Remake "EE" dari KY. Alur cerita sama dengan karya asli, hanya pemilihan kata, setting disesuaikan dengan konsep boyXboy.
!OOC!BoyXboy!Yaoi!
!Uke: Yoongi, Suga, Agust.
!Seme: Taehyung, Jimin, Hoseok, Jungkook.
Taegi, MinYoon, HopeGa, (slight) KookGa.
Rate M!
Romance, Drama, Psychology, Dark, Hurt-Comfort.
!Typo, bahasa non-baku. Please NO BASHING!
DON'T LIKE DON'T READ!
Chapter 1
Suga
23 tahun
Musik hingar bingar berdentum keras dari The Red, salah satu night club besar di Seoul. Suga meneguk lagi minuman sodanya–yah, hanya minuman soda. Biarpun dia sering banget keluar masuk tempat seperti ini, pantang bagi dia untuk menyentuh minuman beralkohol termasuk wine ataupun obat-obatan terlarang, bahkan dia tegas tidak pernah menyentuh rokok.
Dia hanya butuh satu hal, dan dia harus memastikan dirinya cukup waras pada saat itu, untuk menikmatinya…
Matanya yang sayu, warna pupil kecoklatan, rambut pirangnya ditata stylish. Kakinya bergerak mengikuti dentum dirty beat Dj Kook, Dj favoritnya setiap saat. Dj Kook akan merubah musiknya sesegera mungkin, begitu melihat kedatangan Suga. Musik Kanya West terlantun segera.
Jari tangannya yang memakai aksessoris cincin metal putih bergambar sayap malaikat, mengetuk-ngetuk meja mengikuti irama. Rambut pirangnya bergoyang mengikuti leher putihnya. Dengan membawa minuman kalengnya, dia menghampiri sang Dj.
Dengan cuek dia naik panggung, menghampiri Dj Kook, mendekatkan bibirnya ke telinga laki-laki itu. Tampak Dj Kook tertawa keras, lalu menjatuhkan ciuman kasar di bibir Suga. Suga membalas dengan bernafsu lalu melepaskan diri tiba-tiba. Suga menjulurkan jari tengahnya ke muka Dj Kook dan berlalu pergi dengan tenang.
Duduk di meja Bar, Suga mulai menggerakkan matanya ke setiap sudut ruangan. Dia butuh itu malam ini...
Di sudut yang lain, Suga melihat seorang pria, sendirian, wajahnya tampan–lumayan pikirnya. Dia sudah berdiri hendak mendekat ketika sekilas dia melihat botol Jack Daniel's di dekat kaki pria itu–botolnya sudah kosong.
Orang gila.
Suga mengurungkan niatnya. Pria mabuk tidak masuk dalam hitungannya. Menyusuri ruangan remang-remang dia melihat segerombolan anak muda, Suga memalingkan muka, bukan kelasnya untuk mendekati brondong seperti mereka.
Dua orang pria baru masuk, seorang dari mereka menarik perhatian Suga dengan segera. Tinggi, bersih, rambut nggak berminyak, memakai setelan Sixty-Men-casual. Matanya mengarah ke selangkangan pria itu.
Hmmm... bisa.
Suga mengamati segera gerak-gerik mereka. Ketika salah satunya turun ke lantai, Suga mulai beraksi. Dengan percaya diri, Suga menghempaskan pantatnya di sebelah pria itu.
"Aku harap nggak ada yang nantinya akan menggeserku dari posisi ini," cetus Suga tiba-tiba.
Pria itu tersenyum. Keberuntungan baru saja memihak dia, pikirnya. Pria ini manis, tampan, dan menarik sekali, benaknya mulai memberi penilaian.
"Hai," sapa pria itu.
"Hai juga," Suga menjawab dengan suara sedikit seraknya yang terdengar seksi.
"Sendiri?" pria itu menyambung pertanyaannya.
Suga mengembangkan tangan dan mengendikkan bahunya, mengisyaratkan.
"Yaaa, seperti yang kamu lihat."
"Kamu mau minum?" si pria menawari Suga, matanya tidak berkedip menatap Suga dari ujung rambut hingga ujung sepatunya.
Jaket kulit hitam menutupi kaos di baliknya. Celana juga dari kulit membungkus ketat pantat Suga yang padat. Sepatu boot-nya membuat kaki mungilnya terlihat seksi.
Suga menggeleng. Pria itu mulai mendekatkan lagi badannya ke arah Suga, tercium di hidungnya aroma vanilla yang menyenangkan.
"Siapa nama kamu?" tanya pria itu.
"Suga," jawab Suga.
Dia mulai merasa gelisah dengan efek yang dikeluarkan pria itu. Dia sudah merasa bagian tubuhnya di bawah sudah mulai keras. Tangan pria itu mulai berani memeluk bahu Suga.
Suga meringkuk dalam dekapan tangan laki-laki itu, sedangkan jemari tangannya sendiri mengelus jakun pria itu yang mulai naik-turun tidak beraturan. Suga sangat yakin, pria ini sudah ada di tangannya dan dia sendiri perlu pelampiasan segera.
"Ayo kita jalan di luar," bisik pria itu di telinga Suga.
Suga mengangguk–berdua mereka keluar, check-in di sebuah hotel.
.
.
.
Pria itu ternyata lumayan menurut Suga. Pagi-pagi buta Suga sudah di luar hotel, meninggalkan pria yang sedang tertidur sendirian, yang memberinya tiga kali kepuasan dan segepok uang dalam 4 jam.
Di dalam taksi, Suga baru menyadari dia tidak tahu siapa nama pria itu.
.
.
.
Agust
21 tahun
Café Sunshine adalah tempat kesukaannya dari dulu. Café bernuansa alam, penuh taburan tambulampot (tanaman buah dalam pot). Dari pohon belimbing sampai pohon nangka yang hanya setinggi pinggangnya, namun sudah sarat dengan buah.
Di pojok outdoor area adalah posisi duduk favorit dia. Dikelilingi tambulampot lengkeng dan tomat cherry, dan semilir angin sejuknya, membuat perasaannya begitu damai.
Dia akan duduk berjam-jam hanya sekedar mengamati pengunjung lain dan memanjakan matanya dengan melihat hijau daun-daun pupus di pucuk setiap tangkainya. Dia merasa tidak perlu dekat dengan area live music yang selalu menampilkan lagu-lagu terkini.
Di mejanya ada satu roti bakar keju, es krim rasa coklat dan strawberry, dan satu gelas besar Ice Lemon tea. Menu yang sama dari waktu ke waktu. Seseorang pernah berkata kepadanya bahwa pilihan makanan dia nggak matching, nggak pas. Tapi siapa peduli?
Lalu novel Danielle Steel atau John Grisham akan menyita perhatiannya, sampai dia merasa sudah waktunya untuk pulang.
Seorang pria berambut cokelat dengan potongan style jamur yang rapi mendekati pria ini.
"Selamat sore," sapa pria itu ramah.
Pria yang disapa itu diam saja. Pria yang menyapa itu mengeluarkan suara batuk sengaja dan berdehem keras. Pria yang disapa itu masih terlihat diam saja menekuni bacaannya.
Pria yang menyapa itu terlihat tidak sabar, langsung menarik kursi kosong dan duduk di depan pria yang disapa itu. Dilambaikannya tangannya pas menutupi buku yang terbuka. Pria yang disapa itu terperangah kaget, menatap pria didepannya dengan ekspresi bingung.
"Hai, serius amat bacanya," pria itu berkata sok akrab.
Pria didepannya itu hanya tersenyum tipis, lalu menundukkan kepalanya lagi melanjutkan bacaannya.
"Saya perhatikan kamu seringkali ke sini dan selalu duduk di tempat ini, ya kan?" pancing pria itu lagi.
Si pria didepannya tak bergeming sedikitpun. Sekali lagi pria itu melambaikan tangannya di depan wajah si pria didepannya itu. Barulah pria didepannya itu 'ngeh' bahwa pria tadi yang disangkanya waiter masih duduk di depannya.
Pria didepannya itu menutup buku bacaannya, mengambil buku notes dan sebuah bolpen dari dalam tasnya. Menuliskan sesuatu dan menyodorkan notes di depan pria itu.
"MAAFKAN SAYA, SAYA SEORANG TUNA RUNGU DAN TUNA WICARA. SAYA TIDAK BISA MENDENGAR SUARA KAMU."
Sedetik terlihat pria itu kaget. Pria didepannya itu sudah terbiasa menerima reaksi semacam ini, dia hanya tersenyum, menatap pria itu dibalik kaca mata minusnya.
Yang sering terjadi adalah orang itu akan ngeloyor pergi, meninggalkan kesan bahwa berhubungan dengan seorang pria yang bisu dan tuli akan membawa kerepotan tersendiri.
Si pria mulai menampakkan roman muka biasa saja, menyembunyikan rasa terkejutnya dengan cepat. Dia meraih bolpen dan menuliskan isi pikirannya.
"HAI, NAMA SAYA JUNG HOSEOK ORANG MEMANGGIL SAYA HOSEOK ATAU HOBI. KAMU?
Jawaban pria bisu itu:
"HAI JUGA, SAYA AGUST. PANGGIL SAYA AGUST."
Hoseok tersenyum, menganggukkan kepala dia dalam-dalam, menunjukkan apresiasi yang kuat atas perkenalan mereka.
Agust membalas anggukan itu, menyebabkan rambut hitamnya terjatuh ke depan. Entah mengapa Hoseok sangat tertarik untuk mengetahui identitas pria muda yang selalu datang beberapa kali dalam seminggu.
Dengan kemeja katun yang sederhana, terkadang dibalut cardigan warna pastel yang serasi. Kakinya dibalut sepatu santai datar. Kacamata yang memberi kesan manis akan bertengger di hidungnya yang mancung apabila sedang membaca.
Wajahnya putih bersih, mata sipitnya terkesan tenang dan kalem. Rambut hitamnya dibiarkan begitu saja, terlihat lembut.
Hoseok:
"SAYA PERHATIKAN KAMU SERING DATANG KESINI SENDIRIAN. DIMANA RUMAH KAMU?"
Agust:
"MAAF, SAYA TIDAK MAU MENJAWAB ITU."
Hoseok:
"TIDAK APA. SAYA MENGERTI."
Hoseok tersenyum. Tiba-tiba Agust berdiri, mengepalkan tangan kanannya di depan dadanya dan membuat putaran searah jarum jam, lalu membuka telapak tangannya ke depan sejajar bahu dan menggerakkannya ke kanan kiri.
Bahasa isyarat.
Cepat-cepat Hoseok mengambil bolpen dan menuliskan di notes.
Hoseok:
"APA ARTINYA?"
Agust mengulangi gerakan pertama lalu dari mulutnya terdengar suara sengau yang terdengar seperti kata 'MAAF', dia mengulangi gerakan kedua dan mengucapkan dengan susah payah, 'SELAMAT TINGGAL'.
Hoseok sangat paham artinya. Agust akan pulang.
Belum sempat Hoseok berpikir apa yang bisa mencegah Agust pergi, dia sudah menghilang di balik pintu. Hoseok mematung sejenak, panca indranya seakan terkunci. Ketika dia sadar, dia sudah terlambat untuk mengejar Agust.
Shit! Bahkan aku belum minta nomer ponselnya… Hoseok menggerutu sendiri, masih memegang notes dan bolpen Agust yang tertinggal.
Hoseok masuk ke salah satu ruangan private di café miliknya itu dan membanting pintu dengan keras.
.
.
.
Yoongi
26 tahun
Tubuhnya terasa remuk redam pagi ini. Padahal dia merasa nggak banyak aktivitas yang dia lakukan kemarin. Perpustakaan tempat dia bekerja paruh waktu baru buka jam 9 pagi, tapi jam 8.30 dia sudah harus tiba disana, memeriksa kerapihan buku-buku yang tersusun di tiap rak.
Diambilnya kemeja lengan pendek, celana jeans biru tua dan sepatu kets putih sebelum mandi. Rambutnya dia sisir asal ke belakang dengan tangannya lalu mengambil beanie biru favoritnya.
Hampir setiap hari dandanannya seperti ini. Tas punggung kecil warna coklat disambarnya, dengan langkah besar setengah berlari ke arah halte bus.
Sudah dua tahun lebih dia bekerja paruh waktu disana, walaupun gajinya sangat minim, tapi dia merasa nyaman, dan aman.
Di meja dekat pintu keluar, dia mengambil name tag-nya, menyematkannya didadanya. YOONGI. Itu namanya yang tertera disana.
"Yoongi! Kamu tahu tidak ibu-ibu yang minggu lalu complaint buku yang dia pinjam halamannya hilang 10 lembar?"
Jin temannya menggebu-gebu bercerita dan duduk dekat Yoongi. Yoongi mengangguk sembari terus mengerjakan tumpukan kartu perpustakaan di mejanya.
"Tadi pas aku baru nyampe, dia nelepon kesini, dia minta maaf, ternyata halaman hilang itu karena anak dia yang super nakal yang ngerobekin. Untungnya dia mau bertanggung-jawab mengganti kerusakan itu," kata Jin lagi.
"Aku bilang juga apa kemarin itu, ngeliat anaknya yang bandel itu membuatku curiga," Yoongi menyahuti temannya perlahan.
"Yoongi, aku rasa aku mau pindah kerja aja. Deket rumahku baru buka mini market, butuh 4 orang karyawan termasuk kasir. Kamu mau ikut tidak?"
Jin mengganti topik pembicaraannya tiba-tiba. Yoongi menggelengkan kepalanya.
"Gajinya lebih tinggi dari tempat ini loh," rayu Jin lagi.
Bukan gaji yang aku cari Jin… Yoongi membatin.
"Salah satu syaratnya itu 'berpenampilan menarik'. Nah kamu kan manis Yoongi. Kulit kamu putih, bersih. Pasti kamu diterima. Kamu bisa tinggal dirumahku kok sekalian," Jin menggebu-gebu merayu teman baiknya selama 2 tahun ini.
Yoongi menggelengkan kepalanya sekali lagi. Pembicaraan mereka terhenti ketika terdengar suara seseorang menghampiri meja mereka.
"Maaf… Yoongi-shi…" cowok itu melirik name-tag Yoongi sekilas.
"Ada yang bisa saya bantu, tuan?" tanya Yoongi.
"Saya mencari buku Abnormal Psychology: Core Concept. Pengarangnya James N Butcher dan ada dua orang lagi."
Yoongi membuka komputernya, mencari-cari di data base.
"Ada di rak bagian Psikologi tuan, rak F -10. Tuan masuk aja dari dekat rak ini, mentok, belok kanan, lewati 3 rak, rak ke-4 sebelah kiri atas adalah F-10."
Yoongi menjelaskan. Cowok itu memandang sekeliling ruang perpustakaan, sangat luas. Rak berjejer memanjang. Rak Psikologi… Hmm… Cowok itu menggaruk kepalanya reflek ketika berpikir.
Yoongi memperhatikan gerak geriknya. Merasa bertanggung jawab, Yoongi menawarkan diri untuk mengantarkan ke rak yang dicari. Yoongi berjalan dengan langkah kecil tapi cepat. Cowok itu mengekor dibelakangnya.
"Ini rak Psikologinya, tuan," Yoongi menunjuk rak di depannya.
"Makasih Yoongi-shi, kalau nggak dibantu, mungkin baru setengah jam lagi baru ketemu. Oh ya, nama saya Kim Taehyung. Panggil aja Taehyung, tanpa 'tuan'," Taehyung mengucapkan terima kasih.
"Sama-sama Taehyung, panggil saya Yoongi aja, tanpa 'shi'," Yoongi mengikuti nada Taehyung.
Dan… buku di rak itu ternyata banyak sekali. Ratusan mungkin. Taehyung bengong dan berusaha mencari jalan tercepat untuk mencari buku itu. Yoongi tersenyum melihat tingkahnya.
"Saya akan ambilkan buat kamu."
Yoongi memakai jarinya menuntun kode indeks yang tertera di tiap buku. Bukunya tepat ada di atas kepalanya. Dengan berjinjit Yoongi berusaha meraih buku itu. Walaupun dia sudah berjinjit ala ballerina yang bertumpu di ujung jempol kaki saja, buku itu tetap tidak bisa diraihnya.
Tiba-tiba sebuah tangan membantu menarik buku itu keluar dari tempatnya. Waktu seakan berhenti seketika ketika tangan mereka saling bersentuhan.
Taehyung merasa mengalami De Javu saat itu… Taehyung merasa pernah mengalami hal ini sebelumnya bersama Yoongi.
Badan Taehyung yang lebih tinggi dari Yoongi menempel di belakang Yoongi, tangan mereka sama-sama memegang buku, membeku…
Hidung Taehyung menempel di rambut Yoongi, tercium aroma segar herbal. Matanya turun ke bawah, menyusuri telinga dan leher Yoongi. Ada dorongan kuat agar dia membenamkan bibirnya di leher jenjang itu.
Yoongi menutup matanya ketika jemarinya direngkuh oleh jemari Taehyung, menurunkan buku itu, cepat-cepat dilepaskannya pegangannya.
Yoongi membalikkan badan, dia harus cepat pergi menjauh dari Taehyung. Dia takut aura Taehyung membuatnya tersesat. Hanya perlu 10 menit untuk membuat matanya terbuka akan pesona Taehyung.
Tapi Yoongi nggak menyangka setelah dia membalikkan badannya, Taehyung tetap diam bergeming. Sekarang mereka saling bertatapan mata.
Saling menilai.
Saling merasakan getaran 1000 volt listrik di sekitar mereka berdua.
Berkali-kali Taehyung menelan ludah. Sekarang wajah Yoongi tampak jelas.
Wajahnya manis. Bukan, manis banget!
Yoongi mulai merasa lututnya gemetar. Bibirnya pun bergetar tanpa bisa dikontrol. Taehyung tampak begitu dewasa, wajahnya maskulin.
Taehyung makin merapatkan badannya ke badan Yoongi. Yoongi tidak bisa mundur lagi, terhalang oleh rak. Kedua tangan Taehyung terjulur memegang pinggiran rak buku. Yoongi terkurung dalam badan Taehyung.
Mata mereka bertemu, bertaut dalam gelombang yang hanya bisa dirasakan oleh mereka berdua. Yoongi memejamkan matanya perlahan… hembusan nafas Taehyung yang hangat terasa semakin mendekat…
Dan ketika bibir Taehyung menyentuh bibir Yoongi, gelombang listrik bergulung seakan tsunami yang menghantam berulang-ulang.
Mereka berpagutan, pertama perlahan, makin lama Taehyung makin menanamkan lidahnya ke dalam mulut Yoongi. Kedua tangan Taehyung masih mencengkram erat pinggiran rak.
Yoongi merasakan bagaimana kulit di sekitar bibir Taehyung yang basah, memberikan sensasi yang membuat dia merinding, gelenyar panas terbentuk dan mengarah langsung ke pangkal pahanya…
Keduanya baru melepaskan ciuman masing masing ketika merasa kehabisan nafas. Mereka berdua terengah-engah. Tangan Taehyung terjulur medekati mulut Yoongi, mengeringkan bekas ciuman panas mereka, lalu mengusap sekitar bibirnya sendiri.
Dorongan primitifnya menggoda dia untuk melakukan lebih, tapi otaknya masih cukup waras untuk mencegah mereka berdua digiring satpam karena perbuatan yang tidak senonoh di sebuah perpustakaan umum.
Yoongi masih memandang Taehyung dengan takjub.
"Maafkan aku Yoongi... tadi… aku… tadi…," Taehyung tergagap.
Tidak tahu mesti ngomong apa lagi selain kata 'maaf' pada sosok pria yang baru dikenalnya ini.
"Aku… juga… ng…," Yoongi juga merasa bingung.
Dia yang tertutup, yang selalu menghindar dari sebuah hubungan, dia yang tidak mudah jatuh cinta, dia yang tidak mudah terbawa suasana, dia yang memegang prinsip seumur hidupnya, hanya dalam 5 menit hancur oleh makhluk manusia dari bumi yang bernama Kim Taehyung.
Yoongi melangkah cepat menjauhi Taehyung yang masih mengumpulkan kepingan logika yang tercerai berai dalam otaknya.
-TBC-
[Gimana? My new project hehe… Coming soon ya, jadi masih belum pasti juga.]
[Review please…]
[Cont/No? :)]