Haloooo mina san, Yaampun gimana kabar kalian? apakah masih ada pembaca setia author disini? mudah-mudahan masih ada ya hiks'. Pertama maafin author yang udah bahkan gak update sama sekali di FFN, kayaknya malah udah setahun Hiatus... ini baru nyempetin buka lagi, sebenernya author punya banyak draft FF Rivetra dari berbagai genre, cuma belum dilanjutin dan akhirnya terbengkalai deh... belum ada waktu luang untuk lanjutinnya, pasti lanjut sihh cuma gak tau kapan waktunya, ini aja udah vakum setahun... makin kesini real life makin minta di utamain huft... tapi walaupun begitu, mudah2an ada penulis2 lain yg ramein memerdekakan OTP Rivetra kita ini ya readers :)
inget, karena Rivetralah kita saling mengenal dan menyatukan kita disini :) . pokoknya author gak nyesel bisa tahu kalian :)
oke deh kalau gitu, kepanjangan nih curhatnya hehhe abisnya rindu berat sama kalian. okeee FF OUR CHILD UPDATE! Chek this out! selamat baca :)
.
.
.
Damn day!
Tampaknya setiap Mall tidak akan pernah sepi oleh pengunjung. Seperti salah satu dari sebagian besar pengunjungnya adalah keluarga kecil Ackerman untuk memenuhi kebutuhan bulanannya. Si Bunda tengah memilih dan memilah sayuran yang segar untuk ia masukkan pada troli. Si Bunda seorang diri disana, padahal suami dan anaknya juga ikut. Kemana mereka? Petra memang tidak salah jika sendiri, karena ia meminta si Ayah untuk mengasuh Eren yang umurnya sudah mencapai lima tahun.
Levi, si Ayah dari Eren itu tidak mengedipkan matanya sedikitpun untuk mengagumi alat-alat musik yang sepertinya model keluaran terbaru. Tapi setelah itu, kesadaran Levi mulai memudar karena ia sempat berpikir bahwa alat musik dirumahnya sudah cukup lengkap dan sempurna. Levi mendesah, "Ayo, Eren. Kita pergi ke tempat lain..." sebelah tangan Levi mengudara untuk menyentuh bahu anaknya. Tapi entah mengapa, tangan Levi tidak merasa akan kehadiran bocah itu.
"Eren..." panggil Levi mengulanginya lagi, matanya masih belum melihat bocah itu, masih mengagumi alat musik. Sampai Levi menoleh ke arah bawah dan mata hitam pekatnya nyaris saja mencuat keluar karena tidak menemukan sesosok anaknya yang baru setinggi pinggangnya, "EREN!..." si Ayah menjerit, Eren hilang!.
Levi panik setengah mati. Ia buru-buru membuka ponsel pintarnya untuk menelpon Petra. Beberapa detik kemudian Petra mengangkat telponnya. "Ada apa Lev?" tanyanya ringan.
Levi mengusap tengkuknya agar tidak terdengar panik. "Ano... apa Eren sedang bersamamu?"
Disana Petra mengedarkan pandangan kesekitarnya, "Tidak ada. Kenapa?"
"..."
"Levi, Eren sedang bersamamu, kan? Apa Eren tersesat?!" Petra mulai menebak.
Levi hanya tertawa getir, "Haha, aku hanya bercanda... kau tau prank-kan hehe... tenang saja, Eren sekarang berada disampingku..." kata Levi dusta, tidak ingin membuat istrinya ikutan khawatir dan panik. Sedangkan Petra hanya bingung dengan candaan receh Levi yang sama sekali tidak lucu.
"Baiklah kalau begitu, kalau sudah selesai belanjanya, nanti telpon aku saja ya?" sambung Levi.
"Hmm... iya..." Petra menjawab pertanyaan Levi terakhir dengan malas. Iyalah menelponmu, masa telpon suami orang... pelakor dong... batin Petra.
Levi mengelus dada ketika percakapannya dengan Petra sudah berakhir. Ia takut kebohongannya terlihat jelas. Kemudian Levi keluar dari toko musik dan mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru tempat. Sampai sudut matanya seperti melihat perawakan Eren— tubuh masih kecil, memakai sweater abu-abu, celana pendek warna coklat, dan sepatu sneaker hitam. Sedang menaiki eskalator. Levi mengejarnya, takut bocah itu tidak bisa mendaratkan kakinya dengan benar. Ia menubruk orang-orang yang sedang santai mengobrol selagi menaiki eskalator, "Minggir! Minggir!" katanya terburu-buru. Hingga salah satu orang yang Levi tubruk menumpahkan kopinya.
Levi akhirnya berhasil mendekati bocah itu dan mengangkatnya dari belakang untuk mendarat di eskalator. Ketika Levi menoleh untuk memastikan, bocah itu tersenyum dengan dua gigi ompong didepannya, "Terima kasih, Paman."
Levi hanya diam dan mendesah, "Aku bukan Pamanmu!" Ia pun memalingkan wajahnya dan menarik kakinya untuk pergi mencari Eren lagi. Setelah beberapa langkah berjalan, langkahnya kemudian terhenti karena Levi merasa ada sesuatu yang menarik celananya. Ia pun menoleh ke bawah lagi, lalu menyipitkan matanya. "Kau lagi bocah ompong... aku sudah bilang, aku bukan Pamanmu!"
"Aku tersesat, antarkan aku bertemu orang tuaku..." bocah itu menekuk mulutnya hampir menangis.
"Dengar bocah ompong, aku juga sedang mencari anakku yang hilang tahu tidak?"
Bocah itu menggeleng, "Tidak..."
Levi menepuk keningnya sambil menggeleng pelan. Dengan perasaan jengkel akhirnya ia mengantarkan bocah ompong itu menuju pusat informasi sekaligus mengumumkan tentang Eren.
Sampai dipusat informasi, ternyata orang tua bocah ompong itu sudah menunggunya dan mereka pulang. Bukannya aku ditolong, malah aku yang menolong orang. Untung saja Eren anak kandung, kalau bukan, mungkin aku akan membiarkannya hilang, batin Levi.
Lelaki Ackerman itu akhirnya meminta tolong pada petugas informasi untuk mengumumkan kehilangan anak. Saat si petugas informasi itu baru mau mengumumkan, Levi menarik microphone-nya tidak sabaran. "Di cari anak hilang, tinggi badan setinggi kaki orang dewasa, memakai sweater abu-abu, celana coklat, dan sneaker hitam. Namanya Eren Ackerman. Ditunggu dipusat informasi sekian. Oh ya satu lagi, Eren cepat kembali atau Ayah tidak akan memberimu uang jajan. Dari Ayahmu, Levi Ackerman."
Si petugas informasi itu hanya melongo atas perilaku Levi. Baru kali ini mereka menemukan jenis makhluk hidup seperti itu. Sedangkan Petra tidak mendengarkan pengumuman anak hilang, ia keasyikan belanja bulanan. Butuh sekitar 15 menit, kemudian ada petugas membawa manusia kecil yang selama ini ia cari, yaitu Eren Ackerman.
Si Ayah langsung bangkit dari duduknya dan mendekati Eren. "Eren, dari mana saja kau nak?" wajah Levi benar-benar khawatir. Sedangkan Eren memasang wajah tidak berdosa sama sekali.
"Kalau kau di culik orang bagaimana? Untuk diambil organnya, kemudian mayatmu dibuang begitu saja di sungai. Kau tahu betapa khawatirnya Ayah, apalagi Bundamu yang mengandung dan melahirkanmu..."
Akhirnya mata hijau Eren berkaca-kaca kemudian menangis. Levi hanya menghela napas berat lalu mengusap air mata Eren yang bercucuran. "Sudah jangan menangis, ayah memaafkanmu. Lain kali jangan diulangi lagi..."
Eren mengangguk dan menyusut ingus. Akhirnya kini Levi lega semuanya baik-baik saja. Sebelum pergi, ayah anak satu itu berterima kasih pada petugas. Kemudian menuntun anak itu pergi bersamanya untuk bertemu Petra.
Ada hal yang mengejutkan lagi setelah bertemu Petra. Levi terkejut karena Petra belanja sampai 15 kantong plastik. Ia tersenyum getir, mungkin ia akan memastikan ATM-nya tidak limit. Petra hanya tersenyum riang lalu menaikan sebelah alisnya saat melihat mata sembab Eren. Ia mensejajarkan tubuhnya dengan Eren, "Eren kau kenapa nak?"
Eren mengangkat kepala menuju Ayahnya. Levi menggeleng pelan agar Eren tidak bercerita kejadian tadi. Lalu Levi bersuara, "Elen tadi menangis karena tersandung..."
Petra terkejut dan memeriksa beberapa bagian tubuh Eren untuk memastikan kalau anaknya baik-baik saja. "Tidak ada yang luka 'kan, Eren?"
Eren menggeleng, "Elen tidak apa-apa Bunda..."
Petra tersenyum tenang, "Baguslah kalau begitu, sekarang kita pulang..."
0o0
Senin adalah hari paling menyebalkan bagi semua orang karena hari itu merupakan hari yang paling sibuk setelah hari minggu untuk berlibur. Tidak seperti orang kebanyakan, Levi Ackerman memilih lari pagi untuk mengisi kekosongan jadwal mengajarnya di kampus. Ia benar-benar menikmati paginya sebelum Petra memintanya agar pulang cepat ke rumah melalui panggilan telpon.
Sampai di rumah, Levi mengusap keringatnya dengan sehelai handuk. Kaos dalam putih yang dikenakan oleh Levi begitu basah hingga otot perutnya terlihat menggiurkan bagi kaum hawa. Petra sendiri tak kuasa ingin menyentuh otot-otot itu, namun ia tahu, ia sedang sibuk untuk memakaikan Eren baju sekolah. Ya hari senin ini adalah hari perdana Eren masuk sekolah TK.
"Ngomong-ngomong, ada apa memintaku untuk pulang cepat?" kata Levi pada Petra setelah meminum tegukan pertama teh paginya dan masih sambil berusaha mengeringkan keringatnya.
"Antar aku dan Eren ke sekolah ya, kita sudah sangat kesiangan..." kata Petra cepat. "Dan juga hari ini adalah hari perdana Eren masuk sekolah, jadi first impression itu penting, Eren tidak boleh terlambat..."
"Tapi aku belum mandi, ganti baju, dan memanaskan mobil..." Levi mencela.
"Tidak perlu mandi, dan aku sudah memanaskan mobil..." Lalu Petra melemparkan kunci mobilnya pada Levi. Nyaris saja tehnya tumpah untuk menangkap kunci mobil yang dilemparkan oleh Petra. Kemudian Levi masih santai menyesap tehnya lagi.
"Cepat Levi Ackerman!" kata Petra dengan nada kesal.
"Iya, Iya, cerewet..." kata Levi pelan nyaris seperti berbisik.
"Apa kau bilang?!"
"Tidak ada, kau sangat cantik hari ini..."
"Kau selalu bilang begitu kalau sedang merayuku saat aku marah..."
"..." tidak ada balasan dari ucapan Petra, namun Levi malah menutup mata Eren yang sedang berdiri disamping Bundanya. Kemudian sebelah tangan lain Levi menarik kepala Petra mendekat dan mencium bibir istrinya cepat. "Ayo, aku antar kalian..."
Sebuah morning kiss yang Levi berikan berhasil membuat Petra beku sepeti patung. "Le, Levi... tapi Eren tidak melihatnya, kan?" teriaknya ketika Levi sudah berjalan menuju garasi.
"Tidak, tadi sudah ku tutup matanya sebelum aku menciu—"
"Su, sudah jangan katakan...!" kata Petra tegang memotong ucapan Levi. Ia tidak mau hubungan intimnya terlalu transparan dihadapan anaknya yang masih kecil. Ia takut akan mempengaruhi psikoginya nanti.
.
.
.
Nyaris saja Eren terlambat masuk sekolah perdananya. Ia datang lima menit lebih cepat dari bel sekolah. Ia nampak cepat akrab dengan teman barunya saat di kelas. "Kalau begitu, aku pulang duluan." Kata Levi pada Petra.
"Sebentar..." Petra mengangkat sebelah tangan ketika ada panggilan telpon untuknya.
Levi melihat wajah Petra yang nampak khawatir saat menerima panggilan telpon. Ia penasaran dengan siapa Petra berbicara. Kemudian Levi mengusap bahu Petra saat panggilan telponnya berakhir, "Ada apa Petra, katakan padaku."
Petra mendongak bertemu dengan iris raven suaminya. "Lev, aku harus pergi sekarang... ayahku sakit..." katanya dengan lemah.
"Bagaimana kalau kita kesana dan Eren izin dari sekolah, hn?"
"Tidak perlu Lev, aku tidak ingin sekolah Eren terganggu, lagipula hari ini adalah hari perdana Eren masuk sekolah... kau jaga Eren saja selagi aku pergi ya?" Levi mendengar nada memohon disana.
"Dengan seperti ini?" Levi menunjuk dirinya yang masih memakai kostum lari pagi dan yang lebih penting, ia belum mandi.
"Tidak apa-apa." Petra meyakinkan Levi.
"T-Tapi Pet?"
Petra mengangkat sebelah alis, "Jangan panggil aku Pet, atau aku tidak akan memasak seminggu dan tidak memberi jatah malammu..."
Levi memutar bola matanya, "Baiklah, maafkan aku..."
Kemudian Petra pergi. Meninggalkan Levi yang berantakan dan Eren yang cengeng ketika ditinggalkan bundanya.
Jujur saja Levi enggan menunggu Eren dengan keadaan seperti ini. Ini bukan gayanya sama sekali, belum mandi dan di sekolah! Ini memalukan sekali baginya. Bagaimana kalau ia bau? Ahh ia akan loncat ke jalanan kalau ia sampai bau badan.
Seseorang tiba-tiba menyahut, "Nanaba, apa kau mencium bau aneh disekitar sini?"
Mata sipit Levi melotot mendengarnya. Seseorang mengatakan tentang bau badan. Seolah-olah itu sindiran telak untuknya. Levi pura-pura tenang dan ia juga merasa tidak punya keturunan bau ketek kalau sedang berkeringat.
"Baunya menyengat sekali, seperti bau busuk!"
Lagi-lagi ucapan orang yang sedang berdiri disampingnya membuat Levi merasa tidak percaya diri dengan tidak punya riwayat bau ketek dan bau keringat menyengat. Sampai ia memastikannya sendiri. Levi mengendus ketek kiri kanannya bergantian. Aku tidak bau ketek kok batin Levi.
Tiba-tiba saja suara bocah menyudutkan dirinya, "Chacha tau, chacha tau! Yang bau itu om Levi, belum mandi..." katanya ringan tanpa dosa sama sekali sambil menunjuk. Dan orang-orang yang sedang menunggu anaknya pun sontak melihat kearahnya.
Levi nyaris berlari meloncat kejalanan untuk menabrakkan diri pada mobil yang melintas. Suara yang sangat Levi kenali nada suaranya, pemilik suara yang pernah Levi tulis namanya di buku death note-nya. Sasha Smith. Kalau saja bocah itu bukan anak temannya, mungkin anak itu sudah Levi bungkus dengan karung, memukulinya, dan membuangnya di sumur tua. Biar menjadi teman Sadako sekalian.
Yah Levi baru ingat kalau Eren satu sekolah dengan Sasha. Padahal Levi sudah beberapa kali melarang Eren agar tidak satu sekolah dengan Sasha, tapi Eren menangis seharian ingin bersekolah di sekolah yang sama. Akhirnya Levi mengalah dan membiarkan mereka satu sekolah.
"Eh bocah monster kentang! Sedang apa kau diluar kelas?" Levi mencoba mengalihkan situasi yang membuatnya canggung ini.
"Chacha habis pipis... dan liat om deh... kok om belum mandi?"
Sudah cukup membicarakan tentang belum mandi dan bau badannya batin Levi. Nyatanya ia tidak bau sama sekali. "Dengar bocah monster kentang... om sedang buru-buru tadi, sekarang pergi dari hadapan om! Atau om akan mengirimmu ke panti asuhan di ujung kota Tokyo, mengerti..."
"Iya om chacha mengerti..." kemudian Sasha lari terbirit-birit menuju kelasnya sambil berteriak, "Chacha gak mau masuk panti asuhan...!"
Levi sebenarnya masih memiliki dendam dengan orang yang seolah-olah menyindirnya tadi. Ia memberanikan diri untuk menoleh siapa dia sebenarnya. Perawakannya mirip Erwin—badan tinggi, mata biru, dan berambut pirang. Hanya saja rambut depannya agak gondrong dan membelah seperti huruf V terbalik. Namanya Mike Zacharius. Levi baru tahu namanya ketika seorang guru memanggilnya karena anaknya yang bernama Armin mengompol didalam kelas.
Levi terkikik geli dalam hatinya. Ternyata Armin yang menurutnya seperti minion, karena rambutnya pirang dan memakai kacamata. Tak lebih baik dibandingkan Eren, karena setidaknya Eren tidak akan mengompol di kelas. Lamunannya berakhir ketika bel istirahat menyeru. Waktunya makan siang untuk anak-anak sekolah.
Untuk anak baru, pihak sekolah memberikan kebebasan untuk makan siang bersama orang tuanya. Sampai ketika Eren keluar kelas membawa bento dan mendapati Ayahnya, bukan Bundanya. "Ayah, Bunda mana?" katanya dengan nada berat.
"Bunda sedang pergi ke rumah kakek, kakek sedang sakit."
"Gak mau, Elen mau Bunda..." katanya dengan mata berkaca-kaca hendak menangis seketika.
"Tapi 'kan ada ayah yang menggantikan Bundamu dulu. Ayo sekarang makan siang..."
"Gak mau! Pokoknya Elen mau Bunda sekalang!" Eren menjerit dengan mata memerah lalu menangis sambil menjatuhkan bentonya. Levi menghela nafas berat dan mencoba mengambil bento yang Eren jatuhkan. Ketika bentonya sudah ia pegang, sekarang giliran Eren menjatuhkan diri duduk di atas lantai. Astaga bocah satu ini batin Levi.
"Eren cepat berdiri, jangan buat ayah malu..." kemudian Levi menuntun Eren untuk berdiri. Sayangnya Eren tidak mau ikut berdiri.
Butuh tenaga extra untuk menarik Eren berdiri, "Ayolah Eren, kau semakin berat. Kau jangan seperti ini..."
"Gak mau, Elen mau Bunda..." tangisannya semakin menjadi-jadi.
Pada akhirnya Levi mengangkat dan menggendong Eren dan meminta izin pada pihak sekolah untuk pulang lebih awal. Di sepanjang perjalanan menuju mobil, Eren terus memberontak minta dilepaskan. Levi semakin mempererat gendongannya, jika sampai Eren turun, dia pasti akan mengamuk di atas tanah. Ah dasar anak-anak. Sampai ketika kaki Eren tak sengaja menendang 'Anu' Ayahnya.
Mata sipit Levi membulat sambil menahan rasa sakit diantara selangkangannya dengan menahan napas, "Eren kalau begini caranya, Ayah tidak bisa memberimu adik..." katanya gemetaran kesakitan sampai ulu hati.
"Elen gak mau punya adik!" katanya masih menangis sambil menjerit.
Pun Levi tidak mau kalah, "Ayah akan membuatkanmu adik yang banyak!" dan Eren pun mengamuk.
Setelah mengalami peperangan kecil yang menguras jiwa dan tenaga. Akhirnya Levi dan Eren sampai di rumah. Levi membaringkan Eren di kasurnya, karena ia kehabisan energi setelah mengamuk tadi, bocah itu pun tertidur. Levi menghela napas, "Ini lebih baik..." akhirnya Levi bisa mandi sepuasnya setelah seharian ini ia dihina bau badan.
Di kamar mandi Levi mengisi bath ub penuh. Tiba-tiba ia teringat si keluarga Banana aka Mike Zacharius, karena menurutnya mereka adalah keluarga pirang seperti pisang. Seketika wajahnya mengerut kesal dan menyelupkan kepalanya ke dalam bath ub yang berisi air dan berteriak, "KUSO BAKA YAROOO BANANAAAAAAAAAAAAAAA"
.
.
.
Setelah Levi menyelesaikan acara mandinya yang penuh dengan kedendaman. Ia pun menonton tv, tapi tidak minat sama sekali untuk menontonnya. Ia berpikir hari ini adalah hari sialnya, kemudian ia menyahut pelan, "Apa ini kutukan dari Petra, ya? Karena waktu itu aku tidak memakainya." Pikirnya tiba-tiba.
Levi kemudian kembali mengingat moment beberapa tahun yang lalu. Saat itu Petra sedang mengandung Eren yang baru berumur 24 minggu atau setara dengan enam bulan. Petra mengidam sesuatu yang sangat berbeda. Ia baru saja datang dari luar dan meminta Levi untuk membuka kotak yang ia bawa tadi.
"Apa ini?" kata Levi dengan nada penasaran dengan kotak ukuran sedang ditangannya.
Petra tersenyum tenang sambil mengelus perutnya yang sedikit membesar dengan sebelah tangannya. "Aku ingin kau memakainya..."
Levi mengangkat sebelah alisnya. Ia memang mudah penasaran kemudian membuka kotaknya. Ia masih belum sadar apa isinya, yang ia lihat hanya kain berwarna hitam dan putih. Kesadarannya mulai berkumpul ketika ia menemukan sebuah bando. "M-Maid? Baju maid?!" kata Levi keras dan tidak percaya, nyaris saja kotak itu ia jatuhkan.
Petra menatap Levi sambil tersenyum. "Iya dan aku ingin kau memakainya demi dedek bayi..." Petra mengelus perutnya lagi.
"Dengar Petra, tidak mungkin aku memakai baju maid, aku ini laki-laki kau tau..." Levi berusaha meyakinkan Petra.
"Tapi ini 'kan keinginan bayi kita, bagaimana kalau aku sampai keguguran?" Petra masih kekeh dengan pendiriannya.
Dengan enteng Levi menjawab, "Kau tidak mungkin sampai keguguran hanya karena aku tidak memakai baju maid, lagi pula kita bisa buat anak lagi..."
Akibatnya Levi mendapatkan lemparan bantal sofa tepat diwajahnya.
Begitulah. Kenangan getir yang Levi alami beberapa tahun yang lalu. Apa ini ada kaitannya dengan hari sialnya tadi, bahkan hari ini belum benar-benar berakhir. Bisa jadi waktu-waktu sial bisa saja datang kembali.
Levi baru akan memakan ramen yang ia buat tadi ketika bunyi gemerisik langkah kaki mendekatinya. Ia menghela napas. Siapa lagi kalau bukan Eren. Kemudian Levi menoleh dan mendapati Eren dengan wajah yang sudah bercucuran air mata. Demi kesembilan Titan, Levi heran mengapa anak laki-lakinya begitu cengeng...
"Kenapa kau menangis, nak? Eren lapar?" kata Levi mencoba mencari tahu alasan mengapa bocah itu menangis sampai berceceran ingus.
Eren menggeleng. Levi berusaha menebak, "Eren ngompol?" tanyanya lagi.
Kemudian Eren mengangguk sambil menyusut ingus. Dan Levi hanya bisa menepuk jidatnya.
Dengan sebelah tangan Levi menyentuh bahu Eren, "Kau bisa membersihkan dirimu sendiri, kan?" kalimat itu yang akan Levi katakan tadinya sebelum menyadari kalau suhu tubuh Eren naik.
"Eren, kau demam, nak?" Levi memeriksa kening Eren. Tanpa menunggu jawaban anaknya, Levi sebagai orang tua tahu akan hal itu. Dengan buru-buru Levi membersihkan Eren karena ompolnya dan segera membaringkan Eren di kamar pribadinya dengan Petra.
Levi kemudian mencari kontak Petra untuk dihubungi, namun tanpa diduga Petra menelepon terlebih dulu. Dengan cepat Levi menerima panggilan dari istrinya dan mengatakan kalau Eren sedang sakit.
"Benarkah? Pantas saja hatiku cemas, ternyata anakku sakit..." kata Petra khawatir di ujung sana.
"Yah, naluri seorang ibu memang tidak salah..." Levi menambahkan.
"Jadi Lev, apa Eren sudah dikompres?"
Levi menggeleng. "Belum, aku baru saja mau meneleponmu untuk menanyakan dimana kau menyimpan kompres instan demam yang biasa kau berikan untuk Eren kalau sedang sakit"
"Maaf aku lupa untuk memberitahumu. Kompresnya ada di laci meja kamar Eren, laci paling bawah"
Kemudian Levi segera mengambil kompres yang diberitahukan oleh Petra dan menempelkannya pada kening Eren.
"Bagaimana Lev, Eren sudah di beri kompres?" Tanya Petra tidak sabaran.
"Hn, Sudah, kau tenang saja Petra..."
"Syukurlah kalau begitu, o iya Lev..."
"Apa?"
Butuh 10 detik untuk Petra bicara, "Levi, Aku rindu..." Petra mengaku
"Jangan, berat, kamu tidak akan kuat, biar aku saja" kata Levi sambil tersenyum lebar
Petra tersenyum tersipu malu atas ucapan Levi di seberang sana.
"Ngomong-ngomong kapan kau akan pulang ke rumah? Apa ayahmu sudah baikkan?" tanya Levi lagi.
"Besok aku akan pulang ke rumah. Ya, Ayah sudah baikkan."
"Syukurlah kalau begitu, besok aku akan menjemputmu di stasiun"
Petra tersenyum, "Baiklah kalau begitu, sampai jumpa Ayah dari anakku"
"Hn, sampai jumpa juga Petra,... sayang." Levi buru-buru mematikan ponselnya gara-gara tidak kuat menahan malu atas ucapannya sendiri yang terakhir. Mengapa ia menambahkan kata sayang, padahal itu bukan gayanya sama sekali.
Tiba-tiba Levi merasa tangannya di sentuh, dan Levi pun menoleh. Ia melihat Eren sedang menyentuh tangannya, "Ayah, kenapa wajah Ayah merah?"
Rasanya Levi ingin memakai helm untuk menyembunyikan rasa malunya yang kedua kali, "Kau tidak perlu tahu, kau akan mengerti jika sudah besar nanti."
yeayyyy! akhirnya di update juga hehhe...
ini yang request Eren sakit, tapi maaf ya cuma segitu doang, tadinya mau yg lebih panjang lagi, tapi enggak tau kapan lg dilanjutin ngetik, daripada nunggu lama lagi hehe ini aja udah setahun kyknya. entah tulisannya masih enak dibaca apa engga ya...
oiya minta saran dari kalian, klo misalnya Eren punya adik setuju apa gak? trus klo setuju kira2 adik Eren, laki2 atau perempuan? satu lagi, trus namanya kira2 siapa? dan karakternya OC apa masih karakter yang di SnK? tapi nanti hasil akhir tetep author yang nentuin, yahh mungkin readers mau ngasih saran gitu kan...
hmm ydh kalau gitu, semoga humornya masih kerasa ya readers, seperti biasa jangan lupa meninggalkan jejak dan REVIEW, biar authornya semangat balik lagi untuk nulis ya, bye bye LOVE YOU :*
see you in the next drable fic
salam hangat
Tateishi Nachika^
