Anak itu berjalan di antara kelabu. Ketika matahari telah menarik diri beberapa jam yang lalu. Sedang matanya gencar menelaah sana sini. Mengabaikan mata-mata yang melirik padanya penuh heran.

Mengerjap. Menyadari bahwa pipinya telah dirembesi air mata sejak semenit yang lalu, dan pandangan menjadi buram. Ia berlari ketika seorang pria tingga berwajah ramah menanyakan apa yang terjadi padanya hingga membuatnya menangis.

"Ibu?"

Bodohnya ia, memisahkan diri dari ibunya dan tersesat dalam kerumunan kota. Tentu saja, ini menjelang tengah malam. Tapi jalan-jalan dan taman-taman di Seoul ditumpahi manusia-manusia dan kebisingan mereka. Ingatkan anak itu, ini tahun baru.

"Ibu?!" ia berteriak lebih keras lagi, masih menangis dan dengan suara yang serak. Mustahil rasanya jika ia dapat menemukan wanita itu di antara manusia yang hiruk pikuk ini.

Namun pendapat itu terusir begitu saja saat matanya menatap ke seberang jalan raya, tempat di mana ibunya berjalan ke sana kemari memanggil namanya. Beruntungnya ia.

"Ibu!" panggil anak itu. Tapi suaranya hilang begitu saja dalam kerumunan, dan ibunya sudah bergerak menjauh. Anak itu gelisah dan panik, hingga tanpa sadar berlari menyeberang jalan raya tanpa berpikir apa pun.

Tanpa berpikir, bahwa mungkin mobil van putih itu bisa membuat tubuhnya terpental hingga bermeter-meter jauhnya. Bagian depan mobil sudah akan menyentuh lutut anak laki-laki itu, namun seketika, seseorang menariknya dari jalanan, membawanya ke tepi begitu cepatnya.

Kelabu menelan pandangan anak itu, menatap pada sosok yang sedang merangkulnya sekarang. Sosok yang baru saja menyelamatkannya. "Kau baik-baik saja?"

Anak itu tidak menjawab, matanya menangis lagi karena kaget.

"Hei-hei, jangan menangis," sosok laki-laki itu tersenyum. "Siapa namamu?"

"Yoongi," ia berkata, hampir tak terdengar.

"Hai, Yoongi," sosok itu menghambin Yoongi di punggungnya, menoleh ke belakang sembari tersenyum lebar. "Aku Jimin."

.

.

Metallic Memories

::Im Soojung::

Cast :

Min Yoongi, Park Jimin, ect.

Pairing :

YoonMin (Yoon as Seme, Min as uke)

Warn :

Yaoi of course, little bit ooc, and typo(s)

.

.

Namjoon melemparkan mapnya tepat dihadapan Yoongi setelah semenit yang lalu panggilannya diabaikan oleh si laki-laki pucat. Ia memincingkan mata, seolah ia sedang membuat Yoongi tertusuk dengan pandangannya itu.

"Kau tidak mengerjakan laporanmu!" Namjoon yang berisik memukul meja kerja sembari bibirnya merengut. "Tn. Bang malah memarahiku, bodoh!"

"Terserah," seolah baru bangun dari tidurnya, Yoongi merenggangkan tubuh dan menguap, menatap Namjoon dengan mata setengah mengantuk. "Aku bisa mengerjakannya nanti sore."

"Dasar pemalas," decih Namjoon, kemudian memberikan sebuah pukulan di lengan si pucat. "Aku penasaran kapan kau bisa serius."

"Aku selalu serius," Yoongi berdiri, merapikan kemeja dan rambut pirang hijaunya, kemudian menguap kembali. "Uh-oh, aku ingin minum kopi, selamat tinggal."

Namjoon mengerutkan alisnya, kemudian menatap Yoongi setengah jengah. Minum kopi terus yang dikerjaan oleh anak itu, namun tetap saja tidur dengan mudahnya, kemana perginya kefien yang ia minum? Tidak mungkin sekali jika menguap lewat pori-pori tubuhnya.

.

.

Hidup yang membosankan. Keluarga yang membosankan. Rumah dan teman-teman yang membosankan. Dan tidak ada yang lebih membosankan dari perkejaannya. Mengetik dan menatap layar, mengadakan meeting, melakukan presentasi, berdiskusi tentang produk, mengurusi klien. Gila sudah dia karena kebosanan.

Yoongi mendudukkan diri di samping mesin minuman, menenggak kopi kaleng dingin di tangannya hingga yang tersisa tinggal setengahnya.

Matanya mengerjap menatap taman di depan gedung perusahaannya, sembari ia melonggarkan dasi agar udara dapat merembesi tumbuhnya yang gerahnya minta ampun. Kemudian, saat ia berniat menenggak kembali kopinya, telinganya menangkap suara langkah-langkah kaki yang berjalan mendekatinya.

"Selamat siang," sosok itu, berdiri tidak lebih dari satu meter dari tempat ia duduk, menekan tombol di mesin minuman setelah mengucapkan salam ramah pada Yoongi.

Terkesiap dan hampir menjatuhkan kalengnya. Ingatkan Yoongi untuk bisa bernapas saat itu. Bahwa sosok yang memiliki rambut coklat sekelam malam, mata sipit yang mengerjap-ngerjap pada detik-detik tertentu, dua pasang bibir tebal yang menggumamkan sesuatu, telah melemparkan Yoongi ke dalam kolam masa lalu.

"Jimin?"

Panggil Yoongi, setengah berbisik, kemudian berdiri tiba-tiba.

"Ya?" dan laki-laki itu menjawab sekenanya, keheranan. "Kau tahu aku, Tuan?"

Tentu saja. Demi Dewi Fortuna, Yoongi tahu. Dan Yoongi ingat jelas bagaimana kejadian malam tahun baru itu dilewati olehnya.

Tak-tak-tak

Tiga kaleng minuman jatuh, dan Jimin membungkuk untuk mengambilnya. Sembari ia mengulas sebuah senyum sederhana. "Apakah aku mengenalmu?"

Yoongi menunjukkan kopi di tangannya sembari memberikan tatapan bahagia pada Jimin, berbisik, "terima kasih sudah membawaku pulang pada ibuku, Jimin."

Seketika Jimin membulatkan mata, seperti kaget dan tak percaya, walaupun pada detik-detik berikutnya ia memberikan sebuah senyum lebar yang Yoongi artikan bahwa Jimin telah mengingat dirinya.

"Yoongi?"

.

.

Yoongi merebahkan tubuhnya pada tempat tidur dengan helaan napas yang kelewat panjang. Pikirannya terpaku pada kejadian tadi siang, ketika ia bertemu lagi dengan Jimin, si penyelamatnya.

Dan bukan itu saja, sosok Jimin benar-benar tidak berubah. Dalam artian, seolah-olah tak ada pertambahan usia dalam tubuh Jimin, dan wajahnya sama persis dengan Jimin yang menyelematkan Yoongi lima belas tahun yang lalu.

Tepat ketika tadi Yoongi akan menanyakannya, seseorang yang tinggi dan berbahu lebar memanggil Jimin dan membawa laki-laki itu menuju sebuah mobil sedan, setelah sebelumnya Jimin memberikan tatapan yang sulit diartikan dan ucapakan 'sampai bertemu lagi'.

"Hm," Yoongi mendeham, menatap langit-langit kamar sembari alisnya berkerutan. Sulit mempercayai bahwa Jimin sama sekali tidak berubah. Tapi paling tidak, Yoongi senang, seseorang yang ia anggap super hero itu telah muncul kembali ke dalam hidupnya.

Mungkin, kali ini, menyelamatkan Yoongi dari kebosanannya.

.

.

TBC

.

.

Uhuk /batuk keras/

Uhuk /batuk lebih keras/

Wtf, saya gak bisa nahan diri lagi. Saya benar-benar tidak tahu diri, muncul begitu saja setelah menghilang sekian lama. Aduh, maaf ya, teman-teman.

Kemaren saya kebanyakan tugas dan test, apalah daya, dan sebenarnya seminggu ini juga lagi mid, curi-curi waktu dah. Dan semuanya, tolong dengarkan saya curhat sebentar. Mau kan? Gak? Oh, okay.

Saya gak tahu harus bagaimana sama Hands of Death. Well, bukan berarti saya gak bakal ngelanjut itu FF lagi, mungkin updatenya bakal jarang /banget. Tolong maklumi saya, uhuk.

Dan kasih tahu saya kalau kalian gak paham sama gaya bahasa saya yang kaya gini –kalo enggak, mungkin saya bisa menulisnya lebih ringan lagi. Dan oh, makasih buat ChimSza95 yang sudah mengingatkan saya untuk ngelanjut Hands of Death.

Terakhir, buat teman-teman yang udah mau follow, favorite, atau baca, terima kasih banyak. Apalagi yang review /kode/, saya usahakan saya balesin satu-satu nanti.

Akhir kata, RnR?