Play With The Letter D

Exonoir

Main Cast : Chanyeol; Baekhyun

Romance; Comedy; Drama; Supernatural

Warning ! Yaoi fiction.

Mature; Explicit Content. Don't like, don't read.

.

.

Chapter 1 : Grandma

.

.

Sambil menghitung tarikan napas yang terengah-engah, Baekhyun melirik jam tangan yang menunjukan pukul setengah sembilan lebih lima malam. Lelaki itu menggertakkan giginya dengan kesal.

Pandangan matanya beralih kepada supir taxi yang bersenandung didepan kemudi. Matanya beberapa kali melirik pada Baekhyun dari kaca spion, memastikan jika lelaki berwajah cantik itu tidak memecahkan kaca yang telah memisahkan mereka—antara penumpang dan supir; atau semacamnya.

Wajah keriputnya, mata sayunya dan rambut abu-abunya membuat Baekhyun tidak bisa memperkirakan berapa umur pria ini. Seolah dia sudah setengah abad, tapi masih dapat bekerja dengan baik. Meski harus Baekhyun akui pria itu melakukan tugasnya dengan terlalu baik; lihat saja kecepatan laju mobilnya yang mungkin di bawah standar.

"Permisi, apa kau bisa sedikit lebih cepat? Aku terburu-buru." Baekhyun menegurnya dengan lembut, bahkan dia masih tersenyum kepada pria tua itu; memaksanya dengan cara yang masih manusiawi; untuk saat ini.

Pria tua berjanggut tebal itu tersenyum sambil melirik Baekhyun dari kaca spion, "Maaf Tuan, aku takut aku tidak bisa. Yellow kesayanganku tidak akan melaju melebihi kecepatan standar." Jawabnya dengan santai. Dia kembali bersenandung, menyanyikan lagu apapun yang di pikirkannya. Suara bassnya kembali memenuhi taxi; mirip-mirip penyanyi seriosa yang bernyanyi dengan beberapa nada yang salah, atau sumbang?

Kecepatan standar? Nenekku bahkan bisa menyetir lebih cepat dari ini—maksudku di pemakamannya! Pikir Baekhyun geram. Lelaki itu tersenyum masam disudut bibirnya.

"Aku akan membayarmu lebih!" Desaknya. Tapi pria itu tetap tidak bergerak. Matanya masih tertuju pada jalanan di kota New York yang ramai, sambil terus bersenandung dengan suara bassnya. "seratus dollar!" teriaknya. Pria tua itu mengerem taxinya hingga membuat kepala dan badan Baekhyun membentur kaca. "a-ack! Apa-apaan pria tua!" ia mengerang menahan sakit.

"Kau yakin?" tanyanya sambil menoleh ke arah lelaki berbadan sintal itu. Ia mendengar suara beberapa mobil dibelakang mereka telah membunyikan klakson dengan suara menjulang. "Tuan, apa kau sedang bercanda?" dia bertanya lagi. Mobil kembali bergerak dengan kecepatan rendah.

Baekhyun membenarkan posisi duduknya kemudian berseru, "Iya! Jadi cepatlah! Aku bahkan akan membayarmu dua ratus dollar kalau kau bisa sampai ke bandara selama dua puluh menit!" Sahutnya tanpa berpikir. Baekhyun tahu jika itu mustahil. Tapi kalau memang pria tua itu bisa melakukannya, mungkin dia akan menepati perkataannya; atau mungkin juga tidak.

Sebelum menginjak pedal gas, pria tua itu terkekeh. Kerutan di wajahnya terpantul jelas sekali di spion mobil. Giginya yang berwarna putih cemerlang, mengintip dari sisi-sisi bibirnya yang hitam karena terlalu sering merokok. Tawanya menggelegar bagai suara gemuruh petir di bulan Desember.

Kemudian barulah mobil itu melesat dengan cepat hingga badan Baekhyun membentur jok dengan keras. Dia memegang erat-erat pegangan di atas pintu, dan berharap sampai di bandara John F. Kennedy dalam keadaan utuh.

Setelah melewati berbagai belokan, mendengar suara puluhan klakson, dan teriakan beberapa orang, Baekhyun merasa seakan-akan berada di dalam film The Fast and The Furious. Pria ini mungkin dulunya adalah seorang pembalap liar atau semacamnya. Meski dia melaju dengan kecepatan lebih dari yang Baekhyun bayangkan, tapi gerakan tangannya begitu terampil. Dari caranya berbelok saja ia sudah tahu pria tua itu bukan orang sembarangan.

"Sir, apa ini legal? Aku tidak ingin berurusan dengan kepolisian karena masalah ini." Baekhyun mencengkram jok kursi yang dia duduki. "Kau jangan takut! Aku profesional!" ia berteriak menjawab Baekhyun. Kemudian kembali terkikik dengan suara melengking, membuat Baekhyun hampir melepas pegangannya karena ingin melindungi gendang telinganya yang sakit—oke itu berlebihan.

Baekhyun menundukkan kepala, melindunginya dari apapun yang bisa menyakitinya. "Kau jangan bercanda!" sahutnya begitu pria tua itu membanting kemudi dengan ganas, membuat taxi itu berbelok menukik tajam hingga tubuh Baekhyun terpental dari kursi dengan lengan kanannya yang membentur pintu dengan keras.

Tidak sampai lima menit, mesin taxi itu tiba-tiba berhenti meraung atau bahkan bisa di katakan mati. Pria tua itu kembali terkikik dengan suara berat ketika ia melihat reaksi yang di berikan Baekhyun karena aksi gilanya. "Kita sudah sampai, Nona." Pria tua itu sengaja menyebut Baekhyun Nona untuk membuatnya kesal.

Lelaki bertubuh sintal itu membuka matanya sedikit untuk memeriksa keadaan, siapa yang tahu jika pria tua itu telah membunuh seseorang. "Oh astaga." Gumam Baekhyun sambil memegang beberapa bagian tubuhnya yang sakit. "apa kau sudah gila, pria tua?" serobotnya kesal.

Pria tua itu tidak menjawab. Dia hanya memamerkan deretan giginya yang cemerlang kepada Baekhyun, kemudian ia membuka pintu dan melesat untuk mengeluarkan kopor Baekhyun dari dalam bagasi mobil.

Baekhyun memeriksa jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan kirinya, tepat dua puluh menit seperti yang dijanjikan. "Baik, aku akan memberimu dua ratus dollar." Dengan hati-hati dia mengeluarkan lipatan uang didalam sakunya.

"Bagus seperti baru." Gumam pria tua itu tersenyum mesum. Baekhyun mendenggus mencelanya. "Terserahlah." Sahutnya malas. Cepat-cepat dia berikan lipatan uang itu, kemudian segera bergegas masuk ke dalam bandara.

"Terima kasih banyak!" teriak pria tua itu sebelum ia menyadari ada sesuatu yang aneh dari lipatan uang itu, "E-eh! Tuan! Kau salah memberikan uang!" meskipun pria tua itu meneriakinya, tapi Baekhyun tidak perduli. Sejujurnya dia tidak benar-benar berniat untuk memberikan pria tua itu dua ratus dollar. Dia hanya memberi dua puluh, dan hanya itulah yang dia punya.

Dia terus berlari masuk ke dalam bandara dengan napas terengah-engah. Dia menarik kedua koper yang dia bawa dengan kasar dan ceroboh—membuat mereka berdentum-dentum dilantai marmer bandara beberapa kali, mencuri perhatian beberapa turis asing didekat papan informasi.

Jantung lelaki berbadan sintal itu berdebar begitu kencang. Napasnya terengah-engah. Titik-titik keringat muncul didahinya. Ia tidak sabar untuk cepat-cepat kembali ke Korea sejak orangtuanya memutuskan pindah ke Amerika beberapa hari setelah Baekhyun lulus sekolah dasar bertahun-tahun yang lalu. Kini dia akan tinggal bersama Neneknya di Yanggu, Kangwon-Do, Korea Selatan selama liburan musim dingin.

"Ini pasti akan menyenangkan." Lelaki itu telah mempersiapkan sederet rencana yang akan ia lakukan untuk mendapatkan liburan yang sempurna di rumah Neneknya.

Memikirkannya membuat Byun Baekhyun tersenyum seperti orang tolol—sepenuhnya melupakan tentang insiden taxi itu. Ia menarik napas dalam-dalam untuk menstabilkan debaran jantungnya yang kacau. Sial. Dia tidak bisa berhenti tersenyum sekarang.

.

.

Matahari sudah meninggi dan menampakkan cahayanya dari sela-sela awan tebal yang hampir menutupi seluruh langit kota Yanggu. Tidak perduli meski salju telah berhasil membuat beku sebagian besar kota itu, tapi setidaknya lelaki itu masih bisa merasakan hangatnya matahari meski samar-samar.

Lelaki bertubuh sintal itu merenggangkan otot-ototnya begitu dia turun dari taxi yang membawanya dari bandara Incheon. "O-ugh!" erangnya lembut. Tubuhnya terasa begitu kaku karena perjalanan panjang.

Setelah memberikan uang kepada supir, Baekhyun berdiri didepan rumah tradisional Korea yang sebagian besar terbuat dari kayu dan batu bata. Rumah itu tidak pernah berubah sejak terakhir kali ia kemari bertahun-tahun yang lalu.

"Nenek!" Baekhyun mendorong pintu kayu dengan papan nama dengan huruf hanja di bagian atasnya. Lelaki itu menarik kopernya seraya ia berteriak memanggil sang Nenek yang tidak kunjung keluar. "tidak ada orang?" lelaki itu meletakkan kopernya ke atas lantai kayu rumah itu. "Nenek?" ia memanggil lagi, tapi tetap tidak ada balasan.

Mungkin Nenek sedang tidur, dia menghibur dirinya sendiri. Setelah melepas sepatunya, dia membuka pintu rumah yang tidak di kunci itu; tapi langkahnya terhenti ketika ia melihat seluruh perabotan di sana tertutup oleh kain putih.

Lelaki itu menarik kain putih berdebu itu hingga membuat udara di dalamnya terasa sedikit sesak karena penuh debu. Ia melihat barang-barang tua milik Neneknya di sana. Di mulai dari meja, lemari kecil, dan beberapa kotak besar yang entah berisi apa.

Dia memutuskan untuk mengambil salah satu kotak yang berada di sudut ruangan, lalu membuka kotak itu. Dia sedikit terkejut ketika melihat isi di dalamnya adalah sebuah ball-jointed doll seorang lelaki dengan wajah rupawan. "Boneka?" ia menyernyitkan dahi. Sejak kapan Neneknya tertarik untuk mengoleksi boneka mahal?

Salah satu teman Baekhyun di Amerika ada yang penggila ball-jointed doll; jadi lelaki itu sedikit mengerti tentang boneka itu. Dan percayalah jika harga boneka itu sangat mahal.

Baekhyun mengeluarkan boneka itu dari kotaknya, kemudian memperhatikan boneka itu dengan teliti. Boneka lelaki itu memiliki sorot mata yang tajam dengan rahang yang tegas. Bola matanya berwarna biru dengan wig berwarna gelap. "Well, kurasa ia cukup tampan—dan telanjang." Lelaki itu menyentuh dada bidang boneka itu menggunakan jari telunjuknya. Ia menyelusuri tubuh boneka itu sampai bagian pusar hingga sebuah pemandangan membuatnya terkejut. "oh my, kau memiliki penis yang cukup besar." Ia terkikik dengan kata-katanya sendiri.

Ketika Baekhyun hendak membuka kotak lain, sebuah langkah kaki telah mencuri perhatiannya. Dia menoleh ke belakang ketika melihat salah satu penduduk setempat menyadari kehadirannya. "Mungkinkah itu kau, Byun Baekhyun?" suara wanita paruh baya berbadan subur itu mengagetkan Baekhyun.

Secara mengejutkan wanita itu menceritakan kepada Baekhyun tentang semua hal yang telah terjadi kepada Neneknya. Selama dua tahun terakhir kesehatan Nenek Baekhyun memang memburuk, bahkan kepala desa setempat telah membawanya ke rumah sakit beberapa kali. Tapi Nenek Baekhyun kehilangan kekuatannya.

Beliau meninggal minggu lalu karena gagal ginjal.

"…jadi begitu." Baekhyun menundukkan kepala ketika dia mendengar cerita dari wanita itu. Suaranya sedikit tercekat ketika dia berbicara. Dia tidak mengira jika Nenek yang paling dia sayang meninggal sebelum Baekhyun sempat menjenguknya. Hell, dia bahkan tidak tahu jika beliau sakit; kedua orangtuanya tidak mengatakan apapun tentang itu.

Wanita itu tersenyum masam, merasa tidak enak, "Maafkan aku, Baekhyun." Baekhyun memeluk ball-jointed doll yang dia temukan dengan erat. "Terima kasih karena sudah memberitahuku, Bibi." Wanita tua itu cepat-cepat menggelengkan kepala. "Aku turut menyesal. Nenekmu adalah orang yang baik, kematiannya membuat seluruh penduduk di desa ini berduka." Jelasnya dengan susah payah.

.

.

Baekhyun menempelkan ponsel ke telinganya. Dia mondar-mandir ke sekeliling ruang keluarga—berharap jika seseorang di seberang sana menjawab teleponnya. "Ayolah Ibu, Ayah," gumamnya cemas. Sejak dia mengetahui kenyataan jika sang Nenek meninggal, Baekhyun berusaha untuk menghubungi keluarganya di Amerika. Bahkan sudah lebih dari 10 kali lelaki bertubuh sintal itu mencobanya, tapi tidak ada jawaban. Apa mungkin mereka terlalu sibuk hingga tidak sempat menjawab panggilannya?

"Sial." makinya kesal. Baekhyun meletakkan ponselnya keatas lantai kayu, kemudian dia menyandarkan tubuhnya pada dinding disalah satu kamar rumah Neneknya; ketika dia menyadari sebuah gerakan aneh dari ball-jointed doll yang berada diatas meja disudut ruangan. Lelaki itu menggapai boneka yang ia temukan, kembali mengamati boneka itu dengan serius. "Mungkin aku terlalu lelah." Baekhyun mulai berpikir yang tidak-tidak.

Sejujurnya, lelaki itu sangat membenci suatu hal yang berhubungan dengan hantu. Dia pernah bermain petak umpet dengan hantu ketika ia masih kecil—hingga membuatnya tidak sadarkan diri selama tiga hari.

Sejak kejadian itu, Ibunya melarang Baekhyun melakukan permainan kutukan itu, dan boneka yang bermain bersama Baekhyun dimasukkan kedalam sebuah kotak, kemudian dibuang kesungai.

Baekhyun meletakkan boneka itu kembali keatas meja; mengatur posisinya agar tidak ia tidak dapat melihat wajah boneka itu, kemudian menarik selimut di kakinya untuk tidur. Hari ini adalah hari yang cukup melelahkan baginya. Dia bahkan tidak bisa merasakan kakinya karena kelelahan berjalan.

Selang beberapa jam kemudian boneka itu menggerakkan kepalanya sedikit. Perlahan-lahan boneka itu mengangkat lengan kanannya sedikit. Detik selanjutnya jendela kamar Baekhyun terbuka karena sapuan angin kencang yang secara misterius masuk kedalam kamar itu. Angin itu berputar-putar disekeliling boneka itu, lalu boneka itu mengilang.

Sebuah bayangan hitam misterius berdiri di sudut ruangan dengan seringai mengerikan. Bayangan itu mengamati sosok mungil yang meringkuk didalam selimut. Bayangan itu menghampiri sosok mungil itu, membuat wajahnya terpantul cahaya bulan yang masuk melalui jendela kamar Baekhyun yang terbuka. Wajah rupawan itu tersenyum hingga memperlihatkan deretan giginya yang seputih salju. Dia kemudian membelai pipi lelaki berbadan sintal itu dengan tangannya yang sedingin es.

"Terima kasih telah membebaskanku," gumam lelaki itu ditelinga Baekhyun dengan suaranya yang serak. "dan bagaimana aku harus membalasmu, cantik?" cahaya bulan menyinari wajahnya hingga terlihat jelas. Lelaki jangkung itu menarik dagu Baekhyun, kemudian memagut bibir merah jambu itu dengan lembut. Ketika bibir mereka saling bersentuhan, lelaki itu merasakan sensasi yang begitu aneh. Tubuh lelaki itu tersentak sedikit karena terkejut.

Dia menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya sambil memperhatikan tubuh mungil Baekhyun yang menggeliat sedikit karena merindukan sentuhannya. "Oh astaga. Ini tidak mungkin," lelaki dengan wajah rupawan itu membulatkan mata birunya yang tajam. "sepertinya takdir telah mempertemukan kita lagi setelah sekian lama, malaikat kecilku,"

.

.

Bersambung. . .