SUPPOSED


••EPILOGUE••


Baekhyun sudah sangat terbiasa dihadapkan pada segudang kesibukan di pagi hari.

Pukul 06:15

Adalah jam-jam kritis di mana ia harus lebih cekatan membagi fokusnya pada beberapa pekerjaan rumah yang sudah menjadi rutinitas hariannya sebelum berangkat ke kantor.

Wanita itu masih bergulat dengan spatula dan omelet di dalam pan sambil sesekali membenarkan letak apron yang sialnya terpasang tidak cukup rapi di tubuhnya.

Setelah mengecilkan nyala api, Baekhyun kembali ke ruang keluarga hanya untuk mematikan mesin penghisap debu dan merapikan beberapa majalah yang berserakan di atas meja sofa.

"Sayang, apa kau sudah selesai berpakaian? Cepatlah, nanti terlambat!"

Sesaat setelah mengatakan itu, sosok bocah laki-laki keluar dari kamar lengkap dengan seragam sekolah dasar yang sudah tersemat di tubuhnya.

Baekhyun terkekeh pelan melihat Jesper, meski ada rasa bangga karena putranya itu selalu berusaha belajar mandiri termasuk memakai seragam sekolahnya sendiri -dengan alasan sudah besar- namun nyatanya Jesper masih belum cukup handal dalam hal itu.

Baekhyun berjalan mendekat sebelum kemudian berlutut di depan Jesper dan membenarkan seragam sekolahnya yang semula terlihat tidak terpakai cukup rapi.

"Kau sudah mengemas alat tulismu?"

Jesper mengangguk.

"Bagus, bergegaslah. Sarapannya hampir siap." Tukas Baekhyun sesaat setelah mengelus rambut putranya.

Tanpa bersuara, Jesper kembali ke dalam kamar untuk mengambil tas, sementara Baekhyun kembali ke dapur untuk mematikan kompor dan menyiapkan sarapan untuk putranya.

Wanita itu nyaris bernapas lega sesaat setelah menata omelet di atas piring jika saja suara tangisan nyaring yang anehnya terdengar begitu menyenangkan itu tidak lebih dulu menyapa indera pendengarannya.

Oh, rupanya putri kecilnya sudah bangun.

Melepas apron, Baekhyun bergegas menuju kamar hanya untuk mendapati Jesper tengah menepuk pelan tangan bayi perempuan yang terbaring di atas ranjang, bermaksud menenangkan agar tangisnya mereda.

"Sstt.. Oppa di sini, jangan menangis Jihyunnie.."

Lantas senyum kecil terulas di bibir Baekhyun. Ia duduk di pinggiran ranjang sebelum kemudian merengkuh sosok mungil berusia satu tahun itu ke dalam pangkuannya.

Tangis si kecil seketika mereda sesaat setelah berada dalam dekapan hangat sang ibu.

Tangan Baekhyun dengan lembut mengelus punggung sempit Jihyun seraya menghujani pipi tembamnya dengan kecupan.

"Mommy mau memandikan adikmu dulu, sementara itu pergilah sarapan, sudah Mommy siapkan di atas meja." Tukasnya pelan pada Jesper.

Bocah itu mengangguk lantas melangkah keluar dari kamar ibunya.

Senyum Baekhyun masih terulas, sementara tangannya masih mendekap erat Jihyun yang terkulai nyaman di bahunya.

Lagi-lagi rasa syukur ia rapalkan dalam hati.

Baginya, putri kecilnya itu adalah hal berharga lain yang Tuhan berikan kepadanya. Suara tangis Jihyun yang kerap menghiasi seisi rumah, melahirkan kehangatan selama satu tahun ini seolah merenggut semua masa-masa sulit saat mengandungnya.

Hal yang membuat Baekhyun semakin yakin bahwa di balik setiap kesulitan akan selalu ada kebahagiaan yang menanti.

Dan sosok lucu dalam dekapannya saat ini adalah salah satu kebahagiaan itu.

"Nanti Samchon yang menjemputmu. Ingat! Saat Mommy pergi jangan menyusahkan dia." Tukas Baekhyun pada Jesper yang duduk di kursi belakang sesaat setelah menghentikan mobil di depan gerbang sekolah putranya itu.

"Aku mengerti." Sahut Jesper seadanya sebelum kemudian mendorong pintu mobil dan bergegas memasuki pelataran sekolah.

Baekhyun menatap punggung Jesper dengan lirih. "Sampai kapan kau akan marah pada Mommy, nak?" Tukasnya pelan hingga sosok Jesper tak terlihat lagi oleh atensi.

Wanita itu mencengkram kemudi dengan tangan bergetar.

Dua tahun berlalu, dan selama itu pula Baekhyun menjadi pihak yang Jesper tuduh telah memisahkan dia dengan ayah kandungnya.

Hati Baekhyun akan selalu tercubit ketika mengingat fakta bahwa Jesper telah banyak berubah. Putranya bukanlah lagi sosok ceria yang kerap menghangatkan suasana dengan suara tawanya, kini Jesper adalah sosok yang dingin, lebih banyak diam dan bahkan seolah melupakan peran Baekhyun sebagai ibunya dengan tidak meminta bantuan oleh hal-hal biasa seperti ketika mempunyai tugas sekolah, dia bukan lagi Jesper yang akan merengek meminta sesuatu, bahkan bukan lagi sosok mungil yang kerap mendekapnya erat pada tengah malam karena mimpi buruk.

Dan Baekhyun paham betul itu adalah sebentuk reaksi keras yang Jesper tunjukkan atas kemarahannya terhadap Baekhyun.

Tak bisakah kau memahami kesulitan yang Mommy rasakan juga?

Baekhyun masih bergulat dengan pikirannya ketika suara tawa kecil yang berasal dari tempat duduk di sampingnya terdengar. Wanita itu menoleh hanya untuk mendapati Jihyun yang semula ia dudukkan pada baby car seat tengah menatap kearahnya dengan tawa kecil yang tersembunyi di balik dot kecil.

Baekhyun menggeleng pelan sesaat setelah mengamati wajah Jihyun, terutama mata bulat yang sulit ia bantah begitu mirip dengan seseorang.

"Oh, Mommy sudah terlambat, sayang." Tukasnya pada Jihyun seraya menggerakkan jari telunjuk ke kanan dan kiri, sebuah isyarat penolakan ketika putrinya itu mengangkat kedua tangan dengan gestur meronta, meminta digendong.

Setelahnya, Baekhyun kembali menyalakan mesin mobil dan mengendarainya menuju kantor.

Baekhyun menutup pintu mobil sesaat setelah menggendong Jihyun. Ia mulai berjalan menyapu area parkir sebelum kemudian memasuki gedung kantor tempat di mana segala kesibukannya menanti.

Dengan Jihyun yang terkulai di bahunya, wanita itu melangkah di lobi sambil sesekali membalas sapa beberapa staf karyawan yang berpapasan.

Dan ternyata memang benar, waktu mempunyai cara tersendiri untuk memperbaiki keadaan. Jika pada awalnya Baekhyun kerap mendapat tatapan yang kurang menyenangkan dari mereka terkait statusnya yang tak bersuami namun melahirkan seorang anak, namun kini mereka seolah sudah terbiasa dan menerima. Prestasi luar biasa yang Baekhyun capai sedikit banyak membantu membungkam mulut mereka yang kerap bergosip atau bahkan mengeluhkan tindakannya yang selalu membawa Jihyun saat bekerja.

Meski sebenarnya Baekhyun tidak peduli dengan cemoohan orang lain, dia dirancang untuk mempunyai mental kuat. Terlebih ini bukan kali pertama ia mendapati dirinya digunjing oleh orang lain. Ya. Karena Baekhyun masih mengingat betul betapa sulitnya membesarkan Jesper tanpa seorang ayah.

"Eonni, Sajangnim menyuruhmu ke ruangannya." Tukas salah satu rekan kerja Baekhyun yang ia ketahui menempati jabatan sedikit di bawahnya.

"Baiklah." Sahut Baekhyun yang lalu mengurungkan niat yang semula akan memasuki ruang kerjanya lantas memutar balik menuju ruang kerja Junmyeon.

Mengetuk pintu, lantas masuk setelah mendapatkan izin. Dilihatnya Yixing sudah ada di sana. "Oh, jangan lagi!" Tukasnya setelah menyerahkan Jihyun pada Junmyeon dengan hati-hati. "Oppa, bukankah kita sudah membahas ini?" Tanya Baekhyun sesaat setelah mendaratkan bokongnya pada permukaan lembut sofa tamu.

Seperti kemarin, ia dan Yixing kembali dipanggil ke ruangan Junmyeon. Padahal seingatnya kemarin mereka bahkan melewatkan makan siang demi membahas satu tender yang sama. Yang Junmyeon gadang-gadang klien mereka kali ini bukanlah orang sembarangan.

"Aku tahu, B. Hanya saja, sebelum kalian berangkat aku ingin mengingatkan kembali." Sahut Junmyeon yang tengah sibuk mengecupi pipi tembam Jihyun.

"Kita paham betul apa yang harus kita lakukan, Sajangnim." Tukas Yixing dengan sorot datar. "Lagipula orang kaya macam apa yang membuat kita kembali dipertemukan setelah dua puluh empat jam dalam ruangan yang sama dengan topik yang sama?! Bukankah dia terlalu sombong untuk mengirim utusannya kemari dan malah menyuruh kita untuk datang menemuinya?" Lanjutnya terdengar geram di akhir kalimat.

"Biar ku beritahu, orang-orang kaya selalu mempunyai alasan untuk apapun. Terlebih klien kita kali ini. Beliau berbeda, rumornya dia tidak akan mentolerir kesalahan sedikit pun. Dan maaf, aku mengatakan ini bukan karena meragukan kemampuan kalian."

"Oh, sekarang aku mengerti kenapa beliau bahkan rela menanggung seluruh akomodasi kita selama di pulau Jeju nanti." Tukas Baekhyun seraya menggeleng-gelangkan kepala.

"Walaupun dia kaya, bukankah menghemat itu perlu?" Yixing kembali berceletuk.

"Hei, kalian adalah desainer kenamaan yang kerap mengikuti pagelaran pekan busana! Nama kalian terkenal sampai ke berbagai negara asia. Jadi wajar jika setiap orang ingin terlihat memukau dengan busana hasil rancangan kalian berdua. Tidak terkecuali klien kita yang satu ini. Seharusnya kalian merasa bangga, beliau adalah salah satu pengusaha yang sukses memimpin berbagai sektor industri di Jepang hanya dalam kurun waktu dua tahun saja!"

"Ya, tapi Sajangnim terdengar berlebihan jika menyebut ini suatu tender besar. Padahal aku dan Baekhyun yakin sekali kita hanya akan merancang satu stel tuxedo untuk seorang pria tua tambun dan berkumis tebal."

"Sebuah tuxedo buatan tangan berbahan dan berkualitas terbaik yang sebelumnya selain putra dari Presiden kita tercinta, tidak ada lagi yang mampu memesan stelan formal semahal dan semewah itu." Junmyeon meralat ucapan Yixing. "Kabarnya, nanti hasil rancangan kalian akan beliau kenakan pada acara pembukaan kantor cabang terbaru di Jeju yang menurut informasi, anak perusahaan itu akan di pimpin oleh putra beliau yang selama ini menetap di Amerika."

"Darimana Oppa tahu semua itu?" Baekhyun mengernyit ragu, bukan tanpa alasan karena terkadang infromasi yang Junmyeon berikan tidak selalu akurat dan berlebihan.

Junmyeon mengangkat bahu, "Kau tahu aku handal dalam hal mengorek kehidupan seseorang."

"Bukankah Sajangnim terdengar seperti seorang penjahat?" Beo Yixing.

"Hei, kau mengatai tunanganmu ini seorang penjahat?" Protes Junmyeon.

"Kalimatmu membuatnya terdengar seperti itu!" Balas Yixing tak mau kalah.

Sementara Baekhyun kembali menggeleng-gelengkan kepalanya, maklum.

"Oh ya, jadwal penerbangan kalian sudah ditentukan pukul sepuluh pagi ini. Kalian bisa beristirahat di hotel yang sudah disediakan sebelum menemui klien kita siang harinya." Junmyeon kembali menukas sesaat setelah acara berdebatnya dengan Yixing selesai. "Kau tidak perlu mencemaskan Jesper dan Jihyun, B. Mungkin Omma sudah sampai di Korea saat ini." Lanjutnya seraya melirik jam tangan, lantas meraih gagang telepon. Memerintahkan seseorang di seberang sana untuk menjemput Heechul di bandara.

Baekhyun mengangguk lantas meraih ponsel di saku mantel setelah merasakan getar, tanda sebuah pesan masuk.

From: Sehun

Aku mempunyai jadwal meeting di luar pagi ini, dan kebetulan melewati kantormu. Mau minum kopi bersama?

"Bagaimana kabar Jesper dan Jihyun?" Lelaki putih pucat berstelan jas biru halus dan sedari tadi menjadi objek penglihatan beberapa pasang mata yang tertarik itu memulai percakapan sesaat setelah menyesap kopinya.

Baekhyun mengulurkan tangan, lalu menepuk bahu sehun berkali-kali ketika ada sedikit debu yang bernaung di sana. Membersihkannya. "Mereka baik." Sahutnya lalu ikut menyesap kopi.

Sehun mengernyit mendengar nada lesu yang keluar dari mulut Baekhyun. Lantas menatapnya lekat, menuntut penjelasan.

Baekhyun mendengus pelan, seharusnya ia ingat lelaki tampan di sampingnya saat ini memiliki tingkat kepekaan yang begitu tinggi. "Aku harus meninggalkan mereka selama beberapa hari. Ada pekerjaan yang harus ku selesaikan di pulau Jeju."

Baekhyun rasa wajar saja ia mengeluh, bukan pada pekerjaan yang menanti, melainkan nuraninya sebagai seorang ibu terlalu berat meninggalkan kedua buah hatinya sejauh itu. Meski untuk pekerjaan sekalipun.

"Eat you up!" Celetuk Sehun terdengar puas.

Baekhyun menatapnya dengan pandangan tak terima.

"Oh, berhenti menatapku seperti itu, nyonya Byun. Keluhanmu itu tidak akan pernah ada, jika kau tidak menolak perasaanku, dulu. Aku belum selesai!" Sehun menyela dengan cepat ketika dilihatnya Baekhyun hendak membuka mulut, mungkin berniat melayangkan protes.

"Jika kau tidak menolakku, mungkin sekarang kita sudah menikah dan kau menjadi nyonya Oh yang tidak akan dipusingkan oleh pekerjaan. Kau hanya akan duduk manis di rumah sambil mengurus Jesper dan Jihyun tanpa meninggalkan mereka sedetik pun!"

"You're too cruel!" Seru Baekhyun seraya meninju lengan Sehun berkali-kali.

Sementara lelaki itu hanya melempar ekspresi masam.

"Oh? Luhan tidak akan senang melihat ekspresimu saat ini!"

"Tenang saja, aku mencintainya. Dan terimakasih kepada rusa itu karena telah berhasil membuatku melupakanmu." Celetuk Sehun lantas menyesap kembali kopinya.

Baekhyun terkekeh pelan. Ia tidak pernah terbiasa pada Sehun yang suatu waktu akan menjadi manusia banyak bicara dan blak-blakkan seperti saat ini. "Maka dari itu berhenti membahasnya, okay?"

Sehun tidak bermaksud apapun, ia hanya sungguh prihatin dengan keadaan Baekhyun. Meskipun ia tahu Baekhyun adalah wanita paling luar biasa tegar yang pernah ia temui, namun tetap saja sisi lemah terkadang lebih banyak mendominasi perasaan seorang wanita.

"It's been two years.." Gumam Sehun setelah menemukan titik serius dalam atomsfernya kali ini.

Baekhyun mengecap mulut, lantas tersenyum remeh. "Kau memang senang membahas masa lalu, ya'? Tanyanya dengan nada datar.

"Sehun, aku baik-baik saja." Wanita itu menyela dengan cepat ketika ia tahu Sehun akan melontarkan kalimat yang sama seperti yang kerap dilakukannya ketika mereka berdua dipertemukan dalam sebuah perbincangan. "Biarkan semua itu berlalu, aku menata hidupku yang sekarang dengan susah payah. Dan aku cukup bahagia hanya dengan Jesper dan Jihyun di sisiku."

"Kau tidak sebahagia itu. Pikirmu aku bodoh dan tidak tahu kau selalu merasa bersalah akan sesuatu."

Baekhyun menggeleng. Menolak menyetujui ucapan Sehun yang terasa begitu menohok. Karena ia selalu berusaha menepis perasaan bersalah itu. Menolaknya dengan keras.

Baekhyun yakin ia tidak cukup berhati untuk merasa bersalah. Meski dirinya selalu merasakan perang batin yang cukup hebat di antara kata 'Ya' dan 'Tidak'.

Sehun mendegus keras, ekspresi sedih yang bergelayut di wajah Baekhyun saat ini sedikit banyak membuatnya menyesal karena harus membicarakan topik yang sama setiap mereka bertemu. "Baiklah, maafkan aku. Jika menurutmu saat ini adalah saat yang terbaik, maka masa lalu itu tidak akan ada gunanya sama sekali. Benar begitu?"

Baekhyun tidak menyahut karena lagi-lagi apa yang terucap dari mulut Sehun terasa begitu menohoknya.

Tidak semuanya.


The Epilogue of SUPPOSED


Baekhyun masih merasakan jetlag ringan sesaat setelah menginjak kamar hotel.

Ia membaringkan tubuh seraya meneliti layar ponsel, senyum simpul terulas mendapati potret kedua buah hatinya di sana.

Oh, bahkan belum genap tiga jam ia meninggalkan Seoul namun rasa rindunya terhadap mereka benar-benar tak bisa terbendung seolah sudah puluhan tahun tidak bertemu.

"Oh kyungiea.." Seru Baekhyun sesaat setelah menggeser tombol hijau ketika nama Kyungsoo dalam mode panggilan terpampang di layar ponsel.

"Ini aku.."

"Oppa?" Baekhyun mengernyit setelah mendengar suara Jongin di seberang sana. Untuk memastikan, Baekhyun kembali menatap layar ponsel. "Apa ini? Kalian sedang bersama?" Lalu kernyitan di dahinya semakin kentara saat mendengar suara gaduh Jongin dan Kyungsoo, seperti tengah terlibat perdebatan.

"Aku akan menikah dengan Kyungsoo, buatkan busana pengantin yang paling bagus."

"Yak! Kim Jongin!"

"Apa? Kau pikir aku main-main?"

"Kembalikan ponselku!"

"Kau tidak lihat lawan main yang menciummu di drama itu terlihat sangat tertarik padamu? Kau pikir aku akan diam saja? Huh? .. Hallo.. Hallo.."

Baekhyun membeo seraya mendengarkan perdebatan Jongin dan Kyungsoo di seberang sana, namun hal yang lebih mengejutkannya lagi ialah ucapan Jongin di awal. "Me-menikah?"

"Tentu saja. Aku serius! Sekarang kau di mana?"

"Ahh, aku tidak sedang di Seoul. Aku di Jeju, Oppa. Tapi tunggu, kau tidak main-main dengan ucapanmu, bukan?"

"K-kau.. di Jeju?"

"Yeah.." Jawab Baekhyun diselingi nada heran. Mengapa Jongin terdengar begitu terkejut?

"Memangnya kenapa?" Baekhyun bertanya setelah merasa begitu penasaran.

Alih-alih menjawab, Jongin justru terdengar bungkam di seberang sana. Namun Baekhyun bisa mendengar pertanyaan cemas yang Kyungsoo lontarkan kepada Jongin karena mendadak lelaki itu diam dengan ekspresi wajah terkejut.

"Hallo?"

Lagi-lagi alis Baekhyun bertaut sempurna karena sambungan telepon itu terputus secara sepihak.

Namun kebingungan itu terpecah oleh suara ketukan pintu.

"Kau sudah siap?" Tanya Yixing yang terlihat sudah berganti pakaian, rapi.

"Apa kita buru-buru?"

"Tidak juga, kau bisa mandi terlebih dahulu. Masih ada sisa waktu satu jam sebelum pertemuan." Jawab Yixing seraya melirik jam tangannya.

Baekhyun mengangguk sebelum kemudian bangkit dari ranjang dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

"Hei, kurasa karena dia terlalu kaya, kewarasannya menghilang." Bisik Yixing pada Baekhyun.

"Kenapa seperti itu?" Balas Baekhyun berbisik.

"Beliau mengundang kita ke restoran mewah di pulau Jeju ini hanya untuk membahas satu stel tuxedo? Bukankah dia gila?" Umpat Yixing sambil sesekali meneliti desain interior salah satu ruang VVIP di restoran Jepang tersebut.

Alih-alih menyahut, Baekhyun justru terkikik geli. "Junmyeon Oppa sudah bilang beliau bukan orang sembarangan. Berpikir positif saja, beliau mungkin sudah tua dan tidak kuat bepergian jauh untuk mendatangi kita langsung ke Seoul."

"Lalu kenapa tidak mengutus putranya itu?"

"Ahh maksudmu putranya yang Junmyeon Oppa bilang tinggal di Amerika?"

Yixing mengangguk. "Jika putranya itu dipercayakan akan memimpin sebuah perusahaan seperti yang Oppa mu bilang, bukan tidak mungkin dia mampu datang ke Seoul mewakili ayahnya, 'kan? Alih-alih membiayai kita untuk datang kesini, menghabis-habiskan uang saja."

"Eonni, masalahnya infromasi itu tidak akurat. Kau tahu sendiri Junmyeon Oppa terkadang suka melebih-lebihkan sesuatu. Bisa saja klien kita ini tidak mempunyai putra seperti yang Oppa katakan."

Setelah mendengar penuturan Baekhyun, Yixing sedikit bisa menerimanya. Ya. Cukup masuk akal jika mengaitkannya dengan informasi Junymeon yang seringkali lebih banyak tidak benarnya.

Lantas tidak ada lagi obrolan tak berarti, Baekhyun dan Yixing masih setia duduk bersimpuh menghadap meja makan yang memang di desain tanpa kursi dan hanya menggunakan bantal kecil sebagai alas duduk. Sesaat setelahnya suara pintu tergeser mengalihkan atensi keduanya. Mereka berdua bangkit lantas membungkuk sopan pada seorang wanita yang terlihat menggiring beberapa pelayan yang membawa hidangan.

Wanita berwajah western itu tersenyum ramah pada Yixing dan Baekhyun, lantas mengulurkan tangan. "Kenalkan, saya Lily. Asisten pribadi Sajangnim." Tukasnya terdengar lebih ramah.

"Tunggu! Apa itu?!" Lily menyela ucapan Baekhyun maupun Yixing yang berniat membalas sapaannya ketika matanya tertuju pada isi dari dessert bowl berbahan porselen yang tengah ditata oleh pelayan restoran di atas meja.

"Ahh, itu panna cotta with strawberry sauce, saya yang memesannya. Katanya itu adalah dessert andalan restoran ini."

Bukan si pelayan yang menjawab, melainkan Yixing. Ia memang memesan dessert itu, karena menurut informasi menu penutup itu cukup terkenal dan disukai oleh setiap kalangan.

Niat utamanya, hanya ingin membuat kesan yang baik di hadapan klien nya.

Baekhyun tidak salah dengar ketika telinganya menangkap dengusan kecil yang keluar dari hidung bangir Lily.

"Terimakasih atas perhatian anda, tapi mohon maaf dessert itu tidak boleh disajikan. Karena Sajangnim alergi terhadap strawberry." Tukas Lily setelah dugaannya benar.

Lily tidak hanya bertugas sebagai asisten pribadi yang akan mengekori bosnya kemana pun, namun ia juga bertangung jawab melayani segala kebutuhan bosnya tersebut. Tak terkecuali soal makanan.

Setelah bersamanya selama dua tahun ini, Lily mengenal dengan baik sosok itu. Ia tahu betul bosnya bukanlah tipikal orang yang belum tentu akan merasa cocok dengan beberapa hidangan, maka dari itu ia datang terlebih dahulu untuk memastikan hidangan makan siang yang akan disantap oleh bosnya sesuai. Karena baginya, memastikan tidak ada sedikitpun kesalahan adalah hal yang mesti Lily lakukan.

Karena kesalahan sekecil apapun akan dianggap sangat fatal oleh bosnya.

"Mohon maaf, saya tidak tahu beliau alergi strawberry." Yixing sedikit mengaduh, terdengar merasa bersalah.

Kedua alis Baekhyun sedikit bertaut. Sekarang ia merasa penasaran dengan sosok klien yang akan bertemu dengannya juga Yixing. Melihat sikap perofesionalitas namun penuh kehati-hatian yang Lily perlihatkan, sedikit banyak membuat Baekhyun menebak bahwa kliennya kali ini memang bukan orang sembarangan.

"Oh, baiklah aku segera keluar." Lily berbicara setelah menempelkan ponselnya di telinga. "Sajangnim sudah di sini, silahkan tunggu sebentar."

Baekhyun dan Yixing mengangguk sopan lalu duduk kembali saat wanita yang berpenampilan terlampau seksi untuk seorang asisten tersebut keluar diiringi beberapa pelayan yang telah menyelasaikan tugasnya menata hidangan.

"Oh seharusnya aku tidak memesan dessert itu!" Seru Yixing dengan pelan, namun siapapun tahu bahwa wanita itu tengah menahan kesal terhadap dirinya sendiri.

"Sudahlah, Eonni.. lagipula kita juga tidak tahu beliau alergi strawberry." Baekhyun menukas diiringi desahan pelan, mendadak ia semakin merindukan Jesper yang juga alergi terhadap strawberry.

Beberapa saat kemudian pintu itu kembali terbuka.

Baekhyun yang sebelumnya terfokus pada layar ponsel setelah mengirim pesan kepada Junmyeon untuk menanyakan Jihyun lantas mengangkat kepalanya.

Maka seperti adegan dalam sebuah drama, ponsel Baekhyun jatuh dengan sendirinya. Sedang ia yakin bola matanya nyaris keluar. Dalam waktu yang tiba-tiba berjalan melambat, napas Baekhyun terhenti untuk sesaat.

Junmyeon salah.

Yixing salah.

Bahkan dirinya salah. Atau mungkin ada benarnya karena menganggap informasi dari Junmyeon tidaklah selalu benar dan akurat.

Sosok itu bukanlah sosok orang tua renta, tambun atau bahkan berkumis tebal.

Dalam balutan stelan formal, rapi dan klinis. Sosok berwajah cerah, dan entah mengapa kini beraura lekat akan profesionalitas itu berdiri di ambang pintu, melempar wajah yang sama terkejutnya sebelum sepersekian detik berubah menjadi ekspresi datar, dingin dan bahkan terkesan tidak bersahabat.

Kerongkongan Baekhyun berulah, lantas salivanya tertelan pahit dalam kebisuan.

Kini ia sadar bahwa takdir mempunyai selera humor yang buruk, karena seringkali caranya bercanda terlalu berlebihan hingga tidak lagi terasa lucu.

Supposed

May 24, 2016 - Oct 18, 2017

01110100 01101000 01101001 01110011 00100000 01100011 01101111 01110101 01101100 01100100 00100000 01100010 01100101 00100000 01110100 01101000 01100101 01101001 01110010 00100000 01101110 01100101 01110111 00100000 01100010 01100101 01100111 01101001 01101110 01101110 01101001 01101110 01100111 ~