Hari ini, hujan turun di Jakarta lebih dari dua kali. Yixing sibuk mencatat dalam note yang ia pegang, sesekali harus mencoreti tulisan yang buram terkena cipratan, dan mengecek apakah ia bisa pergi dari Halte secepat langit berhenti menangis. Ia bahkan tidak kuasa mendengar raungannya selama seharian ini.
Aku tetap tinggal dirumah Luhan untuk menulis review, dari pagi, sampai tadi. Aku baru saja mau mengambil bus untuk pulang, lalu aku stuck disini sampai 2 jam. Yixing memberengut ketika mobil berkecepatan tinggi melaju didepannya, membuat genangan air beriak dan mengenai sepatunya. Hari ini tidak seharusnya aku pakai Fila!
Selagi merogoh saku untuk mencari tisu, si pemilik lesung pipit dan gaya rambut berjepit itu menggumam, "Harusnya aku install GO-JEK daridulu. Hft."
Kruyuuuuuuuuk—
Dan kesialannya datang kembali.
Lalu Yixing dihampiri reminder yang selalu akan muncul di otaknya, ketika ia lupa makan.
Ia mengedarkan sorotan matanya ke sekeliling, menelisik, mencari sesuatu yang berharga. Restoran! Atau kafe anak muda pun tidak apa-apa. Dengan usaha keras yang dinihilkan dengan mudahnya.
"gosh, ini kan pusat kota. Ngga ada tempat makan satupun, apa?!"
Dia hanya menemukan satu alasan— rinai hujan yang jatuh terlalu deras. Tapi, sayangnya, itu tidak berlaku, selain kepada pedagang kaki lima yang sudah kodratnya untuk berteduh.
Bruuuuush!
"Tidak, tidak, jangan sepatu! Ooooooh-ow, ternyata celanaku juga kena!"
Gadis itu mengusak rambutnya yang sudah dicepol dengan kasar, kemudian segera mengambil tisu untuk membersihkan jeans warna broken white dan sepatunya. Aku juga tidak seharusnya pakai hadiah yang Jean berikan!
Nihil juga.
Bekas cipratan di celananya malah makin membekas. Yixing berpikir, apakah nanti saat ia berjalan orang-orang mengiranya sedang memakai celana dengan warna putih ombre coklat. Itu akan jadi pengalaman memalukannya. Dan— gadis itu tidak berpikir untuk menulisnya di blog.
...Meskipun pembacanya akan senang sekali. Tapi entahlah.
Gelungannya yang rapi, kemudian tergerai begitu saja, merubuhkan ikatan kuat dan menjatuhkan rambut hitam eksotis khas orang Asia-nya bagaikan tirai terlepas dari gantungannya. Refleks, itu mengganggu Yixing yang masih membersihkan bekas cipratan air.
"Uuuuugh! This day is seriously bad as overcooked macaron!" Yixing menggerutu. "Aku lapar."
Tidak ada kafe.
Tidak ada restoran.
Tapi... Yixing baru saja mendapat,
Ada satu tenda angkringan dengan lampu-lampu petromak kecil yang tergantung disetiap sudutnya. Dengan spanduk bertuliskan "Sate Klaten, cabang Kebayoran Lama", untuk menutupi sekeliling. Tidak banyak orang terlihat didalamnya.
Rasanya, Surga tak pernah sedekat itu untuk menyapanya.
Baru hendak angkat kaki dari tempat, Yixing tiba-tiba ragu. Dia ingat kalau dia itu food blogger.
Kode etik dari seorang food blogger adalah "You are what you eat. So, don't be; cheap, fast, trashy." Mau dikata apa, kalau nyatanya seorang pencicip makanan terkenal, jajan di angkringan? Belum lagi, harga makanannya itu terbilang murah. Uh, reputasinya bisa dipertaruhkan.
"Lho, ini kan Zhang Yixing? Yang waktu itu rela nepi ke angkringan? Hahaha."
"She's trashy. No matter what food she ate. EEEEEW."
"Kaaaak, kemaren aku nemu blog bagus, jadinya aku lebih sering stay disana.. Soalnya selera kakak sekarang payah sih. Maaf ya, kak..."
Tolong jauhkan bayangan mengerikan itu, dan kembali ke realita, Zhang. Perutmu harus diisi secepatnya.
And then— dia ingat juga, pesan ibunya. "Yixing.., jangan lupa kemana-mana bawa kaus kaki cadangan—" Oke, ralat, "Yixing... makannya yang teratur ya, kamu kan penderita maag akut..."
OH, IYA!
"Gimana dooooooong?!"
Dia laper.
Tapi, harga dirinya.
Dia bisa sakit.
Tapi, nanti dia nggak punya teman sama sekali.
Dia nggak punya garis keturunan, nantinya.
Tapi... AAAAAARGH! Masa bodoh dengan urusan food blogger. Dia bisa cari profesi lain!
Secepat flash jepretan kamera, Yixing berlari menuju angkringan. Tidak peduli dengan paduan Burberry-Colorbox-Fila yang ia kenakan hari ini, ataupun tatanan rambutnya. Ini prioritasnya hidup atau mati!
Juga, peduli amat dengan hujan yang tidak mau berhenti. Toh, jaraknya dekat sekali— tepat diseberang jalan.
Memasuki tenda angkringan, Yixing mencari kursi kosong. Spontan, mas-mas angkringan langsung menyambutnya.
"Sore, mbak. Makan disini atau dibungkus?"
Yixing menoleh.
Figur kebapakan, senyum menenangkan hati, mata yang sangat menarik untuk diselami, dan pipi yang sedikit bersemu itu... Postur tubuh ideal yang sering sekali ia mimpikan... Dan, b-bukan itu sa-j-ja!
"Mbak..? Lhooo, ditanya kok diem aja. Mbaaak?"
Imut dengan dialek Jawanya, wajah Asia keinginan semua pria Eropa, dahi serta leher yang berkeringat—ampuh untuk membuatnya mimisan di tempat, dan sialnya— kok dia mirip sekali dengan salahsatu anggota Boyband Korea yang Luhan sering tontonkan?! Seventeen, ya— Seventeen!
Atau Neo Culture Technology!
B1A4!
SHINEE!
Bangtan Boys!
NUEST!
AAAAAAAAAA, DIA KEHABISAN NAMA!
Take a deep breath, Zhang.
Take a deep breath, once again.
Hhhhhhhhhhh—
Puji Tuhan dan segala kebesaran yang Ia ciptakan di muka bumi ini,
Oppa, jeongmal saranghaeyo~
"eeee, makan disini aja, biar bisa sambil ngeliatin mas-nya..."
Detik itu pula, Yixing sadar kalau Surga mengambil seribu langkah untuk memberkatinya.
[Si Gadis Angkringan by renewtshn]
[Oneshot.]
[Kim Junmyeon and Zhang Yixing as the main casts. The rest of ot12 exo members, and oc(s) maybe included too.]
[Romance, Humor, as the main genre. Fluffiness may exist.]
[T-Rated.]
[Sulay as the main pair, and the other pairs. Maybe included.]
[Typographs, EYD yang ngelantur, Genderswitch for uke(s), and many more. I'm just ordinary writer, bro. Tidak maklum harap close tab saja.]
[Disclaimer: I own nothing, except the story. All the casts belongs to God and their agencies, tbh. Also, no profits taken.]
[Setting terletak di Jakarta, tepatnya di Kebayoran Lama.]
[Note: fiksi ini saya kerjakan saat waktu luang, dan mager saat pembuatannya. Mungkin ada beberapa kesalahan fatal yang tak sengaja saya ketik disini... so, please forgive me teehee.]
Selamat membaca!
Demi oppa yang baru saja dia temui beberapa saat yang lalu, Yixing hampir lupa alasan utamanya disini— untuk makan! Gadis itu malah sibuk mengagumi paras pemuda didepannya. Secepat kesadarannya muncul, dia memesan banyak sekali makanan favoritnya.
Mari berkati harga menu yang sangat jauuuuuh, lebih murah, dari harga menu di kedai kopi yang ia kunjungi seminggu yang lalu. Juga atmosfir— ya, atmosfirnya! Karena pada umumnya dapur koki sengaja dijauhkan dari jarak mata pelanggan, dia lebih suka menonton koki secara langsung memasak makanan yang ia minta. Oseng, oseng, oseng!
Jangan lupa dengan aroma. Dia lebih suka membaui tempe bacem lezat yang baru saja dicelupkan ke penggorengan daripada wewangian dari lilin aromaterapi. Itu tidak menenangkan. Yixing menegaskan, rasanya seperti dikelilingi oleh ratusan wanita yang memakai parfum merk kenamaan dari Paris.
Menyengat, dan menusuk indera penciumannya. Kalau sudah begitu, rasanya jadi tidak berselera makan.
"Yaudah, untuk saya, Sate Ayam, Tahu, sama Tempe. Cepet ya, mas!"
Menaruh pulpennya, sang mas angkringan itu menyebutkan ulang pesanan Yixing. Menggunakan nada merepelkan yang sedikit monoton, "Sate ayam, tahu tempe, masing-masing satu porsi. Ada tambahan lagi?"
"O-oh?" Yixing mengo. Sang mas angkringan itu tertawa geli. Aaaaaa-h, dia mau ketawa kayak gitu aja masih ganteng overload. Tawanya adalah kebahagiaanku, huhuhuuu... "Nasinya udah kehitung, kan?"
"Belum, mbak. Jadi, nasinya satu porsi kec—"
Yixing cepat-cepat meralat, "Dua porsi standar aja, mas!" Ia berkata dengan agak panik.
"Memangnya nggak akan kekenyangan, mbak?"
Gadis itu tersenyum kelampau norak, kemudian mengacungkan jempol. "Jangan khawatir mas, gini-gini saya sering makan Nasi Padang porsi cowok!" Mas angkringan itu mengangguk, kemudian menuangkan teh kedalam gelas dihadapan Yixing. Seusainya, lalu berkutat dengan kipas dan panggangan.
Seheran-herannya Yixing dengan mas-mas ganteng yang malah bekerja di angkringan, dia lebih heran dengan dirinya sendiri, yang menjadi sangat ndeso ketika dihadapkan dengan oppa.
"Tapi, saya bingung lho, mbak..."
"Bingung kenapa?"
"Kok bisa, yo, perempuan imut tapi porsi makannya gede..."
"!"
"Kyaaaa~!" Yixing memekik gembira ketika semua pesanannya tiba. Kekuatan imannya rubuh ketika dihadapkan dengan aroma minyak untuk tahu dan tempe goreng, juga Perutnya pun memutar musik kemenangan. Jangan tanya, apa itu masuk akal atau tidak. Yixing memang aneh kalau sudah begini. "Itadakimaaaaasu!"
Ia melahap makanan dengan cepat, tidak peduli sudah dikunyah dengan baik atau belum. Sewaktu mengambil tahu dari piring, ia sadar kalau mas-mas angkringan itu tengah menatapinya.
"...Kenapa, mas?" Yixing bertanya dengan canggung. Tatapannya was like... OH GOD. She could go up for hours, fangirling over this guy.
"Kan tadi mbak bilang mau makan disini, biar bisa ngeliatin saya... Nih, saya udah ngeliatin mbaknya." Yixing nyaris tersedak. "Liatin balik dong, mba."
Gadis itu membeku. Baru saja tim orkestra dalam otaknya bertandang masuk dan memutar Klarinettenkonzert K.622 bagian rondo, mas-mas itu menjawab lagi.
"Nggak, kok, cuma bercanda mbak! Hahaha."
Pfffft.
Sudah enak-enak diselimuti awan, malah dilempar ke dasar palung Mariana. Kepingin sekali berteriak "MAS, KOK CAKEP-CAKEP BOPUNG SI" —ralat,"MAS, KOK CAKEP-CAKEP HOBI PHP?" tapi dia tidak punya hak penuh untuk berkata seperti itu.
Gimana kalau harapan dia yang ketinggian?
Gimana kalau mas-mas ini cuma anak hitz yang hobi ngejailin anak kaya dia?
Gimana kalau sebenarnya kehidupan ini cuma sandiwara belaka?
Gimana? GIMANA?!
Sial, ekspektasi dia mulai kejauhan!
Tapi, memang dasarnya sedang dalam mode g-t-m, dan naasnya akan tetap tidak-tahu-malu, Yixing menyahut,
"Yakin cuma bercanda, mas?"
(Lalu, dia menahan penyesalan, deep down inside heart.)
Mas-mas angkringan kemudian bertopang dagu, mendekatkan wajahnya ke gadis food-blogger yang pipinya hampir sewarna dengan tomat segar.
"Mbaknya nantangin, nih? Oke, saya nggak bercanda sekarang."
SHIT, SHIT, SHIT.
Yixing bakal meralat ulang keputusannya untuk makan di tenda angkringan ini. Dia juga mengutuk mas-mas ganteng-tapi-hobi-bikin-blushing yang sekarang tinggal berjarak beberapa jengkal dari wajahnya.
Dan— kok bisa, orang seganteng ini ada di sudut kota yang kumuh?! Pasti bohong, ini pasti kamuflase belaka. Mungkin saja... mas-mas ini dulunya runner-up Korea Next Top Model, atau pernah trainee di agensi besar. Atau bisa saja, model merk kenamaan seperti Armani atau Calvin Klein. Kenapa dia bisa mengasumsikan seperti itu? Karena, mas-mas ini wajahnya beda dari orang Indonesia kebanyakan.
Kalau dibandingkan sama si Bimo— bocah kampret yang suka ngobrak-abrik dapurnya seperti kucing nyasar, Yixing jelas-jelas lebih prefer mas angkringan ini lah.
Atau, Hanung, arek Suroboyo tapi darah Minang sepenuhnya yang merupakan rekan satu angkatan food-blogger, sedikitnya lebih baik dari si Bimo.
Bukannya rasis ya, toh Yixing suka sekali pribumi Indonesia, terhitung sejak awal menginjakkan kaki di negeri ini. Tapi, ya itu loh ya, kalau sudah stuck dengan figur oppa-oppa Korea yang dirindukan, dia tidak bisa apa-apa.
"Iyo! kalau boleh tahu nih ya, mbaknya ini siapa? Perasaan saya pernah lihat wajahnya sekilas."
"Saya Yixing, lengkapnya Zhang Yixing. Loh, emang kapan ya, mas? Ha-ha-ha." She fall into laugh, semacam tertawa sekering-keringnya sumber air di Tanzania.
"Yixing, toh... Tunggu sebentar!" Mas-mas itu bangkit, meraih smartphonenya. Widih, si mas-nya gaul ternyata, pikir Yixing. "Mbak, IG-nya yang ini, bukan?" pekiknya sembari menunjukkan akun instagram dengan username zyxzjs.
Yixing mengo, kedua kalinya berkat ulah mas-mas satu ini.
Tuhkan! Itu hanya penyamaran! Zaman ini, teknologi sangat memudahkan untuk orang-orang, tapi instagram untuk seorang abang keliling yang menjajakan sate? Mungkin saja, tidak! Dan— smartphone mas-mas angkringan itu ASUS Zenfone! Yixing berubah menyendu ketika mendapati ponselnya yang masih berupa Samsung Corby, kemudian meratapi nasib, mengapa hape dia kalah canggih.
Tidak tahu mau berbuat apa lagi, Yixing hanya mengangguk pelan. "...iya, mas. Tahu darimana?"
"Kan saya ngefollow mbak-nya dari dua tahun yang lalu!"
Lah, ternyata anak IG dia.
Kemudian, hening absolut.
Yieks! Sudah 3 jam aku diam disini! Yixing berteriak dalam hati.
Mengobrol dengan oppa ganteng selalu menjadikan seseorang lupa daratan, kawan-kawan. Dan Zhang Yixing berhasil membuktikannya. Dan berkatilah skill easygoingnya, karena Yixing sudah melaju sejauh ini padahal dia dan oppa baru saja bertemu.
"Mas— ehm, maksudku, Junmyeon-oppa, aku harus pulang ke apartemen, sekarang juga!"
"Sekarang juga?"
"Iya!"
Dan, dalam sore ini, gadis itu sudah menyelesaikan tiga misi dadakannya; mendapat nama oppa, mengenal oppa lebih jauh, dan lebih dekat dengan oppa. Sungguh perkembangan yang sangat baik!
Firstly; daripada keasyikan memanggil oppa dengan mas-mas angkringan, lebih sreg Yixing menggunakan "Junmyeon-oppa". Dan, nama lengkap dari oppa yang dia temukan dalam kaos putih dan cipratan saus serta celana PDL selutut ini adalah Kim Junmyeon.
Second; Kim Junmyeon, sesuai dugaannya, adalah pemuda blasteran Korea-Indonesia. Dulu sekali, awalnya menetap di Sleman, kemudian terpaksa pindah ke Kebayoran Lama dengan beberapa alasan finansial. Bekerja untuk memenuhi panggilan sebagai mahasiswa Teknik Sipil, serta meneruskan bisnis keluarga— she corrected, keluarga oppa masih punya banyak cabang yang tersebar di seluruh bagian pulau Jawa.
Last but not least; ...lebih dekat dengan oppa sepertinya tidak butuh banyak penjelasan lebih lanjut.
"Nggak apa-apa, emangnya? Jam tujuh, iki. Ibu setiap hari bilang ke Daejin-noona, 'kamu itu, pulangnya harus sore, ndak boleh lebih dari Maghrib!'."
Tersenyum, dan kemudian menjawab pertanyaan dari oppa, "Nggak apa-apa, oppa. Udah biasa pulang malam. Kemarin-kemarin aku keseringan ikut kopi darat food-blogger malahan." Dengan segenap kelancangan yang tersisa, Yixing masih sanggup menggoda oppa-nya. "Oppa khawatir?"
"...yaiyalah. Kamu ini, suka aneh-aneh aja." Keduanya menengok ke arah disekitar tenda, hujannya baru reda, jadi mau tak mau— Yixing tetap pulang ke tempat ia seharusnya berada separuh hari ini. "Nah, aku lupa, toh. Yixing..."
"Ada apa, Junmyeon-oppa?"
"Kamu bakal nulis review dari angkringan oppa, kan?"
"Nggak akan."
"Yah, kenapa?"
Semburat merah sialan itu muncul kembali. "Soalnya kalau aku nulis kenapa aku suka sekali dengan angkringan oppa, nanti malah banyak fangirl yang dateng kesini..."
"Kamu takut punya saingan, memangnya?" Oppa menjawab langsung tepat sasaran.
"uh, engga kok."
"Padahal sih, oppa senang-senang aja dicemburuin sama adek imut."
Lalu, keduanya terbahak mengenai perilaku masing-masing dalam seharian ini.
Perihal Yixing dengan tingkah clumsy dan awkward yang berhasil menarik perhatian oppa sampai melebihi ambang batas. Dan karena oppa mempunyai kemungkinan tinggi untuk tertarik dengan gadis itu sejak awal, semua obrolan mereka mengalir begitu saja layaknya air, diiringi dengan salahsatu yang menunduk malu dan satunya yang tersenyum senang.
Yixing sendiri menyadari, dinginnya hujan tak lagi terasa ketika ia sudah tenggelam dalam dunia mengobrol ria dengan oppa. Untuk soal lawan bicaranya— Yixing memang tidak yakin apa dia menikmatinya pembicaraan mereka, tapi... tidak ada orang nekad untuk melanjutkan conversation yang membosankan.
Setelah membayar dengan uang pas, Yixing merapihkan ujung-ujung blousenya, kemudian bangkit dari bangku kayu panjang. "Sudah ya, opp, lain kali kita akan bertemu la—"
"Tunggu dulu!" Oppa mencegahnya terlebih dahulu. "Ini," dan kemudian menyerahkan secarik kertas.
Yixing pikir, awalnya itu bon. Namun, setelah dilihat lagi—
Ini nomor oppa. Ditunggu SMS-mu nanti malam, ya.
Kim Junmyeon.
—itu adalah nomor telepon beserta pesan tambahan yang sukses membuatnya merona setelah berkali-kali mengalaminya.
Dia menghadap oppa. Mereka kemudian bertatapan, jarak yang berawal dari 100 centimeter kini sudah perlahan menciut. Oppa menepuk pundaknya,
"Hati-hati dijalan, ya. Kalau sempat, besok kemari lagi. Oppa tunggu."
Oke, ulangi. Barusan, dia bilang apa, sih?
"Oppa tunggu..."
.
.
.
Homina, homina, homin—
KYAAAAAAAAAAAAA~
Setelah pulang, Yixing akan membasuh kaki, menyikat gigi, segera membuka laptop, dan mengetikkan di grup chat dengan emosi meluap-luap, "Everyone! Guess what i found this afternoon?!" atau menyebarkan review kuliner besar-besaran.
Karena—dia terlalu bahagia.
Dan, bukankah apapun bisa terjadi, kalau kamu bahagia?
end.
omake.
"Ying— ini seriusan cowok yang kamu temuin 6 bulan yang lalu?! Kim Junmyeon kan?! SHIT HE'S HOT!"
"Iya, emang dia." Pemuda yang mereka maksud spontan menengok kearah suara berasal. "Kecilin suaramu, dasar jones buluk!"
Singkatnya mengenai apa yang terjadi sekarang; Luhan penasaran akan oppa yang Yixing temukan sewaktu mengisi perut di tenda angkringan, maka gadis itu meminta izin dari temannya untuk mengestalk oppa dari kejauhan. Sekalian, ngestalk bareng, karena dia terlalu kepo.
"Ih, ngga buluk-buluk amat perasaan..."
"Buluk! Dan aku masih ngga ngerti, kenapa fashion-blogger cans kayak kamu gini ngga pernah pacaran sama sekali, sedangkan aku yang gini aja udah punya relationship."
"Makasih atas pujian cans-ny— EH BANGSYAD KALIAN UDAH PACARAN AJAAAA?! AH GUE KEDULUAN AAA!"
Dan, masih menyangkut soal Yixing dan oppa— 6 bulan lamanya saling mengirim SMS, face-to-face, berkomunikasi lewat telepon hingga tengah malam, membuat status hubungan mereka berkembang, dari yang awalnya benar-benar kenalan hingga pacaran.
Yixing masih ingat sekali, waktu oppa— Junmyeon-oppa, menyatakan perasaannya...
HAHAHA AWKWARD BANGET! Dan kenapa nembaknya pas jam 2 subuh?! Terus, apa-apaan lagi— "Mau nda, besok pagi kamu main ke angkringan? Sekalian bantuin oppa gitu, hitung-hitung pacar yang ba— EH MAAF! Iya, sebagai pacar yang baik. Tapi, kamu mau kan dipanggil pacar sama oppa?"
dengan deskripsi paling jujur dari Yixing, sangat aneh. Bahkan Yixing kira, oppa mau menagih hutang makan di angkringan saking bertumpuknya.
"Hei, jombs. Ngeliatnya jangan gitu plis, he's mine."
"Yelah, aku memang jomblo. Puas kau?!"
"Puas banget. And..." Yixing bangkit dari base persembunyian mereka, "you better watch and learn." Yixing memanggil, "Oppa~!", setibanya dia di tenda angkringan. Eh— kok— pergerakannya cepat sekali?! Luhan curiga, Yixing memasang roda di sepatunya, agar bisa masuk tanpa berjalan lama. Giliran nyamper oppa aja, kayak gazelle, Luhan membatin.
"Yixing! Tumben agak siangan." Oppa mengacak rambut Yixing, kemudian bertanya, "Memangnya kamu bangun jam berapa tadi pagi? Padahal, kemarin oppa bilang kamu kesini jam 9 pagi."
"Hehe, iya kemarin aku tidur jam 3 subuh! Maklum, ngeblog sekalian ngerjain TA..."
"Makanya, kalau nulis artikel, ya nulis aja. Bukannya TA udah selesai dari minggu kemaren?"
"Diedit ulang, soalnya. Pas bimbingan dosen nyuruhnya begitu..."
"Hah, yaudah. Lain kali, tidur yang bener. Jangan bikin oppa khawatir."
"Iya, iya..."
Dan, di kejauhan sana, Luhan segera lari ke warung dan membeli obat nyamuk bakar. Lalu asapnya dia hirup sampai sesak. Dia kan nyamuknya.
Sudah jones, disuruh nonton orang pacaran. Hidup ini berat, men.
end of omake.
[writer's note.]
WHY DOES I WROTE THIS PIECE OF BROKEN PIZZA AAAAH
Maaf yha gaes, saya nulisnya kecepetan, jadi mungkin gajelas-gajelas gurih gimana gitu... 3 hari loh ya. 2 hari nulis, 1 hari ngedit. sebagai writer yang harusnya ngealokasiin waktu seminggu buat nulis fiksi 2K jelas saya melakukan sedikit kesalahan~ xc
But, anyway, i hope you guys enjoy this fic as much as i! Dan, gimana soal SuLay-nya disini? Capruk, alay, relationship-goals, atau apalah gitu, tulis unek-uneknya dan buat saya semangat bikin mereka dengan karakter semacam ini! (sometimes i tired writing love-hate relationship bcs ITS SO FREAKING MEEEEEEEH/cri/)
OHYAAAAAA. Jangan lupa review, fav, atau follow jika berkenan! Minimalnya review lah, tapi saya nggak maksa. Kalau kalian suka, review. Kalau nggak suka, jangan maksain. Love what you read. But puhriiiiisu, appreciate the writer. EAEAEA.
Domo arigato, gaes! You are awesome as always! xoxo~
[2016, E. Raven Watson's copyright. No profits taken.]
