Disclaimer:
Aldnoah Zero Written By: Gen Urobuchi, Katsuhiko Takayama
Studio: A-1 Pictures + TROYCA
Warning: AU, typo, GS, OOC, Don't Like, Don't Read! ;)
Summary: [Inasure] [OrangeBat] Fem!Slaine. Aku ingin kamu menjaga Slaine, Inaho-kun/Dan hukuman ini entah menjadi lebih buruk atau baik saat Inaho—seseorang yang pernah menjadi lawannya dalam perang antar bumi dan mars bertugas untuk menjaganya. Atas nama hime-sama/Perasaan ini, apakah masih bernama simpati?
Miiro © Kiriya Diciannove
Chapter I
Aku ingin kamu menjaga Slaine, Inaho-kun.
Ucapan dari Tuan putri bernama Asseylum itulah yang membuat lelaki bermarga Kaizuka ini berada di depan sebuah gerbang besar dengan pagar besi yang tinggi. Dari balik pagar yang menjulang itu terdapat sebuah rumah bertingkat dua—yang tidak begitu besar. Setelah menggesek ID—tanda pengenal di tempat yang disediakan—yang mana di awasi oleh dua kamera pengawas yang bergerak secara otomatis, lelaki muda itu berjalan melewati gerbang dengan wajah yang selalu tampak datar seperti biasanya.
Sampai di depan pintu rumah itu, Inaho kembali mengeluarkan Id card untuk membukanya—tidak lagi berada pada zaman menggunakan kunci. Sekian detik kemudian, bunyi klik terdengar, Inaho membuka pintu dan masuk ke dalam tanpa sepatah kata apapun.
Isi perabotan rumah itu tidak bisa dikatakan sangat mewah. Kata sederhana akan cukup untuk mewakilinya. Terkesan sepi tanpa penghuni, itulah kesan pertama yang akan tertangkap ketika mengedarkan pandangan. Kaca rumah dan jendela tampak dibatasi dengan teralis, memberikan kesan kalau masuk ke tempat ini tidak akan bisa keluar setelah pintu tertutup—dan faktanya memang demikian. Rumah itu disiapkan sedemikian rupa untuk Slaine Saazbaum Troyard.
Gelap. Inaho mengarahkan tangannya untuk mencari saklar lampu. Tidak sulit untuk menemukannya dengan salah satu matanya yang telah sedikit dimodifikasi secara pribadi olehnya sendiri menjadi mata robotik. Tidak akan mencurigakan karena warnanya identik dengan matanya. Kecuali jika kau menatapnya dari dekat dan intens.
Ruang tamu sepi. Inaho melirikkan matanya pada sofa dan meja sambil berlalu. Saa, dimana kiranya sosok berambut blonde itu berada. berjalan lurus, berbelok ke arah kiri, itu adalah arah menuju dapur. Sebuah meja makan terbuat dari kayu mahoni, kursi makan berjumlah empat buah dari kayu yang sama, konter dapur yang sekaligus dengan lemari di atasnya, Mikrowaves tidak jauh dari rice cooker, dan lemari es yang berdekatan dengan lemari berwarna coklat—yang memiliki tinggi yang sama. Hanya ada sebuah pemanggang roti dengan vas bunga berisi bunga mawar biru di atas meja, kursi di dapur kosong.
Kembali menuju ruang tamu, Inaho berbelok menaiki tangga menuju lantai dua. Beberapa kamar di lewati untuk sampai menuju kamar paling ujung. Tanpa rasa sungkan ataupun dengan sopan mengetuk pintu kamar seorang perempuan.
Pemuda berambut brown itu membuka pintu. Sama seperti keadaan ruang tamu, kamar itu gelap. Jendela tertutup dengan gorden. Beruntung dengan letak saklar dekat pintu, dalam sekejap ruangan menjadi cukup terang. Sosok yang dicari berada di atas kasur dengan posisi memeluk lutut sekaligus menumpu dagunya di lutut. Rambut light blonde panjang sepunggung itu tergerai. Benda elektronik kecil bernama mp3 melantunkan lagu pelan. Heavenly blue—Kalafina.
The dream you have is like a prayer in ink on parchment
The thing that your small hands cling onto
Does not yet exist
Even so I wish to protect that road you will travel down
And to keep what's beautiful as beautiful.
Seorang perempuan—Slaine yang terjebak di suatu tempat yang sepi (sebuah rumah pengasingan) layaknya cerita romantik semacam Rapunzel atau Tangled yang menunggu sang Pangeran dalam kasus ini bernama Inaho—seandainya bisa berpikiran demikian, mungkin ini bisa menjadi cerita cinta yang berakhir bahagia layaknya dongeng yang dibacakan sebelum tidur. Tapi pemikiran seperti itu tidak terlintas sama sekali di kepala Inaho tentang Slaine.
Bat.
Seperti kelelawar. Dibandingkan sosok putri semacam itu, Slaine lebih cocok disamakan dengan kelelawar. Sosok yang senang berada di tempat yang gelap sendirian. Setidaknya kesan itulah yang dapat ditangkap dari Slaine. Berada di tempat gelap dan menikmatinya. Walaupun memang, sosok itu tidak bisa keluar dari rumah.
Bermaksud mengabaikan pelaku yang telah mengganggu ketenangannya, itulah yang dilakukan Slaine. Menatap rak buku, hanya terisi buku yang bisa di hitung dengan jari.
Tapi omong-omong, yang memberikan mp3 itu adalah Inaho. Diberikan sebulan yang lalu—atau lebih. Sedikit simpati dari Inaho karena di rumah ini tidak ada televisi, telepon, maupun radio. Jadi senyum yang teramat tipis sekilas terlihat di wajah yang biasanya datar menyaingi tembok.
"Akan lebih sopan kalau kau mengetuk pintu terlebih dahulu." Slaine merubah posisi duduknya menjadi bersila. "Ini kamar perempuan."
"Kau akan tetap mengabaikanku meskipun aku melakukannya." Inaho bersidekap.
Itu benar. Pernah terjadi beberapa kali. Itu salah satu penyebab Inaho tidak lagi berniat melakukannya dengan sopan. Tidak peduli apa yang akan terjadi saat membuka pintu kamar seorang anak perempuan.
Apa hal buruk yang akan terjadi? Melihat seorang perempuan melepas pakaiannya? Apa itu termasuk hal buruk? Hm?
Dalam sebulan, ada satu hari yang akan selalu diluangkan Inaho mengunjungi tempat ini, karena Asseylum memintanya, sosok yang pernah dia cintai sepenuh hati. Sosok yang sekarang sudah memiliki pendamping hidup di Mars, bernama Klancain—sejak satu tahun yang lalu. Jika ingin menanyakan bagaimana keadaan hati Inaho saat itu, mungkin patah hati adalah keadaan emosional yang akan terpikir, namun tidak akan terlihat dari raut wajahnya, karena walau bagaimanapun, berwajah datar adalah keahlian Inaho.
Kalau sekarang, bagaimana keadaan hatinya?
Setahun setelah perang berakhir, Inaho kembali bertemu dengan sang hime yang telah berstatus sebagai Ratu di kantor divisi United Earth, masih dengan senyuman yang cantik dan elegan. Masih tampak naïf tetapi lebih bijak sekarang. Mengetahui Slaine—mantan musuh yang dihadapinya saat mengakhiri perang dan juga ditolongnya, diasingkan di bumi sejak setahun yang lalu, dengan status rahasia.
Dan jika ingin bertanya kenapa Slaine berada dalam situasi terkurung ataupun dikurung seperti ini, karena seharusnya dia adalah seseorang yang telah mati di hadapan para publik, baik di Mars maupun bumi. Mati sebagai pengkhianat; begitu katanya dalam pemberitaan publik.
Tentunya Asseylum tidak menginginkan sosok teman masa kecilnya mati begitu saja, di saat dia bisa melakukan sesuatu untuk membuat Slaine tetap hidup.
Apakah benar Slaine pengkhianat?
Siapapun boleh berpikir demikian. Slaine memang tetap menjalani kehidupannya dengan berbagai perasaan menyelimutinya setiap saat; penyesalan, duka lara, dendam. Mengakhiri hidupnya bukan pilihan bagus disaat hime-sama menginginkannya tetap hidup. Hime-sama selalu menjadi prioritas utamanya—bahkan hingga sekarang. Dan dengan egoisnya dia menyebut kondisinya sekarang adalah hukuman. Hukuman yang layak untuk dirinya. Diasingkan di bumi.
Dan hukuman ini entah menjadi lebih buruk atau baik saat Inaho—seseorang yang pernah menjadi lawannya dalam perang antar bumi dan mars bertugas untuk menjaganya. Atas nama hime-sama.
Mungkin hime-sama benar-benar membencinya sekarang, hingga hime-sama membuatnya harus sering bertemu dengan sosok nyebelin yang entah mulai kapan, akrab dipanggilnya Orange itu.
Penyebutan kalimat 'lawan saat perang' itu seperti sudah tidak layak pakai. Expired. Karena sekarang perang sudah berakhir, Mars dan bumi telah berdamai. Mereka bukan lagi musuh yang harus saling membunuh saat bertemu.
"Aku tidak memintamu untuk mengunjungiku." Slaine berdalih setelah mengucapkan hmph pelan, mematikan musik yang mengalun dari mp3 dan meletakkannya di meja samping kasurnya. Bukan berarti Slaine tidak senang ada yang mengunjunginya. Karena bagaimanapun, dia hidup sendirian disini. Meskipun dalam dua minggu sekali akan ada orang berstatus pelayan yang datang untuk membersihkan dan merapikan rumah ini, juga menyiapkan persediaan bahan pangan untuk dua minggu. Dia tidak pernah menyapa ataupun saling bicara. Meski berpapasan dia hanya akan diam, sang pelayan pun juga hanya tersenyum santun, mencoba bicara pada Slaine pernah dilakukan, tapi dia hanya akan diacuhkan.
Pelayan itu bernama Harklight. Lelaki yang sedikit lebih tua darinya. Pernah ditolong Slaine saat peperangan masih terjadi. Sosok yang mengagumi Slaine sejak awal sebagai sesama makluk bumi yang tinggal di Vers, bahkan masih hingga saat ini rasa kagumnya tidak luntur meskipun kata pengkhianat melekat pada Slaine. Dia memohon pada Ratu Vers agar mengizinkannya melayani Slaine hingga akhir hayatnya.
Sebelum pulang, Harklight akan selalu menundukkan kepala kearah kamar tempat Slaine berada dengan tangan berada di dada penuh rasa hormat.
Slaine mengenali Harklight. Pernah berada di divisi yang sama dengannya saat masih berada di Mars. Namun tetap mengacuhkannya.
Sebenarnya dia kesepian tentu saja.
Meskipun begitu, kembali dia berpikir bahwa hal itu sangat layak untuk dia rasakan.
Sudah setahun lebih, dia hanya berada di dalam rumah. Benar, layaknya Rapunzel atau lebih pantas disebut tahanan rumah. Lebih baik dibanding penjara, meskipun hanya dapat melihat kebun bunga yang di dominasi bunga mawar bermekaran dengan cantiknya dari balik jendela kamarnya yang berlapis teralis besi. Mencium aromanya ketika angin bertiup. Setidaknya letak kamarnya cukup strategis untuk melihat bunga-bunga itu ketika mekar.
Inaho tidak menyahut ucapan Slaine untuk beberapa detik berlalu. Tahu dengan jelas sebenarnya ucapan dan hati Slaine tidak singkron. "Tentu itu benar."
"Aku tahu kau hanya terpaksa kemari karena perintah Asseylum-sama, Orange."
Terpaksa?
Inaho tidak berpikir demikian. Lagipula, melihat Slaine rasanya seperti hiburan tersendiri. Entah kenapa. Mungkin karena ada perasaan yang bernama—simpati.
"Bat."
Slaine tidak mengerti kenapa Inaho hanya menyebutkan kata itu. Dia menoleh dan menatap Inaho dengan ekspresi bingung. Namun tidak dapat membaca maksud Inaho. Karena demi apapun wajah Inaho apa memang kekurangan ekspresi?
"Apa?" Alis Slaine mengerut.
Inaho berjalan lurus, tampak mengarah kepadanya, membuat Slaine sedikit siaga. Namun tidak, ke arahnya, Inaho berjalan menuju kearah jendela. Menyingkap gorden dan membuka jendela, membuat cahaya matahari pagi yang jauh lebih terang membuat Slaine merasa silau. Angin segar berhembus masuk kamar membelai rambut hitam kecoklatan Inaho. "Begini lebih baik."
Mungkin hanya imajinasi ketika sekilas Slaine melihat senyum tipis tampak selama beberapa detik di wajah Inaho. Lagipula apa alasan senyum bisa muncul di wajah tembok itu.
Tangan Kaizuka Inaho dalam sekejap telah meraih ujung helaian pirang Slaine. Membuat Slaine terhenyak karena dia lengah. Tentunya dia tentu sudah mati jika ini tentang bertarung. Kesannya seperti saat ketika moncong pistol telah berada di pelipis. Freeze.
Deg!
"A—Apa?"
Mencium helaian itu sekilas, Inaho menatap mata teal Slaine yang tidak seberapa jauh darinya. "Shampo rekomendasi dari Ratu Asseylum. Kau memakainya. Cocok."
Menahan napas selama beberapa detik dilakukan oleh Slaine secara refleks ketika hal itu terjadi. Detik selanjutnya berlalu dengan Inaho yang beranjak mematikan lampu. "Sebaiknya sekarang kamu keluar dari sarangmu ini dan mengikutiku, Bat." Iris merah itu melirik sekilas.
Jika tidak menuruti perkataan Inaho, lelaki yang lebih muda setahun darinya itu pasti akan memaksanya. Dengan cara yang tidak Slaine inginkan. Tentu saja bukan penyiksaan fisik. Inaho bukan tipe orang yang menyukai kekerasan—kecuali jika terpaksa. Terutama pada perempuan. Merapikan rambut dengan jemarinya dan sweater birunya yang tampak acak-acakan beberapa saat adalah hal yang dilakukan Slaine sebelum mengikuti langkah Inaho yang telah menuruni tangga. Ucapan Inaho menandakan kalau ada sesuatu hal yang menunggunya di bawah. Bukannya bermaksud punya harapan tentang diberikan sesuatu sih. Hanya saja itulah kesan yang ditangkapnya.
Pagi ini mereka menikmati sarapan yang kali ini disiapkan oleh Inaho, berupa roti isi dan omelette. Hal yang baru-baru ini Slaine ketahui bahwa ternyata Inaho bisa memasak. Tentu Slaine juga bisa melakukannya—memasak. Level sederhana; masih bisa dimakan tanpa efek samping kecuali tentang rasa yang mungkin sedikit hambar atau sedikit asin. Memasak apa saja yang tersedia di kulkas. Mencampurnya sekreatif mungkin atau bisa disebut asal-asalan yang penting bisa mengisi perut, karena demi apapun Slaine tidak berminat pada makanan mentah atau makan sayur mentah. Inaho tampak lebih pro dibandingnya yang bergender perempuan. Terasa sedikit memalukan dan menggores harga diri, memang.
Tentu dengan alasan mau atau tidak mau, Slaine menikmati sarapan dengan khidmat dikarenakan ucapan Inaho, "Makanlah, setelahnya aku akan memberikan sesuatu padamu."
Hal itu tentu tidak cukup untuk membuat Slaine mengiyakannya. Bagaimana kalau Inaho meletakkan sesuatu dalam menu sarapannya, mending jika itu racun yang bisa membunuh, bagaimana kalau ternyata dia memberi obat pencahar atau obat—err obat aneh apapun misalnya. Meskipun Inaho tidak tampak seperti orang yang cukup iseng.
"Ini titipan dari Asseylum-sama."
Dan entah kenapa, mendengar nama itu membuat mata Slaine berbinar. Seperti anak kecil yang bahagia ketika orang tuanya berniat memberikan hadiah ketika mendapat nilai bagus. Inaho mulai tahu benar bagaimana menghadapi sosok perempuan yang lebih tua setahun darinya ini.
Slaine tidak berkata apa-apa setelah selesai makan dan mencuci piring. Tidak meminta, dia menunggu Inaho memberikan sesuatu yang dijanjikan. Tidak perlu ditanyakan karena hal itu terlihat begitu jelas terlihat. Begitu pula dengan Inaho, tanpa banyak bicara dia merogoh saku bajunya. Mengeluarkan sebuah amplop berukuran sedang. Meletakkan di meja dan menyerahkan pada Slaine.
"Dari Ratu Asseylum."
Menatap benda di hadapannya beberapa saat, perempuan pemiliki surai berwarna light blonde itu meraihnya pelan, ragu meskipun memang menantikannya. Terdapat tulisan yang rapi yang cantik dibagian atas amplop, dikenali oleh Slaine sebagai tulisan perempuan berstatus Ratu Vers Empire di Mars itu. Membuka perlahan amplop, Slaine mendapati sepucuk surat dengan selembar foto. Foto Asseylum Vers Allusia bersama dengan Klancain—sang suami di tepi laut tidak lupa juga Eddelrittou. Senyum tampak jelas di foto itu, dengan dress selutut berwarna biru muda dan topi santai, sang ratu berambut pirang bermata biru itu membentuk tangan berpose peace. Klancain tersenyum tipis tidak jauh dari hime-sama (Slaine terkadang masih menyebutnya begitu, meskipun sekarang Asseylum adalah ratu) dengan celana tersingsing mencapai lutut, karena berada di air laut yang berombak. Sementara Eddelrittou hanya memasang wajah malu—yang manis tanpa berpose. Asseylum-sama tentu bahagia, pikir Slaine, membuatnya tanpa sadar tersenyum dengan mata berkaca-kaca.
Sebuah sapu tangan berwarna jingga dengan gambar dua buah jeruk di serahkan oleh Inaho, membuatnya tersadar. "Kau tentu tidak ingin membuat foto itu rusak karena air mata."
Pout kecil terlihat di wajah Slaine, dia menyeka matanya. Samar-samar dari sapu tangan tercium aroma citrus. Dasar Orange. Slaine membatin.
Membaca surat yang ditulis langsung oleh Asseylum-sama membuatnya merasa terharu. Setelah sekian lama berpikir kalau perempuan blonde yang telah berstatus sebagai Ratu itu membencinya. Kertas putih itu menguarkan wangi, seperti aroma laut dan bunga mawar. Selesai membaca surat, Slaine membalik foto, mendapati sebaris kata-kata yang ditujukan Asseylum padanya.
Tetap hidup dan berbahagialah.
"Bagaimana caranya untuk bahagia?" Gumam Slaine. Terlebih lagi, pantaskah dia untuk bahagia setelah hal buruk yang dia lakukan.
"Dengan bersyukur." Inaho menyahut gumaman pelan Slaine, membuat iris biru kehijauan itu menatap ke arahnya.
"Bersyukur setelah aku membuat banyak orang mati terbunuh dalam perang?"
"Bersyukur karena kau masih hidup. Masih bisa mempertanggung jawabkannya."
"Aku sebenarnya tidak pantas untuk hidup…" Pegangan tangan pada surat sedikit mengerat.
"Semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua. Dan kau sekarang mendapatkannya."
Jauh di dalam hati, Slaine ingin merasakan kebahagiaan.
Inaho sesaat berpikir. Perasaan ini, apakah masih bernama simpati?
XoXo-XoXo-XoXo
Miiro I
[TBC]
XoXo-XoXo-XoXo
M/P: Heavenly Blue—Kalafina
A/N: Halo, Kiriya Desu!
FF pertama di Fandom Aldnoah Zero. Semoga ada yang baca dan suka aja.
Udah lama sejak nonton Aldnoah dari S1 sampai S2 dulu. Suka sama endingnya walaupun NTR tingkat dewa :D
Jatuh cinta sama Fanart Inaho yang cakep sekali di pixiv. Dan terpesona sama Fanart Fem!Slaine yang cute di FP FB. Terinspirasi untuk bikin FF Inaho x FemSlaine. /imsorry/
Miiro; the color of the sea.
Kalimantan Tengah, 28/01/2016
-Kiriya-
Berkenan untuk review? :)