Hi semuanya. Ini adalah versi bahasa Indonesia dari fanfic saya sendiri. Saya sengaja bikin account baru untuk post fic ini. Tempat wisata yang dikunjungi Akashi dan Kuroko di fic ini berdasarkan tempat-tempat yang pernah saya datangi di Jepang.
Disclaimer: I don't own Kuroko no Basket. I don't make money from writing this fanfiction. The story contains a spoiler for Kuroko no Basket. There are quotes from manga, anime, wiki and other sources.
Rhapsody in Blue
Chapter I
Musim semi sering dipandang sebagai waktu ketika kehidupan baru dimulai. Setelah musim dingin yang panjang, alam akhirnya bangun dari tidurnya. Karena itulah, awal masuk sekolah juga dilakukan di musim semi. Sama halnya dengan SMA Rakuzan, satu satu sekolah paling elit dimana dua pertiga lulusan Rakuzan berhasil masuk ke dua universitas paling berkualitas di Jepang, Universitas Tokyo dan Universitas Kyoto. Persaingan untuk masuk ke Rakuzan sangat ketat dan dari lima murid yang ikut ujian masuk, hanya satu yang berhasil lolos. Tawaran beasiswa hanya diberikan bagi murid yang benar-benar berbakat dan juga bagi murid dengan bakat luar biasa di olahraga.
Kuroko Miyu melihat keadaan di sekitarnya dengan kagum. Jadi, inilah SMA Rakuzan yang terkenal itu. Miyu nyaris tidak percaya bahwa anak satu-satunya akan menghabiskan tiga tahun berikutnya belajar dan tinggal jauh dari rumah. Sebelumnya, anaknya itu bilang bahwa ia mau masuk ke SMA Seirin. Tapi ketika saatnya pendaftaran, tahu-tahu saja Tetsuya bilang bahwa ia akan masuk Rakuzan di Kyoto bersama dengan Akashi Seijuurou.
Anak tunggalnya itu secara fisik mirip dengannya. Tak hanya itu saja, Tetsuya juga mewarisi hawa keberadaan tipis yang ia miliki. Namun, sifat Tetsuya itu mirip dengan ayahnya. Tetsuya adalah anak yang baik dan pendiam. Sayang, staminanya agak lemah. Miyu cukup kaget mendengar Tetsuya terpilih menjadi anggota tetap tim bola basket SMP Teikou. Kok bisa ya? Tim Teikou bahkan menang kejuaraan Nasional. Tetsuya senang sekali saat itu. Namun mendadak di tahun ketiganya, Tetsuya kelihatan sedih selama beberapa minggu. Untungnya, periode itu tidak berlangsung lama. Miyu sudah sangat khawatir dengan anaknya.
"Miyu," panggil ibunya, "kita tidak boleh telat untuk upacara masuk sekolah Tetsuya."
"Aku mengerti, okaasan," balas Miyu. Ia dan ibunya memang sengaja datang ke Kyoto untuk mengikuti acara penerimaan murid baru di Rakuzan. "Ayo, Tetsuya."
"Iya, okaasan," sahut Tetsuya.
Mereka buru-buru masuk ke auditorium. Murid tahun kedua dan ketiga plus orangtua murid tahun pertama dipersilakan masuk duluan. Miyu mencari tempat duduk dengan strategis agar ia dapat melihat putranya dengan jelas. "Mari, okaasan. Kita duduk disini saja."
Setelah mereka semuanya duduk, murid-murid baru menyusul masuk ke auditorium disambut dengan tepuk tangan meriah.
"Dimana cucuku itu?"
"Disana, okaasan."
Seperti biasa, Tetsuya bersama dengan Akashi Seijuurou, sahabat dekat sekaligus kapten tim basketnya dulu di SMP Teikou. Dan juga alasan kenapa Tetsuya memilih masuk Rakuzan. Dulu, Tetsuya lebih akrab dengan Aomine Daiki tapi entah kenapa, Tetsuya jadi lebih akrab dengan Akashi ketika ia naik ke kelas tiga. Akashi bahkan sering sekali datang ke rumah mereka sejak Natal yang lalu.
"Selamat datang di SMA Rakuzan. Saya mewakili pihak sekolah mengucapkan selamat bagi semua murid disini. Kalian semua memiliki potensi yang luar biasa..." Kepala sekolah menunggu semua murid baru duduk sebelum memulai pidatonya yang ternyata cukup panjang juga, "...dan mari taati moto sekolah kita, accomplishment in both letters and arms."
Setelah itu giliran perkenalan untuk wali kelas. Ada 10 wali kelas yang dikenalkan. Kemudian menyusul pidato dari perwakilan OSIS. Menyusul kemudian, pidato dari murid baru dengan nilai tertinggi ujian masuk yang tak lain tak bukan adalah Akashi.
"Itu Akashi Seijuurou," bisik satu orang tua murid dengan suara yang cukup keras.
"Anak yang tampan sekali," ucap orang tua murid lainnya.
"...dan begitu pintar," sambung orang tua yang lain dengan kagum, "kudengar nilai ujian masuknya 100 semua."
"Anakku satu SMP dengannya dulu di SMP Teikou," timpal yang lain. "Akashi itu kapten tim basket. Mereka juara nasional tiga tahun terturut-turut."
"Wah. Hebat sekali."
Decak kagum terdengar disana sini.
"Bukankah ia pewaris satu-satunya dari keluarga Akashi?"
"Akashi Financial Group yang itu?" tanya satu orang tua dengan nada tak percaya.
"Iya!"
"Ck ck ck. Hebat sekali anaknya."
Miyu hanya dapat mendengarkan gosip para orangtua murid itu dalam diam. Ia sungguh tak menyangka ternyata Akashi itu begitu berbakat. Anak itu sangat sopan dan juga rendah hati setiap kali ia datang ke rumah keluarga Kuroko. Sama sekali tak mencerminkan pewaris tunggal dari orang terkaya di Jepang.
Di podium, Akashi memulai pidatonya. Ia benar-benar seorang orator ulung. Miyu sampai kagum dan juga heran. Cara berbicara Akashi tak berbeda dengan politikus handal. Dimana ia belajar semua itu? Anak itu kelihatan dewasa sekali. Semua orang bertepuk tangan dengan meriah ketika Akashi selesai berpidato.
Upacara murid baru ditutup dengan menyanyikan lagu sekolah. Setelah itu, semua orangtua boleh pulang.
XXXXXXXXXXXXXXXXXX
Rasanya agak aneh bagi Kuroko Tetsuya untuk berada di Rakuzan, mengingat dulu ia sempat bercita-cita masuk ke SMA Seirin. Tapi rencana tinggal rencana. Bagaimana pun, Tetsuya tak bisa meninggalkan Akashi Seijuurou sendirian. Dan sekarang, mereka ada di kelas yang sama. Dulu di Teikou saja, mereka tak pernah sekelas. Seijuurou tentu saja menyuruh agar Tetsuya duduk di sampingnya. Tetap saja, ada anak yang mengira kursi yang didudukinya itu kosong.
"Aku sudah duduk disini," ucap Tetsuya. Hawa keberadaannya memang kelewat tipis.
"Gya!" anak perempuan itu kaget. "Maaf," ucapnya buru-buru. "Aku tidak melihatmu tadi."
"Tidak apa-apa." Tetsuya sudah terbiasa dengan situasi seperti ini.
"Aku akan mencari kursi lain," anak perempuan itu lalu kabur pergi.
Tetsuya menghela napas. Dari sudut matanya, ia bisa melihat kalau Seijuurou kelihatan geli melihat drama barusan.
"Semuanya, duduk di kursi masing-masing," Mori-sensei, wali kelas 1-A memerintah murid-muridnya.
Setelah pidato singkat dari Mori-sensei, semua murid wajib memperkenalkan diri satu persatu. Kemudian, mereka harus memilih perwakilan untuk OSIS. Tidak ada satupun yang terkejut ketika Seijuurou terpilih. Dalam waktu singkat, Seijuurou telah menjadi idola kelas. Buku pelajaran dibagikan lalu foto kelas dan setelah itu mereka bisa pulang. Atau, balik ke asrama seperti Tetsuya dan Seijuurou. Tapi sebelumnya, mereka harus pergi ke tempat latihan basket.
"Apa kau sudah siap, Tetsuya?" tanya Seijuurou.
Tetsuya hanya mengangguk sekilas.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
SMA Rakuzan dikenal dengan tim basketnya, tim basket SMA paling terkenal dan paling kuat seantero Jepang. And tahun ini, tim Rakuzan akan bertambah kuat dengan masuknya Akashi Seijuurou, kapten dari tim legendaris Generation of Miracles.
Shirogane Eiji melihat sekelilingnya. Semua anggota kelas dua dan kelas tiga sudah lengkap disana. Setengah dari mereka kelihatan begitu semangat sedangkan setengahnya lagi antara tak percaya bercampur rasa kagum dengan fakta bahwa Akashi akan menjadi kapten baru tim basket Rakuzan. Iya, benar sekali. Kapten tim basket. Akashi telah meminta agar ia menjadi kapten. Bahkan Akashi juga meminta agar ia bisa menunjuk wakil kapten. Dan saat itulah, Eiji baru tahu bahwa Kuroko Tetsuya, pemain keenam bayangan Teikou, akan masuk ke Rakuzan juga.
Biasanya, kakak kelas pasti protes. Masa anak kelas satu menjadi kapten? Apalagi di Jepang yang sangat mementingkan senioritas. Tapi, mereka berbicara tentang Akashi Seijuurou kali ini. Akashi bahkan berkata bahwa siapapun yang tidak setuju boleh menantangnya main basket. Tak ada seorangpun yang berani membuka mulut setelah itu. Bahkan tiga dari Uncrowned Kings diam saja. Eiji tahu bahwa mereka bertiga dulu pernah bertanding melawan Teikou dan kalah telak.
Pintu gym terbuka dan Sato Takuo, guru bahasa Inggris sekaligus merangkap asisten pelatih tim basket berjalan masuk. Dibelakang Sato ada Higuchi Shouta, murid kelas tiga yang menjadi manajer sekaligus pemain reguler. Mengikuti Higuchi adalah Akashi dan Kuroko Tetsuya.
Semua mata menatap Akashi dengan penuh minat.
"Pelatih Shirogane," Akashi menyapanya dengan sopan.
"Pelatih Shirogane," sapa Kuroko.
"Akashi, Kuroko," balas Eiji. Ia belum pernah melihat anak SMA dengan mata setajam Akashi. Benar-benar mengintimidasi. Eiji kemudian menghadap anggota tim basket lainnya. "Hari ini, kita semua berkumpul disini untuk menyambut kapten baru tim basket Rakuzan, Akashi Seijuurou-" ia berhenti sejenak, "...dan wakil kapten baru, Kuroko Tetsuya."
Author's Note:
Hi, everyone!
Rhapsody in Blue is a 1924 musical composition by American composer George Gershwin for solo piano and jazz band, which combines elements of classical music with jazz influenced effects.
Since we don't know much about Rakuzan students, I have to create OC to fill the story.
Rakuzan here is based on Azabu High School, one of the most prestigious preparatory schools in Japan. Azabu teaches boys between seventh and twelves grades, and admits 300 students each year. There are over 100 teachers and about 1,800 students in total. There are nearly 50 clubs, and the chess club, the othello club, the go club, and the shogi club are especially well known for their extraordinary achievements, which includes winning the all-Japan championships almost every year. The clubs, the school festival, and the athletic meet are all planned and organized by the students without any help from faculty members. Among its notable alumni are Japan prime ministers, ministers and businessmen.
Thank you for reading and please review.