliling yang sepi, Sakura menyelinap masuk di dek barang, meringkuk di pojokan tergelap sehingga tak satupun orang yang menyadari keberadaannya.
Seharusnya ini tak terjadi padanya. Sakura kabur dari istananya karena tak mau menerima pinangan dari seorang pangeran di sana kini harus terombang-ambing bagaikan rakyat jelata yang sering dia lihat di setiap sudut kota. Pria tadi adalah pengawal dari pangeran yang memaksanya menerima pinangannya. Sakura jelas tak ingin tertangkap dan harus menikah dengan orang yang tidak disukainya. Terlebih, kata-kata pengawal tersebut sama sekali tak bisa dimaafkan. Memanggil seorang bangsawan dengan kasar tentunya sudah berada diluar batas kewajaran.
Dia seorang putri dari bangsawan yang memiliki dua puluh estat, diperlakukan istimewa oleh setiap orang, kini tak berdaya di dalam sebuah kapal.
Berhari-hari terlewat tanpa Sakura beranjak dari tempatnya. Dia kelaparan, tubuhnya sangat lemas dan dia tidak punya tenaga lagi untuk berjalan lebih jauh dari ini. Kemudian dia merasakan hawa keberadaan orang lain yang masuk ke dek ini. Terdengar suara seseorang yang memerintah untuk mengangkut barang-barang di sini untuk dibawa keluar. Sakura seketika meningkatkan kewaspadaannya meskipun dirinya sudah gemetar dan lemas akibat kelaparan.
Malam itu, di tengah hujan deras, akhirnya Sakura berhasil menyelinap keluar dari kapal tersebut dan kembali berlari dengan segenap tenaganya yang tersisa. Bobot gaun yang dikenakannya semakin membuat dirinya tak kuasa menahan getaran pada tubuhnya, hingga akhirnya dia tumbang di sebuah gang kumuh. Membiarkan hewan tetesan air menghujani tubuhnya yang sudah sangat pucat.
Kepalanya terasa pening setelah dia mengingat semuanya. Putaran kejadian tadi membuatnya perutnya mual. Alasan mengapa dia kabur rasanya sudah jelas. Dan kini adalah waktu baginya untuk menanggalkan semua asset kebangsawanan yang dimilikinya dan memulai hidup baru di London.
.
TBC
.
/This chapter has been edited/
Satu fiksi abad 19 yang udah lamaaaaa banget ga terealisasikan karena masih minimnya pengetahuan seputar Eropa pas abad segitu. Kayaknya sih ini bakalan jadi projek panjang dan menguras waktu karena saya harus terus cari informasi supaya ga ada kesalahan dalam penempatan gelar kebangsawanannya dan juga tiap-tiap tempat yang nantinya akan digunakan didalam fiksi ini.
Chapter 2 nanti agak lama, seperti biasa. Banyak kegiatan RL yang penting dan mendesak, jadi harap maklum kalau ngaret hshsh.
Sign,
Schuylera
