GOOD MORNING, VAMPIRE

Chapter 1 : Come Across

Natsu Dragneel lahir sebagai calon raja vampire selanjutnya. Demi menduduki tahta, ia diharuskan mencari sang permaisuri yang menghilang. Dilain sisi ia tidak percaya apa itu cinta. Baginya cinta adalah hal absurd yang berbuah malapetaka. Tapi bagaimana jika penobatan akan dilakukan 3 bulan lagi tepat di malam purnama?

.

.

.

Rate : T

Genre : Drama, Fantasy, Mystery, Hurt/Comfort, little Comedy

Pair : [Natsu D, Lucy H] Sting E

.

.

Fairy Tail milik Hiro Mashima-sensei

.

.

.

Malam hari, dipinggir pinggir kota Crocus, berdirilah bangunan megah nan membentang luas dengan lambang peri berekor. Ditambah pagar yang menjulang tinggi menjadi tanda bahwa tidak sembarangan orang yang bisa mengakses untuk masuk atau bahkan sekedar menengokkan kepalanya. Tak hanya itu, bangunan megah yang merupakan Fairy Tail International High School ini juga menyatu dengan hutan yang berada dibelakang pagar sekolah. Hutan yang konon angker dan mengundang banyak perhatian warga untuk tidak mendekatinya. Ada rumor mengatakan bahwa setiap bulannya mereka menemukan paling sedikitnya dua mayat seorang pelajar SMA mati mengenaskan disana dengan tanda dua titik di lehernya. Bila ditelusur, keangkeran hutan tersebut tidak hanya itu, jauh didalam hutan terdapat sebuah pondok sederhana yang tidak berpenghuni dan terkadang menimbulkan suara-suara aneh seperti jeritan atau aungan seseorang bak serigala kelaparan.

Tapi apakah benar tak ada yang mendekatinya?

Didalam pondok yang hanya diterangi pencahayaan lilin, sekelompok siswa tengah mengadakan ritual. Ditengah mereka duduklah seorang siswa dengan seragam dan almamater bertuliskan Fairy Tail High School duduk layaknya seorang raja. Ia memiliki rambut spike dengan surai pink, menundukkan kepala sembari memejamkan mata. Di depannya kini terdapat seorang gadis SMA yang tengah terbaring tak sadarkan diri di ranjang kecil layaknya tumbal. Suara-suara dari bacaan ritual terdengar serempak, mereka bergandengan tangan sambil menggumamkan sesuatu yang tidak akan dipahami oleh manusia biasa. Lilin yang menyala mengelilingi ritual itu bertiup, bergoyang-goyang seakan mengajak sang raja untuk menari. Pemuda bersurai pink itu membuka kedua kelopak matanya, memperlihatkan Onyx hitamnya yang perlahan berubah menjadi merah. Matanya menatap lapar sang gadis yang tengah terbaring dihadapannya. Ia membuka mulutnya, memperlihatkan kedua belah taring yang sudah siap menyantap mangsanya. Sungguh godaan terbesar untuknya karena melihat seorang gadis terkulai tak berdaya, ia mulai beranjak dan mendekat.

"Aku akan mulai, tunjukkan siapa dirimu" kata pemuda bersurai pink, yang kini diketahui memiliki name tag Natsu Dragneel di almamaternya.

Natsu mengarahkan kedua taringnya pada leher sang gadis, ia memejamkan matanya dan mulai menusukkan taringnya dengan kasar ke leher sang gadis. Sang gadis-pun merintih merasakan perih teramat sangat yang menusuk lehernya. Natsu mengernyit tanda tak suka.

"Tidak ada tanda kutukan" kata Natsu dalam hati

Merasa kecewa, Natsu malah menghisap darah sang gadis dengan penuh nafsu, ia segera menghisap seluruh darah sang gadis hingga ia memucat dan terkulai lemas. Natsu bangkit tepat saat semuanya selesai dengan ritual mereka. Disekanya bibirnya yang sedikit berlumur darah dan menyeringai kesal.

"Dia mati, tak ada tanda didirinya, dia bukan sang permaisuri" kata Natsu

"Dalam sebulan ini sudah 10 gadis yang jadi korbanmu, apa ini memang cara yang benar untuk mencarinya?" tanya pemuda berambut Raven yang ternyata duduk tak jauh darinya, tak mengikuti ritual yang menurutnya membosankan.

"Diam kau! Gray!" bentak Natsu seraya menatapnya nyalang,

Sedangkan yang dibentak kini menciut, ia menelan ludah dan mencoba mengalihkan pandangannya. Tentu karena ia tidak ingin mati muda, bagaimanapun ia belum menikah dan punya anak. Menatap mata Natsu diujung kemarahannya sama saja menyerahkan nyawa.

"Natsu, lebih baik kita sudahi malam ini. akan sangat berbahaya jika Dewan mengetahuinya" kata pemuda berambut Oranye yang ber-name tag Loki Celestrial

Natsu kembali menatap salah satu temannya, koreksi - pengikutnya dengan tatapan tak kalah tajam dan membunuh. Walaupun sekujur tubuh kini kaku dan bulu kuduk sudah merinding, Loki tetap tidak menarik kata-katanya.

"Akhir-akhir ini juga disini kurang aman. Ada beberapa tikus kecil, jadi lebih baik kita hati-hati dan tidak mengadakan ritual ini untuk beberapa hari kedepan. Siapa tahu salah satu dari mereka utusan Dewan" kata pemuda berambut hitam panjang dengan beberapa tindikan di wajahnya, Gajeel Redfox.

Natsu memalingkan wajahnya, kembali kedalam mode normal dan menaikkan salah satu sudut bibirnya. Ia menyambar tasnya dan keluar dari pondok. Tapi sebelum ia keluar, tepat dipintu ia menoleh.

"Habisi mereka. Atau aku akan ..." kata Natsu tertahan, matanya memerah dan kedua taringpun keluar dari bibir manisnya. Aura disekitarnya berubah, tekanan yang mengerikan dapat siapapun rasakan saat itu juga, Natsu tidak main-main.

"Membunuh kalian semua" kata Natsu dan kembali melenggang pergi

Angin berhembus kencang, membuat daun pintu yang masih terbuka terbanting hingga tertutup dengan sendirinya. Sepeninggalan Natsu, para pengikut setianya menghela nafas. Loki dan Gajeel menatap Gray dengan pandangan kesal, bagaimana mungkin teman Raven mereka dengan tidak tahu dirinya menyulut api diatas bensin? Tahu Natsu sedang kecewa, kesal dan marah karena gadis yang ia bunuh bukan permaisuri tapi Gray malah mengoloknya.

"Untung kau tidak mati malam ini, Ice Prince" olok Loki

"Tuhan masih menyayangiku" jawab Gray

"Kau mengatasnamakan Tuhan, cih! Dasar tidak tahu diri! Memangnya kau tidak pernah membunuh?" olok Gajeel

"Kau juga!" kata Gray tidak mau kalah

"Setidaknya aku tahu batas dan tidak sampai membunuh mereka. Aku juga masih tahu attitude dan peraturan Dewan untuk tidak membunuh manusia" kata Gajeel

"Cih apanya yang attitude dan peraturan Dewan, kau juga melanggarnya karena menghisap darah manusia meski hanya sekali" kata Loki menimpali

"Setidaknya aku menyesal dan tidak mengulanginya" jawab Gajeel kemudian berdiri

"Mau kemana kau?" tanya Loki

"Ketempat dimana kita bisa melepas penat" jawab Gajeel dan Gray-pun tersenyum

"Aku memaafkanmu kali ini" kata Gray

"Katakan saja kau mau ikut, Gehee" kata Gajeel

"Hei, jangan lupakan aku . . ." kata Loki menangis dramatis

"Hei usap air matamu dasar singa! Kau ingin merusak imej Vampire bangsawanmu?" bentak Gray dan yang dibentak malah semakin menangis deras layaknya anak kecil merengek meminta mainan pada ibunya.

Ditempat lain, lebih tepatnya disebuah Bar mewah bernamakan Daisy Bar. Bar yang hanya bisa dimasuki oleh kalangan atas seperti bangsawan, pejabat atau bahkan konglomerat. Bar yang tidak mengindahkan usia pengunjungnya asalkan mereka berasal dari keluarga mumpuni dan memiliki kartu VVIP Class. Tapi ada satu rahasia seseorang yang bisa masuk Bar tersebut tanpa memiliki semua status diatas. Rahasia itu hanya seorang anak bertubuh kecil, ramping, berambut blonde pendek yang berantakan, dan memakai kacamata bulat dengan lensa tebal memusingkan mata yang mengetahuinya. Anak itu adalah . . .

Seorang anak yang berusia sekitar kelas dua SMA membawa nampan berisi beberapa gelas minuman beralkohol yang ia akui sangat mahal bahkan jika ia menumpahkannya satu gelas saja, gajinya 3 bulan juga tidak akan cukup untuk membayarnya. Anak itu berjalan dengan hati-hati mengantarkan minuman ke meja-meja pelanggan. Setelah sampai di salah satu meja, ia segera meletakkan minuman tersebut seraya menyunggingkan senyum yang siapapun mengakui . . .

"Cantik" gumam seorang pelanggan

"Dia laki-laki" kata seseorang disamping pelanggan pertama

Anak itu nyengir dan membungkukkan badan, hal yang sudah sering ia lakukan berjuta-juta kali seumur hidupnya. Tapi sesungguhnya ia sempat heran karena ada yang mengatakannya cantik. Padahal kalau orang biasa pasti akan mengatainya . . .

'Weird'

Dan hal biasa pula jika ia dianggap sebagai anak laki-laki, dilihat dari sudut pandang manapun ia tidak seperti gadis pada umumnya. Ketika gadis seusinya tumbuh dengan cantik, memiliki postur tubuh ideal idaman para lelaki, memakai gaun, merias wajah guna mempercantik diri, tapi itu semua tidak berlaku padanya. Ia memang seorang gadis, tapi ia membenci semua tentang mereka. Karena ia dibesarkan seperti laki-laki.

Belum sempat ia menegakkan badan, sebuah teriakan menggelegar menyebut namanya layaknya seorang budak.

"Lucy! Disini" teriak manager Bar

Masih dalam keadaan membungkuk. Bibir anak bernama Lucy komat-kamit menyumpahi sang manager.

"Cih kurangajar dia, mulutnya benar-benar. Suaranya membuatku mual saja" umpat Lucy

Ia berdiri dan segera berbalik sembari sesekali menghentak-hentakkan kakinya. Inilah yang ia benci, tidak bisakah seseorang memanggil namanya dengan baik? apa karena ia hanya seorang pelayan rendahan? Lupakan itu, ia akui ia memang rendah tapi lebih rendah mana ia dengan para gadis seusianya yang bergelayut manja pada remaja laki-laki yang seusianya juga tengah bermesraan dipojok bar sana? Ia berhenti dan melirik, melihat tiga orang pemuda yang –errr tampan tengah bermesraan, berciuman atau bahkan berdekatan layaknya pasangan yang tengah dimabuk cinta. Pemuda pertama berambut Raven dengan sikap cool yang menurutnya menyebalkan karena memiliki wajah minta dipukul, pemuda kedua berambut Oranye berkacamata dengan senyum manis yang menurutnya menjijikkan dan ingin sekali ia muntah dimukanya, dan pemuda ketiga berambut hitam panjang dengan beberapa tindik diwajahnya yang menurutnya seperti tukang besi di pasar Crocus kenalannya. Ia berdecak melihat ketiga pemuda itu. Masih dalam fokus memandangi ketiganya, suara sang manager kembali menggelegar.

"Lucy! cepat" teriak sang manager, pria paruh baya dengan model rambut jambul gulung yang sangat norak

"LUCY!" teriak manager lagi

Lucy mengerucutkan bibirnya, beberapa perempatan siku-siku sudah bertengger dikepala blondenya. Ia segera menuju sang manager, sesampainya di sana makian, cemoohan dilontarkan padanya. Terhina, kesal, marah tentunya bukan itu. Ia malah memutar matanya bosan, bahkan dengan tidak sopannya ia menguap dan mengusap ujung matanya yang berair. Sejujurnya kalau tidak terpaksa, ia juga tidak mau bekerja ditempat seperti ini.

"Dasar! Harus kupanggil berapa kali kau ini? tidak bisakah kau cepat? Karenamu tamu disana harus menunggu lebih lama hanya untuk menerima minum. Tidak tahukah kau siapa mereka? MEREKA 5 BESAR VVIP CLASS" teriak sang manager penuh emosi

"Harusnya kau ini berterimakasih karena aku sudah mau menerimamu. Kalau saja aku tidak ingat kalau kau miskin dan butuh uang, sudah kudepak kau dari sini. Dasar anak tidak tahu diuntung" cela Wakaba

"Anda sudah selesai, Wakaba-san?" tanya Lucy bosan

Spontan kepala bagian belakang Wakaba berdenyut, ia memegangi kepala belakangnya sembari memijit-mijitnya. Anak buahnya satu ini benar-benar bisa memperpendek usianya.

"Saya akan mengambil minumannya sekarang juga, jadi bisakah anda minggir?" perintah Lucy menatap sang manager tajam

Entah apa yang menyerang sang manager, ia menggeser dari tempat berdirinya dan membiarkan Lucy pergi melewatinya. Kepalanya tambah pusing, akhirnya ia hanya menghela nafas sambil tetap memijit kepalanya guna meringatkan denyut yang semakin hari semakin parah karena ulah sang anak buah. Ia akui ia memang mudah tersulut emosi dan kesal dengan sikap Lucy tapi ia tidak bisa mengelak atau melawan jika berhadapan dengan tatapan tajam Lucy yang seakan menembusnya sampai kedalam walaupun itu hanya dari balik kacamata tebal. Sungguh ia penasaran bagaimana jadinya ia jika ditatap dengan mata telanjangnya. Mungkin ia bisa mati besok.

Lucy duduk sembari menunggu bartender menyiapkan minuman. Ia menghela nafas beberapa kali. Sang bartender, pria berambut raven dengan tato seperti gambar kartun diwajahnya menggoyangkan telapak tangannya didepan wajah Lucy.

"Kenapa? kau kesal?" tanya bartender

"Kalau sudah tahu tidak perlu tanya" jawab Lucy

"Apa perlu kuracikkan minuman?" tanya bartender

"Ya silahkan saja, Bickslow. Kalau aku mati karena minuman yang kau cekokkan padaku, akan kupastikan menghantuimu sepanjang hidupmu" jawab Lucy

"Hei, aku hanya bercanda, Lucy. kau tidak usah seserius itu. Kau tambah jelek tahu" kata Bickslow menyelesaikan ketiga minuman berwarna merah digelas

"Aku tahu aku jelek, jadi tidak perlu diperjelas" jawab Lucy seraya meraih nampan berisi ketiga gelas minuman

Dengan hati yang malas dan langkah yang hati-hati Lucy berjalan kearah ketiga tamu yang dimaksudkan sang manager. Ia berdecak melihat siapa tamu yang dimaksud, tidak sekali dua kali para pelayan dipecat hanya karena melayani mereka. Selama ini juga, ia selalu menghindar untuk melayani mereka. Bagaimanapun ia butuh pekerjaan dan uang. Tapi entah kenapa rasanya malam ini ia sudah lelah menghindar dan memilih melayani mereka. Siapa tahu mereka tidak buruk dan memberinya Tip yang lumayan. Batin Lucy tertawa riang dengan fantasinya. Tanpa ia sadari ia sudah sampai di depan mereka. Diletakkannya minuman itu,

"Silahkan, tuan" kata Lucy sopan, padahal dalam batin ia ingin sekali muntah karena terlalu sering mengucapkan kalimat laknat itu

Ketiganya menatapnya dingin. Tangan Lucy sedikit gemetar, ia meneguk ludahnya kasar. Fantasinya buyar seketika. Ia berdiri dan kembali membungkuk untuk permisi. Lagi-lagi belum sempat ia menegakkan badan, sebuah kalimat kembali didengarnya.

"Siapa anak ingusan ini? sejak kapan bar ini memperkerjakan pegawai seperti dia?" tanya Gray

"Mungkin standar mereka menurun, iya tidak? sayang?" kata Loki dan kembali mencium gadis di sampingnya

"Niatnya aku ingin melepas penat. Tapi sepertinya aku tambah penat. Sepertinya kita harus pergi" kata Gajeel

"Hei, kenapa pergi? Kita bahkan belum menyantap hidangan pembukanya" rengek Loki yang baru saja melepaskan ciumannya

"Kau masih berselera?" tanya Gray kesal

"Tentu saja" jawab Loki pasti

Lucy menegapkan tubuhnya, ia sudah sering mendengar itu. Jadi asalkan siapapun ketahui, cemoohan seperti itu tidak akan membuatnya sakit hati, marah atau bahkan mengundurkan diri. Enak saja. Tidak mungkin dan tidak akan pernah. Ia menghela nafas sejenak, mengumpulkan malaikat-malaikat kecil yang akan membantunya untuk tersenyum. Dan pada akhirnya iapun tersenyum manis membalas cemoohan mereka.

Melihat senyum pelayan didepan mereka, Gray, Loki dan Gajeel diam seketika. Mereka terpaku ditempat seakan tenggelam kedalam senyuman itu. Senyuman yang mereka akui sungguh . . . .

Indah . . .

"Cantik, apa dia malaikat?" tanya Loki dalam hati

"Apa ini mimpi? Apa ini nyata?" tanya Gray menyahut kata hati Loki

"Siapapun, pukul aku" pinta Gajeel

Lucy membalikkan badan dan berlalu. Tepat saat itu, dua buah pukulan mendarat diwajah Gajeel. Seketika Pria berambut hitam itu sadar, dipelototinya kedua teman-temannya.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Gajeel geram

"Kau kan yang minta" jawab Loki polos

"Dia . . . siapa dia?" tanya Gray dengan pandangan tidak teralih sedikitpun dari sosok pelayan berambut blonde pendek

Gajeel mengikuti arah pandangan Gray, ia mengernyitkan dahi. Tapi tak lama kemudian ia-pun menyeringai.

"Kita ajak Natsu kemari. Akan jadi tontonan bagus pasti" kat Gajeel

"Apa maksudmu?" tanya Gray

"Lihat saja besok. Pastikan saja Natsu mau ikut" jawab Gajeel

Jam menunjukkan pukul 00.22 dini hari. Lucy berjalan sendirian melewati jalan yang sudah sepi. Tentu saja sudah sepi, siapa juga yang mau berkeliaran dijam seperti ini? jika ada mungkin hanya makhluk halus saja yang melakukannya. Mengingat itu, bulu kuduk Lucy jadi merinding. Ia memeluk tubuhnya yang dilapisi mantel dekil.

"Hoh, mungkin gajian nanti aku harus membeli mantel lagi dipasar loak" gumam Lucy

"Kapan aku bisa beli baju baru untuk sekedar menghangatkan tubuh diwaktu seperti ini" gumam Lucy lagi

Lucy menggelengkan kepalanya. mengenyahkan fikiran yang baru saja merasukinya. Bagaimanapun ia harus berhemat. Tiba-tiba ponselnya bergetar, membuatnya terlonjak kaget. Telefon masuk. Melihat nama pemanggil, Lucy-pun berdecak. Dengan malas iapun menerimanya.

Lucy : "apa? Makhluk astral? Kau sengaja mengagetkanku? Huh?"

Sting : "Aku tidak bisa tidur, bagaimana ini?"

Lucy : "Kau menelfonku hanya untuk itu?"

Sting : "Tentu, apalagi? Mana mungkin karena aku merindukanmu"

Lucy : "Cih! Jangan katakan itu. jika kau yang mengatakannya hanya membuatku mual saja"

Sting : "Tentu aku tidak akan mengatakannya. Jika mengatakannya padamu hanya membuatku terhina saja, karena aku serasa mengatakannya pada laki-laki"

Seketika Perempatan siku-siku bertengger dikepala Lucy.

Lucy : "Kau menghinaku? Padahal waktu itu kau bahkan tidak berkedip melihatku"

Sting : "Jangan mimpi! Kapan? Tanggal berapa? Hari apa? Jam berapa? Menit berapa? Detik berapa?"

Lucy : "HOH! Kurasa aku tahu kenapa kau tidak bisa tidur"

Sting : "Kenapa?"

Lucy :" Karena kepalamu itu tidak waras!"

BEEP

Sambungan terputus. Lucy menggeram kesal, harinya sungguh melelahkan. Temannya satu itu memang sangat pandai membuatnya marah. Tapi jika diambil positifnya, ada bagusnya juga karena ia tidak terasa berjalan sendirian. Perlahan, ia-pun tersenyum. Sting memang memiliki cara unik untuk mengungkapkan perhatiannya. Wajah Lucy seketika memanas. Jantungnya berdegup kencang. Disentuhnya kedua pipinya.

"Kenapa ini? memikirkannya saja membuatku serasa panas? Apa yang terjadi?" tanya Lucy

"Tidak, tidak. Ini pasti karena efek terlalu lelah saja. Tidak mungkin kan seorang Lucy bisa memanas hanya karena seorang Sting Eucliffe? Si durian jabrik yang menyebalkan itu" kata Lucy lagi

Lucy terus menggelengkan kepalanya hingga tidak memperhatikan jalan. Hingga tiba-tiba . . .

BRUKH

Ia terpental karena menabrak sesuatu yang tinggi dan keras. Lucy mengaduk kesakitan, diusapnya dahinya dengan poni blondenya. Ia mendongakkan kepala, bersiap mengeluarkan segala sumpah serapahnya. Namun pupil matanya mengecil seketika mendapati sosok dihadapannya. Sosok bertubuh tegap, mengenakan jaket hoodie merah dengan tudung menutupi kepalanya, serta celana hitam. Dikegelapan seperti ini, satu-satunya yang bisa ia lihat adalah tatapannya. Mata yang sangat tajam. Tubuh Lucy kaku, warna kulitnya memutih. Ingin sekali ia berteriak meminta tolong, tapi percuma. Siapa yang mau menolongnya – ralat, mendengarnya di dini hari seperti ini?

"Mangsa" gumam Natsu dan berlari dengan kilat meninggalkan Lucy

Setelah kepergian Natsu, terlihat juga dimata Lucy beberapa orang berpakaian serba hitam meloncat-loncat layaknya tupai di atap rumah-rumah warga dan bangunan. Bibirnya gemetar, tidak percaya akan apa yang dilihatnya.

"Apa itu?" tanya Lucy dalam hati

Perlu waktu agak lama untuk Lucy sadar. Kakinya gemetar, tubuhnya hampir saja merosot kalau saja ia tidak menjaga keseimbangannya.

Lucy mengernyitkan dahinya, berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi dan mengingat apa yang baru saja dikatakan pemuda aneh tadi. Bagaimana tidak aneh? Pemuda itu berkeliaran ditengah malam – koreksi, dini hari. Untuk apa coba? Untuk mencari mangsa layaknya vampire-vampire di film horror? Jangan bercanda. Lucy tertawa renyah mengingat pemikiran-pemikirannya. Tapi tawanya lenyap ketika menyadari kalau hari ini adalah malam purnama, yang konon para makhluk astral memang suka berkeliaran. Ia merinding, menoleh ke belakang dengan gerakan patah-patah. Terdengar suara gemeresak di semak-semak. Angin yang semula tida berhembus, tiba-tiba berhembus kencang, meniup pohon-pohon dan dedaunan menambah suasana menjadi tambah mencekam. Satu langkah, dua langkah, Lucy mulai berlari, berlari dengan kencang menuju apartemennya.

Apartemen Lucy. Under Roff Apartemen. Sebuah apartemen murah yang sedikit kumuh di kota Crocus. Kamar No.10. Lucy masuk dan mengunci pintu, nafasnya terengah-engah.

"Apa yang baru saja itu? Bambi? Vampire?" tanya Lucy

Lucy mengacak-acak rambutnya, mengerutuki dirinya yang sempat takut hanya karena hal seperti itu.

"ARRGGGGHHH! Mana mungkin mereka ada, yang benar saja. Ini kan bukan jaman Victoria" umpat Lucy

"Orang-orang tadi mungkin dari perguruan . . . Ah, bukan. Pasti tadi yang aku tabrak adalah pencuri" kata Lucy menyimpulkan, ia menepuk tangan dan tersenyum

"Dasar, jaman sekarang. Mereka inginnya instan" kata Lucy seraya menganggukkan kepala

Sementara Bayangan yang mengejar Natsu, berjumlah empat orang. Ketiganya memakai setelan jas hitam serta membawa borgol dan rantai. Mata mereka memerah, taring keluar dari bibir mereka.

"Kita kehilangan jejak tuan muda, Macao-san" kata salah satu dari mereka

"Apa hanya ini kemampuan kalian? Apapun yang terjadi jangan pulang tanpa membawa tuan muda Natsu. Ini sangat berbahaya, dia bisa membantai banyak orang jika tidak cepat ditemukan" kata Macao. Seorang pria paruh baya, berambut raven dan memiliki beberapa keriput diwajahnya. Ia membenahi kacamatanya, memperlihatkan matanya yang sudah memerah.

"Baik, Macao-san" jawab ketiga bodyguard dan langsung berpencar

Mereka terus mencari, tanpa mereka sadari, sosok yang tengah dicari bersembunyi dibalik gang dengan seringaian menghiasi wajahnya. Matanya memerah pekat, warna merah yang tidak biasanya dari mata Vampire-nya. Ia menoleh ke belakang, menatap gadis yang baru saja ia hisap darahnya. Gadis itu masih bernafas, walaupun lemah. Natsu tidak membunuhnya.

"Darah, mangsa . . . darah, aku butuh lebih banyak darah. Lebih, lebih . . ." gumam Natsu dan kembali melesat

Macao yang tengah berdiri di atap sebuah gedung tinggi, melihat jalanan sekitar dengan seksama. Ia tahu Natsu pasti meninggalkan jejak, dilihatnya sosok bayangan melesat keluar dari gang.

"Bau ini, darah, Natsu-sama" kata Macao dan mengejar Natsu

Natsu melompat-lompat, ia mendarat di pohon disebuah taman kota, melihat sekitar tapi tidak ada siapapun.

"Mangsa, dimana mangsaku?" gumam Natsu yang masih bertengger di pohon, tiba-tiba ia merasakan sesuatu seperti jarum suntik menusuk bahu belakangnya. Ia menoleh ke belakang, melihat Macao menurunkan pistolnya. Tubuhnya langsung lemas, tenaganya seperti terkuras seketika.

"Ku-ra-nga-jar ka . . . kau" kata Natsu terbata dan memejamkan matanya. Ia melayang, tubuhnya siap membentur tanah, namun Macao berhasil menangkapnya.

Mata Macao berubah sendu ketika menatap sang tuan muda yang terkulai tidak berdaya, padahal baru saja ia seperti makhluk buas yang terlepas dari segelnya.

"Sudah saya katakan kan, kalau anda dilarang mengkonsumsi Obat HTV (Human to Vampire). Lihatlah efeknya, anda bahkan selalu kehilangan kendali" kata Macao

Tiba-tiba ketiga bodyguard yang tadi mengejar Natsu sudah berada dibelakang Macao. Mereka menunduk, merasa bersalah karena membiarkan tuan mudanya memakan korban lagi.

"Kami sudah mengurusnya" kata salah satu dari mereka

"Kita bawa tuan muda pulang, Igneel-sama pasti sangat khawatir padanya" kata Macao dan menggendong tuan mudanya.

Jam berputar, dini hari sudah menjadi pagi hari. Kini sang mentari mulai memperlihatkan wajahnya, guna menyinari semua makhluk yang masih bergelayut manja ditempat tidur.

Di apartemen Lucy, sinar matahari masuk melalui celah-celah jendela walaupun sudah ditutup oleh tirai. Bukannya bangun, ia malah semakin merasa hangat dan mempererat pelukannya di guling tercinta.

Seorang gadis memakai seragam SMA, rok kotak-kotak berwarna Dark Blue, jas almamater berwarna krem dan dasi berwarna senada dengan rok berjalan tergesa-gesa menaiki tangga di apartemen Under Roff Apartemen. Gadis itu berambut silver dengan jepit rambut berbentuk bunga berwarna biru. Di almamaternya, tertera jelas namanya, Yukino Aguria. Sesampainya di depan kamar Lucy, Yukino segera mengetuk-ngetuk kamar sahabatnya.

"Lucy! bangun! Apa kau mau terlambat? Hei! Buka pintunya?" teriak Yukino.

"Lucy!" teriak Yukino lagi

"Buka atau sesampainya didalam aku akan mengguyurmu dengan air?" ancam Yukino

"Hei! Kau tidak dengar atau pura-pura tidak dengar? Lucy! LUCY!" teriak Yukino mulai emosi tingkat dewa

PERCUMA

Yukino menghela nafas, ia mengambil sebuah jepit hitam kecil kemudian mengutak-atik lubang kunci pintu kamar Lucy. Tak perlu waktu lama untuk membukanya, tentu saja. Namanya saja apartemen murah, mana mungkin memiliki tingkat keamanan tinggi? Betapa kesalnya Yukino ketika melihat sang sahabat masih tertidur dengan pulas di ranjang reotnya. Ia mendekat dan berteriak tepat ditelinga Lucy.

"HOI! BANGUN DASAR PEMALAS!" teriak Yukino sekuat-kuatnya

Lucy bangun, ia berdiri diatas ranjang, memasang kuda-kuda dan tangan seolah-olah ia tengah menghadapi pencuri.

"Mana? Mana pencurinya?" tanya Lucy, bukan pencuri yang ia dapati melainkan seorang gadis berambut silver. Ia berdecak kesal melihat Yukino, pasti pintunya dibobol lagi.

"Cepat turun, dan bersiap-siap. Kau tidak ingin terlambat kan? Apa kau lupa taruhanmu dengan Sting?" kata Yukino

"APA!" pekik Lucy, ia tentu ingat taruhan apa itu.

Dengan sekejap Lucy menyambar seragam sekolahnya dan masuk kamar mandi. Tidak sampai 5 menit ia sudah keluar. Mengenakan seragam yang serupa dengan Yukino, hanya saja . . . . ia mengenakan celana panjang layaknya siswa laki-laki.

"Apa kau mandi? Tidak, apa kau sudah mencuci muka? Sikat gigi?" tanya Yukino menajamkan matanya

"Aku tidak mandi kan wajar, aku tidak mencuci muka juga hal biasa. Tapi tenang saja, aku sudah menyikat gigiku kok" jawab Lucy enteng

Yukino menggelengkan kepalanya seraya berdecak.

"Sudah kubilang kan, biasakan dirimu dengan air? Apa selamanya kau hanya mau mandi jika aku menyeretmu dan mengguyurmu?" tanya Yukino

"Air hanya akan membunuhku. Sudahlah, ayo kita pergi. Aku tidak mau terlambat atau aku akan kalah dengan si durian jabrik itu" kata Lucy yang sudah berdiri di ambang pintu

Mereka berjalan bersama, tidak jauh dari mereka sudah nampak-lah halte bus yang tentunya sudah ramai. Yukino berhenti, sedangkan Lucy? ia berjalan melewati Yukino sembari melambaikan tangan. Yukino terseyum sendu melihat teman blondenya. Ia prihatin dengan Lucy, ia masih harus menuntut ilmu tapi ia memiliki tanggung jawab besar dipundaknya.

"Andai saja kau tidak keras kepala, Lucy" gumam Yukino masuk ke bus, ia merogoh uang di sakunya yang terbilang lumayan banyak. Ditatapnya uang-uang itu dengan sendu.

"Kau selalu menolak kebaikanku bahkan untuk sekedar meringankan sedikit bebanmu" kata Yukino dalam hati

Lucy berjalan menuju ke sekolah, dilihatnya anak-anak seusianya berangkat sekolah mengendarai bus, diantar mobil pribadi, atau dibonceng oleh kekasih. ia-pun tersenyum kecut.

"Seumur hidup mungkin aku tidak pernah dan tidak akan pernah merasakan apa yang mereka rasakan. Bisa bersekolah saja sudah untung" kata Lucy dalam hati

"Seandainya ibu masih hidup, pasti aku dan kakak tidak akan sesulit ini" kata Lucy lagi

Tiba-tiba ia berhenti. Menoleh ke kaca etalase toko pakaian dan melihat penampilannya atau lebih tepatnya dirinya.

"Aku tidak menyesal terlahir seperti ini, bukannya bagus kalau aku tahu apa itu yang namanya kesulitan hidup?" tanya Lucy pada dirinya sendiri. Matanya juga menatap gaun berwarna peach selutut berlengan buntung dengan motif bunga sakura diujungnya. Sungguh manis.

"Dan aku sangat bersyukur karena aku tidak pernah menginginkan gaun seperti nona-nona. Memuakkan, menjijikkan, pemborosan juga" kata Lucy lagi, matanya beralih melirik jam di dalam toko yang sudah menunjukkan pukul 07.50. Matanya membulat.

"Sial, sebenarnya berapa lama aku disini? Kalau begini si jabrik itu benar-benar akan menghantuiku selama seminggu" umpat Lucy dan berlari marathon ke sekolahnya.

Disebuah rumah mewah, bergaya ala Eropa lantai tiga dengan cat putih, kebun yang membentang luas mengelilingi rumah, pagar yang menjulang tinggi, serta para bodyguard yang berjejer di gerbang sebagai keamanan. Jika dilihat sekilas, rumah ini bagaikan istana jaman Victoria. Ya, Rumah bergaya Eropa ini adalah kediaman sang calon raja Vampire berikutnya, kediaman utama keluarga Dragneel. Jika masuk, kita akan disambut oleh para maid paruh baya yang siap melayani selama 24 jam. Dilantai 1, terdapat Aula untuk pesta, ruang tamu, dapur, ruang makan, dan kamar pelayan. Lantai 2, terdapat 10 kamar tamu, ruang keluarga, ruang fitness, dan ruang game. Lantai 2, terdapat 2 kamar utama, ruang kerja, perpustakaan dan meeting room. Tak heran jika keluarga Dragneel mempekerjakan banyak maid untuk mengurus rumah seluas ini. Dan alasan kenapa para maid adalah wanita paruh baya adalah, karena Tuan besar Igneel Dragneel tidak mau ambil pusing jikalau sang putra tengah mengamuk. Natsu hanya haus akan darah gadis dan anak kecil saja.

Di kamar utama, lebih tepatnya kamar sang tuan muda, Natsu masih tertidur pulas, matanya terpejam menyembunyikan Onyx hitam tajamnya. Pintu diketuk, Wakaba masuk membawakan seragam baru untuk tuan mudanya. Ia mendekat dan membuka tirai yang menghalau cahaya matahari untuk masuk, tepat saat matahari menyinari wajah Natsu, matanya terbuka lebar, Onyxnya memerah dan taring keluar dari bibir manisnya. Ia mengerang sebentar dan perlahan mata merahnya memudar, kembali menjadi warna hitam dan taringnyapun menyusut. Ia hendak beranjak, namun rasa ngilu di bahu hingga punggungnya membuatnya mengernyit.

"Ada apa dengan bahuku?" tanya Natsu dingin

"Anda tidak ingat?" tanya Macao merapikan selimut Natsu

"Kau membiusku lagi?" tebak Natsu

Macao hanya tersenyum simpul.

"Silahkan anda mandi, tuan sudah menunggu dibawah" kata Macao dan beranjak dari kamar sang tuan muda

Sepeninggalan Macao, Natsu tertawa renyah. Sadar kalau ia tidak mengingat apapun semalam. Yang ia ingat adalah saat ia pulang setelah menghisap tumbal tidak berguna.

Sudah bertahun-tahun pula ia menggila setelah meminum Kapsul HTV. Tapi, sekalipun ia tidak pernah bisa mengatasi efek sampingnya.

"Jika saja permaisuri sialan itu tidak ada, aku tidak akan pernah menjadi seperti ini. Ibu juga tidak akan meninggal" umpat Natsu dengan sorot mata penuh amarah dan kebencian

"Semua salahnya, ya. Salahnya . . . jangan harap kau bisa menjadi pendampingku, karena ketika aku menemukanmu, kau akan segera menemui ajalmu" lanjut Natsu kemudian ia menyeringai

"Bersembunyilah sampai malaikat mautmu ini menjemputmu, Permaisuri sialan" umpat Natsu dengan penekanan disetiap katanya

Tidak lama kemudian . . .

Ruang makan keluarga Dragneel. Dimeja makan hanya ada sang tuan rumah, Igneel Dragneel dan putra tunggalnya, Natsu Dragneel. Para maid menunggu tuan besar dan tuan muda mereka selesai makan. Diantara mereka, juga ada Wakaba yang telah lama mengabdi sebagai kepala pelayan keluarga Dragneel. Sarapan pagi, seperti biasa, Natsu tidak menyentuh sayur sedikitpun. Ia hanya makan daging.

"Setidaknya, makan sayur. Kau juga butuh asupan gizi dari sayur" kata Igneel menasihati dengan perhatian

"Aku tidak akan mati jika tidak makan sayur" jawab Natsu dingin

"Ya, benar. Kau hanya akan mati jika tidak menghisap darah para gadis setiap harinya" sindir sang ayah

Seketika Natsu meletakkan alat makannya dengan kasar. Para maid termasuk Wakaba tersentak mendengarnya. Natsu memutar kepalanya dan tertawa seakan meremehkan kata-kata sang ayah.

"Dan aku tidak akan seperti ini jika ayah dan para dewan tidak memaksaku mengikuti kehendak kalian" balas Natsu dengan tatapan tajam

Igneel menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan perkataannya.

"Kami memang memaksamu, tapi bukan berarti kau harus menghisap darah mereka sampai habis kan? Apa kau tidak memiliki sedikitpun perasaan saat mengambil nyawa seseorang?" tanya Igneel dengan tenang

"Itu caraku. Jika ayah tidak suka ya sudah, lupakan tentang raja selanjutnya. Biarkan kakek tua itu menjabat sampai calon raja selanjutnya lahir. Dan perasaan? Aku tidak tahu apa ynag ayah bicarakan" jawab Natsu seraya berdiri, ia menyambar tasnya dan beranjak pergi

"Tunggu" kata Igneel menghentikan langkah Natsu

"Mulai hari ini kau harus didampingi bodyguard. Ayah tidak mengizinkanmu pulang setelah matahari terbenam, terlebih mengkonsumsi obat itu" kata Igneel

Natsu seolah tidak mendengarkan perkataan ayahnya, ia berlalu dan keluar. Di depan sudah ada bodyguard sekaligus supir yang akan mengantarnya ke sekolah.

"Cih! Bahkan melarangku mengendarai mobil sendiri. Lihat saja, cara ini tidak akan mempan terhadapku. Kesalahan terbesar ayah, memberiku hidangan pembuka. Setidaknya aku bisa mengulitinya nanti untuk mengatasi kebosanan" kata Natsu dalam hati

Sabertooth Senior High School. Lucy terengah-engah sampai di depan gerbang yang sudah tertutup. Ia mendekat ke arah penjaga gerbang, Droy. Pria paruh baya dengan tubuh gendut dan perut buncit. Walaupun jika dilihat sekilas Droy seperti tipe orang yang murah hati, itu salah besar. Ia sangat ketat dalam menjaga gerbang sekolah, ia benar-benar mengemban tanggung jawabnya. Tapi hal itulah yang membuat Lucy kesal.

"Droy-san . . . ayolah, kali ini saja" bujuk Lucy

"Tidak" jawab Droy

"Nanti kalau aku gajian akan kubelikan keripik kentang deh" bujuk Lucy lagi, padahal dalam hati ia merutuki perkataannya. Membelikan? Ia bahkan tidak pernah makan keripik kentang yang harganya lumayan mahal itu.

"TIDAK" jawab Droy tegas

Akhirnya Lucy beranjak pergi. Ia menuju ke belakang sekolah, memanjat pohon dan masuk dengan mudahnya.

"Yosh, selamat" kata Lucy senang, namun suara baritone yang sangat dikenalnya membuatnya terkejut

"Selamat atas kekalahanmu, Lucy" kata Sting, seketika Lucy mendongakkan kepalanya. dihadapannya kini sudah berdiri Sting yang memasang senyum kemenangannya.

"Sial! Kenapa harus ketahuan dia!" rutuk Lucy dalam hati

Sting mendekatkan diri, mengikis jaraknya dengan Lucy. Lucy hanya diam ditempat, ditatapnya pemuda blonde nan tampan dihadapannya. Patut ia akui Sting memang tampan, tapi mengingat sifatnya, Lucy menyesal pernah memujinya walau didalam hati. Sting semakin dekat, merasa ada yang kurang beres dengan temannya, Lucy hendak mundur namun lengan Sting menarik pinggangnya dan menariknya mendekat.

"HEI! APA YANG KAU LAKUKAN?" Protes Lucy

"Kan kita sudah sepakat, siapapun yang terlambat dalam sebulan ini akan menuruti perintah sang pemenang selama seminggu" kata Sting kemudian ia berdecak

"Jangan bilang kau lupa?" tanya Sting sembari menyentil dahi Lucy dengan keras, tak lupa ia melepaskan tangannya yang merengkuh pinggang Lucy. Spontan gadis tomboy itu terjengkang kebelakang, untung saja ia bisa menahan keseimbangan. Ditatapnya Sting sinis.

"Sialan kau!" umpat Lucy

"Sstt!" kata Sting menempelkan telunjuk dibibir Lucy dan mendekatkan wajahnya

"Seorang gadis tidak boleh bicara kasar seperti itu" ledek Sting dengan nada bicara yang dibuat-buat

BUAKHH

Sting memegangi perutnya yang baru saja dipukul oleh Lucy. Kenapa temannya itu selalu marah jika digoda? Apa dia seorang gadis? Ah, ia bahkan tidak berpendapat Lucy itu gadis. Menurutnya Lucy adalah . . . .

"Apa ya . . ." kata Sting dalam hati, sampai sekarang ia bingung menilai Lucy. Lucy seorang gadis tapi berpenampilan seperti laki-laki. Jika menganggapnya laki-laki, ia juga salah karena ia pernah berdebar ketika pertama kali melihat Lucy berpakaian layaknya siswi perempuan.

Tiba-tiba . . .

"HEI! KALIAN BERDUA! APA YANG KALIAN LAKUKAN?" Teriak seorang guru matematika, Minerva. Dari lantai 2.

Sting dan Lucy menoleh, mereka meneguk ludah. Ketahuan bolos oleh sang guru matematika, anak kepala sekolah. Pasti tamat riwayat mereka, keduanya meneguk ludah kasar dan bersiap lari, Sting meraih lengan Lucy dan membawanya berlari. Minerva naik pitam, ia berteriak sekeras mungkin meminta keduanya berhenti.

"STING! LUCY! MATI KALIAN BERDUA!" teriak Minerva

...

Bel panjang berbunyi menandakan kelas telah berakhir. Dan disinilah Sting dan Lucy berada. Mereka dihukum menyapu halaman sekolah. Awalnya Sting yang iseng menyapu dedaunan kering ketempat yang sudah Lucy sapu, membuat gadis tomboy itu heran dan menyapunya. Tapi lagi dan lagi, Lucy mulai merasa sangat janggal dan menoleh melihat Sting menyapu dengan ceria, ya ia sangat ceria karena berhasil membuat sang wakil ketua geng Sabertooth marah. Dengan kesal, Lucy menyapu semua daun yang sudah ia sapu ke tempat Sting, dedaunan berhamburan.

"Hei! Apa yang kau lakukan?" Protes Sting

"Harusnya aku yang bertanya padamu, Durian busuk" jawab Lucy kasar

"Apa kau bilang? Coba kesini dan katakan lagi, Lucy" kata Sting dengan sabar yang dibuat-buat

"Aku bilang . . ." kata Lucy belum sempat menyelesaikan perkataannya

"Sapu semua ini untukku" kata Sting

"APA?" Lucy tidak terima

"Hei, aku tahu pendengaranmu itu bagus, Lucy-chan. Haruskah Ore-sama ini mengulanginya?" goda Sting dan spontan membuat Lucy merinding mendengar panggilan menjijikkan itu. Lucy menatap Sting kesal, sedangkan yang ditatap meraih tangan Lucy dan memberikan sapunya.

"Dagh, Lucy-chan" kata Sting mengedipkan satu matanya

"HOEKKK" Lucy mau muntah

Untung saja Sting sudah pergi. Lucy menghela nafas berkali-kali menenangkan diri, ia memang menyukai Sting. Buka menyukai dalam arti cinta seorang gadis terhadap laki-laki, melainkan menyukai Sting sebagai seorang sahabat yang selalu ada untuknya. Tapi mengingat sifat asli Sting, ia menyesal kenapa orang seperti itu bisa menjadi sahabatnya.

Para geng Sabertooth, sedang berkumpul di taman sekolah. Mereka duduk di bangku, sebagian ada yang memanjat pohon atau duduk dibawah pohon.

"Hei, kalian dengar? Akhir-akhir ini kudengar ditemukan mayat seorang gadis SMA di hutan sekitar Fairy Gakuen" kata Rufus

"Mayat gadis itu selalu memiliki ciri yang sama yaitu tanda dileher mereka. Tidakkah kau berfikir itu Vampire?" tanya Orga dan berhasil membuat Rogue yang sedang minum jus tersedak, Yukino membantu menepuk-nepuk leher belakangnya.

"Apa? Vampire?" tanya Rogue kemudian

"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Sting yang baru datang dari acara hukumannya

"Eh, ketua. Kami hanya membicarakan mayat gadis yang dibunuh Vampire" jawab Rufus

Sting tertawa terbahak-bahak membuat yang lain mengernyit, apakah ada yang lucu dengan pembicaraan mereka. Ia tertawa sampai matanya berair.

"Hah, ha, ha . . . apa kalian pikir hal seperti ada? Tidakkah kalian pikir itu hanya teror orang iseng saja? tidak ada yang namanya Vampire di jaman sekarang. Kalian fikir ini era Victoria?" tanya Sting menanggapi

"Tapi Sting, memang benar. Mayatnya juga sering ditemukan. Biasanya dalam sebulan hanya dua. Tapi ini sudah lebih dari itu, apa teror semengerikan itu? tidakkah lebih tepatnya itu pembantaian? Dan lagi, itu hanya menargetkan gadis cantik saja" kata Yukino

"Tidak hanya itu, terlebih karena desas-desus itu anggota geng kita mundur dan tidak mau keluar dimalam hari seperti biasanya" lanjut Rufus

"Kalau seperti ini repot juga ya" gumam Rogue

"Bagaimana kalau kita menyelidikinya?" tawar Orga

"Boleh, daripada penasaran" jawab Rufus

"Hei, jangan seserius itu. Tidak apa jika anggota berkurang, rekrut lagi saja. Terlebih apa kalian tidak takut?" kata Sting menakut-nakuti

"Kau takut? Ketua?" tanya Rufus polos

"APHAAAAHHHHH! TENTU SAJA TIDAK!" jawab Sting dengan berteriak

Rogue hanya melirik Sting yang beraksi berlebihan. Ia tahu kalau Sting tidak mungkin ikut. Fairy Gakuen adalah hal yang sepupunya hindari semenjak masuk Sabertooth Gakuen. Ikut mereka menyelidiki sama saja dengan bunuh diri.

Rogue : Kau gila?

Sting : Tapi aku tak mau dibilang pengecut!

Rogue : Pastikan kau tidak datang

Sting : jangan khawatir

Rogue dan Sting saling melirik. Mereka barusaja melakukan telepati, hanya mereka berdua. Yukino menghela nafas, ia tentu mendengar apa yang diucapkan keduanya lewat telepati. Ia merutuki dirinya sendiri yang ikut tertarik dengan topik, bagaimanapun juga ia penasaran dengan pembunuhan para gadis akhir-akhir ini.

"Tapi, kita harus punya umpan jika mau pergi" kata Orga berfikir

"Gadis cantik ya" gumam Rufus

Keduanya melirik satu-satunya gadis diantara mereka. Merasa dilirik, Yukino merasa sedikit kesal. Apa ia akan dijadikan tumbal? Seketika Rogue berdiri di depan Yukino yang artinya melarang mereka.

"Jangan macam-macam" ancam Rogue

Yukino : Aku bersyukur memilikimu sebagai kekasih

Rugue : Sama-sama

Sting mendengus mendengar acara mesra-mesraan sepupunya dengan sang kekasih. masih dalam keadaan tegang, Lucy tiba-tiba datang.

"Apa? Kenapa?" tanya Lucy dengan suara khasnya

Seketika semua mata menatapnya, ditatap seperti itu Lucy merasakan firasat buruk. Pelipisnya meneteskan peluh, ia tertawa kikuk dan beranjak pergi, tak mau ikut campur dengan geng-nya. Namun langkahnya terhenti tak kala Rufus dan Orga memegangi kedua kakinya.

"Apa-apaan ini?" protes Lucy

"Kali ini saja, ikut dengan kami" pinta Orga

"Ikut? Ikut kemana? Apa yang kalian maksud? Huh?" bentak Lucy

Keduanya berdiri dan berdehem sebentar.

"Begini, wakil ketua. Kau tahu kan pembunuhan gadis cantik dihutan dekat Fairy Gakuen? Rumor mengatakan kalau mereka dibunuh Vampire, jadi karena adanya rumor itu juga anggota geng kita berkurang karena takut keluar malam. Jadi kami akan menyelidikinya dan membuktikan kalau itu tidak benar" papar Rufus

"Lalu? Apa hubungannya denganku? Kalian tinggal selidiki saja sendiri? Lagipula aku sibuk. Tidak ada waktu untuk itu" jawab Lucy hendak pergi namun dihadang oleh Sting

"Mereka menargetkan gadis cantik" kata Sting, Lucy menaikkan alisnya tanda tidak paham

"Intinya, mereka mau kau jadi umpan agar mereka keluar" jelas Sting to the point

"APA? TIDAK! TIDAK MAU!" Tolak Lucy

"Apa kalian tidak dengar geng sekolah lain babak belur setelah menyeledikinya?" tanya Lucy

"Tentu dengar, itu karena mereka salah memberi umpan kan" jawab Orga. Seketika semua menoleh ke Orga, yang ditoleh mengangguk-anggukkan kepala tanda ia paham.

"Mereka memang memberi umpan gadis cantik, tapi jika gadis itu tidak bisa membela diri jika diserang kan percuma sama saja dengan kekalahan. JADI . . . Jika Lucy mau jadi umpan, setidaknya menaikkan presentase kemenangan kita dalam menyelidikinya. Lucy kan ahli Taekwondo, Judo bahkan Aikido dan seni bela diri lain, wajahnya juga tidak terlalu jelek. Lumayan lah untuk mengecoh mereka" papar Orga

Sting mengelus-elus kepala anak buahnya satu itu. Orga sungguh pintar dikala-kala tertentu. Tidak salah ia memilik anak buah. Sedangkan umpan yang dimaksud tersinggung, sebegitu burukkah ia hingga mereka tega menjadikannya umpan untuk makhluk yang tidak ia ketahui? Bambi? Vampire? Atau apalah itu.

"Jadi, hanya karena aku ini jelek, tidak cantik, tapi pintar bela diri, iya?" tanya Lucy lagi

"Tentu saja, kau hanya perlu memakai pakaian perempuan, wig, dan melepas kacamatamu itu" jawab Sting

"Tenang saja, jika mereka membuka wig-mu, kupastikan mereka tidak akan menerkammu karena kau bukan tipe mereka. Lihatlah, kau itu kan kecil, dada rata, berwajah kumel, dan ohh . . . kau tidak memiliki lekuk tubuh yang dimiliki setiap gadis. Jadi kupastikan kau akan aman" lanjut Sting

Mendengar pernyataan berlebihan dari sang ketua mereka, mereka meneguk ludah kasar. Sting benar-benar membangunkan singa betina dari tidurnya. Dada Lucy naik turun menahan amarah dan kesal.

BUKH

Sting memegangi perutnya yang baru saja dipukul dengan lutut Lucy. Setelah memukul sang ketua geng, Lucy berlalu tak mengindahkan teriakan dari teman-teman gengnya. Tapi perkataan Sting menghentikan langkahnya.

"Ukkh, sakit Lucy. Tidak bisakah kau sedikit lembut?" gumam Sting seraya berusaha berdiri

"HOI! KAMI BELUM SELESAI! BAGAIMANA KALAU KUBAYAR!" teriak Sting dan Lucy-pun berhenti sejenak namun melangkah lagi

"Dua kali lipat dari gajimu" teriak Sting

"EMPAT KALI LIPAT?" teriak Sting dan seketika Lucy berhenti, ia segera berbalik, meraih tangan Sting dan menjabatnya dengan wajah yang berseri-seri seperti orang yang memenangkan undian.

"Sepakat" kata Lucy dengan senyum manisnya

Semua sweatdrop melihatnya. Lucy memanglah Lucy, teman mereka sekaligus wakil ketua geng yang bisa dibilang 'Mata Duitan'. Sting hanya mampu tertawa dalam hati, gadis tomboy dihadapannya benar-benar tidak pernah membuatnya bosan dan selalu membuat harinya berwarna. Senyuman manis itu, tidak pernah ia lupakan, senyuman yang akan meluluhkan siapapun bahkan rasa sakit diperutnyapun terlupakan digantikan sensasi aneh yang menjalari hatinya. Perutnya terasa seperti ada kupu-kupu yang berterbangan, menggelitik kesetiap inchi relung hatinya.

"Jadi, kapan?" tanya Lucy innocent

"Besok malam" jawab Orga

Fairy Tail International High School. Natsu keluar dari kelas diikuti ketiga pengikut setianya. Di belakang mereka ada sang bodyguard utusan ayahnya. Seseorang yang sudah membuatnya kesal seharian. Bagaimana tidak? ia harus ditunggui meski saat belajar bahkan ke toilet. Bahkan sekarang ketika ia harus pergi bersama pengikutnya-pun juga diikuti.

"Lihat saja nanti, kupastikan kau tidak melihat hari esok" kata Natsu dalam hati

"Hei, Natsu. Malam ini kita akan pergi ke Daisy Bar, apa kau mau ikut?" tanya Gray

Natsu tidak menjawab, seolah menulikan pendengarannya.

"Kita pergi kesana dan kau bisa melakukan sesuatu pada pria berpakaian hitam itu" kata Gajeel dan sukses menyedot perhatian Natsu, ia menoleh ke arah sang empunya. Dahinya mengernyit tanda berfikir.

"Eh? Apa ada yang salah dengan ucapanku?" tanya Gajeel salah tingkah, pasalnya tatapan Natsu itu bukan tatapan biasa, semua tatapannya penuh makna

"Aku ikut" jawab Natsu seraya menyembunyikan seringaiannya

Malamnya di Daisy Bar. Lucy melayani tamu dengan semangat, bahkan dengan sekali panggilan dari Wakaba, ia sudah datang. Sang manager memutar otak, mencerna apa yang tengah melanda anak buahnya yang bermasalah ini. Terdengar suara derapan kaki beberapa orang, mereka masuk dan seketika bar menjadi gaduh. Disana, didepan pintu tengah berdiri keempat pemuda tampan dengan setelan pakaian yang berkelas. Seketika para gadis SMA yang sengaja stand by disana untuk menunggu mereka mendekat. Pemuda tampan dikerumuni gadis cantik sudah biasa, yang tidak biasa adalah gadis yang tidak tertarik mengerumuni mereka. Melihat itu, mood Lucy berubah. Ia berdecak.

"Cih! Kenapa mereka datang? Merusak pemandangan saja" gumam Lucy

"Lucy!" teriak Wakaba

SETTTT

Lucy datang dengan segala hormat. Ia berpose layaknya prajurit didepan sang manager bar. Wakaba sweatdrop melihatnya.

"Berhubung hari ini aku sedang berbaik hati dan sepertinya kau juga sedang dalam suasana hati yang baik. Bagaimana kalau kau yang melayani mereka?" tawar Wakaba

"Aku?" tanya Lucy menunjuk diri sendiri dan dijawab anggukan pria paruh baya dihadapannya.

"Akan kuberi Tip banyak jika kau dapat melayani mereka" tawar Wakaba, ia tahu kalau Lucy itu Gila uang

"Hoh? Sepertinya anda menghindari mereka" balas Lucy mencium gelagat aneh Wakaba

"Anak nakal. Mau tidak?" Wakaba tersinggung, tapi kali ini nada bicaranya terkesal bercanda dan membuat Lucy terkekeh.

"Baiklah. Tepati janji anda ya, saya akan mengorek semua Tip anda" kata Lucy dan beranjak mendekat ke arah meja dimana keempat pemuda tampan itu duduk.

"Ingat, jangan buat mereka marah ya?" kata Wakaba dan dijawab lambaian tangan oleh Lucy

Natsu duduk ditengah sofa merah panjang, disebelah kanan kirinya dua orang gadis SMA bergelayut manja dilengannya. Pemuda 17 tahun itu tampaknya begitu menikmati suasana jika dilihat dari sikapnya. Di sofa yang lain ada ketiga temannya yang kemarin Lucy temui. Jujur, sebenarnya ia tidak mau tapi kali ini Wakaba si manager pelit itu mau menawarinya tip, kesempatan langka ini tidak akan datang kedua kali.

Musik mengalun keras, meredam suara-suara menjijikkan dari para gadis yang menggoda keempat pemuda tampan itu. sesampainya didepan mereka, Lucy menunduk dengan sopan.

"Ada yang mau anda pesan, tuan?" tanya Lucy lembut

Merasa ada yang berbicara, Natsu mendongakkan kepalanya. Dahinya berkerut, alisnya bertaut, dan jangan lupakan perubahan tatapan matanya. Tatapan yang semula menikmati suasana sekarang seperti tatapan terganggu, terusik atau lebih cenderung kearah marah. Ditatapnya Lucy dengan tajam.

"Siapa kau?" tanya Natsu dingin

"Saya pelayan disini" jawab Lucy

"Kau? Sejak kapan kau dipekerjakan? Kenapa kau bisa diterima?" tanya Natsu

"Apa?" Lucy berharap ia salah dengar, pertanyaan pemuda bersurai pink dihadapannya sungguh membuatnya seakan dihantam palu berton-ton beratnya

"Wakaba" teriak Natsu dan seketika yang dipanggil datang, ia membungkuk 90 derajat

"Iya, Tuan" jawab Wakaba

"PECAT DIA!" Perintah Natsu frontal dan lantang, semua menoleh kesumber suara, tercengang akan perkataan sang tuan muda Dragneel

Mata Lucy membulat, ia harap ia tak salah dengar lagi. Entah kenapa ada rasa nyeri ketika pemuda didepannya mengatakan kata-kata itu. Padahal cemoohan lebih dari itu sudah biasa ia terima tapi ia baik-baik saja. Tapi kali ini beda, Lucy memegangi dadanya yang nyeri.

"Ya? Pecat? Tapi tuan, dia . . ." jawab wakaba beralasan, sesungguhnya ia memang ingin memecat Lucy sejak lama tapi entah kenapa sekarang hati nuraninya berkata lain. Ia akan jadi seseorang yang jahat karena merenggut pekerjaan seseorang tanpa alasan jelas.

"Sejak kapan kau mulai membantah?" tanya Natsu seraya menyipitkan matanya, yang ditatap meneguk ludah kasar

"Tidak tuan, saya . . . . saya. Ah, baiklah nanti saya akan memecatnya" jawab Wakaba dengan lembut

"KAPAN AKU BILANG NANTI? SE-KA-RANG!" bentak Natsu seraya menggebrak meja, membuat seisi Bar terkejut, termasuk sang bodyguard yang mengikuti Natsu

"Natsu-sama, saya mohon tenanglah" kata sang bodyguard, Natsu menolehkan kepalanya, ia tersenyum penuh arti.

"Tenang? Kau fikir aku bisa tenang setelah melihat bakteri didepan mataku?" tanya Natsu

"Natsu-sama, ia tidak bersalah. Memecat seseorang tanpa alasan adalah hal yang salah. Bagaimanapun ia bekerja dengan usahanya" kata sang bodyguard membela Lucy

Lucy tercengang, apa yang barus aja terjadi? Kenapa? ia kan tidak mengatakan apapun hingga membuatnya harus dipecat, ditatapnya pria bersetelan jas hitam yang tengah membelanya. Dan lagi, ia tidak melakukan apapaun bahkan menyentuhpun tidak, tapi pemuda bersurai pink didepannya menyebutnya bakteri. Bukankah bakteri itu pengganggu? Lucy yang semula memgangi dadanya menjadi mengepalkan tangannya.

"Kalau begitu kau dipecat!" kata Natsu enteng

"Tapi tuan . . . ."kata Bodyguard tidak terima

"Kau tuli? AKU BILANG KAU DIPECAT!" teriak Natsu, Lucy semakin mengeratkan cengkeramannya

"Tapi" sang bodyguard hendak berkata lagi, namun cengkeraman Natsu di kerahnya menghentikannya

"Jangan membuatku mengulangi perkataan untuk yang kedua kali" ancam Natsu dalam Vampire mode on-nya, sang bodyguard ketakutan. Tuan mudanya tidak main-main.

"Nat-su-sa-ma, ku-m-mo-hon-hen-ti-k-khan" kata Bodyguard terbata-bata

Natsu : Hentikan katamu? Aku bahkan menunggu dari tadi pagi hanya untuk mengulitimu

Bodyguard : Saya mohon lepaskan saya

"Hei, tuan . . . Turunkan tangan anda" kata Lucy dengan nada datar tapi menusuk

Natsu menoleh, matanya mengkilat. Gray, Loki dan Gajeel tersenyum. Mereka baru mengerti apa yang dimaksudkan oleh Gajeel kemarin. Sementara para gadis ketakutan, Natsu sudah mengeluarkan aura membunuhnya. Ia memainkan jari-jarinya yang serasa kaku guna melemaskannya, bersiap untuk menghabisi bocah dihadapannya yang menurutnya tidak tahu diri. Beraninya ia memancing amarah Natsu Dragneel.

"Kau mengatakan sesuatu? Bakteri?" tanya Natsu masih mencengkeram kerah sang bodyguard

"Bakteri? Tidak bisakah anda menjaga mulut anda? Tidakkah itu terlalu kasar? Apa anda tidak diajari sopan santun?" tanya Lucy, hatinya bagai teriris. Entah kenapa mendengar cemoohan pemuda didepannya seakan kesabarannya terenggut.

Natsu melempar sang bodyguard hingga pria bertubuh tegap itu terlempar dan menghantam meja hingga meja itu berantakan dan terguling. Para pengunjung yang duduk disana histeris. Gelas-gelas dan botol bir berjatuhan dari meja tempat dimana bodyguard itu terlempar. Natsu mendekati Lucy, Lucy tak gentar, ia tetap ditempatnya seolah menantang Natsu.

Gray : Dia punya nyali

Loki : Dia menggali kuburannya sendiri

Gajeel : Gehee, menarik bukan?

"Bocah, rupanya kau tidak tahu siapa aku" kata Natsu tepat dihadapan Lucy, jarak mereka hanya tinggal beberapa centi saja, Lucy harus mendongakkan kepalanya karena pemuda dihadapannya terbilang tinggi.

"Aku tidak mau tahu dan tidak akan pernah mau tahu" jawab Lucy dan dihadiahi cengkraman di kerahnya, wajah Natsu mendekat.

"Kau akan menyesalinya" ancam Natsu

"Lepaskan tangan anda" pinta Lucy dingin, berusaha melepaskan cengkraman Natsu, tapi nihil, cengkraman itu sangat kuat

"Sudah kubilang kau akan menyesalinya" kara Natsu seraya menyeringai

"Oh ya?" tantang Lucy, seketika ia menarik lengan Natsu, membuat sang empunya lengan melayang diudara, semua mata terpana . . . .

BUAKHHHH

Natsu terhempas dilantai, matanya membulat tidak percaya. Lucy membantingnya, ia menggibaskan kedua tangannya dan menghela nafas kasar.

"Seharusnya anda menjaga perkataan anda, aku miskin bukan berarti mau direndahkan begitu saja. Dan menyebutku bakteri? Anda tahu didunia ini manusia seperti apa yang disebut bakteri? Manusia seperti anda-lah yang dinamakan bakteri, mengganggu orang lain mentang-mentang anda kaya dan punya banyak kekuasaan" kata Lucy

"Asalkan anda tahu saja, sebenarnya tanpa anda memecat saya-pun saya juga mau keluar. Siapa juga yang betah bekerja ditempat seperti ini, melihat anak sekolah bermesraan seperti itu. Cih! Persetan dengan orang kaya dan uang mereka" kata Lucy seraya melepaskan celemek pelayan yang ia kenakan dan dihempaskannya kelantai.

Natsu hanya memandangi celemek dihadapannya, ia terlalu terkejut untuk sekedar bangun. Lucy keluar dari Bar, tanpa menoleh sedikitpun. Gray, Loki dan Gajeel menutup mulut mereka yang membentuh O sempurna. Kagum dan terkejut dengan anak berpawakan kecil, pendek yang berhasil menguras kesabaran Natsu dan mempermalukannya disaat yang bersamaan. Gray melirik Natsu, mata sang teman tidak memerah, melainkan hitam seperti sedia kala.

Bagaikan Teriakan serigala ditengah malam

Melolong dan memanggil-manggil

Teriakan itu pula memanggilku

Memanggil untuk keluar dari duniaku

Bagaikan rantai yang menjerat para tahanan

Melilit dan merantai seluruh tubuh

Rantai itu pula menjeratku

Menjerat untuk keluar dan meninggalkan duniaku

Wajahku seakan ditampar dengan tangan tak kasat mata

Menyadarkanku dari kegelapan dunia

Meski harga diriku sekan diinjak-injak

Semua begitu mengejukanku

Apakah waktuku berputar kembali?

.

.

.

To Be Continue

Hai Mina-san . . .

Nao kembali dengan fic baru. Jujur ide cerita ini muncul dikepala Nao sekitar pertengahan tahun 2014, ketika Nao lulus sekolah. Sempat Nao tulis dalam bentuk novel samai 5 chapter tapi tidak terselesaikan.

Dan setelah membuat fic A Voice to You, Nao teringat kembali cerita ini. Jadi Nao revise hampir 75% dan mengubahnya ke dalam fanfic. Nao juga bingung mau menyebut genre-nya.

Maaf jika ada kesamaan ide atau kesamaan lain. Sesungguhnya itu ketidaktahuan dan ketidaksengajaan Author. Maaf juga jika ada salah penulisan kata, istilah atau nama karakter.

Nao harap kalian menyukainya dan memberi respon yang baik. Sampai jumpa minggu depan . . .

Nao ingatkan, Jangan hanya jadi sekedar pembaca ya, hargai setiap karya author dengan review kalian. Dengan begitu author tahu bagaimana harus mengembangkan cerita.

Best Regards

Nao Vermillion