ARTIFICIAL LOVE
Chapter Four (END)
.
.
Main Cast :
CHANBAEK
.
Other Cast :
Kim Heechul
Park Dajung (OC)
.
Genre :
Romance, Angst
.
Rate :
/ M / YAOI /
.
.
Disclaimmer :
FF ini adalah murni karya BaekQiu.
Jika terjadi kesamaan alur dan cerita, itu hanyalah sebuah kebetulan semata
.
.
My first yaoi fic ever!
Hope you guys enjoy it!
Beware of typos!
.
.
Happy reading!
.
.
.
.
.
Baekhyun merasakan tangannya gemetar hebat. Perasaan takut begitu mencekiknya hingga membuat dadanya terasa sesak. Akan tetapi jauh di lubuk hatinya, dia benar-benar mengharapkan kesempatan seperti ini datang. Jika dia tidak menggunakan kesempatan ini dengan baik, dia tidak tahu apakah dirinya akan menemukan kesempatan kedua dan keberanian yang sama untuk melakukannya.
Baekhyun memejamkan mata untuk mencari keyakinan di dalam dirinya. Dia menarik napas dalam dan membuangnya dengan kasar. Hanya butuh satu detik saja. Satu keberanian. Setan itu sudah sejak lama menari-nari di kepalanya.
Astaga!
Baekhyun mengulurkan tangannya, mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorong. Timing-nya begitu tepat. Mobil itu melintas kencang dan dalam hitungan detik pasti akan segera menghantam tubuh Dajung. Bayangan Chanyeol yang akan tenggelam dalam tangisan duka segera memenuhi pikirannya. Pria itu pasti akan sangat menderita pada awalnya, tapi seiring berjalannya waktu, Baekhyun yakin Chanyeol pasti bisa menerima kepergian wanita ini.
Selamat jalan, Park Dajung...
.
.
Baekhyun tersentak dari tidurnya. Keringat mengucur deras di wajah dan sekujur tubuhnya. Jantugnya berdegup dengan begitu kencang sampai-sampai rasanya seperti hendak menerobos keluar dari dadanya.
Mimpi.
Hanya sebuah mimpi.
Apa dirinya begitu menginginkan Dajung mati hingga bermimpi seperti itu?
.
.
.
"Baekhyun," sapa Chanyeol pagi itu.
Baekhyun mengangkat wajahnya. Dia sedang menuang air ke dalam gelas untuk mengobati rasa haus di tenggorokkannya ketika mendapati Chanyeol berjalan ke arahnya dengan sebuah senyum cerah terpasang di bibir tebal nan menggodanya. Oh, Baekhyun tidak pernah melihat senyum sebahagia ini dari Chanyeol. "Ada apa?"
"Ini hari minggu," ujar Chanyeol membuka kalimatnya. "Aku berencana mengajak Dajung jalan-jalan. Kau mau ikut?"
Baekhyun menatap manik pria itu yang tidak menyiratkan sedikit pun belas kasihan untuknya. Tidakkah terpikir oleh Chanyeol bahwa dirinya terluka? Cemburu! Baekhyun sudah terang-terangan mengatakan pada Chanyeol bahwa dirinya menyukai pria itu. Tapi kenapa Chanyeol seolah tidak pernah paham akan perasaannya? Kenapa Chanyeol masih saja menorehkan luka di dalam hatinya?
"Sebaiknya aku tidak ikut," tolak Baekhyun, membuang tatapannya pada gelas di tangannya.
"Kenapa?" tanya Dajung, tiba-tiba saja muncul dari balik punggung Chanyeol. Wanita itu tampak begitu cantik dengan dress selutut bermotif bunga yang sangat cocok dipakai di musim panas. "Kami berencana pergi ke pantai."
Sepanjang hidupnya Baekhyun tidak pernah pergi ke pantai. Tempat terjauh yang pernah didatangi hanya sekolahnya yang bahkan jaraknya tidak begitu jauh. Oh, Baekhyun ingin pergi ke sana. Tapi untuk apa dia pergi melihat gelombang bergulung-gulung dan pemandangan indah jika dirinya bahkan tidak bisa menikmati itu? Untuk apa dia pergi jika sebagai imbalannya dia harus menyaksikan kemesraan Chanyeol dan istrinya?
"A-aku tidak ingin pergi," kata Baekhyun, menundukkan kepalanya.
Chanyeol menghela napas. "Baiklah, tidak apa."
"Padahal akan lebih seru jika Baekhyun ikut..." gumam Dajung kecewa.
"Sayang, sebaiknya kita tidak memaksa Baekhyun," kata Chanyeol. Kemudian, dia melirik Baekhyun sekali lagi. "Kalau begitu, baik-baik di rumah ya. Jangan bukakan pintu untuk orang asing," ujar Chanyeol sambil mengusak rambut Baekhyun.
.
.
.
Setelah Chanyeol dan Dajung pergi, kini tinggallah Baekhyun terduduk seorang diri. Menatap hampa pada televisi yang menampilkan acara yang sama sekali tidak menarik.
Berapa lama Chanyeol akan pergi?
Baekhyun sudah merindukan pria itu meski belum satu jam Chanyeol meninggalkannya.
Pikiran Baekhyun menerawang jauh. Membayangkan Chanyeol dan Dajung yang menghabiskan seharian penuh dengan berjalan bergandengan mesra di pesisir pantai. Dengan kaki telanjang, keduanya meninggalkan jejak-jejak indah di atas pasir. Saling berpelukan dan berciuman. Saling membisikkan kata cinta.
Mungkin saja mereka juga menyewa sebuah penginapan di sana. Menghabiskan malam yang panas dan penuh gairah, ditemani deburan ombak, bau basah air laut, dan dihiasi desahan-desahan penuh kenikmatan di antara keduanya.
Hah, sekarang Baekhyun benar-benar menyesal. Seharusnya dia tidak menolak ajakan Chanyeol. Dia tidak bisa melewatkan satu hari pun tanpa keberadaan Chanyeol. Seandainya dia ikut dan harus menyaksikan dua sejoli itu pun, sepertinya akan terasa lebih baik dari pada tidak merasakan kehadiran Chanyeol sama sekali.
Harus bagaimana...? Dia hampir gila karena terus menerus memikirkan ini.
.
.
.
Malam menjelang dan Baekhyun semakin menderita. Chanyeol dan Dajung sepertinya tidak akan pulang. Dan itu membuat Baekhyun semakin menyesal dan menyesal. Dia merindukan Chanyeol. Sangat. Dia ingin berada dalam pelukan Chanyeol. Berada dalam hujaman kenikmatan yang diberikan Chanyeol padanya. Berada dalam kungkungan pria dewasa pujaannya itu.
Baekhyun membawa kakinya untuk menyelinap masuk ke dalam kamar Chanyeol yang gelap tak berpenghuni. Sengaja dia tidak menyalakan lampu. Menikmati keremangan yang dingin. Baekhyun menghampiri lemari pakaian Chanyeol dan memilih satu kaos longgar milik pria itu yang paling disukainya. Melucuti pakaiannya sendiri, Baekhyun mengenakan kaos Chanyeol kemudian berguling di tempat tidur pria itu.
Aroma maskulin milik Chanyeol memenuhi indera penciumannya. Sangat memabukkan. Manis namun menggairahkan.
Seandainya Chanyeol ada di sini, berbaring di sampingnya. Membawa jemarinya untuk menelusuri setiap lekuk tubuh Baekhyun, tidak ada satu tempat pun terlewatinya. Tangan besarnya melingkupi kejantanan Baekhyun, menggenggamnya memberi kenikmatan. Bibirnya disapukan lembut ke bibir Baekhyun, menyesap rasa manis darinya seperti kumbang yang menyesap madu dari bunga.
Baekhyun akan mendesah tak berdaya di bawahnya. Merasa tidak bertenaga tapi bahagia. Kewalahan tapi terpuaskan. Tangannya setengah mati akan berpegangan pada lengan berotot Chanyeol, sekaligus mengagumi tubuh pria di atasnya yang begitu kekar dan jantan.
Dunia seakan berputar-putar di sekelilingnya. Tapi Baekhyun menyukai rasa pusing yang memabukkan ini. Apalagi ketika mendengar geraman rendah Chanyeol saat dirinya menghujam Baekhyun, menusuknya dalam, menenggelamkan dirinya, dan menggenapi Baekhyun.
Baekhyun akan sedikit merintih dengan ukuran kejantanan Chanyeol yang terlalu besar untuknya. Perih berdenyut tapi selanjutnya akan begitu menyenangkan. Kemudian kepalanya akan terdongak ke atas ketika Chanyeol menenggelamkan wajahnya di ceruk leher putih susunya, menghisap dalam.
"C-chanhh yeol..." Baekhyun memejamkan matanya rapat.
Chanyeol mulai menurunkan wajahnya, mencari-cari letak gundukan mungil di dada Baekhyun sambil memejamkan mata. Hanya mengikuti naluri. Bibirnya meraba dada Baekhyun dan ketika menemukan tonjolan kecil menggoda itu, dia tidak membuang waktu untuk segera menghisapnya. Seperti bayi kehausan, dia menyesap tonjolan mungil itu kencang. Lidahnya yang kasar sengaja menggesek kulit sensitif itu dan menimbulkan sensasi lain yang lebih membuat Baekhyun gila.
"Ahhhhh..." Baekhyun menggelinjang. "C-channnh... a-akuuu.."
"Sebentar lagi, sayang." Chanyeol akan berbisik seperti itu di telinganya. Dan detik berikutnya mengulum daun telinga Baekhyun sambil tetap menghujam dalam, menghentak-hentakkan tubuh ringkih di bawah kungkungannya.
"Arghhhhhh..."
Baekhyun membuka matanya ketika dirinya berhasil lepas dari jerat puncak kenikmatannya itu. Dia terengah hebat sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar Chanyeol yang gelap. Dia masih sendiri di sana, hanya berteman sepi. Hanya dengan membayangkan saja, Chanyeol mampu membuat dirinya mengerang dalam kenikmatan seperti ini. Oh...
Meringkuk beberapa saat sambil memeluk tubuhnya sendiri, mata Baekhyun menangkap sebuah benda yang tergeletak di atas nakas samping tempat tidur. Lampu indikator pada benda itu berkedip dalam gelap dan Baekhyun baru menyadarinya setelah sekian lama berbaring di sana. Penasaran, Baekhyun mengulurkan tangannya untuk mengambil benda itu.
.
.
.
Dajung terkikik geli ketika Chanyeol mengecupi leher jenjangnya dengan bertubi-tubi. Tangannya disampirkan ke leher suaminya sambil menarik pria tinggi itu masuk ke dalam kamar. "Hentikan, Chanyeol!" Dajung memukul dada suaminya pura-pura marah.
"Kenapa? Kau tidak suka?" bisik Chanyeol di telinganya.
"Itu benar-benar geli," balas Dajung.
"Gosh... Kau cantik sekali, sayang," ujar Chanyeol sesaat setelah membaringkan istrinya ke atas tempat tidur dan mengungkungnya. Wajah mereka berhadapan dalam jarak yang begitu dekat. Napas saling beradu satu sama lain.
"Hei, kau lupa ya? Kita membelikan sesuatu untuk Baekhyun kan. Dia pasti senang mendapat oleh-oleh," kata Dajung.
"Kita bisa memberikannya besok. Tapi ini," kata Chanyeol sambil menyatukan bibirnya dengan bibir Dajung. "tidak bisa menunggu lagi."
.
.
.
Baekhyun membekap mulutnya sendiri. Mencegah suara sekecil apapun keluar dari mulutnya. Dan tanpa sadar dia juga menahan napas. Kamar mandi yang dingin ini bahkan tak mampu meredam suara-suara yang menggema bersahutan mendesahkan kenikmatan yang keluar dari mulut Chanyeol dan Dajung.
Sementara Baekhyun harus terperangkap di tempat ini.
Baekhyun benci ini. Benci karena luka yang berkali-kali ditorehkan oleh dua sejoli itu pada hatinya yang rapuh. Dia juga benci pada dirinya sendiri karena sudah begitu lemah dan tidak punya daya apapun untuk merubah situasi.
Tangannya yang lain bergetar hebat menggenggam erat benda yang menampilkan dirinya yang sedang bercinta dengan Chanyeol. Airmata bercucuran. Hatinya remuk redam. Dia bisa melihat dirinya sendiri tanpa busana, menggelinjang nikmat di bawah tubuh pria itu. Desahan-desahan tak pernah berhenti terlantun dari bibirnya. Baekhyun merasa ngeri.
Kenapa Chanyeol merekamnya? Untuk apa dia melakukan itu?
.
.
.
"Boleh aku tanya sesuatu?"
Chanyeol memasok oksigen ke paru-parunya dengan rakus. Dadanya naik turun. Dia berbaring di sisi istrinya dan membawa wanita itu ke dalam pelukannya. Matanya terpejam rapat, merasa begitu lelah pasca-bercinta, namun telinganya tetap awas untuk mendengarkan. "Bisakah pertanyaan itu ditunda sampai besok?"
"Aku ingin mendengar jawabanmu sekarang." Dajung mengerucutkan bibirnya. Biasanya jika dia sudah bertingkah seperti itu, Chanyeol tidak bisa menolak lagi. Setelah mendengar gumaman setuju dari Chanyeol, isterinya itu melanjutkan ucapannya. "Berapa kali kau meniduri Baekhyun?"
"Kenapa bertanya seperti itu?" tanya Chanyeol, kini dia sudah membuka matanya lagi. Rasa kantuknya tiba-tiba menguap begitu saja. Tiba-tiba saja jantungnya berdebar kencang.
Apa mungkin Dajung tahu kalau...
"Aku hanya ingin tahu."
"Satu kali. Aku hanya melakukannya satu kali."
"Hmmm benarkah?"
"Kau tidak percaya padaku?"
"Aku tidak pernah meragukanmu, Chanyeol," kata Dajung sambil semakin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Chanyeol. "Hanya saja... apa Baekhyun tahu kalau..."
"Dia tidak tahu," potong Chanyeol. "Kau tidak perlu khawatir, sayang."
"Dia tidak menuntut apapun darimu?"
Chanyeol menggeleng pelan. "Dia...terlalu polos hingga tidak berpikir untuk memerasku atau semacamnya."
Pikiran Chanyeol menerawang jauh. Baekhyun yang polos tidak mengharapkan balasan apapun darinya meski Chanyeol sudah memanfaatkan bocah itu dan bahkan berkali-kali menyetubuhinya. Baekhyun hanya menginginkan balasan cinta—cinta yang bahkan Chanyeol tidak bisa berikan untuknya.
.
.
.
"Kenapa kau melakukan itu?"
Dajung memutar tubuhnya dengan terkejut. Tiba-tiba saja Baekhyun sudah ada di belakangnya. Sangat dekat, sampai-sampai Dajung bisa merasakan napas Baekhyun yang memburu. "Baekhyun? Ya tuhan, kau mengejutkanku!"
"Kenapa kau melakukan itu? Kenapa kau dan Chanyeol merekamnya?"
Dajung terdiam tak mengerti. Tapi ketika melihat sorot amarah dari mata bocah laki-laki itu, pada akhirnya Dajung paham maksud dari pertanyaan Baekhyun. Dirinya sedang mengupas buah tapi tiba-tiba Baekhyun mendatanginya seperti itu. "Baekhyun..."
"Kenapa, Park Dajung? Kenapa?!" pekik Baekhyun marah. Airmatanya sudah berkumpul dan hampir pecah.
Dajung mundur dengan tubuh gemetar ketakutan. Dia tidak pernah melihat Baekhyun dalam kondisi seperti ini. Anak itu memang pendiam tapi sebelumnya Baekhyun tidak pernah bersorot mata nyalang ingin membunuh seperti itu. Dia seperti bukan Baekhyun polos yang dikenalnya.
"Apakah melihatku menderita mendatangkan kebahagiaan sendiri untukmu...?"
"B-baekhyun... t-tenanglah.. kenapa kau s-seperti ini?"
"Kau dan Chanyeol sudah bersekongkol untuk memperalatku."
"Baekhyun k-kau sudah salah p-paham!"
"Salah paham?" Baekhyun tertawa sinis. Airmatanya sudah bercucuran. "Salah paham... ya, ini mungkin hanya salah paham. Aku salah paham karena sudah berpikir kau dan Chanyeol bersekongkol untuk memanfaatkanku. Aku sudah salah paham karena berpikir bahwa kalian melakukan itu untuk memenuhi fantasi bercintamu yang aneh."
"Aku tidak aneh!" jerit Dajung marah. Aneh dia bilang?! Siapa dia berani mengatainya aneh?!
"Kalau bukan aneh, lantas apa?" tanya Baekhyun, berjalan selangkah demi selangkah mendekat pada wanita itu. "Aku sudah dengar semuanya. Dengan jelas."
Baekhyun mengeluarkan sesuatu dari tangan kanannya yang sejak tadi dia sembunyikan di belakang tubuhnya. Sebilah pisau. Mungkin itu bukan pisau yang sangat tajam, tapi cukup berguna untuk membuat goresan luka di atas tubuh seseorang, benar kan?
"M-mau apa kau?" Dajung menatap ngeri pada pisau di tangan Baekhyun yang berkilau tertimpa cahaya matahari siang itu. Dajung melirik pada piring yang berisi potongan buah miliknya. Kalau Baekhyun punya pisau, dia juga punya. Dajung mengulurkan tangannya untuk meraih benda itu namun Baekhyun lebih dulu melempar piring beserta pisau itu hingga pecah terberai di atas lantai. "Aku sedang hamil!" jerit Dajung. Itu merupakan pertahanan terakhirnya.
Namun Baekhyun bergeming. Persetan dengan wanita jalang yang hamil ini. Baekhyun sudah tidak peduli. Hatinya hancur berkeping-keping atas pengkhianatan Chanyeol dan istrinya.
"Kau pikir aku peduli...?"
"Aku punya uang, Baekhyun! Aku akan membayar berapa pun, sebanyak apa pun yang kau minta. Tapi kumohon jangan begini..."
"Uang?" Baekhyun lagi-lagi tertawa sinis. "Aku tidak butuh itu."
"Dengan uang itu kau bisa sekolah. Bukan kah kau ingin sekolah lagi? Kau juga bisa membeli rumah dan apapun yang kau mau dengan uang itu, Baekhyun. Aku akan memberikannya untukmu tapi hentikan tingkah gilamu ini! Chanyeol dan aku juga merasa bersalah padamu, maka dari itu kami membiarkanmu tinggal di sini."
Baekhyun menatap wanita di depannya tanpa minat.
"Aku hanya bocah miskin di matamu, benar kan? Bocah miskin yang membutuhkan belas kasihan orang lain untuk bisa bertahan hidup. Bocah miskin yang bisa kalian perlakukan sesuka hati. Kau pikir ini lucu, huh?"
Baekhyun mengacungkan pisaunya ke depan wajah Dajung. Wanita itu secara refleks melingkarkan lengannya di perutnya yang masih datar. Tidak akan membiarkan siapapun melukainya atau bayinya. Tidak.
"Kasihan sekali Chanyeol karena punya istri yang memiliki kelainan sepertimu, Dajung. Apa tidak lebih baik Chanyeol untukku saja? Meski aku pria, aku adalah pria normal. Setidaknya aku tidak punya kelainan sepertimu."
"Apa maksudmu?" Dajung menatapnya marah. Gelepar ketakutan itu berubah menjadi amarah.
"Kami sudah bercinta. Aku juga pernah merasakan kenikmatan yang sama seperti yang diberikan Chanyeol padamu. Apa kau tahu, saat kau tidak di sini, Chanyeol selalu datang padaku dan..." Baekhyun berbisik di telinga Dajung. "..kami bercinta sepanjang malam."
"Bohong..." Dajung menggeleng tak percaya. "Chanyeol hanya melakukannya satu kali!"
Baekhyun tertawa. "Satu kali? Apa kau yakin?"
"Chanyeol tidak pernah membohongiku! Dia bilang, dia hanya menyentuhmu satu kali!"
"Duh, bagaimana ini? Kalau kukatakan Chanyeol menyentuhku setiap malam tiap kali kau tak di rumah, bagaimana? Apa kau akan percaya?"
Dajung menggeleng kencang. Airmata sudah mengalir di kedua sisi wajahnya. "Kau tidak tahu berterima kasih, Baekhyun! Kami sudah memungutmu dari tempat kumuh itu dan ini balasan yang kau berikan pada kami?!"
"Sekarang kau mau berlagak menjadi korban ya?" tanya Baekhyun, mulai memain-mainkan pisaunya di lengan wanita itu. Ini benar-benar menyenangkan. Melihat Dajung membeliak ketakutan memberikan kesenangan tersendiri untuknya. "Apa kau tahu? Aku dan Chanyeol pernah bercinta di meja makan ini?"
"Hentikan omong kosongmu!"
"Suamimu itu...tidak pernah puas hanya sekali bercinta, kan? Dia akan melakukannya lagi dan lagi. Sepanjang malam. Tapi tidak apa, toh, aku juga tidak merasa keberatan."
"Pergi kau dari sini! Pergi kau dari rumahku!"
"Oh, jadi sekarang kau mengusirku? Setelah memanfaatkanku, kau membuangku seperti debu tak berharga?"
"Tunggu sampai Chanyeol tiba dan akan kupastikan kau tidak akan bisa menginjakkan kaki lagi di rumah ini!"
"Sekarang aku malah penasaran, apakah kau masih bernyawa saat Chanyeol pulang?"
"Kau gila!" pekik Dajung dan mendorong dada Baekhyun sekuat tenaga hingga bocah itu terjerembab ke belakang. Menggunakan kesempatan di mana Baekhyun tidak bisa menjangkaunya, Dajung segera berlari menjauh. Dia meraih ponsel-nya dan berusaha menghubungi Chanyeol.
"Halo, Chanyeol..." Dicekik perasaan takut luar biasa, Dajung berusaha melangkahkan kakinya. Membuat jarak sejauh mungkin dari Baekhyun. Dia bisa mendengar nada khawatir dari Chanyeol di seberang telepon. Namun belum sempat Dajung menyelesaikan kalimatnya, kaki kanannya tersangkut kaki meja makan, membuatnya tersungkur ke lantai. Dajung mengerang kesakitan.
Baekhyun terpaku. Satu sisi hatinya bersorak, sedangkan sisi lain merasakan sesuatu yang tidak diinginkannya. Dia melihat Dajung mengerang di lantai. Dia juga melihat darah yang tercecer dari kaki wanita itu. Baekhyun menelan ludahnya kasar. Keringat dingin mengalir deras dari pelipisnya seiring dengan tangis kesakitan wanita di depannya itu.
Namun Baekhyun seperti membeku, tidak berbuat apa-apa. Sesuatu di belakang kepalanya mengatakan bahwa dia tidak boleh mendekat. Bukankah wanita itu sudah menyakitinya? Memanfaatkannya? Mungkin rasa sakit yang dirasakan wanita itu bahkan tidak sepadan dengan nyeri di hati Baekhyun. Untuk apa dia merasa khawatir?
Baekhyun tidak terlalu mengingat dengan jelas berapa lama dia terdiam dan memandangi kejadian itu. Tangannya masih menggenggam pisau dengan begitu erat. Waktu seakan berhenti berdetak dan dunianya terasa berputar-putar. Kemudian dari kejauhan, dia melihat Chanyeol masuk.
Kepanikan tergurat jelas di raut wajah pria dewasa itu. Chanyeol menghampiri istrinya yang terbaring lemah di lantai. Darah sudah menggenang cukup besar. "Apa yang kaulakukan pada istriku?!" raung Chanyeol penuh amarah.
Baekhyun terkesiap. Dia tidak melakukan apa-apa. Iya kan? Dia hanya diam dan menyaksikan. Dia bersumpah tidak menyentuh wanita itu dan menyakitinya. Namun tentu saja Chanyeol berpikir sebaliknya. Dia melihat pisau yang berkilat-kilat di tangan Baekhyun. Dan pria itu segera menerjang Baekhyun, melupakan bahwa bocah laki-laki di dalam cengkramannya itu adalah bocah laki-laki yang sudah memberikan kepuasan tiada tara di malam-malam yang dingin dan sepi untuknya.
"Apa yang kauinginkan? Kenapa kau melakukan ini pada istriku, Baekhyun?!"
"A-aku t-tidak—"
"Brengsek!" Chanyeol mendorong tubuh Baekhyun ke dinding. Matanya menatap nyalang. Mata seorang pria yang ingin melindungi wanita yang dicintainya dari siapapun yang mendatangkan marabahaya. "Dajung sudah baik padamu dan ini yang kau lakukan?!"
"A-aku tidak m-melakukan a-apapun!"
"Apa karena aku tidak membalas perasaanmu dan sekarang kau marah dan menyakiti istriku, begitu?!"
"C-chanyeol..."
"Diam kau, bocah sialan!" makinya.
Baekhyun merasakan hatinya tercabik-cabik. Kenapa Chanyeol bahkan tidak mau mendengarnya?
"Pergi kau dari sini sebelum aku menghajarmu!"
"T-tidak, Chanyeol. A-aku tidak m-mela—"
"Persetan! Kau pikir aku peduli?!" amuknya. "Kau sudah melukai istriku! Mengancam nyawa anakku!"
Kemudian Chanyeol menghempaskan tubuh Baekhyun ke lantai. Menatap dengan benci pada bocah rapuh itu. Buru-buru dia menghampiri istrinya lagi dan dalam satu kedipan membawa tubuh wanita itu keluar dari rumah.
Baekhyun terduduk di lantai, menangis kencang. Kenapa semuanya harus berakhir seperti ini? "Chanyeol..." isaknya. Dia memanggil nama pria itu dengan pilu. "Chanyeol... Aku mencintaimu. Kau dengar itu? Chanyeol kumohon kembali..."
.
.
.
Baekhyun berjalan gontai menyusuri trotoar tanpa arah tujuan. Wajah sembab dan jejak airmata di pipinya membuatnya terlihat begitu kacau. Beberapa orang yang melintas memandangnya aneh namun Baekhyun tidak pernah ambil pusing dengan pandangan oranglain. Persetan dengan dunia ini.
Baekhyun memandang ke kejauhan, menatap hilir mudik kendaraan di depan matanya. Bagaimana jika di berdiri di sana dan sebuah truk menghantam tubuhnya? Kedengarannya akan lebih baik, bukan? Dia sudah tidak punya tempat tinggal lagi. Tidak ada yang menginginkannya. Chanyeol sudah membuangnya. Untuk apa lagi hidup?
Tapi sebelum mati, ada satu hal yang harus dilakukannya.
Baekhyun berdiri tertegun sejenak. Memandang bangunan kumuh di mana dia dibesarkan selama bertahun-tahun. Tidak ada yang berubah dari tempat ini. Bau kemiskinan masih menguar di udara dan Baekhyun sebenarnya benci untuk menginjakkan kakinya lagi di tempat ini.
Berjalan perlahan meniti tangga, menempatkan tangannya di pegangan tangga yang kotor dan penuh coretan-coretan. Debu-debu berhamburan di udara. Mengherankan karena ada banyak orang yang bertahan hidup di tempat ini selama bertahun-tahun termasuk dirinya dan wanita jalang bernama Kim Heechul itu.
Baekhyun mendorong pintu rumah kumuhnya dan segera mendapati sang ibu tengah duduk di sofa. Sebotol soju di tangannya dan mata yang menatap lurus pada layar televisi ketinggalan jaman. Mendengar pintu berderit, wanita itu menoleh.
"Oh!" Dia bersuara dengan antusias. Matanya berbinar senang dengan kedatangan Baekhyun. "Demi pantat neptunus, apakah itu kau, anak haram?"
Baekhyun menatap ibunya itu tajam.
"Oh tidak! Bagaimana ini? Rumah kumuh ini tidak pantas didatangi seorang simpanan orang kaya sepertimu... Sudikah kau duduk di sofa butut ini?" tanyanya dengan ekspresi yang dibuat-buat sambil menepuk-nepuk sofa yang didudukinya.
"Hentikan omong kosongmu, Kim Heechul!" ujar Baekhyun geram. "Aku datang kemari bukan untuk berbasa-basi denganmu."
"Baiklah..." wanita itu mengerucutkan bibirnya.
"Apa kau senang hidup seperti ini, Kim Heechul? Apa kau bahagia?" tanya Baekhyun lirih, tangisannya kembali pecah. "Kenapa kau tidak melakukan apapun dengan hidupmu?! Kau bisa menjadi orang yang lebih baik tapi kenapa kau diam saja dan terpuruk dalam neraka ini?"
Kim Heechul, untuk pertama kalinya dalam hidup, terdiam. Wajahnya yang kerap menjengkelkan dan penuh dengan kepalsuan, tiba-tiba saja terlihat muram.
"Kenapa... kenapa kau membiarkanku hidup?" isak Baekhyun. "Kau bisa saja membunuhku dan melanjutkan hidupmu tapi kenapa kau membiarkanku hidup?"
Baekhyun menghela napas dalam dan menatap ibunya lagi.
"Apa si Tuan kaya itu mengusirmu?" tanya Heechul.
"Itu bukan urusanmu!"
"Kau pasti tidak memberikan pelayanan memuaskan untuknya kan? Sudah kuduga! Sekarang dia pasti sedang mencari penggantimu!"
"Kenapa aku harus terlahir dari rahimmu? Kenapa aku tidak lahir dari rahim wanita kaya yang terhormat? Dengan begitu hidupku mungkin tidak akan semenyedihkan ini. Di matamu aku hanyalah seonggok sampah. Aku bahkan tidak bisa mendapatkan kebahagiaanku sendiri karena semua orang pun menganggapku sampah tak berharga."
"Hei—"
"Dan kau benar. Anak haram sialan sepertiku memang tidak pantas bahagia. Aku memang tercipta untuk membusuk di tempat ini. Tapi sayangnya, aku tidak akan sendirian. Aku akan membusuk bersamamu..." Baekhyun tertawa hambar.
.
.
.
"Apa kau sudah merasa lebih baik?" tanya Chanyeol sambil mengecup dahi istrinya.
Wanita itu mengangguk pelan. Dia menenggelamkan wajahnya di dada Chanyeol yang bidang, menghirup aroma maskulin suaminya yang selalu membuatnya nyaman. Sudah hampir satu minggu dirinya terbaring lemas di rumah sakit dan selama itu pula Chanyeol selalu berada di sisinya—tidak pernah meninggalkannya sedetikpun.
Tangan Chanyeol bergerak untuk mengelus pelan perut istrinya. Dia menghela napas lega. Pendarahan hebat yang dialami Dajung seminggu yang lalu ternyata tidak membuat mereka kehilangan bayi yang sangat mereka harapankan itu. "Dokter bilang anak kita tumbuh dengan sehat. Apa kau senang?"
"Aku sangat senang dan lega."
"Mulai sekarang, kita harus menjaganya dengan baik." Chanyeol menatap istrinya lembut. "Kupastikan tidak ada lagi yang bisa menyakiti kau dan anak kita."
"Terima kasih, sayang. Aku benar-benar mencintaimu."
"Apa kau siap untuk kembali ke rumah?" tanya Chanyeol.
Dajung menatapnya sedikit ragu. Dia benar-benar takut untuk kembali ke apartemen mereka. Meski dirinya tahu bahwa Chanyeol sudah mengusir Baekhyun, namun rasa takut itu tetaplah ada.
"Jangan khawatir. Mulai sekarang aku akan bekerja di rumah. Semua pekerjaanku akan kulakukan di rumah. Kau tidak akan sendirian karena aku selalu ada di sampingmu," kata Chanyeol yang bisa membaca keragu-raguan dalam tatapan istrinya.
Siang itu Chanyeol membawa Dajung keluar dari rumah sakit. Dengan perlahan dia menuntun istrinya untuk memasuki mobil mereka. Perjalanan pulang terasa begitu hangat karena dipenuhi dengan percakapan dan gurauan ringan yang saling mereka lemparkan satu sama lain.
Semua tampak begitu sempurna hingga Chanyeol merasakan ada yang salah dengan rem mobilnya. Dan semuanya terjadi begitu cepat. Chanyeol tiba-tiba saja kehilangan kendali atas mobilnya. Suara tabrakan kera pun terdengar. Tidak ada lagi yang diingatnya kecuali sosok istrinya yang samar-samar tampak tergeletak bersimpah darah di sampingnya.
.
.
.
Hari berganti hari. Baekhyun tidak ingat apakah dirinya masih hidup atau sudah kekal di neraka. Dia berada di ruangan gelap gulita. Tapi bau apek yang menguar dari kamar lama miliknya menyadarkan Baekhyun bahwa dirinya masih bernapas. Hidup dan menderita.
Tubuhnya yang ringkih dan kurus kering bergerak perlahan ketika cahaya mentari menyelinap sedikit melalui celah tirai yang hampir tertutup rapat sepenuhnya. Dia tidak ingat sudah berapa lama dia mengurung diri tanpa makan dan minum. Seharusnya dia sudah mati namun entah kenapa sampai saat ini dia masih bertahan hidup.
"Jemarimu sangat cantik..."
Baekhyun bisa mengingat dengan jelas kalimat yang dilontarkan Chanyeol padanya di malam terakhir mereka bercinta. Dan itu membuat hatinya kembali hancur. Dia merindukan Chanyeol. Dia merindukan bisikan-bisikan manis yang dilontarkan Chanyeol di telinganya. Dia merindukan suara bernada rendah dan berat milik pria itu. Dia merindukan segalanya yang ada dalam diri Chanyeol.
"Baekhyun, b-boleh aku menciummu?"
Ciuman pertama yang begitu memabukkan, yang membuat Baekhyun melupakan segalanya. Baekhyun seperti diangkat ke langit ke tujuh, melayang-layang di atas awan kebahagiaan. Bibir lembut nan tebal milik Chanyeol seolah melebur menjadi satu dengan bibirnya. Terasa panas dan basah. Menggelitik seluruh tubuhnya.
Baekhyun mengusap airmatanya, berusaha bangkit dari tempat tidur. Tubuhnya lemas bukan main. Tidak ada asupan makanan sedikit pun yang mengisi perutnya selama beberapa hari dan dirinya juga sempat merasa heran karena tidak mendengar suara ribut ibunya yang selalu memekakkan telinga itu.
Saat Baekhyun keluar dari kamarnya, televisi menyala dan menampilkan acara-acara tidak menarik. Ruang tengahnya begitu gelap. Satu-satunya cahaya, berasal dari televisi. Baekhyun menyibakkan tirai lebar-lebar dan ruangan pun menjadi terang benderang.
Menemukan sepotong roti di atas meja makan, Baekhyun mengunyah roti itu dengan susah payah dan duduk di sofa sambil memindahkan channel televisi dengan bosan. Rumah terasa sepi. Terlalu sepi.
Breaking news!
Jasad seorang wanita berusia di atas 30 tahun ditemukan hanyut terbawa arus sungai Han. Di duga, wanita tersebut melakukan percobaan bunuh diri dengan cara melompat dari jembatan. Polisi belum bisa menmastikan identitas mayat tersebut namun berdasarkan keterangan beberapa penduduk, mereka mengaku mengenali wajah wanita tersebut.
Wanita tersebut adalah seorang wanita penghibur berinisial KHC yang tinggal di pemukiman lampu merah di...
Baekhyun bangkit dari duduknya dengan tiba-tiba. Bulu di sekujur tubuhnya meremang seketika. Airmata sudah mengalir di pipinya. Jantungnya berdebar dengan sangat keras hingga terasa begitu menyakitkan. Dia merangsek masuk ke kamar tidur ibunya. Biasanya wanita itu sedang menghabiskan siang harinya dengan tidur seharian, tapi...
...dia tidak ada.
Menyusut airmatanya, Baekhyun melangkah masuk ke dalam kamar tidur ibunya. Untuk pertama kalinya sejak dia bisa mengingat, kini dia menginjakkan kaki di kamar tidur ibunya. Tidak ada yang istimewa di sana. Hanya tempat tidur kecil dengan lemari pakaian yang pintunya hampir lepas. Ada beberapa botol minuman kosong di sudut ruangan, juga beberapa puntung rokok.
Baekhyun duduk di tepi tempat tidur. Ranjangnya berderik pelan. Dia membuka laci di meja rias dan hal pertama yang dilihatnya adalah foto seorang bayi laki-laki mungil. Baekhyun membalikkan foto tersebut dan di bagian belakangnya terdapat tulisan "Uri adeul, Baekhyunnie".
Entah mengapa, hati Baekhyun terasa mencelos.
Ibunya...wanita itu...menyimpan foto masa kecil Baekhyun?
Baekhyun menatap foto itu cukup lama. Dia sendiri bahkan tidak pernah tahu bagaimana rupanya saat kecil dulu karena tak ada satu foto pun yang terpajang di dinding rumahnya. Mungkin satu-satunya yang tersisa hanya selembar foto usang ini.
Tatapan Baekhyun teralih menuju meja rias. Beberapa makeup murahan memenuhi meja tersebut. Namun mata jelinya berhasil menangkap sesuatu yang di simpan di bawah botol lotion. Secarik kertas.
Uri adeul, Baekhyunnie...
Selama ini hidupmu sangat berat ya? Maafkan aku karena tidak bisa melahirkanmu dalam kondisi yang lebih baik. Oh, maafkan aku karena sudah melahirkanmu ke dunia dan membuatmu menderita. Aku tahu aku bukan ibu yang baik untukmu.
Aku merasa lucu ketika harus menulis surat seperti ini. Tapi aku pikir, aku harus melakukannya. Karena jika tidak, sampai kapan pun kau tidak akan tahu kebenarannya. Aku tidak bisa mengatakannya dengan mulutku sendiri, jadi aku menuliskannya dalam secarik kertas ini.
Aku terkadang tidak bisa menerima kenyataan bahwa hidupku benar-benar berantakan. Saat usiaku lima belas, aku mulai mengenal seorang pria. Layaknya remaja lain, kami berkencan. Dia pria yang sangat baik di mataku dan begitu mencintaiku. Tapi ketika aku mengandungmu, dia mulai berubah dan menjauhiku. Kemudian dia mengatakan bahwa berkencan denganku adalah sebuah kesalahan karena sebenarnya dia tidak tertarik pada wanita.
Dia benar-benar brengsek kan? Ya, dialah ayahmu.
Aku tidak bisa memaafkannya karena sudah pergi dari hidupku dan meninggalkan kita berdua.
Orangtuaku juga tidak ada bedanya. Mereka membuangku setelah mengetahui bahwa aku hamil. Aku memang menyedihkan. Di usia enam belas, aku melahirkanmu dan harus hidup terlunta-lunta di jalanan. Tidak punya keluarga dan tidak ada pekerjaan yang bisa kulakukan karena yah, aku tidak punya kemampuan apa-apa.
Satu-satunya pekerjaan yang bisa kulakukan hanya ini. Aku menghidupimu dengan melakukan hal-hal menjijikan ini.
Aku tahu aku memang pantas dibenci. Saat kau bertanya kenapa aku tidak membunuhmu saja, rasanya hatiku hancur. Aku memang punya mulut kotor yang tidak pernah berhenti menyumpah serapahimu, tapi ketika oranglain mengatakan sesuatu yang buruk tentangmu, aku tidak segan-segan mencabut semua rambut dari kepalanya.
Aku selalu berpikir bahwa aku adalah ibu yang tidak berguna. Tapi kini aku bisa sedikit tersenyum. Setidaknya ada hal yang bisa kulakukan untukmu. Aku ingin kau bahagia. Tidak akan kubiarkan satu orang pun menghalangi jalanmu mendapatkan kebahagiaan, nak.
Aku, ibumu... sudah menyingkirkan orang yang menjadi batu sandungan hidupmu.
Hanya itu yang bisa kulakukan untukmu.
Selamat tinggal. Semoga kau bahagia.
.
Ibumu,
Kim Heechul
Baekhyun meremas kertas di tangannya. Kenapa...? Kenapa semuanya jadi begini? Kenapa Baekhyun tiba-tiba merindukan ibunya? Ibu yang setengah mati di bencinya... kenapa?
"Ibu..." lirih Baekhyun, merosot ke lantai sambil terisak memeluk lututnya sendiri.
.
.
.
Sudah satu jam Baekhyun berdiri di depan pintu apartemen Chanyeol. Menekan bel berkali-kali namun tidak ada satu orang pun yang membukakan pintu. Dia mencoba untuk memasukkan kode pintu yang dihapalnya namun sepertinya Chanyeol sudah mengganti kodenya.
Dengan putus asa, Baekhyun kembali turun ke lobi. Memutuskan untuk bertanya pada sekuriti.
"Apa kau tidak tahu?" sang sekuriti malah bertanya balik.
Baekhyun mengerutkan dahinya bingung.
"Tuan Park Chanyeol dan istrinya mengalami kecelakaan. Kudengar istrinya meninggal seketika sementara Park Chanyeol mengalami luka yang cukup berat dan harus dirawat di rumah sakit."
.
.
.
"Tidak ada keluarga yang datang berkunjung..."
Baekhyun mendengar salah seorang perawat berbisik.
"Kasihan sekali dia. Istrinya meninggal sementara dirinya harus koma."
Baekhyun menghampiri meja resepsionis. "P-permisi... saya Byun Baekhyun. Apa Park Chanyeol—"
"Oh, apa hubungan anda dengan korban?"
"S-saya sepupunya."
"Sepupunya?"
"Y-ya. Sepupu jauhnya. Di mana kamar rawatnya?"
"Mari ikut saya," kata perawat.
Di sana, di ruang VIP, Baekhyun mendapati Chanyeol tengah berbaring lemah. Selang infus terhubung ke pergelangan tangan kanannya sementara selang bantuan penafasan terpasang di wajahnya. Luka-luka kecil tampak sudah mengering sementara luka besar masih dibalut rapi dengan perban.
"Tuan Park Chanyeol mengalami koma."
.
.
.
Baekhyun terjaga ketika merasakan sebuah pergerakan di sampingnya. Dia mengangkat wajahnya dan mendapati tangan Chanyeol yang bergerak kaku. "C-chanyeol..."
"Nghhh," pria itu bergumam pelan.
Baekhyun mengusap airmatanya. Kemudian menekan tombol untuk memanggil dokter.
"Tuan Park Chanyeol sudah siuman. Dia memang akan mengalami kesulitan mengingat selama beberapa hari namun ingatannya akan kembali pulih seiring berjalannya waktu. Jadi bersabarlah..."
Baekhyun mengangguk pelan.
.
.
.
"Dajung?"
Baekhyun berbalik ketika Chanyeol berujar pelan di belakangnya. Dia sedang mengupas buah apel untuk pria itu. "Ada apa, Chanyeol? Kau butuh sesuatu?" tanya Baekhyun lembut.
"Dajung, apa yang sedang kaulakukan?"
Baekhyun terdiam, menatap Chanyeol dengan dahi berkerut bingung. Apakah Chanyeol baru saja memanggilnya dengan nama Dajung?
"Dajung, kenapa kau tidak menjawab?"
"A-aku bukan—"
"Syukurlah kau baik-baik saja," kata Chanyeol, menghela napas lega sambil tersenyum.
Ada apa ini? Kenapa Chanyeol tiba-tiba bertingkah seperti itu?
Chanyeol menarik tangan Baekhyun, membuat bocah itu terduduk di tepi ranjang rumah sakit. Kemudian Chanyeol memeluknya erat. "Aku benar-benar merindukanmu," gumamnya di telinga Baekhyun.
"C-chanyeol—" Baekhyun berusaha melepaskan diri. "Aku bukan—"
"Sstt! Jangan katakan! Aku tidak mau dengar apapun," katanya sambil menaruh jari panjangnya di bibir Baekhyun. Kemudian senyum yang sejak tadi tersungging di bibirnya meredup. "Kenapa kau menatapku seperti itu?"
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Baekhyun semakin khawatir.
"Ya, aku sangat baik, sayang. Kau tidak perlu cemas. Wajahmu pucat sekali. Apa kau sakit?"
"T-tidak. A-aku baik-baik saja."
"Apa benar yang dikatakan dokter kalau aku sudah bisa pulang hari ini?"
"Sebagian besar lukamu sudah sembuh dan ya, dokter bilang kau boleh pulang kapan pun juga."
"Bagaimana kalau hari ini saja? Aku sudah bosan di sini."
"Aku akan tanyakan pada dokter," kata Baekhyun.
.
.
.
Kembali ke apartemen rupanya membuat suasana hati dan kesehatan Chanyeol membaik. Dia mulai melakukan kegiatan-kegiatan ringan seperti bangun pagi dan membantu Baekhyun menyiapkan sarapan. Kemudian membantu Baekhyun mencuci mangkuk kotor dan membersihkan apartemen.
Semuanya kembali seperti semula kecuali satu hal.
"Dajung..."
"Hentikan, Chanyeol. Aku bukan Dajung," kata Baekhyun yang kehabisan kesabaran. Bagaimana tidak, jika setiap saat Chanyeol memanggilnya dengan nama wanita itu. Kepala Baekhyun rasanya mau pecah.
"Kenapa kau seperti ini?" tanya Chanyeol yang kebingungan dengan tingkah Baekhyun.
"Sudah berapa kali kukatakan kalau aku bukan Dajung!"
"Aku tidak paham, kenapa kau mengatakan bahwa kau bukan Dajung? Jelas-jelas kau adalah Dajung, istriku."
"Bukan! Aku bukan Dajung. Namaku Byun Baekhyun. Dan Dajung-mu itu sudah tidak ada di dunia lagi!" pekik Baekhyun marah. Sekuat tenaga dia menahan airmatanya.
Chanyeol tertegun. "Baekhyun?"
"Ya, Baekhyun. Kau ingat aku?"
"T-tidak." Chanyeol menggeleng. "Lantas ke mana Dajung?"
"Dajung sudah meninggal, Chanyeol. Kau harus bisa menerima kenyataan itu."
Chanyeol kembali terdiam. Meninggal? Kapan? Kenapa? Dia benar-benar tidak mengerti.
Seharian Chanyeol tampak begitu murung. Dia menolak untuk berbicara, juga menolak untuk makan. Dia tampak begitu terpukul dengan berita kematian Dajung. Tapi yang membuatnya bingung adalah dia tidak tahu kapan dan di mana Dajung mati. Dia tidak mengerti.
"Chanyeol, setidaknya makanlah sesuatu. Kau bisa sakit kalau kau terus mengurung diri," kata Baekhyun dari luar.
Tapi Chanyeol bergeming. Dia tetap tidak bisa mengenyahkan Dajung dari pikirannya. Istrinya itu tengah hamil, kan? Dia tengah mengandung anak Chanyeol? Lantas apa penyebab kematiannya?
"Chanyeol, kumohon..."
Chanyeol mengalihkan pandangannya ke pintu. Mendengar suara isakan dari bocah laki-laki di luar pintu kamarnya. Entah kenapa dadanya tiba-tiba saja terenyuh. Bocah laki-laki yang selama ini ada di sampingnya dan merawatnya itu sudah begitu baik. Meski Chanyeol tidak bisa mengingatnya, namun dia tidak bisa menyangkal bahwa selama ini, dia menggantungkan hidupnya pada bocah bernama Baekhyun itu.
"Chanyeol, aku tahu kau begitu terpukul. Aku tahu kau juga membenciku," ujar Baekhyun samar-samar dari luar pintu. "Tapi kumohon jangan seperti ini. Kalau kau menginginkan aku pergi, baiklah aku akan pergi. Tapi jangan menyiksa dirimu sendiri seperti ini..."
Chanyeol membuka pintu secara perlahan. Dilihatnya laki-laki itu berdiri di depan pintu kamarnya. Wajahnya basah oleh airmata dan ketika mata mereka bertemu, Chanyeol bisa menangkap perasaan luka dan putus asa dalam tatapannya.
"Aku akan perg—"
"Jangan pergi," cegah Chanyeol. "Tetaplah di sini. Di sisiku, B-baekhyun."
.
.
.
Semuanya terasa sempurna. Indah.
Baekhyun menengadahkan kepalanya ketika Chanyeol menciumi dadanya, kemudian turun ke perutnya yang datar, dan semakin turun ke kemaluannya yang setengah tegang. Tangan besar Chanyeol tiba-tiba saja sudah menggenggamnya, membuat Baekhyun tersentak dan mendesah. Tangan itu dengan perlahan namun erat mulai mengurut kemaluan Baekhyun.
"Ahhhh sshhh Yeol... kumohon...sshhh..."
Detik berikutnya benda itu sudah masuk ke dalam mulut Chanyeol sepenuhnya. Baekhyun membeliak nikmat. Tubuhnya menggelinjang didera kenikmatan yang luar biasa ketika Chanyeol memaju-mundurkan kemaluannya dan menghisapnya kencang.
Kepalanya pusing. Terasa berputar-putar. Namun itu terasa menyenangkan.
Tangan Baekhyun terulur untuk meremas rambut Chanyeol. Sambil menggigit bibir bawahnya, Baekhyun berusaha melampiaskan rasa nikmatnya dengan mencengkram erat rambut hitam pria itu. Dan ketika puncak kenikmatannya datang, Baekhyun tidak bisa menahan lenguhan panjangnya.
"Ahhhhhhhhhhh..."
Chanyeol kembali mensejajarkan wajahnya dengan Baekhyun dan tersenyum lembut. "Kau menyukainya?" bisiknya lembut di telinga Baekhyun.
"Y-ya. Aku sangat menyukainya."
"Kau tampak begitu kelelahan. Apa sebaiknya kita berhenti saja, sayang?"
"Tidak," sahut Baekhyun cepat. Dia menggeleng kencang sambil mengerucutkan bibirnya. Mana mungkin mereka berhenti di tengah-tengah permainan seperti ini?
Chanyeol yang merasa gemas dengan tingkah Baekhyun tidak bisa menahan dirinya untuk segera melumat bibir tipis nan merah itu. Tangannya dia gunakan untuk mengelus lembut kulit wajah Baekhyun. Sementara tangan yang lain mulai memilin puting Baekhyun yang sudah menegang.
"Love," panggil Chanyeol. Dia mengulurkan telunjuknya ke bibir Baekhyun. "Hisap."
Baekhyun menurut. Dia memasukkan telunjuk Chanyeol ke dalam mulutnya, melumuri jari itu dengan liurnya sendiri.
Kemudian Chanyeol menarik tangannya dan mengarahkannya pada lubang Baekhyun yang sempit dan berkedut. Dia menatap Baekhyun ketika dengan hati-hati mulai memasukkan jarinya ke sana.
Baekhyun menggigit bibirnya, menahan sensasi yang cukup tidak nyaman yang ditimbulkan oleh jari tersebut.
"Sakit?" tanya Chanyeol.
Baekhyun menggeleng. Oh, ini tidak seberapa bila dibandingkan dengan kejantanan Chanyeol yang besar.
Ketika dua jari sudah masuk ke dalam, Baekhyun mulai kehabisan napas. Dan ketika Chanyeol mulai menggerakkannya secara cepat, Baekhyun kehilangan kendali dan mulai mendesah lagi.
"Y-yeol...shh..."
"Sabar sayang... Lubangmu belum cukup merenggang."
Tapi Baekhyun menggeleng kencang. Kalau Chanyeol tidak segera memasukinya sekarang, dia tidak bisa menjamin dirinya bisa menahan orgasmenya lebih lama lagi.
Melihat ketidaksabaran di mata Baekhyun, Chanyeol tertawa pelan. Mengecup bibir Baekhyun singkat kemudian menempatkan kejantanannya di lubang Baekhyun. Dia mulai menekan dan melesakkan kejantanannya dengan perlahan.
"Ahh cium aku," kata Chanyeol.
Baekhyun meraih tengkuk pria itu dan menciumnya dalam.
Ketika kejantanan Chanyeol sudah masuk sepenuhnya, barulah Baekhyun bisa bernapas lega. Dia menatap mata Chanyeol yang diliputi kabut nafsu. Pria perkasa ini tampak begitu tampan. Gagah dan membuatnya merasa aman.
"Yeol, kau tahu kan aku mencintaimu."
"Aku tahu," kata Chanyeol. Dia mulai bergerak perlahan, memaju-mundurkan kejantanannya keluar masuk lubang sempit yang menjepit sempurna milik Baekhyun. Dia bersumpah tidak akan pernah bosan untuk bercinta dengan Baekhyun.
Di antara desahan yang bersahutan, keringat yang saling membaur, bibir yang saling berpagut, Baekhyun mulai kembali merasakan puncak kenikmatannya. Kemudian tak lama setelahnya, Chanyeol menyusul dengan menyemburkan seluruh spermanya ke dalam tubuh Baekhyun.
"Aku juga mencintaimu, B-baekhyun."
.
.
.
END
.
.
.
Gosh! Need a million year buat merampungkan FF satu ini. Maafkan diriku sempat mengabaikan FF ini. My first yaoi fic... oh neptunus, CHANBAEK memang the best.
Kenapa gue bisa terobsesi dengan dua cowok itu?
Hahahaha...
Last chapter yang butuh perjuangan banget buat nyelesain nya. Semoga tidak mengecewakan ya. Yang penting CHANBAEK bersatu dan happy ending.
Oh ya btw, author nangis pas bikin bagian emaknya Baek (Umi heechul) yang nulis surat buat anaknya... hiks... ternyata oh ternyata, segarang-garangnya seorang ibu, tetep dia sayang banget sama anaknya.
Hueeeeeee...
Give me your last review guys!
Thanks udah mengikuti FF ini dari awal yaa...
Meskipun hanya empat Chapter, tapi proses pembuatannya cukup panjang. Hahaha. Bikinnya menguras energi juga karena author emank sengaja membangun chemistry antara Baek dan Yeol nya melalui adegan ranjang (plak! Apaan sih?!)
Oke deh, sampai jumpa di karya author selanjutnya ya .
Give me your warm hug ... muachhhh
NB : Check out my new chaptered FF (Welcome To My Life Again) cast nya maih tetep CHANBAEK. Thanks.
