HELLO!

Ini fanfiction KaiSoo Chaptered pengganti Lion Heart yang udah selesai~

Well, iniYAOI ya~ BXB. Alias BL! Daaaan... Mpreg. So, beware, ya.

Ini hasil pemikiran sendiri, kok. sorry kalo ada ide yang sama.

By the way, happy reading!

.

.

.

"Jongin-ah, manajemen memintamu untuk mengambil peran di web dramabaru. Bagaimana, kau mau?"

Jongin masih berkutat dengan rubiknya, "Bayarannya?"

Baekhyun memutar kedua bola matanya, "Yang benar saja!" dia memukul kepala Jongin dan membuat lelaki itu berjengit, "Kau pasti akan dibayar mahal. Kau tahu sendiri jika namamu sedang menjadi perbincangan karena kesuksesanmu. Jadi, kau bisa tenang akan hal itu."

Jongin melirik ke arah Baekhyun. Manajernya yang satu ini memang cerewetnya bukan main. Bahkan jika dia bisa mengganti manajer, pasti dia akan melakukannya. Tunggu, tapi dia sudah terlanjur jatuh cinta dengan kinerja Baekhyun. Meskipun sikap sassy Baekhyun terkadang membuatnya repot dan malu—dia selalu memalukan. Apalagi jika Baekhyun melakukan protes terhadap penyelenggara suatu acara ataupun kru drama—ah, Jongin lebih memilih untuk—pura-pura—tidak kenal daripada melihat Baekhyun yang protes dengan berapi-api. Bahkan dulu, ketika Jongin masih baru menginjakkan kakinya di dunia aktor, dia terkenal sebagai 'Aktor Rookie dengan manajer super galak'-nya. Tapi untunglah, Jongin bisa seperti sekarang karena usaha Baekhyun juga.

Ah, Jongin adalah aktor yang sedang naik daun. Setelah berperan di drama Moonlight yang selesai sekitar tiga bulan lalu—dan dramanya sukses besar—Jongin selalu mendapatkan tawaran untuk mengisi acara atau menjadi ambassador dari berbagai produk—bahkan produk popok anak sekalipun. Perannya sebagai lelaki buta di drama Moonlight membuat dirinya dikenal banyak orang. Peran protagonis-nya itu sukses menghapus memori tentang peran jahat di drama sebelumnya. Dia selalu sukses memerankan tokoh yang ia lakoni. Bahkan ketika drama dimana dia menjadi penjahat itu selesai, haters-nya bertambah berkali-kali lipat. Tapi dia senang, jika begitu, maka perannya sukses dia interpretasikan.

Dia mengerutkan alisnya, "Kau yakin dengan ini, Hyung?" tanyanya.

Baekhyun mengangguk, "Seratus persen yakin! Kim Jongdae menjadi penulis naskahnya kali ini!"

Jongin memberikan ekspresi tidak percayanya, "Kim Jongdae—bukankah Kim Jongdae penulis cerita yang vulgar itu—bahkan mungkin film porno softcore—Hyung! Kau tidak bercanda, 'kan?"

"Nope. Kali ini secara pribadi dia dan produser memintamu untuk memerankan peran utamanya. Tentang seorang idol yang seksi—" Baekhyun terkikik, "Ku dengar nama tokohmu adalah Kai. Meskipun aku tidak tahu bagaimana jalan cerita selanjutnya. Dia hanya memberikan aku informasi kecil," dia mengerucutkan bibirnya, "Bagaimana, hm? Setuju? Lagipula, kau tahu sendiri naskah buatan Kim Jongdae selalu laris di pasaran."

Jongin menghela nafasnya dan meletakkan kepalanya di sandaran kursinya yang super fluffy itu. Memang, jika sedang naik daun begini, tawaran yang muncul selalu bagus. Tapi sayangnya, tidak seperti sebelum-sebelumnya, jalan cerita yang diberikan tidak begitu jelas. Jujur, Jongin sedikit ragu. Apalagi Kim Jongdae adalah seorang penulis naskah yang terkenal dengan adegan dan jalan cerita yang sedikit vulgar—memang vulgar sih. Tapi, jika diingat-ingat lagi, Jongdae selalu sukses dengan drama dan filmnya. Jadi… ini sebuah batu loncatan juga, 'kan?

"Baiklah," dia beranjak dan memakai sepatu ketsnya, "Aku menerimanya."

"Benarkah?" terdengar Baekhyun bertepuk tangan, "Besok, kita pergi ke kantor untuk menandatangani kontrak, ya?"

"Terserah kau sajalah, Hyung," ucap Jongin seraya mulai melangkahkan kakinya.

"Okay. Jam 10 pagi! Jangan lupa!"

"IYA!"

Baekhyun yang baru sadar jika Jongin pergi berteriak lagi, "HEY! KAU MAU KEMANA?!" sembari memunculkan kepala di pintu apartment Jongin.

Jongin yang mendengar teriakan itu kemudian berlari, "MELARIKAN DIRI DARIMU, HYUNG!" jawabnya sembari menyeringai penuh kemenangan.

.

.

.

Jongin, dengan masker dan topi hitamnya berjalan-jalan di daerah Songdo, tempat dimana dia tinggal sekarang. Kesibukannya akhir-akhir ini membuat dirinya pusing dan penat. Dengan sedikitnya waktu tentu membuatnya kesulitan walaupun hanya untuk berjalan-jalan di sekitar apartmentnya. Lagipula, semenjak menjadi seseorang yang naik daun, tentu keluar rumah menjadi sebuah hal yang sulit.

Dia menghentikan kakinya di sebuah kedai kopi. Sudah lama dia tidak mencicipi es Americano yang menjadi idamannya selama ini. Memang, Americano menjadi minuman favoritnya. Apalagi di kedai ini, sahabatnya sendiri yang menjual. Dulu, ketika dia masih belum seterkenal ini, dia masih bisa mendapatkan gratis dan cuma-cuma. Sekarang? Terkadang sahabatnya itu malah memberikan harga yang lebih tinggi. Memang, jika persahabatan terlalu erat malah membuat Jongin merasa rugi.

"Seperti biasa, Sehun-ah," ucap Jongin yang masuk dan disambut Sehun yang kesulitan membawa cangkir-cangkir kosong.

"Ada tambahan yang lain?" Tanya Sehun.

"Macaroon."

"Siap, Kapten!"

Jongin menunggu pesanannya seraya mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. Dia bosan dengan kehidupannya akhir-akhir ini. Apalagi dirinya sedang tidak bersama siapapun; single. Terakhir berkencan sekitar setahun yang lalu. Dengan seorang model bernama Seulgi. Setelah itu, dia tidak punya waktu untuk berkencan lagi. Ada seorang gadis yang juga seorang anggota girl groupsedang mendekatinya, Jung Soojung. Cantik; sesuai dengan kriteria Jongin. Tapi sifatnya justru membuat gadis itu serasa annoying.

Dia memainkan ponselnya dan mendapati pesan-pesan dari Soojung. Sudah lelah Jongin mengatakan bahwa dia tidak berminat untuk berkencan, tapi gadis itu tetap saja teguh dengan pendiriannya. Gadis itu berprinsip jika sikap dingin Jongin akan luluh suatu saat nanti. Ah—Jongin memang begitu. Selalu dingin dengan orang yang terobsesi dengannya. Tapi, Jongin sendiri sebenarnya punya sifat yang sama. Jika sudah terobsesi, maka akan terus menyukai obyek tersebut dan cenderung bersikap posesif.

"Ini, Jong," Sehun meletakkan kopi dan macaroon pesanan Jongin, "Tidak biasanya kau sendirian. Mana manajermu?"

"Baekhyun Hyung?"

"Adakah yang lain?"

"Tidak," Jongin menyedot kopinya, "Kenapa? Kau menyukainya?"

"Dia lucu, kau tahu."

"Cih, so gay," ejek Jongin.

"Apa salahnya? Dia menarik—" Sehun mendekatkan bibirnya ke telinga Jongin, "Tapi ada yang lebih menarik."

Jongin berjengit, "Siapa? Aku? Aku tidak menyimpang begitu—"

"EHEEY~ aku sudah pernah bilang, kalaupun kau gayaku tidak akan suka denganmu. Siapa yang akan dominan jika kita sama-sama begini?"

Jongin mengerutkan alisnya, "Maksudmu?"

"Di dalam hubungan gay juga ada yang bersifat 'memberi' dan 'menerima'. Dan jika kulihat dirimu… tunggu, apa kira-kira kau mau menjadi submisif jika bersamaku?"

Jongin terdiam dan sejenak berpikir apa arti kata-kata yang baru diucapkan Sehun, "Tunggu—" dia baru menyadari maksudnya, "Tidak mau! Enak saja! Kau pikir aku seperti apa!"

Sehun terkikik geli, "Aku juga tidak membayangkan harus melakukan itu bersamamu. Lagipula, kau lebih cocok menjadi seseorang yang dominan—" dia melihat Jongin yang bergidik, "Lagipula aku sudah menemukan seseorang yang cocok untukku."

"Bukan aku, 'kan? Aku tidak gay."

"Hish! Sudah kubilang aku tidak bernafsu denganmu!"

Jongin tertawa kecil, "Lalu? Siapa? Baekhyun?"

"Bukan juga!" Sehun membisikkan sesuatu pada Jongin, "Barista baruku—"

Jongin melirikkan matanya ke arah orang yang dimaksud Sehun. Seorang pria bertubuh kurus dan berkulit putih sedang meracik kopi di balik mesinnya. Jongin mengakui jika pria itu menarik. Dalam artian dia memang menarik; bukan menarik. Pria itu cenderung cantik—jika Jongin punya hak untuk berkata begitu.

"Dia? Siapa namanya?"

"Luhan. Soon-to-be Oh Luhan. Lagipula aku yakin dia punya gen'penerima'. Dan aku bisa punya anak darinya!" ucapnya sembari terkikik.

Jongin memutar kedua bola matanya, "Terserah kau saja."

Mereka bersahabat sedari kecil. Sedari Sehun lahir, ibu Jongin mengatakan jika Jongin sudah ingin berteman dengan Sehun—walaupun sebenarnya saat itu Jongin masih bayi juga. Mereka tumbuh bersama. Mulai dari saat mereka masih mengompol bersama hingga sekarang menjadi seseorang yang sukses. Sehun sendiri mempunyai kedai kopi yang sangat ramai. Sangat terkenal hingga punya beberapa cabang di Korea.

Sekitar lima tahun yang lalu Sehun melakukan sebuah pengakuan jika dia seorang gay. Seketika saat itu Jongin merasa dirinya terancam. Tapi saat itu Sehun bersumpah dia tidak akan menyukai Jongin. Karena Jongin sudah dianggap saudara olehnya. Meskipun begitu, Jongin sempat menjaga jarak dengan sahabatnya itu. Walaupun kemudian dia mencari Sehun lagi—untuk meminjam uang—dan persahabatan mereka seperti semula lagi.

Mereka berbincang seperti biasanya. Sehun yang bubbly selalu cocok dengan sifat Jongin yang cuek dan tidak mau tahu. Mereka selalu berdebat, tapi ujung-ujungnya Jongin selalu berkata terserah kau saja atau aku muak denganmu. Kesempatan seperti ini sudah jarang mereka temui, mengingat kesibukan Jongin yang sangat padat dan Sehun sibuk dengan bisnisnya. Kali ini, Sehun menceritakan betapa menariknya Luhan untuknya. Sebagai sahabat—meskipun dia tidak gay—Jongin mendengarkan dengan baik. Lagipula, setelah sekian lama bergulat dengan orang gay—Baekhyun juga—Jongin lama-lama sudah terbiasa. Meskipun sering kali orang mengira dia seorang gay juga.

Disaat mereka sedang bercanda, tiba-tiba pintu kedai itu terbuka dan terdengar sebuah teriakan, "Sudah kubilang aku tidak mau!"

Jongin dan Sehun menoleh ke sumber suara. Mereka mendapati seorang laki-laki yang bertubuh pendek berjalan dengan kasarnya. Wajahnya memerah, sepertinya dia sedang emosi. Mungkin jika Jongin bisa mengatakan, saking marahnya laki-laki itu bisa mengeluarkan uap dari kepalanya.

"Hey! Please, listen!"

Jongin dan Sehun menoleh lagi dan mendapati seorang laki-laki bertubuh tinggi berlari menyusul pria yang pertama. Kesan pertama yang didapatkan Jongin dari pria itu adalah… bertampang bodoh. Tapi, sejenak dia merasa kasihan karena si pria harus mengejar lelaki bertubuh pendek yang sekarang duduk di salah satu meja disana.

"Taruhan—" Sehun angkat bicara, "Apakah salah satu diantara mereka gay atau tidak? Atau mungkin malah pasangan?"

"Seratus ribu won, tidak,"ucap Jongin percaya diri.

"Baiklah," Sehun mengulurkan tangannya, "Okay, aku pasang seratus ribu won, gay."

Mereka berdua mengintai dan berusaha menguping perbincangan kedua orang itu. Jika diperhatikan lagi memang kedua orang itu seperti pasangan yang bertengkar. Apalagi, pria pertama yang masuk itu benar-benar mungil dan terlihat seperti… hmm… pasangan gay dari pria yang kedua. Mereka berdua terdiam—bahkan terlihat berkonsentrasi dengan apa yang mereka lakukan.

Tak beberapa lama terdengar suara, "Hyung, aku tidak mau! Ayolah, meskipun aku masih baru dan seorang gay, tapi—bukan begini caranya!" ucap si pria pertama dengan suara lirih.

"ASSAAA!" Sehun mengangkat tangannya, "Kemarikan uangmu!"

Teriakan Sehun yang dilihat oleh seluruh pelanggan itu membuat Jongin malu setengah mati. Dan karena itu Jongin langsung menyerahkan uangnya dan beranjak pergi. Lagipula kedai lebih ramai dari sebelumnya dan itu membuat keadaannya semakin terancam.

Sehun mengambil uang itu, "Seratus ribu won—YA! Kau belum membayar kopinya!" teriaknya yang membuat semua orang tercengang.

.

.

.

Keesokan harinya, Jongin pergi bersama Baekhyun. Dengan wajah yang masih mengantuk, dia harus mendengar ocehan Baekhyun—yang mengomel karena menemukan boxer dan celana dalam Jongin berkeliaran di sekitar dapur. Setelah membersihkan apartment Jongin yang super berantakan itu, Baekhyun dengan sukses menyeret Jongin keluar dan mengomelinya lagi. Kali ini Jongin memang benar-benar mengantuk. Semalam, Sehun pergi ke apartment-nya dan menghabiskan waktu untuk bermain Play Station berdua. Lagipula, jarang-jarang Jongin punya waktu luang begini.

Di dalam mobil Jongin masih mendengar celotehan dari Baekhyun. Entah, Jongin terlalu mengantuk untuk mendengarkan ucapan-ucapan sampah dari Baekhyun—menurut Jongin begitu. Segala macam usaha sudah dilakukan Jongin untuk menghindari suara Baekhyun. Berpura-pura tidur, gagal. Menyalakan musik, gagal juga. Bahkan ketika Jongin berusaha memasang headset-nya, Baekhyun sudah menarik dengan kasar dan sukses membuat Jongin terbangun karena telinganya kesakitan. Terkadang Jongin tidak mengerti mengapa bisa hidup bersama si SassyBaekhyun itu. Disatu sisi dia berterima kasih, disisi lain dia merasa kesal. Tapi jika dipikir-pikir lagi, selama ini jika Baekhyun sedang pergi ataupun Jongin sedang sendiri, dia selalu mencari Baekhyun dengan alasan dia ingin menanyakan pekerjaan. Padahal fakta aslinya, Jongin selalu merindukan Baekhyun yang cerewet itu.

"Turun!" seru Baekhyun pada Jongin yang berusaha memejamkan matanya itu.

"Ah—Hyung…" rengek Jongin yang bersandar di pintu mobilnya.

"Astaga—"

Baekhyun turun dan membuka pintu Jongin, BUGH!

"HYUNG! Kau!" Jongin berdiri dari tempatnya terjatuh, "Kalau ingin membangunkanku jangan begini caranya—ah, ini sakit, Hyung!"

"Berisik. Cepat—" Baekhyun membetulkan pakaian dan rambut Jongin, "Perfect. Ayo. Kita harus bertemu dengan produser dan penulis naskahnya. Semangat Kim Jongin!"

Jongin memutar bola matanya. Dengan patuh dia mengikuti kemana langkah kecil kaki Baekhyun pergi. Dia masih mengantuk. Tapi dia memilih untuk menahannya daripada harus mendengarkan suara menggelegar dari Baekhyun. Bahkan jika dipikir-pikir lagi, Baekhyun lebih cerewet daripada ibunya sendiri.

Dia memasuki sebuah ruangan dimana ada beberapa orang disana. Yang dia tahu ada Kim Jongdae disana. Pria itu terlihat jahil layaknya seorang troll. Entah apa yang kali ini dia rencanakan. Yang jelas firasat Jongin sedang tidak baik.

"Selamat pagi!" seru Baekhyun dengan riangnya.

"Ah—kau berhasil membujuknya?" Tanya Jongdae.

"Uhuh! Ini dia, Kim Jongin—" Baekhyun mendekatkan bibirnya di telinga Jongin dan berbisik, "Bersikaplah yang baik atau aku akan mengomel padamu seharian."

Jongin, yang semula berwajah malas langsung tersenyum. Baginya, mendengar ocehan Baekhyun seharian sama saja dengan menderita seharian pula.

"Ah—iya. Kim Jongin—" Jongin mengangguk dengan kikuknya.

"Perkenalkan, Wu Yifan—" lelaki itu mengulurkan tangannya, "Aku yang akan menjadi produser web drama ini. Ini, Kim Jongdae, penulis naskahnya," ucapnya seraya menunjukkan lelaki berbibir kucing tersebut.

Jongin mengangguk dengan otak yang penuh sumpah serapah. Di dalam pikirannya, dia sudah bersiap-siap untuk melakukan adegan kotor—hello, itu Kim Jongdae; seorang scriptwriter drama rated yang terkenal. Dan kali ini, dia harus melakukannya. Bukannya tidak suka, tapi dia belum siap untuk melakukan itu. Terlalu awal baginya untuk mendapatkan peran seperti itu. Lagipula, tergantung lawan mainnya juga, 'kan? Dia berharap bukan Soojung. Atau yang sama annoying-nya seperti Soojung. Untuk beradegan sesuatu yang ratedpasti butuh pasangan yang cocok juga. Jika tidak cocok, pasti akan sulit. Apalagi bagi Jongin.

"Ini kontraknya. Silakan menandatangani kontrak itu," ucap Yifan.

Tanpa basa-basi dan tanpa membaca isi kontraknya, Jongin langsung menuliskan tanda tangannya. Lagipula, isi kontrak akan selalu sama. Dan yang lebih penting lagi, jika ini cepat selesai, maka dia akan cepat pulang dan bisa tidur lagi. Dia masih sangat lelah dengan aktivitasnya dua minggu belakangan. Dan seminggu untuk libur adalah waktu yang tepat untuk bermalas-malasan.

"Ini—" Jongin mengembalikan kontrak yang sudah ditanda tangani olehnya, "Ngomong-ngomong, siapa pemeran wanitanya?" tanyanya penasaran.

"Pemeran wanita?" Jongdae tertawa terbahak-bahak, "AH! Pasti aku lupa untuk memberitahu manajermu," dia tersenyum, "Aku yakin kau sangat professional, Tuan Kim. Jadi, web drama kali ini berjudul Unfair.Hanya enam episode. Menceritakan tentang seorang personil boy groupyang jatuh cinta dengan rekan satu timnya."

"Ah… begitu…" Jongin menganggukkan kepalanya, "TUNGGU! Teman satu tim? Jangan bilang ini drama gay?!" serunya setelah sadar dari apa yang dikatakan Jongdae.

"Tepat sekali! Aku tahu kau bukan seorang gay. Tapi sepertinya bakat dancemu sangat cocok untuk peran Kai disini," ucap pria itu enteng.

"INI GILA—" badan Jongin terkulai di kursinya, "Ini… tidak ada adegan yang aneh, kan?Maksudku, ayolah! Aku tahu siapa dirimu, Kim Jongdae. Rate-nya?" tanyanya dengan emosi.

"19+. Tenang saja, web drama ini tidak sembarang orang akan bisa mengakses. Lagipula, adegannya tidak akan begitu banyak. Hanya… kissing mungkin? Atau… adegan ranjang?" jawabnya seraya terkikik geli.

"AISH! Kalian benar-benar gila! Aku bukan gay! Ayolah!"

Jongdae tertawa dan menepuk pundak Jongin, "Tenang saja, Jongin-ssi. Kau adalah aktor yang sangat baik dan professional.Lagipula, drama ini masih akan tayang sekitar lima bulan lagi. Masih ada waktu untuk mendalami peranmu," dia mengambil sebuah flash disk dari kantongnya, "Kau bisa membaca garis besar ceritanya disini."

Jongin tidak bergeming dan masih mengepulkan asap dari kepalanya. Kemarahannya benar-benar tidak tertahan. Seseorang yang tidak gay memerankan peran gay. Wajar memang. Lagipula banyak yang seperti itu. Hanya saja… selama ini dengan mati-matian Jongin menghindari peran gay karena gosip jika dirinya adalah seorang penyuka sesama sudah berkembang di kalangan fans-nya. Bahkan banyak diantara mereka menjodohkan atau shipping dirinya dengan Baekhyun, manajernya sendiri.

Dengan kasar dia mengambil flash disk itu, "Ah—bisakah aku membatalkan kontraknya?" gerutu Jongin.

"Kau adalah seseorang yang professional. Kau tahu itu," ucap Baekhyun yang mulai memperindah kuku tangannya dengan santai.

"AIH—bajingan kalian semua," kata Jongin emosi.

Jongin masih berusaha mendebat Jongdae. Tapi emosinya makin lama makin naik karena jawaban Jongdae selalu saja enteng layaknya seseorang yang tak punya masalah dan tidak sedang membuat masalah pada kehidupan orang lain. Berkali-kali dia berusaha mematahkan ucapan Jongdae, tapi nampaknya Jongdae terlalu pintar untuk membalas ucapannya.

Ketika suasana menjadi semakin riuh, tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka, "Selamat pagi," ucap seseorang dengan suara beratnya.

Jongin menolehkan kepalanya dan mendapati pria bertubuh tinggi yang dia temui di kedai kopi kemarin. Pria itu tampaknya sedang menggandeng seseorang di belakangnya. Voila, ternyata pria yang sama seperti yang dia temui kemarin. Jongin tidak mengerti dengan kedatangan mereka. Tidak mengerti; tidak mau tahu; tapi berujung dengan rasa penasaran juga.

"OH—maaf kami terlambat," ucap pria bertubuh jangkung tersebut.

Jongin mengerutkan alisnya. Sempat dia mendengar Baekhyun mengatakan 'Damn, I love this job' ataupun 'Should I lick his face?' dan membuat Jongin merasa jijik. Dia mengamati laki-laki yang ada di belakang pria tersebut. Badannya sangat ramping, bahkan pundaknya terlalu kecil untuk ukuran seorang pria. Dia terlihat diam dan seperti sedang diintimidasi orang banyak. Kesan pertama Jongin untuk orang tersebut adalah… lucu. Imut mungkin? He's too adorable. Pikir Jongin begitu. Sejenak Jongin ingin menggolongkan pria tersebut pada keluarga penguin karena ekspresi dan cara berjalannya yang sama.

"Silakan duduk!" Yifan mempersilakan mereka duduk, "Kyungsoo-ssi, jadi kau menyetujui peran ini?"

Lelaki bertubuh kecil itu mengangguk, "Aku sudah memikirkannya. Tapi aku tidak tahu jalan ceritanya."

"Ah! Lebih baik kau menandatangani ini terlebih dulu!" seru Yifan seraya menyerahkan map berisi kertas kontrak tersebut.

Ini jebakan. Jangan mau! Ayolah Kyungsoo-ssi! Batin jongin.

Kyungsoo menandatangani kertas itu dengan mata yang terus-menerus berkedip. Jongin, yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Kyungsoo mulai berpikir, apakah pria yang dihadapannya itu adalah lawan mainnya nanti, atau tidak.

"Sudah—" Kyungsoo menyerahkan map itu lagi, "Jadi boleh aku tahu?"

"Ini—" Jongdae berdiri dan menepuk pundak Jongin, "Lawan mainmu. Kim Jongin. Tentu kau sudah tahu siapa dia, 'kan?" ucap Jongdae yang dijawab anggukan dari Kyungsoo dan dengusan keras dari Jongin.

Jongdae tertawa dan melanjutkan perkataannya lagi, "Jadi, kalian nanti memerankan dua orang anggota boy group yang terlibat masalah dengan perasaan kalian masing-masing dan menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi. Yah, mirip dengan kondisi para idol sekarang. Tenang saja, drama ini sangat fluffy dan juga… sexy. Kalian, mungkin akan terlibat adegan panas di dorm ataupun tempat lain."

"Akan ada adegan panas—adegan… seks?" Tanya Kyungsoo dengan mata yang membulat.

Jujur, pertanyaan inilah yang ingin ditanyakan oleh Jongin. Tapi sayangnya dia tidak se-vulgar dan seberani Kyungsoo dalam mengatakan sesuatu. Mungkin karena dia bukan seorang gay, maka dia akan sulit untuk mengatakan hal itu.

"Kurang lebih? Aku menuliskan hal itu sih, tapi tergantung bagaimana keputusan produser dan sutradara," Jongdae menepukkan kedua tangannya, "Baiklah! Kalian bisa berkenalan agar mendapatkan chemistry yang tepat. Ah—tunggu," dia berdiri di samping Kyungsoo, "Jongin-ssi, ini Do Kyungsoo. Seorang aktor baru. Hmm… rookie. Tapi asal kau tahu, aktingnya sangat bagus."

Jongin mendecakkan lidahnya, "Aku tidak mau tahu—"

"AHH—aku tidak sabar melihat akting kalian di adegan tersebut—" Jongdae terkikik, "Okay, aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa di pembacaan script pertama hari Minggu nanti! Bye!"

Jongin hanya bisa tercengang dengan sikap Jongdae. Ingin dia mencari bantuan Baekhyun tapi sedari tadi manajernya itu sibuk flirting dengan manajer Kyungsoo yang ternyata bernama Park Chanyeol itu. Sedangkan Kyungsoo, sepertinya dia sedari tadi masih belum kembali ke alam sadarnya dan masih shock dengan ucapan Jongdae baru saja.

"Ini sudah selesai, 'kan? Aku pergi—" ucap Jongin tanpa memperdulikan Baekhyun.

Dia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan tersebut. Dia marah; pasti. Tapi herannya, kali ini Baekhyun tidak memperdulikan dirinya yang sedang dalam masa krisis dan hanya sibuk main mata dengan manajer Kyungsoo yang seingat Jongin bernama Chanhee atau Shinchan; dia tidak begitu jelas mendengarnya.

Baru sekitar sepuluh langkah, terdengar suara dari belakangnya, "Tunggu!"

Jongin menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah pria berhoodiehitam tersebut, "Maaf. Aku benar-benar tidak tahu jika akan menjadi seperti ini. Aku merasa dijebak juga—"dia mendekat ke arah Jongin sembari memainkan jari-jemarinya, "Aku ingin berkenalan secara langsung denganmu. Aku Do Kyungsoo. Senang bisa mengenalmu, sunbaenim," ucapnya lemah.

Jongin mengangguk. Lelaki yang dihadapannya ini benar-benar lemah lembut—atau topengnya saja yang lemah lembut. Tapi, mengingat ucapannya jika dia seorang gayjuga membuat Jongin ini mengantisipasi. Lagipula, dia akan memerankan peran gaysetelah ini.

"Aku Kim Jongin. Atau mungkin kau sudah tahu siapa aku—" Jongin menghela nafasnya, "Lupakan saja. Memang kurang ajar si Jongdae itu."

Jongin mendengar Kyungsoo tertawa kecil dan itu membuatnya gemas, "Baiklah. Sampai bertemu hari Minggu nanti, Kyungsoo-ssi! Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik," ucapnya seraya menepuk pundak Kyungsoo dan pergi.

Dengan lari-larinya yang kecil, Jongin menyusuri lorong gedung tersebut. Jujur, dia tidak marah pada Kyungsoo, karena pria itu memang tidak melakukan kesalahan apapun. Tapi dia ingin meledakkan bomnya pada Jongdae dan Baekhyun. Jongdae, karena dia tidak memberikan info secara lengkap tentang drama yang ditulisnya, dan Baekhyun, yang tidak memperdulikan keadaannya dan memilih untuk melakukan jurus genit pada si Shinchan itu. Dia berjalan terus hingga menuju tempat parkir mobilnya. Di dalam benaknya, dia membayangkan ekspresi Baekhyun yang kesal karena akan dia tinggalkan dan dia bersiap tertawa puas di perjalanan—

DRRT—DRRT.

EH?

Jongin membuka pesan tersebut, Baekhyun.

Jongin-ah! Kau tidak bisa pulang tanpaku! Ingat, aku yang menyetir dan membawa kuncinya!

Jongin mengumpat dalam otaknya, God damn!

"Tunggu, aku masih bisa naik taksi, 'kan?" ucapnya.

Asanya melambung tinggi sesaat. Dan kemudian musnah ketika dia melihat dompetnya tergeletak di dalam mobilnya.

"AAAHHH! HIDUPKU!"

.

.

.

Poor you, Jongin-ssi.

TBC