Renascence

a short sequel of Philocaly

.

.

.

Seoul, Korea Selatan.

Luhan dan Sehun bisa diibaratkan sebagai kutub utara dan kutub selatan. Keduanya begitu bersebrangan, begitu berbeda namun saling tarik menarik satu sama lain.

Sehun memiliki sifat haus kekuasaan, ambisius namun tetap bertanggung jawab. Sedangkan Luhan memiliki sifat mengayomi atas apa yang menjadi tanggung jawabnya, tidak peduli apakah tanggung jawab itu besar atau kecil, Luhan tetap berusaha untuk mengayominya dengan baik. Mungkin karena dua sifat yang begitu bersebrangan ini pula, keduanya akhirnya didapuk menjadi ketua dan wakil ketua OSIS di SMA Hannyang pada tahun kedua mereka terdaftar sebagai siswa di sana.

Sehun memimpin dengan ambisinya, sedangkan Luhan mendampingi dengan sifat mengayominya. Kolaborasi sempurna yang akhirnya membawa sekolah mereka lebih maju dari kepemimpinan-kepemimpinan OSIS sebelum mereka, padahal mereka baru tiga bulan menjabat.


-oOo-


"Han, duplikat proposal kunjungan ke situs peninggalan Baekje untuk laporan pertanggung jawaban setelah tur nanti sudah kau persiapkan?" Sehun bertanya ketika mereka berdua tengah berada di kantor OSIS.

Luhan mengangguk sebagai jawaban. "Sudah, tinggal di print saja."

"Thanks," Sehun mengusak kepala Luhan. "Dan juga… maaf."

Luhan menaikkan sebelah alisnya. "Maaf untuk?"

"Mengangkat Baekhyun sebagai sekretaris," jawabnya, Luhan meresponnya dengan tawa kecil. "Jika saja aku tahu kinerjanya bagus pada tahun pertama hanya karena ada Chanyeol sunbae, aku pasti tidak akan memberikannya jabatan dengan tanggung jawab besar." Gerutu Sehun, bibirnya sedikit maju karena kesal.

Luhan kembali tertawa kecil. "Mungkin kau harus meminta Chanyeol sunbae untuk menjadi anggota OSIS lagi." Candanya, Sehun hanya mendengus sebagai balasan dengan bibir yang sedikit maju.

Gemas, Luhan mengusap pipi Sehun tanpa sadar.

'Senang bertukar pikiran dengan Anda, Tuan Shixun.'

Terkejut dengan sekelebat kalimat yang tiba-tiba muncul diotaknya, Luhan menarik tangannya dari pipi Sehun dan menatap pemuda itu dengan tanda tanya.

"Ada apa?"

Luhan menggeleng cepat, dibereskannya berkas-berkas yang ada di atas meja lalu pergi begitu saja dari Sehun yang menatapnya bingung.

"Dia kenapa?"


-oOo-


Luhan termenung, dia duduk di tepi sungai Han seorang diri. Dipikirannya berputar kejadian-kejadian aneh yang akhir-akhir ini terjadi kepadanya. Sebenarnya bukan hanya kali ini saja dia mendapatkan sekelebat-sekelebat kalimat yang terdengar seperti suaranya (dan terkadang seperti suara Sehun). Sudah beberapa kali dia mendapatkan itu, tepatnya setelah dia dan Sehun resmi diangkat menjadi ketua OSIS dan wakilnya tiga bulan lalu. Bahkan satu minggu lalu, dia bermimpi bahwa dia tengah melakukan hal yang erotis dengan pemuda itu. Namun dalam mimpinya, mereka berdua berada di sebuah ruangan yang tampak kuno dan keduanya berambut panjang tergerai.

Luhan menggelengkan kepalanya –mencoba menghilangkan pemikiran-pemikiran aneh tentang dirinya dan Sehun. Menghela napas panjang, Luhan berharap jika sekelebat bayangan-bayangan rancu itu bisa menjadi jelas, atau mungkin akan menghilang selamanya. Kalau dipikir-pikir lagi, opsi bayangan-bayangan itu akan menghilang selamanya terdengar lebih menyenangkan. Karena sejujurnya Luhan takut, bagaimana kalau bayangan-bayangan itu sesungguhnya hal yang buruk?

Terlalu larut dalam pemikirannya sendiri, Luhan tidak sadar jika disampingnya telah duduk seorang pemuda yang juga menjadi biduk permasalahan kerisauan hatinya. Luhan baru sadar ketika pemuda itu menempelkan kaleng softdrink dingin dilehernya dan membuatnya terkejut.

"Sialan kau, Oh Sehun!"

Sehun terbahak puas, lalu melemparkan satu kaleng softdrink utuh yang bisa ditangkap sempurna oleh Luhan. "Maaf," ungkapnya. "Habisnya kau melamun lalu menggeleng-gelengkan kepala seperti orang gila. Aku takut kau gila sungguhan, makanya aku dengan segera menyadarkanmu."

"Sial." Umpat Luhan lagi, dibukanya kaleng minuman bersoda itu dan dihabiskannya dalam sekali teguk.

Sehun menatapnya tanpa berkedip. "…apa kau sehaus itu?"

Luhan menggeleng cepat. "Aku hanya sebal denganmu."

"Bagaimana kau bisa sebal dengan orang sesempurna diriku?" Sehun merentangkan kedua tangannya, seolah menunjukkan bahwa dirinya sama sekali tidak memiliki cacat yang bisa membuat Luhan sebal.

"Sempurna kepalamu, biacaramu saja masih pelat." Tukasnya, dengusan sebal kembali meluncur sempurna dari hidung Luhan.

"Pelat itu sebuah keunikan, kau tahu." Sehun mencubit hidung Luhan. Luhan meringis sakit yang sesungguhnya malah terlihat menggemaskan. Di tambah pantulan cahaya matahari senja dari Sungai Han, membuat wajah Luhan terlihat begitu indah dan sempat membuat Sehun tertegun.

"Kau mempesona." Ujar Sehun tanpa sadar.

'Aku tidak menaklukanmu. Tapi kita yang saling terjatuh kepada pesona satu sama lain...'

Luhan lagi-lagi mendapatkan sekelebat kalimat yang ia yakini adalah suaranya. Tapi jika benar begitu, kapan dia pernah mengucapkannya?

"-Han, Luhan? Oy!"

Luhan berkedip cepat ketika Sehun menjetikkan jarinya tepat di depan matanya. Seperti orang dungu, Luhan menatap Sehun dengan raut wajah yang kebingungan.

"Kau melamun lagi," tukasnya, kali ini pemuda berdada bidang itu menyenderkan punggungnya ke kursi yang disediakan untuk pengunjung. "Kau yakin kau tidak apa-apa?" Sehun menatap Luhan dengan tatapan khawatir, satu tangannya mengusap pipi gembil Luhan perlahan –penuh perhatian.

"Ya," Luhan menjawab tidak yakin. "Hanya sedikit lelah ku rasa."

"Apa kau yakin kau bisa melakukan kunjungan ke Gongju besok?"

Luhan mengangguk. "Tentu saja. Mungkin aku hanya butuh tidur yang nyenyak nanti malam."

"Kalau begitu, biarkan aku yang menjagamu besok selama kunjungan. Aku khawatir kau akan kenapa-napa."

"Aku bukan anak kecil, Oh Sehun!" Tukasnya. "Lagi pula tanggung jawabmu adalah untuk memastikan bahwa kunjungan besok berjalan dengan lancar, bukan menjadi baby sitter untukku."

"Aku bisa menyuruh Jongin untuk melakukannya," Sehun mengendikkan bahu. "Sekalipun dia sangar dan berandalan, tapi dia lebih bertanggung jawab dari pada si Byun yang hanya diam bokongnya ketika ada Chanyeol sunbae."

Mau tidak mau Luhan tertawa akan ucapan Sehun barusan. Dipukulnya dada bidang itu main-main, lalu diusapnya air mata yang mengalir karena tertawa terlalu banyak. Ketika Luhan sudah berhenti tertawa, pemuda itu melihat Sehun yang memberinya tatapan sama seperti sebelumnya. Entah kenapa tiba-tiba Luhan merasa gugup. "Apa?"

"Biarkan aku menjagamu besok."

"Tapi-"

"Luhan," Sehun memotong ucapan pemuda didepannya. "Percaya atau tidak, entah kenapa aku merasa jika aku tidak akan bisa melakukan sesuatu dengan benar tanpamu," Luhan terkesiap. "Entahlah, aku sendiri pun bingung kenapa aku bisa seperti itu. Tapi yang jelas, biarkan aku untuk memastikan bahwa kau akan baik-baik saja besok sehingga aku bisa berfungsi dengan benar."

"Sehun-"

Ucapan Luhan kembali terhenti, kali ini karena sebuah kecupan kecil dipipinya yang datang tanpa disangka. "Istirahat yang cukup. Sampai jumpa besok." Ujar Sehun begitu saja lalu meninggalkan Luhan yang masih termangu dengan detak jantung yang berdebar keras.


-oOo-


Luhan hanya diam sepanjang perjalanan menuju Gongju. Bahkan ketika Sehun menggenggam tangan mungilnya dan menatap ke luar jendela bus yang mereka tumpangi, Luhan hanya diam. Keterdiamannya itu bukan tanpa alasan, keterdiamannya disebabkan oleh mimpi yang ia alami semalam. Dia bermimpi, dia tengah berada di samping danau dan berciuman mesra dengan pemuda disampingnya. Dan disitu dia lagi-lagi dia mengenakan baju tradisional yang digunakan pada kerajaan-kerajaan zaman dahulu.

Sebenarnya, ada apa?

Luhan baru bereaksi ketika merasakan sebuah ciuman manis di telapak tangannya. Luhan menoleh, menatap Sehun yang kini mengusap pelan telapak tangan yang baru saja ia cium dengan pelan. Sehun menatapnya balik, dengan sebuah senyum menghangatkan yang baru kali ini dia lihat dari seorang Sehun.

"Aku tidak ingat kalau kau pernah menyatakan cinta dan aku menerimanya, Tuan Oh." Luhan mencoba bertingkah seperti dirinya yang biasa.

Sehun tersenyum, sekali lagi dikecupnya telapak tangan Luhan pelan dengan mata yang terpejam. "Nanti kau akan ingat." Balasnya ambigu, Sehun kembali menatap ke luar jendela dan membiarkan Luhan memandanginya dengan hati yang berdesir.


-oOo-


"Aku lelah," Luhan mengungkap. Kepalanya ia sandarkan ke bahu bidang Sehun dan Sehun mengecupnya –mengabaikan tatapan terkejut dari beberapa teman mereka yang mulai bergosip ria.

Tangan Sehun kemudian menggenggam tangan Luhan yang bebas, menyeret pemuda yang langkahnya malas-malasan untuk mengikuti dirinya ke suatu tempat.

"Kita mau kemana, Hun?"

"Kita akan membuatmu ingat." Sekali lagi Luhan mendapatkan jawaban ambigu. Namun dia tetap saja mengikuti langkah lebar Sehun ke depan suatu ruangan dengan pintu yang tergembok.

"Sehun, ini-"

"Rupanya Anda sudah datang, Yang Mulia." Ucapan Luhan tadi harus terhenti akibat sosok yang tiba-tiba muncul di dekat mereka. Sosok itu lebih pendek dari Luhan, terlihat berwibawa dengan senyum hangat seolah dia adalah seorang malaikat penjaga. "Saya Suho, keturunan Penasihat Junmyeon di masa lalu." Sosok tersebut mengenalkan diri.

"Senang bertemu Anda lagi, Tuan Suho." Sehun menyalami Suho dengan akrab, sedangkan Luhan dibuat bingung sehingga dia bergantian melihat Sehun, lalu Suho.

"Apa Yang Mulia ingin masuk ke dalam?"

"Tentu, aku ingin segera membuatnya ingat." Jawab Sehun, lalu mengeratkan genggamannya pada tangan Luhan yang masih sama sekali tidak tahu menahu tentang apa yang dimaksud oleh kedua orang tersebut.

Suho megangguk hormat, lalu kemudian membuka gembok pintu itu dengan kunci yang dimilikinya dan membiarkan Sehun dan Luhan masuk. Pintu itu kemudian ditutup oleh Suho dan sepertinya kembali digembok karena Luhan mendengar suara kunci berputar. Sontak saja hal itu membuatnya panik.

"Sehun, pintunya-"

"Shh," Sehun meletakkan telunjuknya dibibir Luhan. "Dia akan kembali ketika urusan kita disini telah selesai."

Luhan anehnya tidak lagi membantah kalimat Sehun barusan. Dibiarkannya dirinya dibawa oleh Sehun dalam ruangan yang minim pencahayaan itu ke tempat di mana ada dua kursi kursi kerajaan yang bertahtakan emas dan beludru. Luhan termenung sejenak, dia bahkan tidak sadar jika genggaman Sehun telah lepas dan pemuda itu menyalakan obor dengan pematik api yang ada disana. Menunjukkan gambar yang terpajang di atas kedua kursi itu, gambar yang begitu Luhan kenal.

Gambar akan dirinya dan Sehun.

"Ini…"

"Kita di masa lalu." Sehun menyelesaikan kalimat Luhan. Pemuda yang kini telah berdiri di samping Luhan dan ikut mengamati sosok berwibawa yang ada disana. "Kau tahu kenapa akhirnya Baekje akhirnya memilih ikut bersatu dengan Silla dan Goguryeo menjadi satu kerajaan besar bernama Goryeo? Itu karena Baekje tidak memiliki keturunan untuk meneruskan kerajaan mereka sebab pemimpin terakhir mereka menikahi raja dari Xian. Kau."

"Dari mana kau tahu semua ini?" Tanya Luhan setelah sekian lama terdiam, matanya masih tidak lepas dari gambarnya yang sama persis dengan bayangan-bayangan yang muncul dipikirannya.

"Kemarin," jawabnya. "Ketika aku pulang dari Sungai Han setelah menemanimu, entah kenapa kepalaku begitu pening dan banyak muncul ingatan-ingatan yang aku sendiri tidak tahu dari mana asalnya. Ketika aku hampir pingsan, disitu aku bertemu Suho dan dia… entahlah, seperti memiliki kekuatan magis untuk menyembuhkanku dan tiba-tiba saja aku ingat semuanya."

"Jadi… jadi kita adalah kekasih di masa lalu?" Luhan menatap Sehun kali ini, seolah meminta jawaba pasti akan hal yang sama sekali tidak disangkanya.

"Kenapa hanya masa lalu? Apa kau keberatan untuk menjadi kekasihku lagi di masa sekarang dan masa depan, Raja Luhan?"


-oOo-


Luhan memang pernah bermimpi erotis akan dirinya dan Sehun. Tapi dia tidak menyangka jika mimpi erotis itu begitu cepat terwujud dan berada di tempat yang sama sekali tidak ia duga. Luhan bahkan tidak sadar ketika bajunya telah terlepas semua karena yang dia ingat, setelah Sehun meminta dirinya untuk menjadi kekasih hanyalah Sehun yang menciumnya dengan penuh perasaan. Namun di sinilah dia dan Sehun, bercinta dengan dikelilingi peninggalan kerajaan Baekje yang masih terawat dengan begitu baik.

Luhan mengerang ketika tumbukan demi tumbukan Sehun mengenai titik manisnya. Entah kenapa dia merasa bahwa dia sudah terbiasa bercinta dengan pemuda yang kini mengukungnya dengan geraman yang begitu bergairah. Sehun pun merasakan hal yang sama, percintaannya dengan Luhan sama sekali tidak terasa seperti pertama kali, namun seperti melakukan lagi kebiasaan lama.

Deru napas mereka semakin memberat ketika keduanya merasakan bahwa sebentar lagi mereka akan sampai. Pada titik itu, Sehun semakin menaikkan kecepatan tumbukannya yang sempat membuat Luhan menjerit beberapa kali. Hingga akhirnya pelepasan itu datang, dan Sehun ambruk di atas tubuh Luhan dengan napas yang tidak teratur.

"Ternyata begini rasanya bercinta lagi setelah sekian ratus tahun berpisah." Canda Sehun, masih tetap berada di atas Luhan dan memeluk erat pemuda yang lebih mungil.

Luhan tertawa kecil, napasnya sama tidak teraturnya dengan Sehun karena percintaan mereka barusan memang bisa dibilang hebat. "Aku merindukanmu, Raja Sehun." Bisiknya pelan.

Sehun mengangkat dirinya sedikit dari badan Luhan dan menatap Luhan dengan tatapan terkejut. "Kau ingat?"

"Sedikit," Luhan mengecup bibir Sehun yang masih basah akibat ciuman panas mereka berdua tadi. "Tapi ingat atau tidak, selamanya kau akan menjadi milikku 'kan?"

.

.

.

END

Author's note:

*Gongju adalah nama daerah bekas kerajaan Baekje pada zaman sekarang.

Ternyata banyak yang suka fiksi sebelumnya yaaa /astaga terharu/

Secara pribadi saya terkejut dengan respon positif dari readers sekalian, oleh karena itu saya membuat sekuel singkat dari Philocaly yang menceritakan HunHan di masa depan xD

Oh iya, yang Luhan berada di tempat peyimpanan artefak itu saya terinspirasi dari drama The Legend of Blue Sea yang dibagian Lee Minho melihat foto Kim Dam Ryeong (dirinya di masa lalu). Lalu tentang Baekje – Silla -Goguryeo, tiga kerajaan itu memang akhirnya bersatu dan menjadi sebuah kerajaan besar bernama Goryeo ya, tapi penyebabnya bukan karena rajanya kawin sama raja lain xD, tapi karena ditaklukkan oleh Goguryeo yang memang saat itu merupakan kerajaan paling kuat diantara yang lain.

Akhir kata, terima kasih sudah membacaaa. Luv luv luv :*

P.s: Philocaly sedikit saya revisi, kalau misalnya ingin membaca ulang tidak apa-apa, hehe.