STORY

.

.

Naruto hanya milik Masashi Kishimoto
Sequel dari Fic Destiny
Happy Reading

.

.

.

"Terima kasih, Hinata"

Naruto membuka matanya, sinar mentari menerobos masuk kekamarnya. Ia melihat kalender disamping tempat tidurnya, "Cuma mimpi ternyata" gumamnya sambil mengucek matanya.

"Tuan Muda, sarapan sudah siap. Segera cuci muka anda" ucap pelayan dari balik pintu kamar Naruto

"Iya" balas Naruto cepat

Naruto menatap dirinya di cermin, semua itu Cuma mimpi. Ada kemungkinan bagi dirinya untuk bertemu Shirou lagi, dan saat Naruto mengingatnya lebih dalam, mukanya merona merah. "Tenang Naruto, semua itu cuma mimpi, aku tak memeluk Hinata. Yosh! Itu cuma mimpi"

Naruto segera menuju ruang makan untuk sarapan, saat Naruto sudah sampai ditujuan ia melihat para pelayannya sibuk menyiapkan piring dan makanan diatas meja. Ini meja yang cukup menampung lebih dari 15 orang, "Putri tidur sudah bangun, ayo cepat" ucap salah satu pelayan

"Aku bukan putri tidur!" elak Naruto dengan kesal

"Hemm, kami tahu itu. Anda adalah tuan kami" balas salah satu pelayan

Mereka semua duduk menikmati sarapan mereka, perbincangan kecil kadang keluar soal sarapan yang kurang garam dan sebagainya. "Bagaiamana dengan kuliah anda?"

"Membosankan, aku lebih suka bekerja paruh waktu daripada disuruh sekolah" jawab Naruto

"Oh iya, Nanti Tuan Jiraya akan berkunjung kesini"

"Hah?! Aku kira orang tua mesum itu masih bertapa dikantornya"

Semua tertawa bahagia saat bicara dengan tuannya. Tak ada rasa dengki, benci, semua menyukainya. Orang yang selalu berfikir positif memang sulit ditemukan tapi pasti ada, "Emi-nee, saat Petapa mesum sampai sini, segeralah bersembunyi. Kalau tidak sempat, berdirilah dibelakangku"

Emi-nee hanya mengangguk bingung, "Aku masih ingat, saat itu umurku masih 5 tahun. Dia pernah menunjukkan buku yang berisi penuh dengan wanita hampir telanjang"

"Aku harus berhati-hati padanya" ucap salah satu pelayan yang lain

"Tidak bibi, dia tidak doyan barang kadaluarsa" semua tertawa mendengar hal itu termasuk sang pelayan tadi

Naruto berangkat dengan Emi-nee disampingnya, Salah seorang bergumam dengan wajah sedih "Sepertinya aku tidak berguna lagi disini" ucapnya selaku supir dirumah itu

.

.

Beberapa bulan berlalu

"Naruto-san, aku duluan" ucap Emi-nee sambil berlalu pergi menjauh meninggalkan naruto ditengah perjalanan menuju kampus

"Kalau tahu begini aku lebih baik tidak melanjutkan kuliah saja" ucap Naruto dalam hati menjalani rutinitas seperti ini setiap hari setiap waktu

*GRAB* Tiba-tiba ada yang merangkul pundak Naruto dari belakang, dengan cepat Naruto langsung menoleh dan menemukan gadis dengan senyum merekah disana. Orang – orang yang melihat kejadian itu tersenyum kecil, "Hah! Ini memalukan"

"Selamat pagi, My Prince" ucap gadis itu

"Ka- kak Shion?" Naruto hampir mati menahan malu

Shion melepaskan rangkulannya, "Hemm! Ini aku, kakak kelasmu" ucapnya dengan bangga

Naruto menyuruhnya berhenti bersikap seperti itu, Shion bukan lagi kakak kelasnya. Ia kuliah di Universitas yang berbeda dengan Naruto

"Lama tak jumpa" sapa balik Naruto dengan perkataan seperti itu, Shion mengangguk dengan senyum yang seakan tak mau pudar

"Kemana saja kau ini? Kemana kau pindah waktu itu?"

"Aku pindah ke Sendai, aku ada kenalan disana" balas Naruto

Mereka terus berbincang sepanjang jalan, Naruto dengan 'ogah-ogah an' menanggapi pertanyaan yang Shion tanyakan. "Saat aku berfikir aku punya hidup baru, aku ingat ada orang-orang yang aku tinggalkan disini"

"Jadi aku memutuskan untuk kembali"

"Orang orang yang kau tinggalkan? Maksudmu teman kelasmu? Teman tempatmu bekerja dulu?" Shion mencari tahu lebih dalam tentang kehidupan Naruto

"Teman kelas? Aku tidak punya teman di kelas lho. Orang tempatku bekerja, hmm aku belum mampir kesana"

"Jadi sekarang kau tinggal dimana?" tanya Shion

"Kampret nih cewek! Dia terus crewet tentang kehidupanku"

Naruto menghela nafas berat saat ingin membalas pertanyaan tersebut, "Kak Shion, kau masih ingat toko hewan yang pernah kita datangi dulu?" tanya Naruto

Shion mengangguk mantap tanpa ada keraguan. "Bisa aku minta tolong padamu?" pinta Naruto

.

.

.

"Enyahlah Kampret!"

.

.

.

"Pagi Hyuuga-san, kelas pagi?" salam Naruto yang bertemu Hinata dilorong

"E-e, Pagi juga" balas Hinata diakhiri dengan anggukan

"Naruto-kun, apa setelah ini kau kosong? Bisa kau temani aku ke toko buku?" pinta Hinata

"Heh? Bukankah aku sudah pernah menemanimu?"

"Kapan?" tanya balik Hinata

Naruto mendadak merasa dia mengalami de javu. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil cengengesan tak jelas. Ini ramalan dugaan Naruto, ia sudah banyak menemui kejadian aneh dulu, mulai dari air keran yang dinginnya seperti air es, makanan yang sering hilang dikulkas dan juga gerhana marahari yang tertutup mendung

.

.

Naruto mengiyakan ajakan Hinata, setelah kelas nanti ia akan menemani Hinata pergi ketoko buku. Dia tak paham jalan fikiran gadis itu, dulu saat SMA dia bertingkah layaknya ratu dan sekarang mungkin dia mencoba memperbaiki hubungannya dengan Naruto.

Naruto tahu dia hanya dipermainkan oleh Hinata dulu, tapi semua sudah terjadi dan Naruto tak bisa mengulangnya lagi. Ini semua terjadi karena ke-egoisan Naruto sendiri, saat dia tak ingin dirinya disakiti tetapi dia malah mendekat kesumber penyakit itu sendiri.

"Apa yang akan Shirou lakukan jika dia jadi diriku saat ini?" Naruto bergumam pada dirinya sendiri apa yang akan sahabatnya itu lakukan.

*DRRRTT* Naruto membuka ponselnya

"HOI DOBE!" panggilan yang acap ia dengar dulu

"TEME! Masih hidup kau?! Ha ha ha"

"Kemana saja kau? Kalau pergi paling tidak pamitan dulu padaku!"

"Ha ha ha, maaf maaf. Aku buru-buru waktu itu" balas Naruto dengan santainya

Percakapan yang berlangsung tak lama karena Sasuke kejar tayang dengan pekerjaanya. Tak lama dari itu Hinata datang dengan lari kecilnya, tak lupa lambaian tangan ke arah Naruto "Hoi Naruto-kun! Maaf membuatmu menunggu!"

"Lama" ucap Naruto saat Hinata sudah sampai didepannya

"Heh?! Ini berbeda dari komik yang kubaca" balas Hinata

"Saat aku datang harusnya kau bilang 'Tak apa, aku juga baru datang' begitu" sambungnya

Dengan tatapan malas Naruto, Hinata tahu kalau Naruto hanya ingin jujur. Tak apa bagi Hinata asal Naruto sudah kembali dan berada dihadapannya

"Jadi barangkat sekarang?" Naruto memandang Hinata dengan raut bertanya

Hinata membalasnya dengan anggukan kecil

Mereka berjalan beriringan, Hinata mencoba menyamakan langkah kakinya dengan langkah Naruto. Hinata melihat kedai takoyaki dipinggir jalan, seketika ia teringat kejadian yang sudah lama berlalu

"Hei Naruto-kun, apa kau ingat pernah mentraktirku takoyaki dulu?" Hinata membuka obrolan dengan membahas kenangan lama

Naruto menoleh dengan wajah keheranan, "Hmm, tentu saja. Kau masih berhutang takoyaki padaku" ucap Naruto dengan senyum lebar diakhirnya

*cyuuut* Wajah Hinata memerah, sudah lama ia tidak melihat senyuman itu

"Naruto-kun, aku... aku minta maaf soal kejadian saat itu" ucap Hinata penuh penyesalan

"Hmm, hanya itu? Kau mempunyai banyak kesalahan lho" Naruto mempertegas perkataannya

"Mulai dari kau mengejekku, lalu mencelaku, terus menganggapku seperti budak, lalu ka-.. "

"Ya ya! Aku minta maaf-maaf-maaf-maaf-maaf... " Hinata membungkukkan badannya berulang kali

Naruto tersenyum lebar melihat gadis didepannya melakukan hal konyol seperti itu dan Hinata pun jadi pusat perhatian orang yang berlalu-lalang

.

.

.

Sepulang dari toko buku, Naruto mengajak Hinata untuk mampir ke warung ramen langganannya. Naruto dan Hinata saling membicarakan hal aneh tentang zaman SMA mereka.

*TIIIIIIIITTTTTTT* suara klakson mobil yang mendengung, suara decitan ban dengan aspal yang memekakan telinga. Sontak itu membuat orang-orang menujukan perhatiaanya pada mobil yang berhenti ditengah jalan.

Terlihat jelas seorang pria yang jatuh terjerumus melindungi seorang gadis dalam dekapannya. Semua orang langsung menghampirinya, salah seseorang tengah terdengar menelfon ambulans dengan nada panik

Naruto dan Hinata mencoba mendekati juga, tapi baru beberapa langkah, Naruto berhenti dengan pandangan tak percaya. Hinata yang ada didepna segera berhenti dan menoleh apa yang Naruto lakukan

"Shirou?!" ucap Naruto tak percaya

Pria yang mendekap seorang gadis yang tak sadarkan diri itu berdiri dan memandang tangannya yang terkena darah. Saat pria itu memandang gadis yang tengah tak sadarkan diri itu, seketika ia menutup rapat mulutnya dengan telapak tangan dan segera berlari menjauh

Naruto segera berlari mengejar pria itu yang ia kenal adalah Shirou, "HOI! SHIROU! KUSUT" Naruto terus mencoba memanggilnya

Shirou terus berlari mengabaikan teriakan Naruto yang memanggil namanya, menoleh pun ia enggan untuk melihat wajah sahabatnya tersebut. Naruto kehilangannya di kerumunan, nampak Hinata yang berlari terengah-engah mengejar Naruto

"Bagaimana Naruto-kun?" tanya Hinata sambil mengambil nafas dengan cepat

Naruto berdecih kesal, "Larinya masih sama cepatnya seperti dulu" ucap Naruto

*PLUK* seseorang menepuk kecil kepala Naruto

"Dia masih keras kepala lho" ucap orang itu

"Rui-Nee!" Teriak Naruto dengan nada terkejut

/\

.

.

.

.

Naruto, Hinata, Rui sekarang berada di sebuah restaurant keluarga, mereka berbincang panjang lebar soal diri mereka, sampai pada saatnya Naruto mulai membahas penyebab Shirou menjadi seperti sekarang ini

"Aah, dia mulai seperti itu sejak Hana-chan meninggal"

Naruto memandang sendu minuman didepannya, "Padahal dia pribadi yang menyenangkan" ucap Naruto lemas

Hinata mencoba memahami isi pembicaraan sambil menikmati pesanannya, tak ada yang berubah dari Hinata soal selera makannya. "Sejak saat itu dia mulai menutup diri dikamarnya, itu yang kudengar dari Rin"

.

.

.

"Hinata? Bisa temani aku sebentar? Aku ingin menyapa Furasawa-san setelah ini" Hinata mengangguk kecil memahami perasaan Naruto saat ini

Naruto dan Hinata kemudian membeli bunga dan menuju pemakaman yang Hinata pernah datangi. "Hei Hinata, bagaimana jika aku di posisi Shirou dan kau berada posisi Furasawa-san dan mengalami kondisi yang sama seperti mereka?" tanya Naruto dengan suara serak

"Kau mendoakan aku mati?" Hinata menggembungkan pipinya sebal

Naruto memandang jauh, "Kalau aku pasti aku menyumpahi diriku sendiri ini yang tidak bisa apa-apa"

Mata Hinata melebar, mendengar ucapan Naruto seperti itu ia juga ikut menanggapi, "Kalau aku diposisi Furasawa-san, aku harap kalau aku segera bereinkaranasi dan bisa melihat Naruto-kun lagi"

Naruto tertawa mendengar hal itu, Naruto menepuk pelan kepala Hinata. Senyum lebar nan bahagianya tak lupa terpaku jelas diwajah Naruto

"Reinkaranasi itu tidak ada, bodoh" ucap Naruto sambil senyum

"Ada kok"

"Tidak ada"

"Ada"

/.

/.

/.

/.

/.

"Furasawa-san, apa kau sudah bereinkaranasi? Shirou sangat sedih lho kau tinggalkan"

"Maaf jika aku tidak bisa datang saat pemakamanmu, maafkan aku"

"Kau tahu furasawa-san, semua merindukanmu, bahkan Sasuke juga. Dia sering menggodamu, kan?!"

"Hei Furasawa-san, jika reinkarnasi itu benar-benar ada, setidaknya sapalah Shirou, aku yakin dia akan sangat senang"

Naruto dan Hinata kemudian pergi meninggalkan seikat bunga diatas makam Furasawa Hana. Setelag itu Naruto mengantar Hinata sampai depan rumahnya, "Mau mampir dulu?" Hinata menawarkan

Naruto menggeleng pelan, ia lebih memilih langsung pulang daripada bertemu dengan ayahnya Hinata. "Tidak usah, lagipula aku punya tamu dirumah, jadi... selamat malam, Hyuuga-san"

"Selamat malam juga, Naruto-kun" balas Hinata

"Padahal dia sudah memanggilku 'Hinata' tadi"

/

/

/

/

/

Naruto berjalan santai menuju rumahnya, sesekali ia menguap menahan kantuknya. Kesegala mata Naruto memandang hanya ada gedung gedung yang ada, Naruto mulai teringat gedung apartemennya dulu. Senyum kecil terpaut diwajah Naruto, ia hanya mengingat kenangan lama saat dia mulai hidup mandiri dulu

Mulai dari mencari apartemen murah, mencoba mendapatkan beasiswa, bekerja sebagai pengantar koran setiap pagi dimana orang lain masih malas-malasnya bangkit dari tidur mereka hingga dapat jaminan pemerintah apartemen gratis untuk siswa teladan yang tidak tinggal dengan orang tua mereka

Tidak punya teman curhat saat sampai dirumah, berbicara dengan langit-langit, mengucapkan salam walaupun tidak ada siapapun dirumah, sampai mendapat kucing untuk teman ngobrol itu semua pernah Naruto rasakan

*DRRRTTTT* Ponsel Naruto bergetar dan terpampang jelas nama dilayar ponselnya.

"Halo, ada apa Emi-nee?"

"Naruto-san, ada perempuan cantik yang dari tadi menunggumu dirumah"

"Hmm, bilang saja padanya untuk menunggu, aku sudah dekat dari rumah"

"Baiklah"

Naruto mempercepat jalannya, sedikit demi sedikit senyumnya melebar dan semakin lebar. Wajah penuh bahagia ia pancarkan dimalam itu. Jalaannya yang cepat berubah jadi lari, dengan penuh semangat ia berlari menyusuri jalan menuju rumahnya

Dengan cepat ia sampai di kediaman Namikaze, rumahnya. "Ada apa Tuan Muda! Apa kau dikejar orang jahat!" tanya security yang melihat Naruto terengah engah mengatur nafasnya

"Tidak paman, tenang saja. Begini begini aku jago bela diri lho"

Naruto langsung masuk kerumah, ia langsung melihat sesosok perempuan tengah duduk dengan manis dengan kucing dipangkuannya

"Anko!" teriak Naruto spontan

Kucing dipangkuan itu langsung mengangkat kepalanya dan mengeong pada Naruto, kucing itu berjalan mendekati Naruto dan memutari kaki Naruto. "Ho ho ho, kau jadi gendut sekarang. Maafkan tuanmu ini ya" ucap Naruto dengan polosnya

"Aku harus berterima kasih karena telah menjaganya sampai gendut seperti ini"

Selesai dengan reuninya dengan kucing yang ia temukan dulu, sekarang Naruto tertuju pada perempuan yang duduk dengan senyum kecilnya. "Terima kasih kak Shion telah membawanya kesini"

Shion menggeleng pelan, "Tak apa, lagi pula aku juga bisa sekalian ke toko hewan itu"

Shion memandang foto yang terletak diatas meja, "Itu. . . Ayah dan Ibumu kan?" tanya Shion memastikan

Naruto mengangguk cepat, "Itu foto lama, lihatlah senyum menyebalkan mereka" ucap Naruto dengan tawa

Shion ikut tertawa kecil mendengar ucapan Naruto, Shion berfikir kalau Naruto adalah orang yang asyik untuk diajak mengobrol, dia berbeda dari Naruto yang Shion kenal dulu waktu SMA atau Shion saja yang tidak bisa menerima Naruto.

"Tuan Muda, makan malam sudah siap" ucap salah satu pelayan

"Kalau begitu, aku pulang dulu" ucap Shion setelah mendengar itu

Naruto berdiri dan menghadang Shion, "Paling tidak ikut makan malam bersama kami, ya"

"Tapi... " Shion mencoba mengelak

"Tidak ada tapi-tapian, hora hora ruang makan disana lho" Naruto memaksa dan mendorong Shion kearah ruang makan

"Tuan Muda, saya sarankan anda mandi terlebih dahulu" saran pelayan itu lagi

Naruto menghela nafas berat, tanpa ada kata ia langsung ke kamar mandi, sementara itu Shion sudah berada di ruang makan dengan sajian mewah didepannya.

"Ada apa dengan makan malam ini?" tanya Shion pada pelayan

"Apa masih kurang Nona?"

Shion menggeritkan giginya. Siapa juga manusia yang bisa menghabiskan semua makanan ini, Naruto juga badannya segitu-gitu saja kalaupun dia menghabiskan semua makanan itu. Tak begitu lama Naruto mulai bergabung dengan yang lain diruang makan

Naruto duduk tepat disamping Shion, Naruto memandang makanan didepannya dengan pandangan berkilau-kilau. Sedangkan Shion hanya bisa tersenyum aneh melihat semua kejadian dirumah ini, "Ja, permisi" semua pelayan mulai duduk dan Shion semakin tidak bisa berfikir dengan benar

"Baiklah. . . . "

"Selamat Makan!" ucap Naruto dan yang lain serentak bersamaan

Shion tak paham apa maksud semua ini, "Hei Naruto, kenapa kau makan bersama dengan pelayanmu?"

Naruto menoleh kearah Shion, baru saja dia akan melahap makanan didepannya

"Pelayan? Mana?" tanya Naruto dengan tingkah bodoh

"Bukankah mereka semua ini pelayanmu?" Shion memperjelas ucapannya

"Bukan, mereka semua keluargaku" dengan bangganya Naruto mengucapkan hal itu

Tak ada keraguan bagi Naruto untuk mengakui pelayannya adalah keluarganya sendiri. Jelas bagi Shion untuk memahami semua yang terjadi dirumah ini

"Dimana Yamato-san?" tanya Naruto

"Dia berada di posnya, padahal sudah saya ajak kemari tapi dia menolak dengan alasan menjaga keamana"

"Ah, Anda tidak perlu khawatir, saya sudah membawakan makan malam untuknya

"Hmm, lain kali seret dia. Aku izinkan lho" Naruto dengan perintah mutlaknya membuat yang lain tersenyum

"Uzumaki Naruto, bodohnya diriku dulu yang merendahkanmu"

"Emi-nee, makan yang banyak"

"Kenapa kau memilih jadi orang seperti itu dulu?"

"Tidak tidak Naruto-san, aku bisa gendut lho"

"Dengan semua ini kau akan disegani banyak orang, apa kau mencoba membodohiku?!"

"Bukankah sekarang sudah? Ha ha ha ha"

"Kau orang yang baik"

"Kalau begitu aku pulang dulu, terima kasih akan makan malamnya" Shion membungkuk berterima kasih

"Ah biar ku antar" balas Naruto cepat

"Tidak usah, aku bisa jaga diri kok. Lagipula rumahku jauh lho" Shion tak kalah cepat membalas jawaban Naruto

Senyum aneh muncul diwajah Naruto, "Kau yakin? Kakakku seorang kepala polisi lho"

Dengan cepat rona merah mendarat di pipi Shion, wajah terkejut terpaut jelas dari Shion. Itu bukanlah pengalaman yang ingin Shion ingat, saat ia dengan susah mencoba melupakan hal itu, tapi orang berambut pirang itu mengingatkannya kembali

"Ba- baiklah kalau begitu"

.

.

"Na-Naruto, bukankah ini melanggar aturan? Ini pertama kalinya bagiku" ucap Shion ketakutan

"Hee? Hmm, te-tenang saja. selama tidak ketahuan polisi, aman-aman saja" Naruto sama saja

"Ta-tapi kau didepan dan aku dibelakang, ini memalukan jika sampai ketahuan" Shion terus saja bicara dengan nada ketakutan

"Dan ju-juga kau tidak pakai pengaman, bagaimana jika sampai kebablasan?"

"Su-sudah kau tenang saja, aku pelan-pelan agar tidak terjadi hal yang tidak kita inginkan" balas Naruto meyakinkan Shion kalau dia akan mengatasi semuanya

"Apa kau sudah tenang? Sekarang eratkan tanganmu, aku mulai" sambung Naruto, Shion mengangguk pelan menuruti apa yang Naruto katakan

Naruto memulai dengan pelan, sangat pelan agar Shion tidak terkejut. Pelan itu lama kelamaan menjadi lebih cepat, "Pe-pelan pelan, Na-Naruto"

"Ini sudah sangat pelan, biasanya aku juga langsung cepat" tanggap Naruto

"Hei, bukalah matamu. Ini tidak apa-apa"

Shion mulai membuka matanya perlahan, dan melihat wajah Naruto didepannya. Senyum yang ia jarang lihat dulu, dia dapat melihatnnya lagi dengan kedua matanya saat ini. "Tidap apa-apa kan" ucap Naruto meyakinkan

Shion mengangguk dan Naruto sedikit mempercepat kecepatannya, "Sudah segini saja, jangan cepat-cepat, bagaimana jika nanti terjadi sesuatu?!"

"Heh?... "

.

"Kalau sangat pelan, akan lama lho?"

"T-t-tak apa, selama dengamu" Shion malu-malu untuk mengataknnya

.

.

/

/

/

/

/ ▼

(·ω·) (·ω·) (·ω·) (·ω·) (·ω·) (·ω·) (·ω·) (·ω·)

"Tahu begini, ini sama saja jalan kaki, tak perlu berboncengan pakai sepeda! Sudah kau dibelakang tenang saja" Naruto menggerutu

Naruto menelusuri jalan menuju rumah Tuan Putri. Ini bukan pertama kalinya Naruto mengantar Shion kerumahnya, dulu sekali ia berpura-pura jadi adik seorang kepala polisi untuk menolong Shion, walaupun hanya gertakan saja tapi itu berhasil

Dia hanya terlalu bodoh untuk membedakan, seperti itulah Naruto yang Shion kenal. "Hei Naruto, Bagaimana kediaman Namikaze masih ada sampai sekarang? Bukannya orang tuamu... "Shion tak sanggup melanjutkan kata-katanya

Naruto berfikir mencerna pertanyaan Shion, "Hmm, Dari sekolah. Kau ingat kepala sekolah kan?" tanya Naruto

Shion mengangguk, "Dia bawahan ayahku dulu, yah walaupun dia lebih tua dari ayahku"

"Hmm, pantas saja setiap kau terlibat perkelahian dulu, pihak sekolah tidak melakukan apa-apa padamu" terka Shion apa adanya

"Aku meminta Nenek Tsunade untuk tidak ikut campur masalahku, aku meminta untuk tidak memberitahukan ke keluarga besar kalau aku sekolah disana"

Shion mengangguk pelan, "Lagipula, aku mendapat beasiswa itu sejak SMP dan juga aku juga tidak memerlukannya saat SMA"

"Kenapa?" tanya Shion sambil memiringkan kepalanya

"Untuk apa membayar sekolah yang pemiliknya adalah ayahku sendiri"

.

.

"Lalu ada juga vila di Okinawa milik ibuku yang sampai sekarang masih berjalan tanpa hambatan"

.

.

"Lalu ada kantor ayahku yang ada diluar kota"

.

.

"Lalu... "

"Cukup-cukup, aku tidak mau mendengarnya lagi"

.

.

"Heh?! Kau yang bertanya kan? Sekarang kau harus mendengarkanku sampai selesai"

/

/

/

/

/

/

/

"Sial! Kita hampir tertangkap polisi!" Naruto mengayuh sepedanya cepat

"Apa yang akan terjadi jika tertangkap?!" Shion mengencangkan pegangannya pada Naruto

Naruto mulai menceritakan pengalamannya tertangkap polisi karena berboncengan, dia mengalaminya berkali-kali dan juga dengan polisi yang sama. "Saat itu aku dan Shirou membawa sepeda pinjaman yang remnya tidak berfungsi"

"Celakanya saat pada kecepatan tinggi tiba-tiba ada polisi yang menghadang. Dengan reflekku yang menakjubkan aku segera mengerem, tapi aku lupa remnya tidak berfungsi"

"Lalu apa yang terjadi?" Shion penasaran

"Kami menabrak polisi itu"

"Kami dibina dan dimarahi habis-habisan"

Naruto merasa itu pengalaman yang menakjubkan, Naruto berterima kasih pada Shion karena telah mengambil kucingnya. Mereka akhirnya sampai pada tujuan, "Terima kasih sudah mengantarku, dan juga selamat malam"

Naruto mengangguk dan pergi begitu saja,

"Ho lihat siapa dia? Orang miskin yang mencoba mendekati sahabat kita"

Naruto langsung menoleh menatap sesosok,bukan sesosok lagi tapi dua sosok yang berdiri bersandar pada tiang lampu

"Yo, Pengecut! Kau kembali?!"

.

.

.

.

.

To Be Continued

.

. Sedikit lupa nama kucing Naruto di cerita, Anko/Aiko/Inko itu membuatku bingung
Maaf untuk penantian yang lama, Dunia nyata itu kejam
Gak Kerja gak beli kuota XD
Sekarang kuota lebih penting dari makan?
Chapter GAJE sebelumnya saya perbaiki disini
Anggap saja Chapter sebelumnya itu kayak pemain film horro Indonesia
Yang pas ketemu Setan langsung kebangun dari tidur sambil ngos-ngosan
Dimulai dari Hinata yang meminta ditemani membeli buku sampai Naruto yang memeluk Hinata
Anggap saja itu Cuma bunga tidur, kembang pasir, angin lewat, or anything else as you can imagine
Chapter kali ini selesai...masih berharap chapter selanjutnya bakal up lebih cepet, semoga.
I pray, WOW

~Chao