Disclaimer : Masashi Kishimoto

Light in The Darkness

Warning! : AU, OOC, typo, miss typo, dan kekurangan lainnya.

Don't Like? Don't Read. Please Leave This Page.

Enjoy and Hope You Like It!

.

Chapter 1

.

Pintu menjeblak terbuka ketika seorang lelaki berambut pirang membuka pintu dengan keras. Wajahnya penuh peluh, seragam berwarna loreng yang dikenakannya pun tampak kotor. Beberapa orang di belakangnya mengekor masuk ke dalam ruangan itu.

Lelaki dengan name tag Naruto Namikaze di seragamnya menoleh ke arah jam dinding yang tergantung. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, dan ia sudah sangat lelah. Ia mengedarkan pandangannya, tak hanya dirinya, wajah ketujuh rekannya juga tampak lelah. Tentu saja mereka lelah setelah tugas selama enam bulan di luar negeri. Menjadi tentara memang tak mudah.

Naruto mendudukkan dirinya di salah satu kursi di sana, sedangkan beberapa rekannya mulai membereskan perlengkapan mereka ke dalam lemari yang tersedia. Ya, barak ini lumayan besar. Cukup menampung sampai 10 orang. Merasa lelah, Naruto pun memejamkan matanya yang berat.

"Berikan barang-barangmu. Biarkan aku menyusunnya!"

Naruto kembali membuka matanya, mendapati saudara kembarnya masih berdiri tegap seolah masih memiliki banyak stamina. Dengan gerakan malas, Naruto menyerahkan tas besarnya pada saudaranya.

"Ah, kau baik sekali, Menma," kata Naruto lalu mulai memejamkan matanya lagi. Entah mengapa ia ingin langsung tidur saja, tak perlu pakai acara mandi dulu.

"Berdiri!"

Suara Menma yang tegas kembali membangunkan Naruto, ia refleks bangun dari posisi duduknya dan berdiri tegap. Ia mendengus kesal. Apa-apaan Menma itu? Baru saja memejamkan mata, tapi dia langsung berujar dengan lantang. Setelah mengikuti arah pandang Menma, barulah Naruto paham.

"Berbaris!"

Mereka semua mulai berbaris secara horizontal ketika Naruto memberikan perintah.

"Hormat!"

Lalu mereka memberikan hormat hingga lelaki paruh baya itu menurunkan tangannya.

"Sepertinya kalian baik-baik saja. Terima kasih karena sudah kembali dengan selamat." Lelaki paruh baya dengan surai hitam itu berujar dengan bangga.

"Ha'i! Arigatou gozaimasu!" jawab mereka serentak dengan lantang.

"Silahkan lanjutkan kegiatan kalian, lalu pulanglah setelah selesai. Keluarga kalian pasti sangat merindukan kalian semua." Lalu mata lelaki itu menatap Naruto. "Naruto Namikaze, boleh ikut denganku sebentar?" tanyanya.

"Baik!" jawab Naruto lalu mengekor pria itu keluar dari barak.

Sebenarnya Naruto sudah sangat lelah, tapi mana mungkin dia menolak perintah atasannya yang jabatannya adalah seorang Jendral. Fugaku Uchiha, dia adalah jendral militer di negara Jepang yang amat sangat Naruto hormati meskipun pria paruh baya itu di luarnya tampak menyeramkan karena raut wajahnya yang tegas, ia lumayan rendah hati.

"Naruto, aku tahu kau pasti sangat lelah, tapi aku punya satu misi mudah untukmu. Kau mau melakukannya? Hanya malam ini saja."

Naruto mengangguk. "Tentu saja. Kenapa anda malah ragu untuk memberiku misi ini?"

"Baguslah. Misinya mudah. Datanglah ke tempat ini." Fugaku menyodorkan selembaran kertas yang tertulis sebuah alamat sebuah bar malam. "Aku cuma ingin kau mengawasi dan mengantarkan pulang putri dari Kementrian Pertahanan, Kizashi Haruno," lanjut Fugaku.

"Hmm... jadi rumor tentang anaknya yang bad girl itu benar, ya? Memalukan." Naruto menyeringai tipis melihat alamat yang tertera di kertas itu.

Fugaku mengangkat bahunya—bersikap acuh tak acuh. "Begitulah, makanya akhir-akhir ini beliau khawatir karena putri satu-satunya itu hobi sekali pulang pagi."

"Baiklah! Ini mudah! Aku akan pergi sekarang!" Naruto memberi hormat kepada Fugaku sesaat, lalu berbalik pergi ketika Fugaku membalas hormatnya.

.

"Kau mau kemana?" tanya Menma ketika melihat Naruto kembali dengan terburu-buru. Saudara kembar yang lebih muda 5 menit darinya itu tiba-tiba saja langsung mengganti seragam militernya dengan kaos biasa.

"Ada misi mudah malam ini hanya untukku, kau pulang duluan saja." Naruto langsung melengos pergi setelah mengganti celananya dengan celana jeans. Sedangkan Menma hanya mengangguk paham dan membiarkan saudara kembarnya itu pergi.

"Staminanya masih banyak, ya?"

Menma menoleh ke arah sumber suara, mendapati Sora yang tengah menatap pintu coklat yang baru saja Naruto tutup.

"Sebenarnya dia sudah lelah, tapi dia memang tidak pernah bisa menolak perintah ataupun permintaan Jendral Fugaku," balas Menma seadanya.

xxx

Bar Konoha

Naruto mendudukkan dirinya di salah satu meja. Ketika seorang pelayan datang menanyakan pesanan padanya, ia hanya memesan Vodka. Mata biru itu langsung menelusuri seisi bar yang penuh sesak. Musik-musik yang berdentam kuat membuat ruangan bergetar, belum lagi orang-orang yang bernari-nari ria, dan lampu-lampu disko yang membuat lelahnya bertambah 2 kali lipat.

"Sakura Haruno," gumamnya masih mencari sosok wanita itu. Hingga akhirnya matanya terhenti di salah satu meja besar yang ada di salah satu sudut ruangan. "Ketemu!" gumamnya sambil sesekali menatap foto Sakura yang ada di tangannya—foto yang ia dapatkan dari Fugaku saat ia ingin pergi ke tempat ini.

Naruto menggelengkan kepalanya melihat wanita itu sedang dikelilingi enam orang pria. Satu di antara mereka sedang berpelukan mesra dengan Sakura dan lima lainnya sedang menikmati minuman beralkohol sambil berjudi. Tak bisa dipercaya. Bagaimana bisa seorang putri dari menteri pertahanan melakukan hal seperti orang tak punya etika? Entah mengapa Naruto semakin merinding melihat Sakura bersama seorang lelaki berambut jingga mulai berpelukan. Sakura yang melingkarkan lengannya di leher pria itu, sedangkan pria itu dengan nikmatnya menciumi leher Sakura beberapa kali—membuat Sakura terkikik geli.

"Ini pesanan anda." Seorang pelayan meletakkan segelas vodka di depannya, dan berlalu pergi.

"Benar-benar perempuan murahan!" cetus Naruto sambil berdecih. Ia meraih gelasnya, lalu meneguk vodka dengan cepat. "Well, aku hanya harus mengawasinya sampai dia selesai, lalu membawanya pulang, 'kan? Mudah!"

Dengan segelas vodka yang dipesan Naruto, lelaki itu mulai mengawasi Sakura dari jauh.

xxx

Sakura menghela napas ketika mata zamrudnya menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah jam 3 dini hari? Ayolah, sebenarnya ia masih belum mau pulang. Merasa harus pergi, Sakura beranjak dari posisi duduknya, ia meraih gelas miliknya untuk meminum sisa winenya.

"Aku harus pergi sekarang," kata Sakura sambil menyampirkan tasnya di bahu.

"Eh? Kau yakin ingin pulang sekarang? Kau belum melakukan apa-apa denganku. Ayolah Sakura, kita ke kamar," ucap seorang lelaki berambut pirang panjang.

"Maaf Deidara, aku harus pergi sekarang." Sakura yang hendak pergi langkahnya harus terhenti karena sebuah tangan yang menggenggam lengannya erat.

"Kau hanya menghabiskan waktumu bermesraan dengan Pein, kenapa tidak denganku?" tanya Deidara dengan tatapan tak suka.

"Deidara benar, Sakura, di sinilah sebentar lagi, bermainlah dengan kami bergantian. Kau tidak tahu kalau kami sedang menunggu?" kata Kabuto yang duduk tak jauh dari Sakura.

Kabuto mengulurkan tangannya yang panjang, melingkarkannya di perut Sakura, lalu menarik gadis itu hingga jatuh ke pangkuannya. Saat itulah Kabuto langsung memeluk Sakura erat, menciumi leher bagian belakang wanita itu, lalu menghirup aroma harum Sakura yang khas. Lelaki berkacamata bulat itu tersenyum puas ketika tangannya yang nakal mulai meraba-raba paha Sakura yang terekspos karena wanita itu hanya mengenakan rok pendek.

"Hei, Kabuto, kau curang, berbagilah denganku." Kali ini Deidara menarik lengan Sakura agak keras, sukses membuat wanita itu meringis sakit.

"Hentikan!" teriak Sakura sambil menarik dirinya untuk kembali berdiri. Wajahnya memerah menahan amarah, mata hijaunya menatap Deidara dan Kabuto tajam, ia lalu mengalihkan pandangannya pada Pein. "Hei, aku tidak suka dua orang temanmu ini!" seru Sakura kesal.

Pein tampak tersenyum geli dan tertawa kecil. "Ayolah Sakura, siapa yang tidak tertarik pada wanita secantik dirimu itu? Sudah kubilang kalau 2 anak buahku ini lebih nakal dari mereka," balas Pein pada Sakura santai sambil melirik 3 anak buahnya yang lain sedang asik lomba minum Vermouth hingga berbotol-botol.

"Bilang pada mereka kalau aku mau pulang! Aku tidak mau ditahan oleh mereka!"

Pein hanya mengangkat kedua bahunya. "Mereka bekerja untukku, kenapa aku harus menuruti permintaanmu? Oh, kecuali kalau kau mau melakukan sesuatu untukku. Menjadi wanita penghibur untukku, misalnya."

Sakura mendecil. "Ternyata kau berengsek!"

Pein beranjak dari tempat duduknya, melangkah mendekati Sakura, sedangkan Sakura mundur menjauhinya. Dengan sekali sentakan, Pein meraih tangan Sakura, lalu menariknya hingga Sakura jatuh di dada kekarnya.

"Salah sendiri karena memilih pria berengsek ini. Jadi, bagaimana? Kau mau?" tanyanya sambil mendekatkan bibirnya pada bibir merah Sakura. Bukannya, mendapati sensasi manis dari bibir itu, Pein malah merasakan sebuah papan membentur wajahnya.

"Oke! Cukup sampai di sini saja! Aku sudah muak melihatnya!"

Pein kembali menarik wajahnya setelah wajahnya membentur papan nampan. Ia menoleh ke arah pria berambut pirang cepak itu dengan kesal. Siapa pria itu? Beraninya dia sampai meletakkan sebuah nampan tipis di depan wajahnya ketika ia hendak mencium bibir seorang wanita cantik.

"Siapa kau?!" tanya Pein ketus pada Naruto.

Naruto berdiri di depan Sakura. "Kau tak perlu tahu siapa aku. Karena nona ini ingin pulang, apalagi kalian sudah melakukan hal tak senonoh di depan mataku, aku tidak mungkin diam." Naruto melirik Sakura yang ada di belakangnya. "Ayo pulang!" Naruto berbalik, meraih pergelangan tangan Sakura, lalu menarik gadis itu dengan cepat.

Pein menggertakkan giginya karena kesal. Orang yang mengganggunya seenaknya saja membawa Sakura pergi. Ia menoleh ke arah Kabuto dan Deidara. "Kalau kalian bisa melakukan apapun pada pria itu, kalian boleh melakukan apapun pada Sakura!"

Kabuto dan Deidara saling berpandang sesaat, hingga akhirnya mereka berdua menyeringai lebar. Kedua lelaki itu berdiri, lalu melangkah cepat menuju pintu keluar bar yang baru saja dilewati Sakura dan Naruto.

"Cih! Kau pikir kau bisa lepas dariku begitu saja, Sakura Haruno!" desis Pein dengan tatapan matanya yang tajam.

xxx

"Hei, siapa kau?" tanya Sakura pada lelaki di depannya ketika mereka keluar dari bar.

Naruto melepaskan genggamannya. Tanpa menoleh, Naruto menjawab, "anggap saja orang yang diutus Ayahmu untuk membawamu pulang."

"Aku tanya siapa namamu?"

"Naruto."

"Apa pekerjaanmu? Polisi yang diutus Ayahku?"

"Kau tak perlu tahu."

"Ugh! Dingin sekali kau. Tidak bisa bersikap ramah, ya?"

"Terserah."

"Kehidupanmu pasti suram," sahut Sakura sedikit meledek pria di depannya.

"Dan aku penasaran dengan kehidupanmu yang membuatmu jadi seperti ini, dasar bad girl!" balas Naruto masih menatap sepanjang jalanan yang gelap.

Naruto tak tahu kalau ada bar yang letaknya ada di sebuah gang yang lumayan sempit. Belum lagi tempat bar itu ada di ujung gang sehingga ia harus berjalan kaki lumayan jauh untuk sampai di jalan besar dan mengambil mobilnya yang ia parkir di depan sebuah toko swalayan.

"Selamat malam! Kami sudah menunggu kalian!"

Naruto menghentikan langkahnya, membuat Sakura yang berjalan tepat di belakang menabrak punggung lebarnya. Naruto mendecih kesal melihat dua orang yang ia temui di bar sudah ada di depan mereka sedang memainkan pisau tajam.

"Kenapa mereka berdua bisa tiba-tiba ada di depan kita?" tanya Naruto sambil melirik Sakura yang ada di belakangnya.

"Tentu saja mereka ambil jalan pintas! Kau tidak lihat di dalam jalan kecil ini masih ada gang-gang kecil lainnya?" balas Sakura sambil melangkah mundur.

Naruto menghela napas. Ternyata rasa lelah dan minuman vodka tadi membuat konsentrasinya menurun. Seharusnya ia bisa menebak kalau salah satu dari mereka akan ada yang mencegat mereka di jalan. Dasar bodoh, rutuk Naruto pada dirinya sendiri.

"Biarkan kami lewat," kata Naruto dengan tenang.

Deidara tertawa. "Serahkan dulu Sakura pada kami, lalu kau boleh lewat."

"Biar kuberitahu kalian berdua. Dia adalah Sakura Haruno."

"Sakura Haruno, tentu saja kami tahu betul siapa Ayahnya yang seorang menteri pertahanan. Lalu, kenapa? Kau pikir kami takut?" kali ini Kabuto angkat bicara sambil membenarkan letak kacamatanya.

Naruto melebarkan matanya. Ia menoleh ke arah Sakura. "Mereka tahu kau Sakura Haruno?! Nona, kau betul-betul bergaul dengan orang berbahaya!"

Naruto menggeleng tak percaya bagaimana bisa Sakura terang-terangan menggunakan nama 'Haruno' untuk berkenalan dengan anak-anak bar seperti itu? Sepertinya ia tak punya pilihan lain selain menyelesaikan masalah ini dengan otot.

"Dengarkan aku, nona. Aku akan menahan mereka, selagi aku bertarung dengan mereka, kau lari duluan ke jalan besar sana. Mobilku yang warna putih ada di tempat parkir salah satu toko. Aku akan menyusulmu." Naruto mulai menjelaskan.

Sakura mengangguk paham. Ia melepaskan heelsnya dan mulai bersiap-siap.

Naruto mulai mengambil ancang-ancang. "Baiklah, kalian berdua kemarilah."

Kabuto dan Deidara mulai berlari maju dengan pisau di tangan mereka. Deidara ingin mengarahkan pisaunya ke perut Naruto, namun dengan sigap Naruto langsung menangkap pergelangan tangan Deidara. Kabuto yang tepat berada di belakang Deidara balas mengibaskan pisau ke wajahnya, Naruto refleks mundur ke belakang, lalu dengan kekuatannya, Naruto menendang perut Deidara, membuat lelaki itu mundur bersama Kabuto yang tepat berdiri di belakang Deidara.

"Pergilah!" seru Naruto pada Sakura.

Detik itu Sakura berlari menjauh dari ketiga orang itu.

"Majulah! Apa kemampuan kalian cuma segitu?" tanya Naruto dengan nada meremeh.

"Ka-kau!"

Merasa kesal, Kabuto dan Deidara mulai menyerang dari dua sisi, Deidara mengambil sisi kanan, sedangkan Kabuto menyerang dari sisi kiri. Ketika Kabuto mulai menghunuskan pisaunya, Naruto menunduk dan melayangkan sikutnya ke arah perut Kabuto. Sementara Kabuto mundur, Naruto melayangkan tendangannya ke arah tangan Deidara yang hendak menebas tubuhnya dengan pisau, pisau itu terlepas dari tangan Deidara. Sebelum Deidara kembali mengambil pisaunya, Naruto lebih dulu menarik tangan Deidara dan menggenggamnya dengan kuat.

"Tidak akan kubiarkan kau mengambil pisau itu." Detik itu juga Naruto memutar lengan Deidara hingga terdengar bunyi tulang.

"Aarrghhh!" raung Deidara kesakitan.

Naruto yang ingin cepat-cepat mengakhiri pertarungan, langsung memukul tenguk Deidara dengan keras, saat itu juga Deidara langsung terjatuh tak sadarkan diri. Masih dengan tangan terkepal, Naruto menoleh ke arah belakang, di sana masih ada Kabuto yang masih memegang perutnya.

Kabuto yang tampak kesal membuang pisaunya, ia mengepalkan kedua tangannya untuk melawan Naruto. Kabuto berlari ke arah Naruto, ia melayangkan tinjunya ke arah Naruto dan berhasil dihindari dan ditepis Naruto dengan baik. Begitu Kabuto kembali melayangkan tinjunya, tinjunya itu langsung ditangkap oleh Naruto.

"Sekarang giliranku!"

Naruto mendorong mundur tangan Kabuto. Ia melangkah maju dengan berani, membuat Kabuto refleks bergerak mundur. Wajah Kabuto tampak menyeramkan, pria berkacamata bulat itu marah. Tanpa perhitungan, Kabuto melayangkan tinjunya lagi, kali ini Naruto menghindarinya dengan menunduk, lalu dengan serangan cepat, Naruto langsung memukul dagu Kabuto dengan keras. Melihat Kabuto masih sadar, Naruto meraih kerah baju Kabuto, menariknya, lalu Naruto melayangkan pukulannya tepat di rahang Kabuto dengan keras.

Naruto langsung melepaskan genggamannya pada kerah saat melihat Kabuto yang terjatuh lemas. Tanpa membuang banyak waktu, ia langsung berlari pergi dari sana untuk menemui Sakura yang pasti sedang menunggunya.

xxx

Kediaman Haruno

"Ah, Sakura-chan... kau membuatku khawatir." Kizashi Haruno menghela napas lega saat melihat Sakura keluar dari mobil putih itu bersama Naruto.

"Aku lelah! Aku mau langsung tidur!" tanpa mempedulikan Kizashi—sang Ayah, Sakura langsung masuk ke dalam rumahnya.

Kizashi tersenyum miris melihat sikap Sakura, dan ia memaklumi hal itu. Melihat Naruto yang sedang berdiri di depannya, Kizashi memasang wajah ramahnya. "Terima kasih banyak, Naruto, kau sudah membawanya pulang."

"Bukan masalah," sahut Naruto singkat.

"Dia memang sudah seperti itu dari dulu, tapi akhir-akhir ini dia suka sekali pulang pagi dan bolos kuliah, aku tidak bisa tidur nyenyak kalau dia belum pulang. Ini memang salahku karena tak pernah punya waktu untuknya." Kizashi bercerita sambil memijat pelipisnya.

"Haruno-san, sebaiknya anda menyewa seorang bodyguard untuk putri anda. Kami punya masalah dengan beberapa orang saat pulang tadi, dan aku khawatir kalau orang-orang itu masih mengincarnya."

"Astagaaa... apa yang sudah anak itu lakukan?" Kizashi menghela napas panjang lelah. Pria berumur kepala empat itu sepertinya harus menghadapi situasi memusingkan. Selain pekerjaan, ia masih memiliki masalah dengan kelakuan anaknya. "Baiklah. Terima kasih, Naruto. Kau boleh pulang."

Naruto mengangguk, ia membungkukkan badannya, lalu berbalik pergi meninggalkan kediaman Haruno bersama mobil putih yang dibawanya.

xxx

Naruto kembali menguap lebar. Ia sudah benar-benar mengantuk. Begitu lift yang dinaikinya berhenti di lantai 10, pintu lift pun terbuka. Naruto melangkah lebar. Ia sudah tak sabar untuk berbaring di kasurnya yang empuk dan nyaman. Pasti Menma sudah terlelap dan sedang berpetualang di dunia mimpinya. Ah, Naruto juga mau.

Begitu tiba di depan pintu nomor 1010, Naruto mengeluarkan kunci apartemennya. Ia memang satu apartemen dengan Menma, tapi ia juga memegang satu kuncinya. Naruto membuka dan menutup pintunya tanpa suara.

"Akhirnya kau pulang."

Naruto yang tengah melepaskan sepatunya menoleh ke arah Menma yang sedang berdiri tak jauh darinya. Setelah meletakkan sepatu ke dalam rak, Naruto memakai sandal rumah yang biasa ia pakai.

"Kau belum tidur?" tanya Naruto ketika ia melewati Menma.

"Berhubung kau sudah pulang, aku akan tidur. Oyasumi." Menma menguap lebar lalu berjalan menuju kamarnya.

Naruto melihat jam yang sudah menunjukkan hampir pukul 4 pagi, ia mendengus. "Baik sekali dia mau menungguku pulang," gumam Naruto pelan. Ia masuk ke dalam kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Menma, ia lalu menghempaskan tubuhnya di kasurnya yang empuk.

Apartemen yang mereka tempati ini memang dapat dikatakan luas. Apartemen yang memiliki 2 kamar yang cukup luas dengan ruang tengah, kamar mandi, dan juga memiliki dapur. Biaya sewanya memang sedikit mahal, tapi berhubung mereka tinggal berdua, tentu saja Naruto dan Menma membayarnya berdua.

"Ahh... nyamannya kasur ini," gumam Naruto mulai memejamkan matanya. Begitu ia memejamkan matanya, ia langsung terlelap dengan pulas.

xxx

"Akhirnya kau bangun," kata Menma ketika melihat Naruto keluar dari kamarnya.

"Oh! Aku tidur lebih dari 10 jam? Hebat juga," kata Naruto ketika melihat jam bulat yang tergantung di tembok.

Menma yang baru saja membuat kopi mendudukkan diri di sofa dan meletakkan kopinya. "Tadi menteri pertahanan menelpon dan ingin bertemu denganmu."

"Eh? Apa mau ada tugas lagi? Kenapa kau tidak membangunkanku?" tanya Naruto seraya mendudukkan diri di samping Menma.

"Aku tidak bisa membangunkan seseorang yang tidurnya seperti orang mati."

"Hei, kau meledekku?!"

"Haruno-san bilang bukan tugas negara, jadi dia titip pesan padaku. Kalau kau sudah bangun, dia memintamu untuk datang ke rumahnya. Jadi, nanti kau tidak perlu pakai seragam." jelas Menma.

Naruto hanya mengangguk paham dan bergumam 'oh'. Ia bangkit dari posisi duduknya. Ia melangkah menuju kamar mandi yang letaknya berdekatan dengan dapur. Sebelum ia masuk ke dalam kamar mandi, ia memanggil Menma.

"Menma..."

"Hmmmm?"

"Kau bisa temani aku ke sana?"

"Tentu saja."

Dan setelah itu Naruto masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang tidak sempat mandi tadi malam karena terlalu lelah.

xxx

"Oke, aku akan langsung ke intinya saja. Naruto, apa kau mau jadi bodyguard anakku?" tanya Kizashi.

"APA?!" seru Naruto. Ia shock. Jadi bodyguard katanya? Bodyguard bad girl itu?

"Ahahahaha... aku tak percaya ini! Apa ini lelucon?! Lucu sekali!"

"Menma! Apanya yang lucu?! Aku memintamu untuk menemaniku, bukan menertawakanku. Jadi, diam sekarang!" Naruto menatap tajam Menma yang tertawa keras sambil memegang perutnya yang menggelitik.

"Ba-baiklah," jawab Menma sambil menahan tawanya. "Habisnya orang yang tidak pernah tertarik dengan perempuan seksi disuruh dekat dengan perempuan. Jadi bodyguard cewek nakal itu? Yang benar seja? Ahaha." Tawa Menma kembali meledak. "Apalagi cowok sedingin dia. Kau yakin, Haruno-san?" tanya Menma masih dengan tawanya.

Kening Naruto berkedut dalam. Merasa kesal sekaligus malu, ia menarik kerah Menma yang masih menertawakannya. "Menma diamlah! Atau kau akan kubunuh sekarang juga!"

"Ahahaha! Silahkan bunuh aku!"

Naruto memutar bola matanya. Ia melepaskan cengkeramannya pada kerah Menma dan membiarkan saudara kembarnya itu tertawa sampai puas.

"Tapi, kenapa harus Naruto, Haruno-san?" tanya Menma ketika tawanya mereda. Ia cukup penasaran, kenapa harus Naruto yang menjadi bodyguard dari sekian banyak orang terlatih di luar sana.

"Tadi pagi aku sudah memanggilkan bodyguard untuknya karena semalam Naruto memintaku, tapi dia menolaknya."

Flasback—

"Tou-san, siapa dia?" tanya Sakura sambil menatap seorang pria bertubuh besar dengan setelan jas hitam yang baru saja datang ketika ia sedang menikmati sarapan pagi.

"Kemarin Naruto bilang kau berteman dengan orang berbahaya, jadi dia menyuruhku untuk memberimu bodyguard kalau kau ingin pergi kemana-mana."

"APA?! Aku tidak mau! Aku malah merasa terganggu dan menganggapnya bahaya!"

Kizashi menghela napas lelah menghadapi sifat anaknya yang keras ini. "Ayolah! Pikirkan sedikit perasaan Tou-san kalau terjadi sesuatu padamu."

Sakura menelengkan kepala, ia berpikir sejenak.

"Nona, kau betul-betul bergaul dengan orang berbahaya!"

Sakura jadi ingat perkataan Naruto tadi malam. Kata-kata itu... memang membuatnya sedikit khawatir. Ia jadi merasa takut untuk keluar rumah. Bahkan, hari ini ia tidak datang ke kampus.

"Kalau aku harus punya bodyguard untuk menjagaku, aku ingin seseorang bernama Naruto itu yang jadi bodyguarku. Bagaimana?"

"Deal! Tou-san akan menelponnya sekarang juga!"

Flashback End—

"Begitulah~"

"Astaga..." Naruto memijit pelipisnya.

Naruto baru selesai menyelesaikan tugas militer luar negeri selama setengah tahun, dan sekarang akhirnya ia bisa mendapatkan liburan idamannya. Tapi, kenapa harus mendapatkan pekerjaan yang menyebalkan seperti ini? Dia bekerja untuk negara, bukan untuk perempuan yang hobi ke bar malam dan pulang pagi itu. Apa ini yang namanya kutukan? Entah mengapa Naruto langsung merinding.

"Naruto sudah datang? Eh?" tampak Sakura yang baru saja turun dari lantai atas, lalu menautkan kedua alisnya. "Kenapa sekarang Narutonya ada dua?" tanya Sakura sambil memandang kedua orang itu bergantian.

"Naruto yang ini," jawab Menma sambil menunjuk adiknya. "Aku saudara kembarnya. Namaku Menma."

"Oh astaga! Wajah kalian mirip sekali! Bagaimana aku membedakan kalian?" tanya Sakura sambil mendudukkan diri di samping Kizashi.

Menma tersenyum tipis. "Mudah! Wajah suram dengan aura dingin hanya dimiliki oleh Naruto."

Dan detik itu Naruto langsung menyikut lengan Menma.

Sakura mengangguk paham. Ia lalu mengarahkan netranya ke arah Naruto. "Hei, Naruto. Kau mau jadi bodyguardku, 'kan? Setidaknya seminggu atau dua minggu saja."

Bagaimanapun juga ini adalah permintaan seorang menteri pertahanan. Mau tak mau... "Baiklah." Naruto menjawab dengan pasrah.

"Yosh! Aku mau ke mall sekarang juga! Aku mau ganti baju dan mengambil tas dulu!" seru Sakura girang sambil berlari ke kamarnya yang ada di lantai dua.

Menma melirik Naruto yang tampak frustasi. "Happy holiday, brother! Have a nice day. Okay?" Menma mengacungkan ibu jarinya ke arah Naruto.

Naruto memutar bola matanya. "Ini pasti musibah!"

.

"Jaa... kami pergi dulu!" Sakura melambaikan tangan, lalu menarik lengan Naruto. Sedangkan Naruto hanya bisa pasrah.

Kizashi yang melihat itu hanya bisa meringis. Semoga Naruto bisa tahan dengan kelakuan Sakura yang tidak bisa diam itu. Setelah kedua orang itu keluar dari rumah, Kizashi menatap Menma.

"Apa sekarang sifat Naruto seperti itu?" tanya Kizashi pada Menma.

Menma terdiam sesaat, tatapannya berubah sendu. "Iya. Dia tidak seceria dulu lagi. Seandainya saat kejadian itu aku bersamanya, setidaknya dia tidak akan seperti sekarang. Ini salahku." Menma mengembuskan napas berat sambil menunduk dalam.

"Maafkan aku."

Menma mengangkat kepalanya. Ia tersenyum tipis ke arah Kizashi. "Tidak apa-apa. Melihat Naruto hidup sudah sangat berarti untukku."

xxx

"Ini! Bawakan ini dan juga ini."

Entah sudah berapa banyak Naruto menghela napas dalam sehari ini. Ia memandang tas-tas belanjaan yang ada di tangannya. Ayolah, ia bukan seorang suami yang dengan senang hati mengantar istrinya jalan-jalan dan membawakan belanjaannya.

"Ah! Sepatu ini bagus sekali! Masukkan ini juga! Ayo kita ke kasir!" Sakura berjalan dengan girang di depan Naruto.

"Hei, memangnya kau tidak bisa bawa semua ini sendiri? Tugasku hanya melindungimu, bukan jadi pembantu," kata Naruto dingin.

"Eh... tapi itu sangat berat untukku. Lagipula, posisiku di sini adalah majikanmu, dan kau bawahan. Kau tahu apa itu bawahan?" tanya Sakura sambil menyeringai lebar ke arah Naruto.

Naruto menyipitkan matanya.

"Dinginnya! Apa kau tidak bisa melihatku dengan tatapan yang lebih ramah?"

Naruto menajamkan tatapannya. "Ini sudah cukup ramah untukmu."

"Ugh! Kejamnya... ayo ke kasir." Dengan wajah tanpa dosa Sakura kembali melanjutkan langkahnya.

Naruto menggeleng tak percaya. Biasanya rekannya pun langsung mundur dan minta maaf jika ia sudah mengeluarkan tatapan 'Are you wanna die?' andalannya seperti tadi.

"Dia tidak kenal takut, ya?" Naruto mendengus kesal.

Pada akhirnya Naruto berjalan mengikuti gadis itu menuju kasir.

.

To be Continue

.

A/n : Halo, minna! Saya tau banget kalo masih punya utang fic yang belum dilanjut, tapi saya usahain bakal lanjut yang lainnya. Tunggu mood saya terhadap fic itu membaik (?). Dan saya kembali membawa fic NaruSaku lagi dengan unsur crime. Semoga suka :)

Menurut kalian, siapa pasangan yang cocok buat Menma? Ditunggu sarannya ya. Nggak cuma itu aja... ditunggu juga kesan, pesan, sanggahan, serta kritikan yang membangun.

See you in next chapter! Hope you like it!