Tangan besar Sehun mampu membawa tiga ice cream sekaligus. Dua di tangan kirinya dan satu di tangan kanannya. Sambil berjalan menuju tempat Baekhyun dan Luhan tadi, dia memakan ice cream miliknya.

Raut kebingungan tergambar jelas di wajah Sehun ketika ia sampai di bangku tempat Baekhyun dan Luhan berada tadi.

"Apa aku salah tempat?"

Sehun menggumam pada dirinya sendiri dan melihat sekeliling. Karena bangku di taman bermain ini semua terlihat serupa, ia berpikir mungkin saja ia salah tempat.

Akhirnya Sehun berkeliling sambil berusaha menelepon Luhan. Dua ice cream tadi terpaksa ia buang karena meleleh.

"Kenapa ia tidak mengangkat?" Sehun menggerutu kesal sambil melihat sekeliling dengan handphonenya yang masih melekat pada telinganya.

Teleponnya tak kunjung diangkat dan membuatnya menggerutu untuk kesekian kalinya. Akhirnya ia duduk pada salah satu bangku untuk beristirahat.

Ia termenung sebentar, orang-orang normal pasti akan berpikir mereka pergi ke toilet. Tetapi mereka adalah Luhan dan Baekhyun, dua orang yang memiliki relasi dengan ketua mafia termuda di Korea Selatan. Sehun mengumpat dan mengutuk dirinya sendiri.

Meninggalkan mereka berdua tanpa pengawasan adalah pilihan yang sangat bodoh. Terutama di tempat ramai seperti ini. Ditambah lagi Luhan tidak mengangkat teleponnya, yang berarti sesuatu benar-benar terjadi.

Chanyeol pasti akan membunuhnya jika ia tau Baekhyunnya menghilang.

Sehun terlalu terburu-buru tadi tanpa mengecek pesan yang masuk. Ia baru melihat ada pesan yang belum terbaca ketika ia membuka handphonenya lagi untuk menelepon Luhan.

Luhan mengirimi Anda pesan.

Sehun buru-buru memencet notifikasi itu. Matanya terbelalak dan ia langsung beranjak dari duduknya ketika ia membaca isinya.

Satu kata. Hanya satu kata dan Sehun langsung mengerti bahwa ia telah mengacaukan semuanya karena meninggalkan Luhan dan Baekhyun.

'Tolong.'

Tepat dua detik setelah ia membaca pesan itu, ada panggilan masuk dari Chanyeol.

Sehun menghela nafas berat sebelum akhirnya mengangkat telepon Chanyeol.

"Chanyeol hyung, aku bisa jelaskan. Aku tidak bermaksud meninggalkan-"

'Kalau kau tidak berhasil menemukan mereka dalam waktu 5 jam, aku akan menghabisimu, Oh Sehun!'

Dengan bentakan itu, Chanyeolpun memutuskan panggilan telepon itu.

Sehun masih membeku. Otaknya masih belum bisa memproses semua ini.

Melacak orang hilang atau melacak target Chanyeol adalah makanan sehari-hari untuknya. Tetapi saat ini, orang hilang itu adalah Luhan. Ya, Luhan.

Hanya pria asing yang ia selamatkan secara tak sengaja di hari itu. Hari dimana geng mafia Chanyeol dan Wu Yifan bertarung.

.

.

.

.

.

3 tahun yang lalu

.

.

.

.

.

Dengan nafas tersengal-sengal, pria cantik itu bersembunyi di balik tempat sampah besar.

Ia baru saja pulang dari tempatnya bekerja paruh waktu. Tepat jam 11 malam karena ia harus mendengar omelan dari bosnya terlebih dahulu.

Ia tak sengaja melihat mereka. Teman-temannya selalu mengingatkannya untuk tidak lagi melewati bangunan tua tak terpakai itu. Kata mereka disana banyak monster. Ia selalu berpikir teman-temannya kekanak-kanakan karena masih mempercayai monster.

Hari ini barulah ia mengerti monster apa yang dimaksud oleh teman-temannya.

Ia melihat perkelahian hebat antara dua geng yang ia tak tau. Ia hanya berpikir mereka adalah sekumpulan geng tidak jelas yang memutuskan untuk mengadakan pertarungan tidak penting.

Tapi setelah salah satu dari mereka melihatnya lewat, ia langsung dikejar tanpa ampun. Dan dari situ ia tau, mereka bukan hanya sekedar geng biasa.

"Hey, ayolah,"

Pria cantik itu membekap mulutnya sendiri dengan tangannya. Berusaha agar nafasnya yang tersengal-sengal tidak terdengar oleh pria sangar itu.

"Kalau kau menyerahkan diri, hukuman yang kau terima tidak akan begitu berat. Kami hanya akan memastikan dan meyakinkanmu untuk tidak mengatakan apapun pada polisi."

Pria cantik itu memejamkan matanya dan menangis. Tangannya masih menutup mulutnya agar tangisannya tak terdengar.

Tiba-tiba ia merasakan hembusan nafas tepat di depan wajahnya. Jantungnya berdegup sangat kencang.

Dengan perlahan, ia memberanikan diri untuk membuka matanya. Ia nyaris berteriak ketika wajah pria itu kini hanya berjarak 10 cm dari wajahnya.

"Hey, cantik. Disini kau rupanya,"

Semua itu terjadi sangat cepat. Pria itu mencengkram lehernya sampai ia berdiri.

Cengkramannya semakin kuat sampai-sampai ia merasakan nafasnya semakin sulit. Ia menepuk-nepuk tangan pria itu sekuat tenaga, memintanya untuk berhenti. Tetapi tetap tak ada ampun untuknya.

"Sudah kukatakan padamu tadi. Kalau saja kau menyerahkan diri, ini tidak akan menyulitkan kita berdua. Tapi lihat sekarang, aku sangat kecewa karena harus menghabisi pria secantik dirimu,"

Tangan kiri pria itu masih mencengkram erat lehernya, dan tangan kanannya mengayun dan berhasil mendaratkan satu pukulan keras pada pipi pria cantik itu.

Ia berpikir, rupanya begini hidupnya akan berakhir. Sungguh miris sekali.

Ia merasakan nafasnya semakin pelan dan matanya perlahan tertutup. Saat ia hampir kehilangan kesadaran, tiba-tiba ia mendengar suara pukulan keras dan saat itu juga cengkraman pada lehernya terlepas.

Perlahan ia membuka matanya. Pandangannya yang buram hanya bisa menangkan sesosok pria yang menghabisi pria sangar yang mencekeknya tadi.

Pria yang menolongnya mengatakan sesuatu pada pria sangar itu, namun ia tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Sedetik kemudian pria tadi langsung lari dan meninggalkannya dengan pria kurus jangkung yang menolongnya.

Ia sangat yakin ia tidak mengenal pria ini, tapi tiba-tiba pria itu berlutut dan memeluknya dengan erat.

"Hey, maafkan aku karena datang terlambat," Suaranya sangat halus dan pelan.

Beberapa detik kemudian, ia kehilangan kesadaran.

Pria cantik itu membuka matanya perlahan. Ia langsung meringis kesakitan ketika rasa sakit di pipinya menyengat.

Ia memandang sekeliling, tempat ini tentunya bukan apartemennya yang kecil. Tempat ini berantakan, tetapi terasa nyaman.

Tiba-tiba sebuah suara mengagetkannya.

"Kau sudah bangun? Bagaimana pipimu? Aku sudah mengompresnya kemarin malam," kata pria itu sambil berjalan menuju kasur dan duduk di sebelahnya.

Pria ini. Pria yang menolongnya. Tapi apakah ia bisa dipercaya?

"K-kemarin malam?"

"Ya, kemarin malam. Kau tidak sadarkan diri semalaman. Dan sekarang pukul 10 pagi. Aku harap kau sudah cukup beristirahat,"

"A-aku…..disini…..k-kemarin malam-"

"Ah tidak," Dengan cepat pria itu memotong kalimatnya.

"Kau benar-benar tidak sadarkan diri semalaman. Aku tidak melakukan apapun padamu, tenang saja. Aku hanya melepaskan sepatu dan jaketmu, lalu mengompres memar pada pipimu. Hanya itu,"

Pria itu berusaha meyakinkannya bahwa ia tidak melakukan hal yang tidak-tidak.

"T-terima kasih," balasnya dengan sedikit menunduk. Tidak berani menatap lawan bicaranya.

"Tidak masalah. Ah, iya. Namaku Sehun. Oh Sehun. Mungkin kita bisa jadi teman dari sekarang,"

Pria bernama Sehun itu menjulurkan tangannya. Setelah beberapa detik, tangannya disambut.

"Aku Luhan," balas pria cantik itu sambil tersenyum kecil.

Sejak hari itu, Sehun selalu memantau Luhan setiap hari. Ia tau dimana Luhan tinggal, dimana ia bekerja, dan jadwal sehari-harinya. Mungkin jika kepolisian tau, ia akan ditahan karena melakukan stalking. Tetapi tidak ada jalan lain. Sejak hari itu, ia tau Luhan akan diawasi dan menjadi incaran.

Sebenarnya ia tidak sepenuhnya stalking, karena ia dan Luhan sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Selayaknya teman.

Dan lambat laun, Luhan akhirnya mengenal Chanyeol dan mengetahui fakta bahwa Chanyeol dan Sehun bukanlah orang biasa.

.

.

.

.

.

Kembali ke masa sekarang

.

.

.

.

.

Sehun kembali mengumpat untuk kesekian kalinya. Ia mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi.

Dengan cepat ia berlari menuju ke parkiran dan menuju rumah Chanyeol.

Dalam perjalanan, Sehun memutar otak. Baekhyun dan Luhan menghilang bersamaan, itu berarti orang yang menculik mereka tau kalau mereka berdua berkaitan. Lebih tepatnya mereka memiliki relasi dengan Chanyeol dan Sehun. Dan Chanyeol dan Sehun tentunya berkaitan.

Setelah berpikir cukup lama, Sehun akhirnya mendapatkan jawabannya, "Sialan,"

Setibanya di rumah Chanyeol, ia disambut oleh seluruh pelayan. Namun, tak seperti biasanya, Sehun tidak menggubris satupun dari mereka.

Hal ini langsung disadari oleh Minseok.

Ia berjalan di belakang Sehun, mengikutinya menuju ruangan khusus yang berisi segala peralatan Chanyeol dan Sehun. Tempat Sehun biasa melakukan segala pekerjaannya.

"Tuan Muda Oh, apa ada masalah? Apa ada yang bisa kami bantu?" Minseok akhirnya membuka suara setelah Sehun duduk di kursinya, di depannya terdapat banyak komputer canggih yang biasa ia gunakan.

Sehun hanya memalingkan kepalanya dan menatap Minseok sebagai jawaban.

Seakan mengerti, Minseok membungkuk sopan dan meninggalkan Sehun sendiri di ruangan itu.

Sehun kemudian mulai melakukan hal yang biasa ia lakukan, hacking.

Ia membajak sistem CCTV di taman bermain tadi dan mencari yang terdekat dengan posisi Baekhyun dan Luhan sebelum mereka menghilang.

Setelah berhasil mendapatkannya, Sehun mengamati setiap detik dari rekaman CCTV itu dengan seksama.

"Wah, ia benar-benar menyiapkan dengan matang, ya?"

Sehun kembali mengamati rekaman itu. Sepertinya dalang penculikan ini sudah menyiapkan rencananya dengan matang.

Dalam rekaman itu terlihat dua orang pria berbadan tegap mendekati Baekhyun dan Luhan. Mereka berdiri membelakangi CCTV sehingga yang terlihat hanyalah punggung mereka. Sepertinya mereka sengaja membuat Baekhyun dan Luhan tidak terlihat dari jangkauan CCTV.

Hal ini membuat Sehun cukup kesulitan karena ia tidak bisa mengetahui apa yang mereka bicarakan. Biasanya ia selalu membaca gerakan bibir.

Tak lama setelah itu, terlihat kedua pria itu menyeret Baekhyun dan Luhan secara bersamaan. Namun anehnya, orang-orang di sekitar mereka tidak melakukan apapun dan hanya menonton.

5 detik kemudian, mereka hilang dari jangkauan CCTV. Sehun berusaha mencari rekaman CCTV dari sudut lain, tetapi sepertinya orang-orang ini tau betul letak setiap CCTV, sehingga mereka memilih jalan yang tidak terekam atau hanya terlihat sedikit dalam rekaman CCTV.

"Sialan kau, Wu Yifan."

Jemari Sehun bergerak dengan sangat cepat diatas keyboard. Ia terlalu serius menatap layar sampai timbul kerutan di dahinya.

Ia mendengar sedikit percakapan dari luar ruangan, suara Minseok.

"M-maaf tuan muda, t-tapi Tuan Muda Oh sedang ingin sendiri-"

Sehun terperanjak kaget ketika pintu ruangannya terbuka dengan kasar dan menampilkan sosok Chanyeol di ambang pintu, dengan raut wajah penuh emosi.

Ia masih menggunakan pakaian rumah sakitnya.

Dengan penuh amarah, ia berjalan menuju Sehun dan menarik kerahnya sampai ia berdiri. Ini benar-benar kali pertama Sehun melihat Chanyeol marah padanya. Melihat mata Chanyeol yang penuh amarah membuat Sehun membeku pada posisinya.

"H-hyung, tolong lepas-"

Perkataan Sehun terpotong karena pukulan Chanyeol yang berhasil mendarat di wajahnya.

"Aku mempercayaimu untuk menjaga Byun Baekhyun! Kau tau betul betapa bahayanya dunia luar untuknya saat ini! Apa kau kehilangan akal sehatmu sampai-sampai meninggalkannya sendiri?!"

Chanyeol berteriak dengan penuh emosi tepat di wajah Sehun. Di saat seperti ini, menatap mata Chanyeol pun adalah sebuah kemustahilan bagi Sehun. Ia hanya menatap lantai.

Setelah menghela nafas berat dan memberanikan diri, ia mengangkat kepalanya dan menatap Chanyeol.

"Hyung, aku tidak benar-benar meninggalkannya sendiri. Ia bersama Luhan dan-"

"Luhan katamu?!" cengkraman Chanyeol pada kerah Sehun semakin menguat.

"Luhan adalah pria yang sama lemahnya dengan Baekhyun! Bagaimana bisa kau mempercayakannya untuk menjaga Baekhyun?!"

"Luhan tidak selemah yang kau pikir!" Sehun berteriak kearah Chanyeol, dengan nafas tersengal-sengal. Ia bisa menerima seluruh makian Chanyeol untuknya, tetapi ia benar-benar tidak bisa menerima apabila orang lain merendahkan Luhan.

"Oh Sehun, berani-beraninya kau-"

"Luhan tidak selemah yang kau pikir, hyung!" Sehun kembali membentak Chanyeol dan melepaskan tangan Chanyeol dari kerahnya dengan kasar.

"Luhan lebih dari sekedar pria cantik. Ia lebih dari sekedar pria lemah yang selama ini kau bayangkan. Ia tidak lemah, hanya saja orang yang ia hadapi selalu tidak pernah sepadan."

Chanyeol terdiam mendengar perkataan Sehun.

"Kau boleh menyalahkanku atau membenciku seumur hidupmu, karena memang itu yang pantas aku dapatkan. Tapi kumohon, hyung. Jangan pernah merendahkan Luhan di hadapanku."

"Sehun, aku tidak bermaksud-"

"Aku sedang mengecek CCTV di taman bermain itu. Jadi tolong tinggalkan aku sendiri agar aku bisa fokus-"

"Wu Yifan. Wu Yifan adalah dalang semua ini," kata Chanyeol memotong perkataan Sehun.

"Aku tau. Dan sekarang aku sedang melacaknya," Sehun berkata sambil kembali menduduki kursinya dan mulai mengetik di keyboardnya.

Chanyeol menggelengkan kepalanya, walaupun tak terlihat oleh Sehun.

"Kau tidak akan bisa melacaknya. Kalau bisa, sudah sejak dulu kita menghabisinya," Chanyeol berkata sambil duduk di kursi yang berada di sebelah Sehun.

Sehun memalingkan pandangannya menuju Chanyeol, seakan memintanya melanjutkan perkataannya.

"Yang perlu kau lakukan adalah mencari tau apakah Wu Yifan memiliki relasi atau hubungan dengan Luhan. Apakah ia sebenarnya hanya mengincar Luhan atau ada hal lain. Mengingat orang yang saat itu kau habisi saat menolong Luhan adalah salah satu bawahan kepercayaan Yifan. Kurasa ini ada hubungannya,"

Sehun terdiam mencerna perkataan Chanyeol.

Benar, hal itu tak terpikirkan olehnya. Hubungan antara Wu Yifan dengan Luhan.

Baekhyun memejamkan matanya, berusaha mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.

Ia benci situasi ini. Ia sudah mengalami hal ini sebelumnya dan ia sangat membenci ini.

Ia kembali membuka matanya dan melihat sekeliling. Ia berada di tengah-tengah ruangan yang sangat berdebu. Baekhyun merasa sepertinya tempat ini adalah gedung tua yang tak terpakai.

Ruangan ini sangat luas dan hanya diterangi satu lampu kecil di tengah langit-langit ruangan. Cahaya yang minim membuat ruangan ini remang-remang.

Ketika Baekhyun baru saja ingin berteriak minta tolong, ia baru menyadari kalau mulutnya saat ini dilapisi isolasi, tangannya diikat ke belakang kursi, dan begitupun juga kakinya yang diikat menjadi satu.

Baekhyun mengumpat dalam pikirannya.

'Sialan, kenapa harus terjadi lagi,'

Mata Baekhyun terbelalak ketika ia mendengar suara langkah kaki dari belakangnya. Nafasnya kembali tersengal-sengal. Rasa takut kembali menyelimuti dirinya.

Badannya terperanjak kaget ketika merasakan sentuhan sebuah tangan membelai wajahnya dari belakang.

"Wajahmu benar-benar seperti porselain. Sepertinya Park Chanyeol membelimu dengan harga yang sangat mahal, ya?"

Pria itu mendekatkan wajahnya ke telinga Baekhyun.

"Apa kau mau bermain sebuah game? Kita akan bermain tebak-tebakan. Kau harus menebak siapa aku hanya dari suaraku."

Bisikan di telinganya membuat Baekhyun semakin bergidik ketakutan.

Ia berusaha berteriak dengan mulutnya yang masih terisolasi dengan sempurna, sehingga hanya menghasilkan suara erangan.

"Hey, hey, sstt. Kau tidak boleh berisik disini. Kalau kau berisik, aku akan memberimu hukuman."

Baekhyun akhirnya terdiam, air mata sudah mengalir deras di pipinya.

Ia benar-benar sangat ketakutan saat ini. Ia benar-benar berharap ia tidak akan mati di tempat ini.

"Ayo kita lanjutkan game kita. Kalau kau menjawab dengan benar, aku hanya akan membunuh Oh Sehun. Tapi jika kau salah, hmmm," tangan pria itu kembali membelai wajah Baekhyun.

"Jika kau salah, aku akan memberi bonus. Membunuh Oh Sehun, dan juga pangeran tampanmu,"

Mendengar perkataan pria itu, Baekhyun kembali menggeram. Berusaha melepaskan diri dari segala tali yang saat ini menjerat tubuhnya.

"Hey, cantik, diamlah. Kalau kau banyak bergerak, tali itu hanya akan melukai kulitmu yang seputih porcelain itu,"

Air mata Baekhyun semakin bercucuran. Perasaannya bercampur aduk saat ini. Marah, sedih, takut, semua bercampur menjadi satu. Ia menggeram lebih keras lagi sebelum akhirnya kursi yang ia duduki ditendang dan membuatnya terhempas ke lantai berdebu ruangan itu.

Baekhyun mengerang kesakitan. Tetapi ia berusaha melihat wajah pria itu.

Dengan sigap, pria itu kembali berjalan ke belakang Baekhyun. Posisi Baekhyun saat ini tergeletak menyamping, dengan sisi badan sebelah kanannya yang menyentuh lantai.

Pria itu berjongkok di belakang Baekhyun.

"Kalau kau berusaha melihat wajahku, sama saja kau berbuat curang. Karena kau belum menjawab tebak-tebakan tadi. Orang yang berbuat curang harus mendapat hukuman, bukan?"

Pria itu mengeluarkan sebuah pisau lipat dari dalam kantong jasnya.

"Ah, sebelumnya, aku akan memberikanmu kesempatan untuk bicara," pria itu melepaskan isolasi di mulut Baekhyun dengan kasar.

"L-Luhan," adalah kata pertama yang keluar dari mulut Baekhyun.

"D-dimana k-kau sembunyikan L-Luhan?" Baekhyun bertanya dengan suara yang tersengal-sengal.

Pria itu tertawa. Membuat Baekhyun semakin kebingungan.

"Hey, cantik, di saat seperti ini tidak seharusnya kau mengkhawatirkan orang lain. Situasi seperti ini adalah situasi dimana kau tidak dapat memastikan apakah nyawamu bisa selamat atau tidak. Dan apa? Luhan katamu? Kau masih bisa memikirkan orang lain?"

Air mata Baekhyun kembali mengalir. Bibirnya bergetar, berusaha menahan isakannya.

"Jangan khawatir. Teman cantikmu itu aman di tempat yang berbeda. Aku hanya khawatir kalian akan merencanakan hal-hal gila jika kita menyatukan kalian dalam satu ruangan,"

Baekhyun tidak tau apakah ia bisa mempercayai perkataan pria ini atau tidak. Tapi apabila Luhan benar-benar aman, ia akhirnya bisa merasa sedikit kelegaan.

"Oke, kembali ke topik awal. Aku akan memberimu hukuman karena kau berusaha berbuat curang tadi,"

Pria itu memegang tangan Baekhyun, merabanya sedikit.

"Tidakkah Park Chanyeol merasa bosan dengan kulit halusmu ini? Aku akan memberikan sedikit ukiran disini agar kau terlihat lebih cantik,"

Baekhyun berteriak kesakitan ketika ia merasakan sebuah benda tajam menggores-gores kulit tangannya.

Ia terisak ketika pria itu berhenti menggores tangannya.

Tiba-tiba, pria itu menutup mata Baekhyun dari belakang dengan sebuah kain.

Ia kemudian mendengar langkah pria itu berjalan menuju ke hadapannya.

"Sekarang adalah sentuhan terakhir. Supaya kau menjadi sebuah karya seni yang sesungguhnya,"

Pria itu membelai wajah Baekhyun untuk yang kesekian kalinya. Sebelum akhirnya menggoreskan benda tajam itu ke wajah Baekhyun.

Teriakan Baekhyun berpadu dengan tangisannya yang menahan rasa sakit pada wajahnya.

"Jadilah karya seniku, Byun Baekhyun,"

To be continued