New Story by Haruchan

Tittle : Fallin' with you

Summary : Mereka berbeda, dan sebuah batas menjadi pembedanya. Tapi di saat perasaan benci itu datang, cinta datang menghiasi hati mereka. Sorry for bad summary. THIS IS CHANBAEK/BAEKYEOL. GS (GENDERSWITCH).

Halo halo hai hai! Di sini bersama dengan Haruchan! Ngga usah basa basi lagi. Ini cerita baru yang ane buat tanpa sengaja dan semoga kalian suka!

RATENYA TERSERAH YANG PENTING ASIK

INI GS LOH YA!

SORRY FOR EVERYTHING

HAPPY READING!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Bibi, berapa harga timun ini?"

"Sekilo dua ribu nak"

"Baik, aku beli sekilo ya bi"

Sambil bibi penjual sayur bekerja, gadis itu meraih sesuatu di saku mantelnya. Uang dua ribu yang dia temukan, segera saja dia menyerahkan uang itu dan mengambil sekantong timun yang ada di depannya.

"Terima kasih bi"

"Sama sama nak, hati hati di jalan"

Gadis itu tersenyum sesaat. Dia berjalan menyusuri jalanan pasar yang terbilang kumuh. Hawa yang dingin membuat setiap deru nafas yang dia kelurkan membentuk asap yang menandakan seberapa dingin daerah yang dia lewati. Tangannya yang langsing meraih bagian mantel lusuhnya dan mengeratkannya, mencari kehangatan di saat tidak ada pemanas.

Tak terasa dia sudah sampai di sebuah pemukiman. Bisa di bilang cukup dekat dari pasar, dia bersyukur tidak terjebak dengan hawa dingin yang sudah membuatnya tidak kerasan.

Cklek

"Aku pulang" ucapnya sambil menutup pintu dan membuka tudung yang dia pakai "Ibu aku pulang"

"Oh, kau sudah pulang?" Suara itu menghilang di saat langkah kaki mulai terdengar jelas. Nampak wanita paruh baya muncul sambil tersenyum. Gadis itu pun ikut tersenyum tatkala melihat Ibunya juga tersenyum.

"Ini pesanannya, kembaliannya hanya lima ribu" Tangan itu menyerahkan kantong plastik dan juga kembaliannya. Sang Ibu kembali tersenyum "tidak apa Baek, ini masih cukup untuk besok. Lagipula ayahmu akan mengirim uang besok"

Gadis itu mendengarkan Ibunya sembari melepas mantelnya dan menggantungnya di dekat pintu. Nampak dia tengah tidak bersemangat untuk di ajak bicara "Ibu aku lelah. Boleh aku ke kamar dulu?"

"Oh iya Baek. Istirahatlah. Kau pasti lelah pergi ke pasar. Ibu mau ke dapur dulu" Wanita paruh baya yang masih terlihat muda itu pergi sesuai perkataannya sedangkan Baekhyun pergi ke kamarnya yang ada di lantai atas. Jika kalian berpikir naik tangga adalah hal yang mudah, makan kalian salah. Ini seperti menantang maut karena bisa saja kalian jatuh karena tangga yang sudah reyot. Dan ini bukan tangga biasa, ini tangga yang biasanya para pekerja pakai untuk naik ke lantai berikutnya. Terbuat dari kayu dan cukup melelahkan.

Suara benturan terdengar cukup jelas. Baekhyun menenggelamkan dirinya di atas kasur dan bantal bantalnya yang lusuh. Ibunya benar, dia lelah harus ke pasar di saat dingin sedang melanda daerahnya sedangkan adiknya masih tidur bergelung selimut tebal. Baekhyun tidak bisa mengelak jika adiknya bisa tidur saat ini. Dia yang tertua dan harus membantu orang tuanya.

Baekhyun berbalik, menatap langit langit rumahnya yang sudah tua. Rumah tua, kamar tua, langit langit kamar tua, semua barang yang Baekhyun miliki adalah peninggalan orang tuanya di saat muda. Mantel yang dia pakai saat ke pasar juga milik Ibunya sewaktu muda. Ayahnya belum bisa membelikan barang barang baru untuk mereka. Dia harus bekerja di daerah yang jauh dari rumahnya sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dia harus menunggu uang kiriman dari ayahnya. Itupun tidak cukup untuk sebulan, jadi mereka harus mengirit dan tidak sempat membeli barang barang baru.

"Kapan aku bisa berhenti menaiki tangga reyot itu lagi hm?" Tatapannya yang sendu membuat semuanya terasa hambar. Hidupnya yang hambar dan hanya di penuhi dengan kata 'kumuh' membuatnya bosan dan lelah. Diskriminasi yang dia terima sejak lahir membuatnya merasa terkurung dalam kemiskinan. Sungguh dia ingin sekali memaki orang orang kaya yang seenaknya mendiskriminasi dirinya. Bukan hanya Baekhyun yang seperti ini, semua orang yang ada di desanya, yang ada di daerah yang dia tinggali jugamerasakan hal yang sama. Kemiskinan yang tak berujung. Seperti menghadapi perang dingin yang tak ada selesainya.

Mata cantik itu terlihat mulai berkedip. Nampaknya Baekhyun telena dengan hangat dari pemanas yangtak jauh dari tempat tidurnya. Pemanas itu juga bekas, dan Baekhyun bersyukur bisa memiliki pemanas walaupun semua barangnya lusuh. Dia mulai menutup matanya dan tertidur.

.

.

.

.

.

"Sekretaris Kim!"

"Iya!" Derap langkah kaki terdengar hingga si pemilik derap berheti "Ada apa direktur?"

"Apa kau sudah mencatat statistik perusahaan?"

"Sudah direktur. Ini sedang saya bawa"

"Kemarikan"

Lengan kekar itu menerima map yang sekretarisnya bawakan. Dengan raut wajah yang sedikit merengut dia melihat statistik yang tanpa dia sadari membuat sekretarisnya tidak bisa tidur semalaman.

"Baiklah. Ini cukup bagus. Sekarang pergi"

"Baik direktur" Seperti anjing peliharaan, sekretaris Kim pergi dengan wajah yang memelas. Nampak dia harus bersiap diri di panggil direkturnya itu untuk pergi entah kemana. Bisa saja dia di suruh mencarikan gadis untuk direkturnya perkosa demi memuaskan hasrat bercintanya.

Pria itu menghembuskan nafas berat sambil meraih secangkir kopi yang ada di sampingnya. Dia menyesapnya sembari menikmati kehangatan ruangan yang dia tempati. Tidak ada yang lebih enak selain hangatnya pmanas ruangan di musim dingin seperti saat ini.

Saku celananya sedikit bergetar. Segera saja dia mengambil benda yang di sebut handphone itu dan mengangkat teleponnya "Halo?"

"Chan, kau ada waktu?"

"Untuk apa?"

"Kita minum kopi di cafe. Bagaimana?"

"Aku lelah"

"Hei. Kau kan tinggal naik mobil mewahmu itu. Cepatlah"

"Hk! Iya aku kesana" Chanyeol memutuskan sambungannya sepihak. Nampaknya dia harus melihat nama yang tertera di panggilan sebelum mengangkat teleponnya. Sebelum pria kulit tan itu memanggilnya lagi, segera saja Chanyeol mengambil mantel dan kunci mobil di sampingnya dan pergi keluar.

.

.

.

.

.

"Baekhyun makan malam sudah siap!" Nyonya Byun berteriak cukup kencang. Baekhyun belum keluar juga. Sang adik sudah duduk manis di meja makan dengan sup timun yang ada di depannya.

"Byun Baekhyun turun nak! Makan malam sudah siap!"

Di sisi lain nampak Baekhyun masih bergelung dengan selimut dan gulingnya. Dia mendengar Ibunya, tapi kehangatan yang terus mengurungnya. Dengan niat yang setengah-setengah dia bangun dengan mata yang masih terpejam dan turun melewati tangga horor itu.

"Kau tidur rupanya. Ayo sini makanan sudah siap" Ibunya terus saja menghimbaunya layaknya anak kecil. Dia duduk di samping adiknya yang tengah termenung menatap sup timun di depannya. Baekhyun tersenyum lalu mengelus surai hitam adiknya.

"Ya ampun, Baekho ternyata sudah sebesar ini ya.."

"Jangan mengejekku"

"Aku hanya memujimu"

"Jangan elus rambutku"

"Hei sudah. Kalian ini, bertengkar setiap hari. Tidak capek apa?"

"Dia yang mulai duluan"

"Apanya? Aku hanya mengelus rambutmu"

Nyonya Byun tersenyum tatkala melihat kedua anaknya itu merengut sebal. Baekhyun mengalihkan perhatiaannya pada sup timun yang sudah tersaji di depannya "sup timun"

"iya sayang. Tidak ada cara lain selain di sup. Tapi tenang saja, ada bebek panggang sebagai pendampingnya. Tidak apa kan?"

"Hm" Baekhyun dengan perasaan tidak rela meng-iya-kan perkataan Ibunya. Mau bagaimana lagi, bahan makanan paling murah di pasar hanya timun dan bahan makan di desanya juga sangat terbatas. Jujur, Baekhyun benci timun. Tapi dia tidak ingin melihat Ibunya sedih karena supnya tidak di makan, jadilah dia harus makan timun yang paling dia tidak sukai.

Makan malam tenang mereka lewati bersama dengan dinginnya malam. Sang kepala keluarga yang jauh di sana membuat suasana makan yang sunyi dan kekhawatiran mereka tentang bagaimana keadaan sang kepala keluarga semakin menambah kesan sunyi yang sangat terasa setiap malamnya.

Saat ini Baekhyun dan Ibunya tengah membersihkan peralatan dapur. Baekhyun dengan cekatan membilas alat makan sedangkan sang Ibu mengelap alat alat yang sudah di cuci. Sang adik sudah naik ke atas dan kembali bergelung dengan selimutnya.

"Baekhyun"

"Iya bu?"

"Apa benar kau tidak ingin melanjutkan sekolahmu?"

Pergerakan tangannya seketika berhenti. Suara kucuran air terdengar jelas di ruangan yang mereka tempati saat ini "Tidak bu"

"Tidak apa-apa nak jika kau mau melanjutkan sekolahmu. Ibu akan mengusahakannya"

Baekhyun seketika menghentikan semua aktivitas yang dia lakukan. Mendengar pernyataan Ibunya yang menurutnya terlalu memaksa membuatnya tidak bisa bekerja.

"Ibu, sudah aku bilang aku tidak ingin melanjutkan sekolahku. Sudah cukup bu, aku tidak ingin membuat Ibu kelelahan. Aku kasihan melihat Ibu harus bekerja sedangkan aku harus duduk manis sambil mendengarkan guru di kelas. Aku tidak mau"

Raut wajah nyonya Byun mendadak tegang "Benar tidak mau?"

Baekhyun memutar bola matanya lalu duduk di samping Ibunya "Bu, yang terpenting sekarang Ibu jangan bekerja lagi. Aku tidak ingin melihat Ibu kesakitan karena asma yang kambuh. Aku tidak ingin melihat Ibu yang sakit pinggang, aku tidak ingin melihat kesakitan di diri Ibu. Kumohon jangan bertanya lagi, aku mutlak tidak mau"

Nyonya Byun yang awalnya tegang berubah sedikit melemah. Dia mulai tersenyum dan mengelus rambut Baekhyun "Baiklah nak, Ibu tidak akan bertanya lagi. Terima kasih sudah mengkhawatirkan Ibu"

Baekhyun langsung menggenggam tangan Ibunya "Ini sudah menjadi bagian dalam diriku untuk mengkhawatirkan Ibu. Aku tidak ingin terjadi apa-apa dengan Ibu. Maka dari itu bu, biarkan keinginanku yang satu ini ada dan berjalan"

"Iya nak iya" Melihat sang Ibu yang menyetujui keinginannya membuat dirinya seketika merasa lega. Dia ingin sekali melihat Ibunya bahagia, tidak kesakitan karena penyakitnya yang kambuh ataupun karena harus berpikir bagaimana mencari uang untuk makan sehari hari. Dia tidak ingin Ibunya terluka.

Setelah adegan cukup rumit itu selesai dan semua pekerjaannya pun selesai, Baekhyun segera naik ke kamarnya. Sejenak setelah masuk ke kamarnya Baekhyun langsung berjalan menuju jendela kamarnya. Melihat butiran salju yang turun dengan eloknya membuat Baekhyun merasa tidak boleh melewatkan momen ini.

Baekhyun membuka jendela dan tersenyum lebar tatkala melihat salju yang indah turun ke bumi. Bagi Baekhyun salju yang turun bukanlah tanda bahwa santa akan datang. Dia menganggap salju adalah sebuah hal yang bisa membuat perasaannya jadi lebih baik. Merasakan bagaimana Ibunya menyinggung soal sekolah, perasaan itu seketika lenyap di bawa oleh salju yang turun.

Baekhyun sontak berubah ketika melihat tembok panjang itu. Jaraknya cukup jauh dari rumahnya dan tembok itu membuat semua orang termasuk Baekhyun selama ini terdiskriminasi. Tembok yang memisahkannya dengan dunia yang lain. Tembok yang membuatnya tidak bisa bergerak layaknya sandra, tembok yang menyebalkan. Baekhyun membenci tembok dan juga orang orang yang ada di balik tembok itu. Karena tembok itu daerah dan juga dirinya tidak bisa maju dan harus menanggung kemiskinan. Tapi Baekhyun tidak bisa menyalahkan tembok itu, dia lebih tepatnya harus menyalahkan orang orang kaya yang membangun tembok itu.

Wall of shame. Seperti itulah sebutan tembok itu. Shame. Malu. Mereka tidak ingin orang orang miskin mencuri di kawasan mereka yang terbilang kaya. Bahkan maju. Negara mereka seperti terbagi dua, sama seperti Jerman pada jaman dahulu. Tapi bedanya Jerman sudah damai dan mereka tidak. Ego dari pihak kaya yang membuat mereka masih saja 'terkurung' di dalam kemiskinan.

Baekhyun menatap tembok yang jauh itu sendu. Hawa dingin yang menusuk kulitnya bukan jadi hal yang buruk saat ini, karena hal buruk yang dia rasakan saat ini ialah orang orang yang ada di balik sana.

"Dasar orang orang kaya serakah"

.

.

.

.

.

"Kau tau, istriku ngidam dan permintaannya sangatlah rumit!"

"Memangnya apa saja yang dia minta sampai sampai seorang Kim Jongin kewalawan menurutinya hm?"

"Dia minta untuk menyentuh wall of shame" Bisik Jongin, dia takut ada orang yang mendengar pembicaraannya.

Chanyeol hampir tersedak saat mendengar ucapan Jongin, lebih tepatnya terkejut dengan permintaan istri sahabatnya itu "Menyentuh wall of shame?"

"Iya, aneh bukan. Selain jauh juga tempat itu sangatlah tabu bagi daerah ini. Bagaimana pendapat orang jika kita ketahuan berada di daerah perbatasan? Bisa mati di hina kita"

Chanyeol hanya diam, dia tidak punya ide untuk menyambung perkataan Jongin. Baginya wall of shame adalah hal yang paling dia benci. Dan di saat Jongin mengucapkan kata "wall of shame" seketika hatinya terasa sakit.

"Hei. Chanyeol!"

"Hah? Apa?"

"Kau mau tidak?"

"Mau apa?"

Jongin seketika jengkel mendengar Chanyeol yang terlihat lelet "Tentu saja ke wall of shame bodoh"

"Kenapa harus aku? Kau bisa mengajak Sehun yang lebih liar"

"Tidak. Dia sedang sibuk berpacaran dengan Luhan nuna. Aku malas jika harus meminta di saat dia sedang bercinta"

"Dasar pemalas" ejek Chanyeol sambil menatap Jongin remeh "Ayolah hyung, kau tahu kan orang hamil harus di turuti. Kau mau aku sakit pinggang karena harus membopoh Kyungsoo sampai ke sana?"

"Aku tidak peduli"

"Ish ayolah. Mungkin saja kau mendapatkan jodoh disana. Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, termasuk bertemu jodoh di wall of shame"

"Kau ini khayal sekali. Aku tetap tidak mau" Chanyeol masih kukuh dengan keinginannya sedangkan Jongin memelas sambil berpikir bagaimana caranya membujuk Chanyeol ikut bersamanya "Ayolah hyung, bantu aku. Demi keluargaku, aku tidak ingin terjadi apa apa dengan Kyungsoo dan bayiku nanti"

Mendengar permintaan Jongin yang satu ini membuat Chanyeol risih. Matanya ikut merasakan risihnya Jongin yang mengoceh dengan menutup matanya jengkel "Baik baik! Aku ikut! Tapi awas kalau ada apa apa aku akan menghajarmu"

"Hehe, thank you hyung. Kau yang terbaik. Sekarang aku bisa tenang" Senang menjadi perasaan tunggal yang dimiliki Jongin saat ini. Chanyeol hanya bisa pasrah di paksa Jongin ikut bersamanya, sedangkan dirinya sangat tidak suka dengan tempat itu.

Salju turun dengan perlahan. Mereka baru menyadarinya disaat mereka tengah sibuk dengan pikirannya. Chanyeol menatap jendela cafe di sampingnya dengan perasaan hampa. Entah apa yang membuat hatinya hampa hingga tanpa sadar tatapannya tertuju pada tembok panjang yang sangat menyita perhatiannya. Tembok yang menjadi bagian dari negaranya dan juga kalangannya sendiri. Gelap dan menyebalkan, itulah yang Chanyeol rasakan tentang tempat itu saat ini.

"Kenapa kalian harus ada di dunia ini? Aku malas merasakan keberadaan kalian"

.

.

.

.

.

TBC or END/?/

.

.

.

.

.

We back to hit you with the jinusean bom! *ala ala om jinusean xD ini terinspirasi sama Wall of Shame yang ada di Peru. Bangun pagi emang banyak berkah ya hahaha *sujud syukur kayak pas denger sidang*

Bagaimana menurut pendapat pemirsah? Mau lanjut apa end di sini aja? I want your review and favorite aha! dan karena ini mau hari raya Haru mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri! Maaf kalo ada salah dan kata kata yang ngga enak dari diri ini, maklum ane kan anak bandel haha -.-

Maaf ya buat Here I am sama Dreamnya. Otakku masih error sama kedua cerita itu. Ane ngga tau kapan updatenya, di tunggu aja ya *kalo masih ada -,-

LANJUT APA ENGGAK?

REVIEW AND FAVORITE YA! AKU SAYANG KALIAN! :*