"hai, namaku V. Senang bertemu denganmu"
.
.
"kau.. Nikmat"
.
.
"sekali saja kau melangkah jauh dariku, kematian akan berada tepat di depan matamu"
.
.
"aku.. Lebih dari sekedar membutuhkanmu.." / "tapi aku tidak"
.
.
"kau benar, kita impas..
.
.
Nyawamu ada di tanganku, dan nyawaku ada di tanganmu"
.
.
COMING SOON !
.
.
Sekarang aja deh, haha :-P
.
.
Chapter 1 : Perkenalan
.
Jungkook melangkah terburu-buru. Hari sudah menjelang malam, matahari kembali berniat menyembunyikan diri. Sementara dirinya masih terjebak di antara pepohonan rapat yang bahkan tak ada tanda-tanda jalan setapak atau setidaknya pernah di lewati seseorang.
Ada tiga hal mengapa saat ini Jungkook perlu menambah kecepatan langkahnya menjadi berlari.
Pertama, ia takut.
Kedua, ia takut.
Dan ketiga, ia takut sekali.
Jungkook mengeratkan pelukannya pada dahan kayu yang telah terkumpul diantara kungkungan lengannya. Menjaga agar jangan sampai kayu bakar yang telah sulit ia kumpulkan tersebar begitu saja di sepanjang jalur larinya. Udara dingin malam mulai merasuk ke dalam kulit. Padahal Jungkook sudah berlari sekuat tenaga, tetapi sepertinya percuma saja karena matahari telah lebih dulu meninggalkannya.
Jungkook rasa ia hanya masuk ke dalam hutan selama sepuluh menit tadi, itupun ia tempuh dengan jalan perlahan sembari mengumpulkan dahan kayu kering yang ia temui di ujung kakinya. Tetapi kenapa setelah ia berlari selama hampir setengah jam, dirinya belum juga menemukan area perkemahan?
Jungkook tak pernah tau jika ia berlari melawan arah perkemahan yang artinya ia justru menjelajahi hutan lebih dalam.
Jungkook menghentikan lajunya kala betisnya telah bergetar pertanda ia takkan mampu berlari lagi jika ia tidak mengistirahatkan kakinya detik ini juga.
Mendudukkan diri di bawah pohon, Jungkook mengatur nafasnya. Meletakkan kayu bakar di sisi tubuhnya lantas meraih sekotak susu yang ia selipkan di saku celana. Membuka kotaknya asal, lalu menghabiskan isinya dalam sekali teguk. Untung saja ia sempat terfikir membawa susu kesukaannya. Jika tidak, ia mungkin akan mati kehausan di tempat yang ia..
Ah di mana dirinya saat ini?
Jungkook mengumpat. Huh masa bodoh, tak ada Seokjin hyungnya di sini. Tak ada kekasihnya juga yang akan dengan senang hati mengingatkan kata apa saja yang tidak boleh keluar dari mulut manisnya. Mengucap kata yang tak pernah ia ucap semasa hidupnya, tidak terlalu buruk.
Tes. Tes.
Jungkook meraba ujung kepalanya yang terkena tetesan air. Kemudian reflek mencium aroma airnya. Tak lucu bukan jika dirinya terkena kencing tupai atau hewan sejenisnya yang suka sekali tinggal di atas pohon.
Ini aneh.
Jungkook mencium aroma aneh dari tetesan air yang mengenai kepalanya. Wangi. Wangi yang menyengat, sedikit aneh jika dikatakan wangi bunga.
Jungkook mendongak untuk memastikan benda apa yang mengeluarkan wangi semenyengat ini, dan tersentak setelahnya.
Ada rumah pohon tepat di atas kepalanya.
Jungkook beranjak, kemudian menatapi rumah pohon sewarna emas yang berkilauan tertimpa cahaya bulan purnama. Jungkook menajamkan penglihatannya lantas membulatkan matanya.
Rumah pohon itu benar-benar berwarna emas! Dan sepertinya sungguhan terbuat dari logam. Logam berwarna emas! Emas!
Astaga mimpi apa ia semalam hingga menemukan harta karun sebanyak ini?
Tunggu. Jungkook perlu memastikannya terlebih dahulu baru setelah itu ia boleh bersorak.
Jungkook memutari batang pohon di depannya demi mencari tangga yang akan membawanya ke atas sana.
Namun sialnya, ia tak menemukannya.
"aish. Bagaimana caraku naik?" Jungkook menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal. Berharap sebuah pemikiran menghampiri kepalanya. Hm bagaimana jika ia panjat saja pohonnya?
Nah, ide bagus. Ia akan menggunakan keterampilannya kali ini. Sekedar informasi, Jungkook sering sekali memanjat pohon belakang sekolahnya di saat ia sedang malas mengikuti pelajaran. Dengan kata lain, Jungkook memang sering membolos.
Jangan katakan pada Seokjin hyung, please.
Mari kita mulai. Bersedia, siap, ya!
Tak perlu waktu lama untuk Jungkook menaiki pohon setinggi tiga kali tubuhnya. Berterima kasihlah kepada kelihaian kaki beserta tangannya yang mempermudah pergerakannya.
Jungkook meraba pintu di hadapannya. Setelah di lihat dari dekat, ternyata rumah pohon yang menjadi tempatnya berpijak bukanlah terbuat dari emas, melainkan hanya besi ringan biasa yang telah berkarat.
Sialan.
Lalu apa gunanya dirinya bersusah payah memanjat huh?
Eh, tentu saja ada gunanya!
Sedari tadi Jungkook takut sekali dengan binatang buas, dan tempat yang tinggi ini di rasa dapat melindunginya.
Greeeek
Suara derit pintu yang terbuka menggema. Jungkook melangkahkan kakinya perlahan memasuki rumah pohon. Rumah ini terbuat dari susunan besi yang telah berkarat, dan meski terlihat masih kuat tetap saja tak menutup kemungkinan dirinya terperosok jatuh ke bawah sana.
Ini cukup luas, berukuran tiga kali tiga meter jika Jungkook tak salah mengira. Dengan pilar empat pohon besar yang berjarak dekat. Tak ada penerangan di dalam sini, hanya sinar bulan yang menelusup masuk melalui celah sempit di sisi rumah pohon.
Jungkook masuk lebih ke dalam hanya untuk mendapati dirinya berada dalam pelukan seseorang yang beraroma wangi, berhawa dingin. Dan ketika Jungkook menengokkan kepalanya ke samping kanan, tempat di mana seseorang itu menaruh dagu lancipnya di sana, Jungkook dapat dengan jelas melihat sepasang manik sewarna darah yang terpasang dengan apiknya pada wajah berukir tampan.
Pun dengan dua taring yang terselip di antara dua belah bibir marun itu, ia tetap tampan.
Tunggu dulu.
"arghh!"
Bahkan sebelum Jungkook menyadari siapa gerangan seseorang yang memeluknya dari belakang, lehernya telah tersengat, darahnya tersedot keluar dengan cepat. Setelahnya, Jungkook limbung. Jika saja ia tidak berada dalam pelukan seseorang, tentu ia akan terjatuh dengan tidak elitnya.
"hai, namaku V. Senang bertemu denganmu"
Hanya kalimat itu yang mampu Jungkook dengar sebelum ia memejamkan matanya tanpa ia inginkan.
Pingsan.
TBC
A/N : hai *tebar senyum* saya datang bawa ini.. sesuatu yang selalu bertebaran di otak saya (dan sempat mengganggu saya). Bayangkan, di saat saya punya tugas menganalisis audit, kalimat yang berputar justru kalimat ff semacam ini x_x alhasil saya stres waktu itu XD
ohya, saya udah ketik cukup banyak ff ini, tapi yaa saya ga pede aja mungkin cerita semacam ini pasaran banget kan? duh saya ga pinter berkata-kata, maaf :v jadi ini mau lanjut atau ga? teserah yang baca aja saya mah :3 kalo iya, chap selanjutnya sudah siap publish ^^
satu lagi, jan tagih utang ff saya yang lain ya XD yang lain masih dalam tahap pengerjaan, dan saya sedang cukup sibuk untuk itu, maaf sekali lagi *bungkuk*
review please?