Title: Of Pudding and Bubble Tea

Chapter: not decided yet

Starring: Huang Zitao, Wang Darren, Huang Xiaoming, Wu Yi Fan, Xi Luhan, etc

Author: Annannnn

Pairing: YifanTao

Rating: PG 15

Genre: drama | fluff highschool verse

Disclaimer: Saya hanyalah manusia biasa yang mengimajinasikan mereka bersama. Tidak ada kaitannya dengan realita. Bukan kejadian nyata, sedikit mengambil fakta yang ada di lapangan. Ini hanyalah hasil kreativitas yang agak berlebih semata. Saya tidak ada hubungan dengan mereka. Mereka tidak kenal saya. Saya hanya ingin menulis karena merasa sudah cukup menjadi silent reader.

Jangan di-copy ya, apalagi di-paste karena saya buatnya pakai stress yang terakumulasi abis sidang proposal skripsi. Kalau masih berani, saya kutuk nanti kalau situ mahasiswa, skripsinya jadi seret.

Warning: Banyak brands bermunculan di sana-sini bukan berarti promosi, tapi biar dapat feel-nya. Judul tidak sinkron dengan isi. Jangan berharap yang iya-iya. (apanya?)

Writing style saya agak aneh jadi semoga bacanya bisa dinikmati. Kalau tidak nikmat maka nikmatkanlah.

~†~†~†~

Tao. Nama panggilan sederhana yang merupakan potongan dari nama asli, Huang Zitao. Beberapa orang terdekat memanggilnya Taozi atau Peach, atau Xiao Tao yang artinya 'little peach'. Tapi ia lebih dikenal dengan sebutan panda karena kantung matanya yang hitam dan pipinya yang gembul. Orang-orang di sekolahnya bahkan mengenal Tao sebagai kungfu panda karena ia merupakan atlet wushu sekolah. Meskipun seperti itu, sifat Tao tidak sinkron dengan perolehan semua medali emas yang menghiasi kamarnya.

Jangan harap Tao bisa segarang wajahnya. Jangan harap Tao bisa segagah tingkahnya saat di pertandingan. Tolong, jangan berharap. Karena wajah Tao yang diam berkebalikan bagai langit dan bumi dengan sifat aslinya.

"Lu-ge…" Sebuah suara manja mendayu mengusik gendang telinga Luhan yang sedang menyesap matcha bubble tea kesukaannya.

Luhan, pemuda berwajah anak 15 tahun yang mengenyam jenjang pendidikan di perguruan tinggi ternama semester empat itu pura-pura tidak mendengar. Apalagi menyahut. Maaf saja ya, Luhan itu mahal, kalau mau bicara harus ada bayarannya, pakai US dollar. Lumayan untuk beli YSL atau Beats gold limited edition headset yang kemarin ditaksir sampai manajer toko harus turun tangan karena Luhan memeluk headset itu sambil menangis. Iya, menangis tersedu sambil duduk dekat etalase di tengah toko yang ramai gara-gara headset itu tinggal satu dan sudah dipesan orang lain, tinggal dibungkus rapi dan dikirim ke calon pemiliknya. Butuh dua orang mbak-mbak pramuniaga dan seorang petugas keamanan untuk memisahkan Luhan dengan headset cantik itu. Ujung-ujungnya dia digiring ke kantor, dan Xiaoming, papanya, gagal meeting demi menyelamatkan Luhan dan martabat keluarga yang ternodai demi sebuah headset.

Tapi tetap, Luhan, si kece mahasiswa jurusan Public Relationship ini tetaplah mahal. Buktinya kalau diundang jadi MC di event game atau music, fee yang didapat sekali event cukup untuk beli sepasang sepatu Nike, dan makan-makan enak di café selama seminggu. Luhan juga sering ikut seminar tentang PR dan Mass Communication, sekedar jadi asisten pembicara atau panitia dadakan yang diminta oleh pembicara utama karena lincahnya dalam berorganisasi. Lumayan bisa untuk minum bubble tea selama sebulan dan melipir ke restoran barbeque favoritnya dan Tao, sang adik berbentuk panda itu. Heran deh, kenapa dia bisa punya adik yang mirip panda dan tingginya menyaingi tiang jemuran di halaman belakang. Luhan jadi terlihat pendek kalau berdiri di sampingnya dan papanya.

"Lu-ge… Lulu-ge…" Suara manja itu sekarang disertai tarikan pada kemeja Givenchy biru tua yang baru Luhan perawani kurang dari dua jam yang lalu. Sepertinya pemilik suara itu tidak pantang menyerah. Seperti lirik sebuah lagu wajib nasional, ayo maju, maju.

Pemuda yang lebih tua itu menghembuskan nafas. "Kenapa Taozi? Baju gege mahal nih, baru keluar dari bungkusnya tadi pagi. Fresh from the oven." Cerocos Luhan seraya memandang wajah kosong adiknya. Ah, iya, dia lupa kalau Tao polos dan agak kurang tanggap kalau diajak bicara.

Kedip. Luhan berhenti menyeruput bubble tea-nya. Menatap wajah Tao yang tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. "Taozi? Kamu kenapa?" Luhan mulai panik. Jangan-jangan adiknya kesurupan? Kemarin sih Sehun, teman sekelas Tao sekaligus pacarnya sempat cerita kalau dulu katanya café tempat mereka berteduh ini bekas kuburan. Hii… percaya tidak percaya, tapi ini ada bukti di depan mata. Eh, pacarnya Luhan seumur Tao? Aduh itu cerita untuk di lain waktu saja ya, maklum durasi.

"Memangnya baju bisa masuk ke dalam oven? Bukannya cara buat baju itu dijahit ya, gege? Apa Tao salah belajar waktu SD ya? Tao lupa," tanyanya dengan wajah polos.

Luhan ikutan blank, menatap Tao dengan alis naik, mata membulat, mulut terhenti membentuk huruf 'o'. Makan hati. Pahit di mulut, perih di hati, panas di otak. "Itu kiasan, didi-ku sayang," jelasnya dengan helaan nafas yang begitu dalam, sedalam samudra Pasifik.

"Oh." Bibir kucing Tao ikut membulat. "Jadi cuma baju Lu-ge aja yang di-oven ya? Soalnya baju Tao ada di dalam lemari," tambahnya dengan senyum manis.

Dua puluh lima menit kemudian Xiaoming sang papa terpaksa mengutus Kim Joonmyun, sekretarisnya yang tiba menjemput kedua anak kesayangannya dari café tersebut. Diketahui Luhan berlari menghambur ke dalam kolam air mancur dengan patung malaikat di depan café selagi berteriak-teriak mengenai oven dan baju bermerk sehingga cukup mengganggu ketertiban umum. Tao, sang adik hanya termangu menuntaskan bubble tea miliknya dan Luhan yang sayang kalau dibuang. Sibuk mempertanyakan alasan Luhan yang memutuskan mandi di kolam. Kasihan ikan koi di sana, padahal Tao sering memberikan mereka remah roti sehabis pulang dari café.

Joonmyun hanya bisa tersenyum miris dan menyeret Luhan ke dalam Maserati miliknya dengan tangan kiri sementara tangan kanannya menggandeng Tao yang masih menerawang ke toko seberang. Rupanya sang adik hanya ingin meminta pada kakaknya untuk membelikan boneka panda yang bisa berbunyi di seberang jalan. Ah, boneka panda, tak sampai sepuluh meter jarakmu, tapi kenapa kita terasa begitu jauh? Ada seorang sekretaris merangkap baby sitter dan seekor rusa rewel menghalangi kita. Pedihnya kisah cinta ini.

~†~†~†~

Oh Sehun, pemuda berwajah datar sedatar skateboard biru metalik punya Tao yang sering Luhan aniaya itu sedang khusuk mengerjakan tugas literatur Mandarin dari Wang-laoshi, guru pengganti Song-laoshi yang cuti hamil. Sebenarnya lebih tepatnya menyalin tugas Tao dengan tambahan bumbu-bumbu yang tidak akan sedap dipandang. Sasaran empuk pulpen merah Frixion kebanggaan Wang-laoshi.

"Tao, nih, thanks ya." Sehun menyerahkan kembali tugas Tao layaknya petugas upacara bendera hari Senin kemarin ditemani empat kata. Singkat, padat, dan belum tentu jelas.

Tao mengangguk kencang sembari mengulum chupachup rasa cola, rambut hitam legamnya yang lembut ikut bergerak menutupi matanya. Sehun mendecih, "Sini," titahnya pada Tao yang langsung mendekat. Dirapikannya poni Tao dan diusap puncak kepalanya. "Ponimu sudah panjang, kapan mau dipotong?" tanyanya dengan aura seorang kakak.

Yang ditanya terdiam sebentar, tampak berpikir diiringi suara kecapan lidahnya menikmati rasa meletup cola di mulutnya. Tak lama ia melepas lolipop dengan bunyi 'plop' yang membuat beberapa siswa di sekitar meja mereka panas-dingin disuguhi tontonan rated M begitu. "Kemarin aku mau potong rambut diantar Lu-ge, tapi Lu-ge malah main air di kolam depan café jadinya Joonmyun-ge jemput kita. Aku ngga sempat ke salon." Bibirnya mencebik sebelum melanjutkan kecapan salah fokus pada chupachup-nya. Sepertinya seorang siswa berambut coklat gelap di barisan belakang kedua dari kanan sudah menyerah dan kabur ke kamar mandi, mengurus masalah penyempitan celana.

Pantas saja tadi malam Luhan mengadu soal Givenchy mahalnya yang berakhir tragis dan amis. Ditambah ceracauan aneh tentang oven dan panggang-memanggang yang sukses membuat Sehun berhenti membuka kamus China-Korea untuk menyelesaikan tugas dari Wang-laoshi demi menanggapi curahan hati pacarnya. Sehun jadi penasaran. "Memangnya kemarin ada kejadian apa?"

Begitu Tao menceritakan kembali kronologisnya, pemuda berkulit seputih salju itu hanya bisa terdiam. Mengagumi kebesaran hati keluarga Huang terutama pacarnya yang masih bisa menjalani hidup tenang menghadapi seekor panda penggila puding karamel itu. Siapa bilang tenang? Ah, Sehun suka bohong begitu 'kan.

Tak lama Wang-laoshi masuk dengan senyum di wajah tampannya, mengenakan kemeja abu-abu lengan panjang buatan Alexander Plokhov yang digulung sampai siku. Nama lengkapnya Wang Da Lu, nama gaulnya Darren, berkat pengaruh pernah tinggal selama lima tahun di Los Angeles. Umurnya baru menginjak 22 tahun dan menjadi guru pengganti atas permintaan Wang Li Kun, jiejie-nya yang merupakan wakil kepala sekolah bagian Kemahasiswaan. Niat Li Kun tulus, ingin memberikan adiknya pengalaman kerja sekaligus menempa mental sebelum adiknya terjun ke dalam dunia bisnis yang jauh lebih keras.

Tapi apa daya, kenyataan memang tak seindah ekspektasi. Adik Li Kun ini malah sibuk menjadi stalker dadakan seorang atlet wushu kebanggaan sekolah yang terkenal seksi tapi polosnya keterlaluan. Berkat keberuntungannya yang tidak sengaja melihat anak bungsu Huang Xiaoming latihan di gedung olahraga, meliukkan badan ke sana-sini, Darren resmi menjadikan Tao incarannya. Manis, pintar, kebanggaan sekolah, seksi, dan jangan lupa, badannya fleksibel. Pagi ini bahkan kedua kalinya celana piyama pria itu basah sejak menonton Tao latihan wushu dengan toya seminggu yang lalu.

Darren mengeluarkan aura percaya diri dan wibawa yang mengagumkan. Kulit tan-nya yang seksi, tingginya mencapai 6 kaki, rambutnya hitam klimis dengan Sebastian Liquid Steel gel, wajahnya tampan dengan tulang pipi tinggi dan membuat para siswi mengagung-agungkan tanah tempatnya berjalan. Wajah Sehun langsung masam, berkebalikan dengan Tao yang masih sibuk mengecap manis lolipop-nya sembari membuka Instagram. Ternyata Gucci mengeluarkan koleksi baru. Hmm, mungkin pulang sekolah Sehun sudah punya agenda baru, menemani anak panda ke mall karena Luhan masih sibuk di kampus sampai jam 6 sore nanti.

"Pagi anak-anak," sapa Darren. Senyum lebar yang membuat Sehun dan semua siswa berjengit kecuali Tao yang berkonsentrasi memilih model tas Gucci yang akan dibelinya. Semua siswa menjawab, ditambah pekikan dari beberapa orang siswi.

Guru itu menatap ke seluruh penjuru kelas hingga berhenti pada seorang siswa berambut hitam kelam yang sibuk dengan IPhone 6 miliknya. Duh, Darren jadi mau berganti posisi dengan IPhone-nya biar dapat perhatian lebih. "Tao-er," panggilnya dengan suara bass-nya yang sensual.

Bulu kuduk Sehun meremang mendengarnya. Jijik. "Tao!" Bisiknya menyikut siswa di sebelahnya keras.

Tao yang terkejut spontan berteriak, "Sehun-ah, sakit tahu!" Rengeknya dengan chupachup yang masih setia bertengger di mulutnya buat Darren berubah pikiran ingin menjadi lolipop beruntung tersebut. Sehun hanya bisa menepuk dahinya sendiri. Dalam hati tentu saja, malu kalau image dinginnya rusak hanya karena ini.

"Yang mana yang sakit? Coba sini laoshi lihat." Tangannya terulur memegang bahu Tao. Yang dipegang hanya berkedip polos. "Tao-er nakal ya makan lolipop dan mainan handphone saat pelajaran berlangsung. Ck ck ck." Seringai menghiasi wajahnya yang berangsur-angsur berubah mesum. Di sebelahnya Sehun komat-kamit baca doa pengusir setan yang diajarkan mamanya dari kecil, tapi biasanya harus pakai air suci jadi mungkin itulah kenapa sekarang kurang ampuh.

"Tapi 'kan pelajaran belum mulai," jawabnya lagi.

Darren mengambil chupachup dari mulut Tao dengan gemas. "Ini sudah mau mulai, taruh dulu handphone-nya." Nafsu atau tidak, kalau tentang pelajaran ia tidak akan ada toleransi. Tao mencebik, memasukkan handphone ke dalam tas Gucci keluaran musim dingin tahun ini miliknya. Tadi dia bicara tentang toleransi ya?

"Buka mulutmu." Tao menurut, tanpa pikir panjang membuka mulutnya dengan bibir yang merah dan basah berikut matanya yang agak sayu karena cahaya dari jendela yang menyilaukan. Menerima jejalan lolipop yang kini berbentuk oval dari gurunya.

"Ngh… hmmhh…" Sontak Darren dan mayoritas siswa di sana meneguk ludah kasar demi mendengar suara yang vulgar dari bibir seksi tersebut. "Nghh… Laoshi terlalu kasar," protes Tao dengan suara sengaunya ditambah wajahnya yang memerah karena hampir tersedak. Diusapnya tetesan air liur di sudut bibirnya dengan tissue kemudian ia mengangkat kepala, menatap sekelilingnya heran. Sehun hanya menghela nafas panjang. Kalau Luhan di sini, Wang Li Kun sudah tidak akan punya didi lagi.

Yah, pendek kata dua jam pelajaran literatur Mandarin itu diiringi dengan gerutuan dan desahan tersiksa karena sesaknya ruang celana mayoritas siswa kelas 2-B. Semua itu hanya karena seorang Huang Zitao.

Tabahkan hatimu, Oh Sehun, kamu pasti bisa menjaga kesucian calon adik iparmu. Kalau sekiranya kamu ingin menyerah, ingatlah, jika seorang Luhan mengamuk, sendok ice cream saja bisa menjadi senjata yang mematikan. Sehun masih bisa merasakan matanya yang bengkak, korban pelemparan sendok nyasar dari Luhan. Pria itu mengamuk karena kata-kata temannya, sang pacar yang tak berdosa dan fokus pada barbeque-nya malah terkena getahnya. Mulai detik itu Sehun bersumpah membawa tameng berupa clip board ber-sticker Captain America setiap kali jalan dengan Luhan dan teman bertelinga abnormalnya yang pacaran dengan seekor anak anjing yang kalau menggigit bisa rabies. Analogi yang bagus sekali Sehun, ia merasa ingin menepuk bahunya sendiri, bangga.

~†~†~†~

"Kris. Jangan. Harap." Luhan menekankan setiap kata pada seorang pria yang lebih jangkung daripada adiknya dan memiliki alis menyaingi semak-semak di belakang kursi taman tempat mereka duduk. Tatapan Luhan menajam.

"Ayolah Luhan, apa salahnya sih mengerjakan tugas di rumahmu?" rayunya sok imut. Kalau saja Luhan tidak ingat kalau Wu Yi Fan a.k.a Kris ini teman seperjuangannya sewaktu dia SMA di Vancouver dulu, sudah pasti jurnal materi seminar setebal 7cm untuk lusa nanti dari Professor Choi mendarat mulus di wajahnya.

"Pokoknya ngga boleh! Lebih baik di rumah Yixing, ya 'kan, Xing?" tuntutnya pada Yixing yang sedang di awang-awang memikirkan makanan apa yang dimasak oleh neneknya malam itu. Dia jadi ingin makan sup kepala sapi. Luhan mengernyitkan dahi melihat wajah Yixing yang sudah berada di dunianya sendiri.

"Ngga ah. Udah tiga kali kita ke rumah Yixing, meski aku suka dengan masakan buatan neneknya," di sini Luhan menyahut kesal 'Ya iyalah kau 'kan ngga pernah nolak makanan enak.' Kris dengan tenang melanjutkan, "kita harus adil untuk rolling tempat. Itu kesepakatan kita di awal, ya 'kan Xing?" Kris menepuk bahu Yixing.

"Eh? Iya…?" jawab Yixing setengah sadar membuat Luhan tersenyum pahit.

Kris memamerkan giginya yang putih bersih bersinar, "Nah, ayo kita ke rumahmu, selagi masih jam 2 biar nanti Yixing tidak dicari neneknya seperti yang sudah-sudah." Sebenarnya Kris tahu alasan Luhan melarang temannya ke rumah.

Dulu waktu sekolah asrama di Canada, Kris sekamar dengan Luhan, neat-freak yang hobinya menelpon ke rumah tanpa peduli kuota interlokal sangat mahal untuk ukuran siswa asing. Di sana Kris tidak sengaja berhasil membuka laci Luhan setelah mencoba untuk kesepuluh kalinya dalam sebulan terakhir. Oke, Kris mengaku dia sengaja. Dia penasaran siapakah didi yang Luhan panggil panda atau peach itu. Apa benar adik Luhan seekor panda? Karena sebuah peach sangat tidak masuk akal, dan kalau panda, bukannya itu ilegal ya? Secara internasional, semua panda kan milik negara tirai bambu.

Demi mengobati rasa penasaran, Kris mencoba semua kombinasi yang dia ketahui, sampai akhirnya dia memakai kombinasi tanggal lahir didi Luhan itu. Kenapa Kris bisa tahu? Karena Luhan dengan hebohnya berkonsultasi dengan Kris tentang hadiahnya yang cocok untuk adiknya sang penggila Gucci. Kris sempat mengintip tanggal ulang tahunnya di surat yang ditulis teman sekamarnya tersebut. Dasar Luhan overprotective dan posesif, kode lacinya saja pakai tanggal lahir adiknya sendiri.

Di sana Kris menemukan album foto keluarga Huang dan belahan jiwanya yang hilang. Huang Zitao. Di foto itu tertera umurnya 14 tahun dengan seragam olahraga SMP-nya berupa celana pendek sepaha dan kaus putih yang lumayan menerawang sehabis lomba basket air. Oh… senyumnya manis, rambutnya terlihat lembut, pahanya mulus, bibirnya yang mengerucut lucu, seksi… dan pikiran kotor seorang remaja berusia 17 tahun bernama Kris diinterupsi sebuah penggaris segitiga stainless steel yang menghantam wajahnya telak.

Malam itu Kris menginap di ruang kesehatan dengan matron yang mengompres sisi kiri wajahnya yang bengkak bahkan warna biru di dahinya tidak hilang selama hampir dua minggu. Ia sampai harus meminum painkiller selama lima hari berturut-turut dan antibiotik supaya tidak terjadi infeksi. Sewaktu Kris kembali ke kamarnya di hari ke-15, ia mendapati Luhan menyeringai dengan satu set penggaris dan busur dari stainless steel. Untuk mempermudah dalam pembersihan debu—untuk kasus Kris, darah—yang menempel di sana, jelas remaja berwajah malaikat bersifat iblis tersebut. Sejak saat itu Kris berpikir panjang jika harus berhadapan dengan Huang Luhan. Salah-salah bisa-bisa keluarga Wu kehilangan pewaris tunggalnya.

Dua puluh menit kemudian Ducatti hitam milik Kris sudah di depan pintu masuk rumah Huang bersama dengan Subaru milik Luhan. Yixing tidak membawa kendaraan karena selama ini ia naik bus atau menumpang Luhan yang searah. Wajah Kris bersinar menyaingi teriknya sinar matahari, sedangkan Luhan menekuk wajahnya kesal, dan Yixing tetap memasang wajahnya yang biasa, hampa tanpa ekspresi yang berarti.

Seorang asisten rumah tangga menyambut mereka dengan ramah. Buru-buru Luhan menarik wanita paruh baya tersebut, "Bibi, apa Taozi sudah pulang?" tanyanya berbisik.

"Sudah, bersama tuan Oh di kamarnya, katanya mereka mau pergi lagi," jawab sang asisten dengan penuh keibuan. Ya, bibi Tan merupakan asisten rumah tangga mereka sejak Tao masih balita. Bibi Tan sudah seperti ibu mereka sendiri yang memberikan kasih sayang dan perhatian hangat. Sejak umur 7 tahun Luhan sudah kehilangan sosok seorang ibu di kecelakaan yang merenggut nyawa orang yang melahirkannya tersebut. Papanya tidak bisa mencari pengganti sang istri tercinta dan memutuskan hanya memakai asisten rumah tangga yang loyal dan mengerti kebutuhan mereka.

"Sehun di sini? Mereka mau ke mana, bi?" Luhan melirik ke arah Kris yang sudah menyamankan duduk di sofa dan Yixing yang sedang memandangi pigura yang berjajar apik di ruang TV sembari menggumamkan sebuah lagu.

"Katanya mau belanja. Luhan perlu apa? Teman-temannya mau makan apa? Biar bibi sekalian buatkan," tawarnya. Senyum terpoles di wajahnya yang dihiasi keriput halus tanpa mengurangi kecantikan naturalnya.

Luhan tersenyum lembut, "Tidak usah, bi. Nanti kami pesan pizza saja, suguhkan minuman dingin saja bi, aku mau ke atas dulu." Bibi Tan mengangguk dan pergi ke dapur sementara Luhan menghampiri kedua temannya yang sekarang menonton Avengers Age of Ultron di HBO. "Hei, aku ke atas dulu ya, kalau mau minum, bilang saja ke bibi Tan," kemudian ia melesat ke lantai dua tanpa mendengarkan jawaban temannya.

Sesampainya di kamar Tao, Luhan mendapati Sehun memainkan Wii milik adiknya dengan wajah datar. Tanpa kata Luhan melewati pacarnya yang masih sibuk dengan racing game dan masuk ke dalam kamar mandi yang tidak terkunci, kebiasaan. Ia bisa melihat Tao mengenakan bathrobe sedang mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. Pemuda itu melihat IPhone 6 Tao yang tergeletak dekat washtafel dan membukanya. Ia langsung mengerti begitu melihat update Gucci di timeline instagram didi-nya yang fashionista itu.

"Kamu mau shopping?" Tao mengangguk, masih sibuk menyisiri rambutnya. "Keluarnya lewat pintu samping ya. Gege ada tamu," jelasnya. Padahal ia takut akan nasib Tao jika berada dalam radius sepuluh meter atau ada dalam jarak pandang seorang Wu Yi Fan. Luhan takut Tao yang terlalu polos itu diapa-apakan dan jadi trauma. Luhan 'kan sudah kenal dengan tabiat Kris, one night stand-nya bertebaran di mana-mana. Meski Kris mengaku hanya sampai tahap making out tapi Luhan tidak bisa percaya. Didi-nya yang terlalu sopan dan polos itu tidak akan mengerti dan berontak sekiranya Kris berhasil melakukan perbuatan yang kurang ajar terhadapnya. Membayangkannya saja tangan Luhan sudah gatal ingin melesatkan boots End. X Tricker's miliknya ke wajah mesum Kris. Tapi sayang juga sih, nanti boots-nya lecet.

Tao mengerjapkan matanya, "Yixing-ge ya? Aku kangen sama Yixing-ge," serunya dengan nada ceria. Dalam sekejap ia memakai t-shirt favoritnya yang bergambar lambang Medallion—film garapan Jackie Chan—yang berukuran dua kali lebih besar dari ukuran badannya dan celana pendek dari American Apparel yang lebih menyerupai boxer. Remaja itu melesat turun tidak menggubris panggilan dari kakaknya yang penuh urgensi.

"Yixing-ge! Tao kangen!" Tao menghambur memeluk Yixing yang hanya mencapai matanya. Yixing mengikuti refleksnya untuk memeluk Tao sementara Kris yang menyaksikan kejadian tersebut hanya ternganga membelalakkan mata. Tao dengan baju biasa terlihat lebih manis. Tao yang asli, dengan mata pandanya yang terlihat lucu, bibir seksinya yang menyunggingkan senyum polos, badannya yang ugh, makin seksi. Kris kecolongan start!

"Halo Tao-er, lama tidak bertemu ya." Yixing menepuk puncak kepala remaja itu layaknya mengusap seekor anak anjing yang bahagia menyambut kedatangan tuannya. Senyum manis akhirya terukir di wajah Yixing dengan binar matanya yang terlihat senang. Dari dulu Yixing ingin punya anak anjing tapi karena alergi dan penyakit yang dideritanya sang kakek dan nenek tidak bisa memenuhi keinginan cucu kesayangannya itu. Ehm, Yixing juga ingin punya seorang adik karena ia anak semata wayang dan sering merasa kesepian, jadi begitu ia bertemu Tao, lengkap sudah kebahagiaannya.

Lagi-lagi Kris terperangah. Yixing? Seorang Zhang Yixing bisa mengingat nama seseorang dengan benar? Seorang Zhang Yixing yang salah memanggil nama professor mereka sendiri saat presentasi penting yang berakibat fatal. Seorang Yixing yang bahkan butuh waktu sebulan untuk menghapal letak kelas mereka yang berada di koridor yang sama. Wow, mukjizat dari mana ini? Apakah jangan-jangan benar jika Yixing keturunan unicorn yang air matanya bisa menyembuhkan? Oke, Kris, itu di luar topik. Kris tampak seperti ikan yang keluar dari habitat aslinya, berusaha menghirup oksigen melalui mulutnya yang terbuka lebar. Berusaha mencerna situasi yang terjadi di depan matanya sementara ekor matanya menatap Luhan yang mengurut dahinya sendiri. Hmm, sepertinya manusia iblis berkedok malaikat itu tidak mengantisipasi hal ini, saatnya seorang Kris beraksi.

Kris berdiri, merapikan kemeja kotak-kotak merah Supreme x Comme Des Garcons yang dikenakannya sebelum menginterupsi celotehan Tao yang penuh semangat bercerita kepada Yixing yang ajaibnya terlihat fokus. "Hei, Taozi, namaku Wu Yi Fan, kau bisa memanggilku Kris," senyum yang bisa meluluhkan semua hati wanita terulas di wajah tampannya. Rambut pirang kecoklatannya terlihat berkilau dan matanya yang berwarna abu-abu gelap mengundang siapa saja untuk tenggelam bersamanya.

Tapi tidak untuk seorang Huang Zitao. Lupa ya kalau hidup anak itu hanya berkisar papa, gege, wushu, game dan shopping? Anak ini tidak akan mengerti yang namanya flirting. Maka Tao hanya mengerjap bingung. "Yifan-ge, temannya Lu-ge?" tanyanya berusaha mencerna kehadiran pria ini di rumahnya. Tao tidak pernah tahu kalau Luhan memiliki teman yang lebih tinggi darinya kecuali Park Chanyeol, pacar kakak sepupunya, Byun Baekhyun yang tinggal di blok sebelah.

Kris mengangguk senang. Akhirnya dapat perhatian dari sang pujaan selama tiga tahun. "Iya, jurusan kita sama, tapi gege mengambil dual degree, PR dan Management Business," tuturnya berusaha membuat Tao terpesona. Jantung Kris merasa ingin lompat saat Tao mendekat kemudian memeluknya dan mulai berbicara entah apa karena jiwa Kris sudah tidak ada di raganya. Benar ya mukjizat itu nyata, doa orang yang membutuhkan pasti dijawab dengan indah pada waktunya. Tanpa ragu ia membalas pelukan Tao, mencium aroma madu dari shampoo L'Oreal yang dipakainya. Tubuh Tao memang sempurna. Rasanya hangat, kulitnya lembut, bagian belakangnya, ehm, empuk. Jadi ini rasanya surga ya? Tanpa disadari Kris tersenyum mesum dengan kedua lengannya melingkari pinggang ramping Tao, merayap perlahan ke arah bawah, pelan tapi pasti. Tubuhnya terasa pas di dalam pelukan Kris, seperti kepingan puzzle yang menyatu dan saling melengkapi.

PLETAK. "ARGHH!"

Nah itu suara pemisahan kepingan puzzle yang dilakukan tidak lain oleh seorang Luhan. Kris meringis, mengerjapkan air mata yang membasahi pelupuk matanya. Ia melihat dengan samar seorang berambut pirang pucat dengan kulit yang hampir transparan menarik tangan Tao dan Luhan dengan garang memandang Kris sadis sementara Yixing dengan tatapan menghakiminya. Kris setengah berlutut memegangi kepalanya yang berdenyut-denyut nyeri. Apa sih yang Luhan pakai untuk memukulnya? Ia berusaha melihat sekeliling dan mendapati sebuah boots End. X Tricker's berwarna coklat tua mendarat dengan posisi ganjil kurang lebih satu meter dari tempatnya bertelut. Oh. Pantas. Kris menutup matanya, tidak menghiraukan suara-suara di sekelilingnya yang bergema mempersulit dirinya beristirahat dengan tenang.

'Maafkan anakmu ini papa, maafkan Yifan yang belum sempat meneruskan bisnis keluarga kita. Semoga kalian mencari pengganti yang lebih baik dariku yang sudah mendekati sempurna ini.' Kris bergumam tak jelas.

To be continue…?

Comment: Saya lelah menunggu Yifan kembali pada Tao. Lelah mz, kzl. Saya cinta kalau mereka bersama. Btw saya author jadul yang vakum dan jadi silent reader selama 4 tahun terakhir. OTP saya mulai dari fandom JRock, Death Note, LOTR, sampai Avengers. Saya bukan fan dari former band pairing ini. Saya ngga nge-fans dengan mereka saat mereka masih di boyband itu, tapi saya tahu mereka dari LJ sejak tahun 2012. Saya ngga benci dengan boyband itu, malah senang kalau lihat cowok-cowok cakep. Tambahan, di negara ini ada konspirasi nama boyband itu dengan salah satu perusahaan yang mengeluarkan merk kopi baru. Pasti ada udang di balik bakwan.

Silakan komentarnya ditulis ya, pakai bahasa yang sopan, jangan lupa sesuai EYD biar enak bacanya seenak bakwan udang.