"SMA Internasional Jeolnam?" Sehun melongo.

"iya Sehun, karir Ibu semakin membaik dan tentu saja pendidikanmu harus lebih baik juga"

"tapi Bu, aku lebih suka SMA yang biasa-biasa saja"

"kau harus masuk ke SMA yang direkomendasikan oleh Direktur Nam"

Lagi-lagi Direktur Nam. Ibu Sehun adalah seorang presenter talk show yang baru-baru ini menjadi viral karena kualitasnya yang baik dalam memandu acara talk show di salah satu televisi swasta.

"Ibu, kau menyukai Direktur Nam ya?" ini adalah pertanyaan yang sejak lama ingin Sehun lontarkan.

"jaga bicaramu, Direktur Nam sudah punya istri"

"bisa saja Ibu tertarik menjadi selingkuhannya"

"Oh Sehun!" Ibunya terpaksa berhenti dari kegiatan memasak di dapur karena mulut Sehun yang tidak terkontrol.

"kalau seperti ini aku mau tinggal bersama Ayah saja. pokoknya aku tidak mau masuk sekolah itu"

Sehun mengakhiri debat mereka yang tidak ada arahnya, jadi Sehun memilih untuk keluar dari rumah malam itu.

Ibu selalu saja egois dan ingin menang sendiri. Sehun tau itu adalah penyebab mengapa kedua Orang tuanya bercerai. Ayah tidak bersalah, Ayah selalu berjuang untuk mereka tapi Ibu yang tidak mau mengalah.

"Ayah, aku ingin tinggal dengan Ayah" katanya lewat sambungan seluler.

"kau bicara seperti tidak pernah terjadi perang di timur tengah" Ayahnya tertawa pelan.

"Ibu menyuruhku masuk SMA Jeolnam, aku tidak mau"

"bukankah itu bagus? Itu adalah SMA terbaik di Seoul"

"aku malas beradaptasi dengan orang kaya, Ayah"

"Ayah tau. tapi punya lebih banyak teman adalah hal yang bagus Sehun, jangan menjadi penutup diri"

"aku tidak butuh teman banyak. Lulus sekolah dan kuliah adalah tujuan yang tidak muluk-muluk kan?"

"itu benar, tapi kau─"

"ah sudahlah, kalian memang tidak pernah sayang padaku" lalu dia memutus sambungan sepihak.

Sepanjang hidupnya menjadi remaja, Sehun hanya mendengar pertengkaran kedua Orang tuanya. Sampai mereka bercerai pun Sehun tau masa depannya tidak akan berjalan mulus seperti keinginannya sendiri.

Ibunya terlalu mengatur, Ayahnya selalu pasrah pada apa yang Ibu katakan. Mungkin karena Ayah terlalu mencintai Ibu, maka ia selalu setuju pada apa yang Ibu putuskan termasuk tentang Sehun.

Juga termasuk keputusan untuk bercerai.

"hoi!"

Sehun berenti berjalan saat sadar ada yang memanggilnya dengan suara berat. ia menoleh ke belakang, mendapati beberapa anak lelaki sedang merokok di pojok gang.

Mereka tertawa-tawa saat menghampiri Sehun. kelihatannya mereka adalah pemabuk yang sering berkumpul di distrik sepi ini.

"kau punya uang? Berikan pada kami"

Sehun menggeleng kepala, "tidak punya"

"cepat berikan sebelum terjadi sesuatu"

"anak-anak seperti kalian memang akan selalu mengancam seperti itu agar orang menjadi takut. Tapi maaf saja, aku memang tidak bawa uang" Sehun mencibir.

Anak-anak berandal itu mulai geram karena perkataan Sehun barusan.

"ah sial, kalian membuat mood-ku semakin hancur saja" Sehun memutuskan untuk pergi meninggalkan mereka.

Tapi belum jauh dia berjalan, Sehun mendengar derap langkah yang mendekatinya dengan cepat. Ia tak sempat menoleh saat kepalanya dipukul cukup kencang hingga Sehun terjatuh pingsan.

.

.

.

.

.

"Sehun-ah"

Sehun sumringah saat melihat Ayahnya datang menjenguk ke Rumah sakit tempat dia dirawat saat ini.

"Ayah? Kenapa tidak bilang dulu kalau mau datang?"

"aku kira kau lebih suka dengan kejutan. Bagaimana keadaanmu?"

"aku sudah jauh lebih baik, sungguh tidak betah berlama-lama di Rumah sakit" ia sedikit melirik Ibunya yang hanya berdiri di samping ranjang tanpa menyapa Ayah.

"gegar otakmu bagaimana?"

"Dokter bilang tidak parah, jadi aku sembuh lebih cepat"

"bagaimana bisa kau dipukul oleh anak berandalan itu?"

"Polisi sudah menangkapnya kok. Waktu itu mereka minta uang, tapi aku kan memang tidak bawa uang.. jadi salahku dimana? Salah satu dari mereka tiba-tiba saja memukulku"

Ayahnya tertawa, Sehun sepertinya benar-benar kesal pada anak berandal tersebut.

"lain kali jangan keluar tengah malam. Setidaknya jangan sendirian, mengerti?" tangan hangatnya mengusap rambut Sehun dengan lembut.

Sehun mendelik, "itu semua gara-gara Ibu. percakapan kami malam itu membuat mood-ku jadi rusak.. lebih baik aku keluar rumah daripada aku merusak barang di kamar"

Mulut Sehun memang tidak bisa dikontrol, banyak sekali orang yang mudah sakit hati karena ucapannya.

Tapi begitulah Sehun, ia tidak ingin banyak berbohong. Lontarkan saja apa yang memang dia pikirkan.

"kau terlalu kekanakan Sehun. Ibu hanya memintamu masuk SMA Jeolnam" Ibunya membela diri.

"tapi aku kan tidak mau"

Ibunya berdecak sebal, "kapan sih kau mau menurut pada Ibu?"

Sehun hanya diam karena lagi-lagi Ibu menghancurkan mood-nya hari ini.

"Sejin, sudah hentikan" lerai sang Ayah.

Rasanya Sehun ingin bersiul. Akhirnya mereka kembali saling bertatapan setelah sejak tadi tidak ada yang menyapa satu sama lain.

"Sehun harus berpendidikan bagus dengan masuk SMA itu, Youngjae" Ibunya kembali menegaskan.

Sehun menyernyit, kenapa Ibunya terobsesi sekali agar Sehun masuk ke SMA Jeolnam?

"ya, tentu saja dia akan masuk SMA itu" jawab Ayah.

Kali ini Sehun menatap horor pada Ayahnya. Kenapa Ayah jadi setuju pada Ibu?

"dan juga pindah ke rumahku" Ayah melanjutkan lagi.

Wanita cantik itu terkejut. Ini pertama kalinya sang mantan suami berkata tegas padanya, bahkan tatapan itu sudah bukan tatapan belas kasihan lagi.

"Sehun, setelah pulang dari Rumah sakit Ayah akan membantumu berkemas"

Sehun ingin melompat kegirangan, tapi dia ingat bahwa dia masih lemas dan diinfus. "aku mengerti" jadi dia hanya mengangguk.

"Youngjae, kau tidak bisa berbuat seenakmu seperti ini!"

"Sehun sudah enam belas tahun, dia sudah berhak memilih apa yang terbaik untuknya"

Kali ini Ibu menatap putra semata wayangnya. "Sehun, katakan pada Ibu bahwa kau tidak akan meninggalkan Ibu"

"aku tidak meninggalkan Ibu.. aku hanya akan tinggal bersama Ayah, kita masih bisa bertemu kan?"

"Sehun!"

Kini Sehun yang berdecak, "aduh aku sedang sakit tapi Ibu selalu membentakku, kapan aku bisa sembuh? Aku akan ikut Ayah!" lalu Sehun menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh dan kepalanya.

Ibunya tak bisa berkata apa-apa lagi meski rasanya ia ingin memukuli Sehun menggunakan bantal.

Sang Ayah menghela napas kasar, agaknya menyesal juga sudah mengecewakan mantan istrinya. "Ayah harus kembali bekerja. Besok Ayah akan menjemputmu"

Sehun hanya mengeluarkan tangan kanannya dari dalam selimut, lalu mengacungkan jempol menandakan dia setuju.

Tanpa berpamitan pada Ibu, Ayah langsung keluar dari ruangan kamar Sehun tersebut.

"kau bahagia sekarang karena akan tinggal bersama Ayahmu?" tiba-tiba Ibu bertanya.

Sehun menurunkan sedikit selimutnya agar kedua matanya bisa melihat sosok Ibu yang tertegun menatapnya saat ini.

"tentu saja, dia kan Orang tuaku juga" jawab Sehun tenang.

Ibu pun mengangguk, "tapi Ibu hanya ingin kau tau.. semua perjuangan Ibu hingga sampai ke titik sukses ini adalah untuk dirimu"

Dan Sehun kemudian menjadi galau.

.

.

.

.

.

Tapi galau itu hanya bertahan tidak lebih dari 24 jam.

"sudah semuanya kau masukkan ke koper?" Ayah yang baik hati itu bertanya.

"sudah. Barang-barangku yang lain akan diantar kapan?"

"besok pagi. Kau duluan saja ke mobil, jangan terlalu lelah dulu"

Sehun menuruti apa kata Ayahnya, dia memakai mantel serta beanie hitam kesayangannya lalu keluar dari kamar.

"obatmu jangan lupa diminum, harus teratur" Ibu menyahut ketika melihat Sehun yang sudah siap pergi.

"tentu, aku akan menghabiskan obatnya. Ibu jaga kesehatan, aku akan sering mengunjungimu"

Ibunya cuma menatap Sehun dari sofa ruang tengah, tak sedikitpun bergerak untuk memeluk atau menciumnya. Rasa gengsi memenuhi hati wanita cantik itu.

"ucapkan selamat tinggal pada kamarmu" Ayahnya sedikit bercanda.

Sehun melambaikan tangan ke arah kamarnya, "selamat tinggal kamar, maaf aku sering mengamuk di dalam dan merusak barang. oh, dan maaf aku jarang membersihkanmu hahaha" sambil tertawa, Sehun melangkah keluar dari rumah.

"jaga dia baik-baik, Youngjae"

Pria itu mengangguk paham. "kau juga jaga dirimu baik-baik. Aku pamit"

Lalu Ibu benar-benar sendirian. dia menyibak sedikit tirai di belakang sofa untuk mengintip kepergian putra dan mantan suaminya.

Sehun nampak senang sekali karena dia sudah tak sabar untuk tinggal bersama Ayahnya. Selama ini Ibu Sehun memang terkesan menjaga jarak dari sang Ayah karena tak ingin Sehun direbut olehnya.

Sungguh jarang sekali Sehun bisa bertemu dengan Ayahnya karena larangan dari sang Ibu. tapi sekarang Sehun sudah beranjak dewasa, dia sudah tau mana yang baik dan mana yang buruk. Tentu dia tau tindakan Ibunya adalah sebuah kesalahan.

"bagaimanapun Ibu tidak bisa menjauhkan aku dari Ayah" ujarnya pelan.

Ayahnya fokus menyetir namun diselingi dengan senyuman.

"Ibumu hanya belum bisa mengendalikan dirinya sendiri"

"itu sebabnya Ibu selalu marah-marah"

"kau sebal pada Ibumu karena dia sering membentakmu?"

"tidak. aku mengerti mengapa dia menjadi tempramental, seperti yang Ayah bilang tadi.. Ibu belum bisa mengendalikan dirinya sendiri"

.

.

.

.

.

Title: Life is not enough

Pair: ChanHun (Chanyeol-Sehun)

Other pair: temukan di dalamnya.

Genre: YAOI, romance, humor/comedy

Rate: M

.

.

.

.

.

Ayah benar-benar baik hati. Sehun terus menyerukan kalimat itu ketika tau bahwa Ayahnya tidak serius menyetujui usul sang Ibu agar Sehun masuk ke SMA Jeolnam.

Pada akhirnya Sehun masuk ke SMA biasa yang dia mau.

Sehun bukan termasuk murid yang sangat rajin belajar, tapi kemampuan otaknya bisa dikatakan cemerlang. Masuk ke SMA Gyeongwon hanya karena dia sangat tertarik dengan klub dance-nya.

Hari pertama masuk, Sehun untungnya sudah dapat teman yang bernama Kim Joonmyun. Satu-satunya alasan mengapa Sehun menerima tawaran Joonmyun sebagai temannya adalah karena Joonmyun bukan tipe berisik seperti yang lain.

Joonmyun cukup pendiam, tapi dia juga lucu. Sehun senang berdiskusi dengannya karena Joonmyun sangat cerdas, kelihatannya anak itu punya prestasi luar biasa sejak SD.

"wah kau benar-benar mencantumkan namamu di daftar klub dance"

"dan kau mencantumkan namamu di daftar klub Bahasa Jerman" Sehun sedikit bergidik.

Joonmyun berkedip, dia asyik makan wafer padahal Sehun berharap Joonmyun mau menawarkan sedikit saja wafer itu. Joonmyun tidak peka atau memang pelit sebenarnya?

"aku sudah menguasai Bahasa Inggris, lumayan juga kalau bisa Bahasa Jerman"

"kau cocok masuk klub itu.. otakmu kan bisa menampung seluruh isi kamus"

Lalu mereka berjalan beriringan menuju ke kelas lagi. walau Joonmyun kadang bicara aneh, tapi entah kenapa Sehun bisa mengerti keanehan itu dan akhirnya merasa nyaman bersama Joonmyun.

Ini pertama kalinya Sehun punya teman. Tapi bukan berarti dia tidak pernah punya teman. saat SD dan SMP dia tentu saja punya, namun setelah masa sekolahnya berakhir, pertemanan merekapun juga berakhir.

Mereka terlalu sibuk dengan urusan masing-masing dan Sehun juga malas untuk berkomunikasi lagi. kalau-kalau ada acara reuni, Sehun mungkin akan ikut.

Tapi setelah reuni selesai, sudah pasti temu kangen dengan teman lamanya pun selesai.

Sehun tidak bakat mempertahankan pertemanan dengan seseorang. Dia berharap bersama Joonmyun yang aneh, mungkin pertemanan mereka bisa berlangsung lama.

"kalau tidak salah, lantai tiga sampai lantai lima adalah kelas senior" ujar Joonmyun sambil memperhatikan bangunan sekolah mereka ketika mereka akan pulang.

"serius? Jadi lantai satu memang khusus untuk junior?"

Joonmyun mengangguk, "itulah sebabnya sejak tadi kita tidak melihat satupun senior di lantai satu"

Tapi karena sekarang adalah jam pulang, mereka bertemu lagi dengan para senior yang berhamburan keluar dari gedung sekolah.

"kenapa senior-senior perempuan tertawa melihat kita?" Joonmyun terlihat bingung.

Sehun justru prihatin pada Joonmyun yang kelewat polos. Tentu saja karena para senior itu menyukai wajah mereka.

Bukannya terlalu percaya diri atau apa, tapi Sehun sadar kalau wajahnya memang tampan. Dan Joonmyun juga begitu, meskipun tingkahnya sedikit aneh.

"mungkin mereka menyukaimu"

Joonmyun menggelengkan kepala, "itu pasti karena mereka merasa kita adalah target penindasan yang mudah"

Ah, bicara tentang penindasan.. Sehun tidak pernah ditindas selama dia bersekolah. Sering melihat penindasan, tapi Sehun betul-betul tidak tertarik untuk ikut campur melaporkan pada Guru atau Kepala Sekolah.

Dia jadi mengira-ngira bagaimana jika kali ini dia terkena penindasan? Masa SMA-nya pasti tidak akan menyenangkan.

"kau ke arah sana?" Joonmyun bertanya.

"iya, kau ke sana kan? kita berpisah di sini. Sampai jumpa besok"

"bye!"

Sehun kembali berjalan, tapi dia terperanjat saat beberapa motor melewatinya dengan cukup kencang.

Mereka senior, bisa terlihat dari warna dasi mereka yang berbeda dengan milik Sehun. dasi untuk junior berwarna biru sementara untuk senior berwarna merah.

Motor mereka memang keren, tapi Sehun sumpahi motor itu hancur di tikungan selanjutnya. Mengganggu sekali.

Tapi kali ini sebuah mobil dari arah berlawanan menghampiri Sehun. mau tidak mau Sehun berhenti berjalan dan dibuat bingung karena jika Ayah menjemputnya, Ayah tidak punya mobil sebagus ini.

Kaca jendela di pintu kemudi perlahan turun memperlihatkan sosok pemilik mobil tersebut.

"Sehun"

"Ibu?"

.

.

.

.

.

"aku tidak pernah tau Ibu punya mobil sebagus ini"

"Ibu memang baru membelinya. Sayang sekali kau sudah pindah bersama Ayah, jadi tidak bisa menikmati mobil Ibu sesering mungkin" kata sang Ibu sambil melirik putranya yang hanya sibuk melihat pemandangan di luar kaca jendela.

"aku tidak tertarik juga. semua mobil sama saja, punya empat roda, mesin, dan bisa melaju cepat"

Ibu menghela napas lelah. Sehun memang kadang kurang ajar, tapi dia sadar pasti sifat Sehun yang satu itu menurun darinya.

"nanti malam Ibu ada siaran langsung, jadi sekarang kau harus bersedia untuk ikut Ibu kemanapun"

"aku tidak ingat ada perjanjian seperti itu"

"Oh Sehun, Ibu akan mengenalkanmu pada Direktur Nam dan rekan kerja Ibu yang lain. Jadi jaga sikapmu baik-baik"

"memangnya selama ini sikapku bagaimana?"

"kau anak Ibu yang baik, bersikap sangat baik, tapi mulutmu─"

"mulutku seksi, aku tau"

Ibu sebenarnya sudah mendidih, tapi dia menahannya sebaik mungkin.

Ponsel Sehun berdering dan Sehun mengangkat panggilan itu dengan cepat. "ya, Ayah?" dia melirik Ibunya yang tidak bereaksi apapun.

"bukankah ini jam pulang sekolah? bagaimana hari pertamamu di SMA?"

"Ayah masih di kantor? Semua berjalan seperti biasa, aku dapat satu teman. Dia aneh, tapi dia pintar"

"Ayah akan pulang sebentar lagi. baguslah kalau begitu, siapa nama temanmu? Lain kali ajak dia datang ke rumah"

"namanya Kim Joonmyun. Aku masuk klub dance─" dia melirik Ibunya lagi, Sehun tau Ibunya setelah ini pasti akan marah karena wanita itu tidak pernah suka hobi menari yang diminati Sehun. "─dan Joonmyun masuk klub Bahasa Jerman, itu membosankan sekali"

Ayah tertawa geli. "seharusnya kau masuk klub Bahasa juga, bagus untuk seseorang yang sulit berkomunikasi sepertimu"

"hei Ayah, hari pertama sekolah saja aku sudah dapat teman.. kemampuan berkomunikasiku masih baik-baik saja"

"baiklah baiklah, kau ingin Ayah belikan sesuatu saat pulang nanti?"

"aku ingin chicken, onion dan spicy. Ibu tidak pernah membelikan aku chicken, katanya itu tidak bagus untuk kesehatan"

"oh ya? Ayah baru tau chicken pun menjadi objek kebencian Ibumu hahaha"

"hahahaha!" Sehun sengaja tertawa dengan kencang agar Ibunya mendengar. "begitulah, makanya tubuhku tidak pernah gemuk.. Ibu melarangku ini dan itu, menyebalkan sekali"

"okay, Ayah akan belikan chicken nanti"

"tapi Ayah, aku sedang diculik oleh Ibu sekarang"

"kau sedang bersama Ibumu?"

"iya, Ibu menculikku di depan gerbang sekolah. memaksaku agar ikut kemanapun karena nanti malam Ibu ada siaran langsung. Ibu sangat sibuk rupanya" cibir Sehun.

"jadi bagaimana chickennya?" tanya Ayah lagi.

"sepertinya Ibu tidak berani menjemputku di rumah karena takut bertemu Ayah, jadi dia menculikku di sekolah hahaha" Sehun justru terus mengoceh.

"OH SEHUN!"

Ayah terdiam di seberang sana karena mendengar teriakan melengking mantan istrinya melalui sambungan telponnya bersama Sehun.

"sudah dulu ya Ayah, Ibu marah lagi padaku hehe" setelah memutus sambungan telpon, Sehun memasukan ponselnya kembali ke saku celana.

"kau benar-benar membuat Ibu kesal!"

"aku tau. sebaiknya Ibu tidak menyetir sambil emosi, aku tidak mau masuk Rumah sakit lagi"

"SEHUN!"

.

.

.

.

.

Karena kekesalan Ibu, Sehun akhirnya duduk terpisah dari wanita itu dan Direktur Nam.

Saat berkenalan tadi terlihat Direktur Nam tidak begitu tertarik pada Sehun dan segala tetek bengeknya yang Ibu ceritakan.

"cih, dia menyukai Ibu. itu sudah pasti" Sehun menggumam sambil menatap ke arah Ibunya yang serius menjelaskan sesuatu pada Direktur Nam.

Karena sudah sampai di restauran mahal ini, Sehun tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia memesan banyak makanan utama untuk dirinya sendiri.

"terimakasih. Yang membayar ini nanti adalah wanita itu, atau lelaki yang bersamanya. Pokoknya diantara mereka berdua" ujar Sehun pada pelayan yang mengantarkan pesanannya.

Pelayan itu terlihat sedikit bingung, "maaf, apa hubungan anda dengan kedua orang itu?"

"yang wanita itu Ibuku" Sehun mulai makan dengan khidmat.

Setelah si pelayan pergi, Sehun tetap melanjutkan acara makannya tanpa mempedulikan sekitar. Apalagi dia sudah malas melihat ke arah Ibunya yang pasti masih marah karena kelakuannya di mobil tadi.

Ngomong-ngomong tadi itu Sehun memang sengaja, bermaksud agar Ibu menurunkannya di pinggir jalan dan akhirnya tidak akan berkenalan dengan Direktur Nam.

Tapi ternyata Ibu tetap membawanya ke sini. Awalnya Sehun mau menendang meja, tapi tidak jadi mengingat ini adalah restauran bintang lima dan sudah pasti makanannya enak-enak.

"bagaimana kalau aku saja yang membayar semua pesananmu?"

Sehun berhenti mengunyah saat melihat seorang pria duduk di hadapannya saat ini sambil tersenyum tampan. Begitulah, wajahnya memang tampan.

"kau siapa?"

"namaku Dennis" ia mengulurkan tangan kanannya untuk berjabatan dengan Sehun, tapi Sehun tidak merespon apapun selain kebingungan.

Pria bernama Dennis itu hanya tertawa pelan dan mengembalikan tangan kanannya ke posisi semula. Ia sedikit kikuk dan malu karena Sehun tidak membalas uluran tangannya.

"lalu kenapa kau di sini?"

"aku ingin membayar semua pesananmu"

Sehun tersenyum, "kau harus berunding dulu dengan Ibuku, karena dia bilang juga akan membayar pesananku" katanya sambil menunjuk sosok Ibunya.

"Ibumu pasti setuju, aku tidak perlu merundingkan apapun dengannya"

Serius, Sehun jadi kehilangan nafsu makan.

"aku tidak kenal denganmu lalu tiba-tiba kau muncul dan ngobrol sok dekat denganku. Aku jadi tidak ada hasrat untuk makan" Sehun melempar pelan sendok yang dia pegang ke atas meja.

Dennis justru tersenyum semakin lebar, "kau cantik seperti Ibumu. Wajah kalian mirip"

Alis Sehun berkedut. "terserah saja. kau merusak mood-ku" dia beranjak dari kursinya lalu berjalan keluar dari restauran tanpa pamit lagi pada sang Ibu.

Ibu menyadari kepergian Sehun, dia menjadi sakit kepala mendadak karena anak itu pasti berbuat seenaknya.

"Sehun! ya ampun, mau kemana anak itu!" ia menoleh pada pria semampai bernama Dennis tadi, "Tuan Dennis, maafkan aku.. apa putraku membuat onar? Apa ucapannya ada yang menyinggungmu?"

"tidak sama sekali, dia justru sangat lucu"

"bagaimana kau bisa tau kalau dia putraku? Kau baru saja datang kan?"

"wajahnya sangat mirip denganmu, tentu saja aku tau"

ChanHun

"Sehun.. kalau kau terus seperti itu darahmu akan berkumpul di kepala" sang Ayah mengingatkan walau dia kini fokus pada komputer di meja kerjanya.

Sehun sejak tadi berbaring di sofa dengan kepala yang menggantung sambil membaca buku rumus fisikanya.

"hanya dengan cara ini aku bisa menghapal sesuatu"

Ayahnya lagi-lagi tertawa karena tingkah lucu Sehun. "Ayah bahkan tidak tau bagaimana caranya kau membaca buku itu dengan posisi yang aneh"

"terbaca kok. Suatu saat nanti Ayah harus mencobanya"

"hahaha Oh Sehun, yang benar saja. hei, bagaimana acaramu dengan Ibumu tadi siang?"

"tidak seru. Direktur Nam ternyata kepalanya botak, dan aku bertemu pria pedofil yang mengatakan aku cantik seperti Ibu"

Bagian Direktur Nam berkepala botak sebenarnya lucu, tapi Ayahnya lebih penasaran pada pria yang berkata bahwa putranya cantik.

"serius? Putraku ini tampan, dari mana dia bisa terlihat cantik?"

"itu betul, aku sangat tampan tapi dia malah bilang aku cantik. Mungkin dia hanya modus agar bisa menculikku"

"menculikmu tidak ada gunanya, Sehun hahaha"

"wajahku cukup berharga jika dijual, Ayah"

"apa itu juga penyebab kau dipukul anak-anak berandal beberapa waktu lalu?"

"yap. Mungkin karena mereka iri pada ketampananku, jadi mereka menyerangku seperti itu hehe"

"ngomong-ngomong apa kau masih ingat wajah mereka? Ayah bisa laporkan pada Polisi kalau perlu"

"kasusnya sudah terlalu lama, Ayah.. Polisi tidak akan mau mengurusinya. Tapi aku ingat wajah anak yang bicara padaku itu"

"kalau kau bertemu dengannya di suatu tempat, lakukanlah sesuatu?"

Sehun menutup bukunya, dia menatap sosok sang Ayah yang sedang sibuk bekerja. "lakukan apa misalnya?"

"menegurnya mungkin? Kau bisa nasihati dia agar tidak berbuat begitu lagi pada orang lain"

"hahaha Ayah, di dunia ini tidak ada lagi manusia yang bisa sadar hanya karena dinasihati. Aku akan balas memukul kepalanya agar kami impas"

"kau itu sebenarnya anak umur berapa, Hun? Kata-katamu tidak sesuai dengan umur" Ayahnya tertawa geli.

"hah.. aku jadi tua lebih cepat karena omelan-omelan Ibu"

.

.

.

.

.

Setelah turun dari mobil, Sehun melambaikan tangannya pada Ayah yang sudah mengantarnya sampai di sekolah. hari ini sudah mulai belajar efektif, dan akan bertemu fisika pada jam pelajaran pertama jadi Sehun membuka lagi rumus fisika di tangannya.

"ck, jalanlah lebih cepat kutu buku!" umpat seseorang yang melewatinya.

"jalanan masih sangat luas, bung" kata Sehun cukup keras agar orang itu bisa dengar.

Nyatanya, orang itu memang bisa mendengar ucapan Sehun barusan. Dia berbalik menghampiri Sehun dengan wajah kesalnya.

"berani sekali kau, junior sialan"

Sehun menutup bukunya, dia melihat pemuda yang sekarang berdiri menghalangi jalannya.

Tapi tunggu, Sehun kenal wajah pemuda ini. ya, dia kenal sekali karena pemuda ini sudah memberikannya kenangan pahit masuk Rumah sakit.

"kau... senior rupanya" cibir Sehun sambil melihat name-tag pemuda itu yang bertuliskan nama Park Chanyeol. tanpa berpikir lagi, Sehun langsung memukul kepala seniornya itu menggunakan buku rumus fisika miliknya dengan sangat kencang.

Pemuda bernama Chanyeol tersebut mengerang kesakitan dan juga kaget karena tindakan Sehun yang tidak terbaca olehnya.

"apa yang kau lakukan, brengsek?!"

"pemabuk sepertimu pasti tidak ingat apa yang sudah kau lakukan padaku. aku akan lalukan sampai kita impas!"

Sehun kembali memukul kepala Chanyeol menggunakan bukunya tanpa henti, hingga mereka saling berkejar-kejaran dan mengundang perhatian seluruh murid.

"hei, hentikan! Brengsek! apa maksudmu begini, hah?!"

"kau juga harus gegar otak!" Sehun harus melampiaskan dendamnya.

"hoi, apa yang kau lakukan?!"

Sehun menoleh pada gerombolan senior yang lain, Sehun ingat mereka juga yang berada di tempat kejadian perkara saat Sehun dipukul hingga gegar otak.

Sial, mereka menuju ke arah Sehun. dengan cepat Sehun berlari masuk ke gedung sekolah, menyangkan sekali dendamnya yang belum terlampiaskan sepenuhnya.

"kejar dia! Brengsek" Chanyeol mengusap kepalanya yang sakit karena terus-menerus dipukul oleh Sehun.

.

.

.

.

.

"ada apa, Sehun?" Ayah menjawab telponnya.

"Ayah, aku bertemu orang yang membuatku gegar otak" ujarnya santai.

"apa? kau bertemu dengannya dimana?"

"dia seniorku di sekolah. aku sudah memukulnya, tapi tidak sampai gegar otak.. tidak adil sekali kan?"

"hahaha jangan lakukan itu, apalagi saat kegiatan sekolah berlangsung, nanti kau yang dihukum oleh Guru"

"Ayah, dia sudah membuatku gegar otak!"

"Ayah tau. tapi balas dendam bukan suatu hal yang bagus"

"aku harus bagaimana? Dia sekarang mengejarku karena kesal sudah aku pukuli"

Kali ini Ayahnya tertawa semakin kencang, sungguh-sungguh kencang sampai beberapa menit lamanya.

"Ayah? halo? Kau masih hidup kan?"

"tentu saja, Hun. Kau itu benar-benar lucu.. jadilah lelaki sejati, selesaikan urusanmu dengannya. Kalau tidak ada solusi, baru kau beritau Ayah"

"ah sial, aku memang lelaki sejati!" Sehun memutus sambungan sepihak. Dia keluar dari bilik toilet tempat persembunyiannya selama beberapa menit ini.

Sebentar lagi jam pelajaran pertama dimulai, Sehun tidak bisa terus-menerus sembunyi. Dia pun memberanikan dirinya untuk keluar dari toilet.

"aku baru tau murid laki-laki juga bisa masuk ke toilet murid perempuan"

Sehun menatap Chanyeol yang ternyata sudah menunggunya diluar toilet.

"ternyata kau junior mesum. Ingin mengintip murid perempuan, heh?" selak Chanyeol sambil menyeringai penuh dendam.

"berunding!" seru Sehun.

"berunding?" Chanyeol menyernyit.

"kita sebaiknya berunding terlebih dahulu. Aku memukulimu bukan tanpa alasan, kau sudah membuatku gegar otak waktu itu"

"waktu kapan? Aku tidak ingat"

"tentu saja karena kau sedang mabuk saat itu. kau meminta uang padaku, tapi aku tidak memberikannya, jadi kau memukulku sampai pingsan"

Chanyeol nampak mengingat-ingat kejadian yang dirincikan oleh Sehun barusan.

"ah.. ya, aku ingat malam itu aku sedang mabuk bersama teman-temanku"

Sehun baru menyadari kalau sejak tadi Chanyeol telah memojokkannya ke dinding. ini tidak bagus.

"jadi.. kita bertemu lagi rupanya. kau bermaksud ingin membuat kita impas dengan memukuliku begitu? benar-benar konyol, bahkan sakitnya sudah tidak terasa di kepalaku sekarang"

"aku tau, tadi tenagaku tidak begitu banyak"

"kalau begitu pukul aku sekarang.. sekuat yang kau bisa" kata Chanyeol penuh penekanan. Mata bulatnya memandang tajam mata sipit milik Sehun.

"aku hanya bisa memukulmu diluar gedung sekolah"

"ha? Kenapa harus begitu?"

"nanti aku dihukum Guru"

Lalu tawa Chanyeol menggelegar ke seluruh koridor yang sudah sepi karena bel tanda memulai pelajaran sudah berbunyi beberapa saat lalu.

"kau salah karena sudah berurusan denganku, junior"

Sehun membelalakan matanya saat bibirnya dicium begitu dalam oleh Chanyeol saat ini. bahkan Chanyeol mulai memagut bibirnya yang bergetar.

Tubuh Sehun merinding lemas.

.

.

.

.

.

Tbc

Gue ga janji update tepat waktu hehe. Semoga kalian suka dengan chaptered baru ini, dan tentu saja bacanya setelah buka puasa ya hahaha. I love you all~

p.s: Dennis Oh itu model Korea-Amerika, entah kenapa pengen pake model aja buat saingannya Chanyeol.

p.s.s: maaf buat typonya.