Characters belong to : Mashashi Kishimoto

Story belong to : Hatake Aria

.

.

Captured in Her Eyes

.

.

Janji Seorang Sahabat

.

.

.

Pesisir Jepang, Desember 1941.

Mayor Uchiha Sasuke, begitulah yang tertera pada papan nama yang terletak diatas meja kayu berwarna mahogany tersebut. Tampak duduk seorang pria bersurai raven tengah sibuk membaca lembar demi lembar laporan yang menumpuk diatas mejanya.

Diluar ruangannya, tampak Suigetsu yang mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk mengetuk pintu ruangan sang Mayor, terlihat jelas keraguan diparasnya saat perlahan jemarinya menyentuh permukaan pintu kayu tersebut.

Hahhh,

Suigetsu menghela nafasnya kasar, Ia sangat tahu pasti, kabar yang dibawanya ini bukanlah kabar yang ingin di dengar oleh atasannya tersebut, tapi mau bagaimana lagi, ini perang, setiap harinya pasti akan ada kabar, baik itu menggembirakan atau menyedihkan menanti mereka.

Terdengar suara pintu diketuk dari arah luar.

"Masuk"

Suigetsu perlahan membuka pintu kayu tersebut sesaat setelah mendengar persetujuan dari sang penghuni ruangan.

"Lapor, Letnan Suigetsu izin menghadap" ujar Suigetsu seraya memberikan penghormatan pada sang Mayor.

Sasuke menganggukkan kepalanya pelan, tanda menerima penghormatan dari Suigetsu.

"Ada berita apa yang membawamu datang menghadapku diwaktu sepagi ini?" tanya Sasuke seraya merapikan dokumen yang sedari tadi dibacanya.

Suigetsu sedikit memejamkan matanya, sungguh Ia sebenarnya tidak sanggup untuk memberitahu berita yang dibawanya ini kepada pria yang sedang duduk dihadapannya ini.

"Kuharap itu bukan berita buruk, Letnan"

Sasuke mengeratkan kedua tangannya, mencoba untuk menguatkan diri menghadapi berita apapun yang akan disampaikan oleh bawahannya ini. Ia sangat tahu, jika Suigetsu telah bersikap seperti ini, pastilah Letnan-nya yang satu ini membawa kabar duka. Ia sadar dirinya hidup di masa peperangan, dimana bayang-bayang kematian selalu menghantui hidup mereka. Tapi, bolehkah Ia mengharapkan sesuatu yang lain.

"Lapor, Saya ingin menyampaikan bahwa Armada Laut Kita telah berhasil menaklukkan Pearl Harbour, kemenangan mutlak ditangan Jepang"

Sasuke menghela nafas lega, perlahan ketegangan di bahunya sedikit mengendur.

Ia memejamkan sebentar matanya, walau berita yang terdengar sangat menggembirakan, entah mengapa Ia merasa kemenangan ini hanya sebagai awal dari malapetaka panjang yang akan menimpa Jepang. Sedari awal Ia sudah tidak setuju dengan rencana para petingginya untuk menginvasi Pearl Harbour, memusuhi negara Sekutu seperti Amerika bukanlah hal yang bagus. Namun karena Jepang merasa didukung oleh dua negara aliansi yang kuat, akhirnya dengan kepercayaan diri yang tinggi memutuskan untuk menaklukkan Pearl Harbour.

"Syukurlah, semua ini sudah berakhir, apa itu artinya seluruh armada yang berada di sana akan kembali ke Jepang?"

"Ya, dari laporan yang Saya terima mereka akan kembali ke Jepang dalam beberapa hari kedepan"

Sasuke segera bangkit dari kursinya, sungguh Ia tidak pernah sebahagia ini, Ini adalah perang terbesar kedua dalam hidupnya. Walau Ia tidak harus ikut serta ke Pearl Harbour dan harus cukup puas berada di Kapal Pertahanan, tetapi Ia sangat bangga atas keberhasilan rekan-rekannya yang ditugaskan ke Pearl Harbour. Tanpa disadarainya bibirnya sedikit tertarik keatas, membentuk sebuah senyuman. Ia kemudian kembali melirik kearah sang Letnan yang tampak menundukkan kepalanya.

"Ada apa denganmu Letnan? Misi selesai, dan Kita harus berterimakasih pada armada laut dan udara Kita, akhirnya mereka bisa melumpuhkan teritori administrasi Amerika tersebut, seluruh pasukan Kita yang berada di sana akan segera kembali ke Jepang, apa Kau tidak bahagia bisa kembali bertemu dengan keluarga mu?" Sasuke sedikit memicingkan matanya menatap sang bawahan, Ia tahu salah satu saudara kandung Suigetsu bergabung dalam 'Barisan Kapal Tempur' di Pearl Harbour.

Suigetsu kemudian mengangkat kepalanya, irisnya langsung bertatapan dengan oniks kelam milik sang Mayor.

"Sudah pasti Saya bahagia, akhirnya Kakak Saya bisa kembali pulang ke Jepang Mayor, tapi ada satu berita lagi yang belum Saya sampaikan kepada Anda Mayor"

Suigetsu memberi jeda pada kalimatnya, Ia dapat melihat raut wajah sang Mayor yang berubah tegang seraya menatap dirinya.

"Saya mendapat berita dari Laksamana Hatake Kakashi, bahwa kapal selam yang membawa Mayor Shimura Sai tenggelam akibat serangan bom oleh Armada Amerika Serikat, dan tidak ada yang selamat"

Suigetsu kembali menundukkan kepalanya, Ia tidak sanggup menatap oniks kelam Uchiha Sasuke, Ia tahu betul siapa itu Mayor Shimura Sai, pria dengan wajah yang sedikit mirip dengan atasannya ini merupakan sahabat baik sang Mayor.

"Hahaha, jangan bercanda denganku Letnan, Mayor Shimura Sai tidak seharusnya berada didalam Kapal Selam, bukannya seharusnya Ia berada di Akagi (Kapal Induk Angkatan Laut Kekaisaran Jepang) bersama Laksamana Hatake" Sasuke tertawa hambar, rasanya Ia ingin Suigetsu mengatakan bahwa semua yang baru saja diucapkannya adalah candaan.

Suigetsu dapat melihat kedua oniks atasannya yang sedikit berair, Ia tahu atasannya ini belum bisa menerima berita kematian sahabat karibnya tersebut.

"Mayor.."

"Pergilah, dan terima kasih telah memberitahu ku informasi ini"

Sasuke sadar, bawahannya tidak sedang bercanda saat ini.

Suigetsu sedikit membungkukkan badannya, kemudian perlahan Ia berjalan meninggalkan ruangan sang atasan.

Sasuke langsung terduduk lemas sesaat setelah Suigetsu menutup pintu ruangannya. Jemarinya menjambak pelan surai ravennya.

Ia kembali menghela nafasnya kasar.

"Sai …" suaranya terdengar begitu lirih saat menggumamkan nama sang sahabat.

"Apa yang harus Aku katakan padanya?"

.

.

.

Sasuke menatap Laksamana Hatake Kakashi yang baru saja keluar dari ruang rapat yang di dihadiri seluruh Perwira Tinggi gabungan Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Agkatan Laut serta para Pejabat Tinggi di Kementrian. Pria bersurai perak yang menjadi atasannya sekaligus Pelatihnya saat berada di Kamp militer, di awal Ia dan Sai mengikuti pelatihan dasar militer.

Kakashi segera berpamitan kepada rekan-rekannya sesama Perwira Tinggi, saat Ia sadar semenjak Ia keluar dari ruang rapat tersebut, sepasang oniks tengah mengamatinya dari kejauhan.

Sasuke segera menghampiri sang Laksamana setelah dipastikannya pria bersurai perak tersebut telah sendirian.

"Ah, Mayor Sasuke"

Bugh,

Bukannya memberi penghormatan atau membalas sapaan sang Laksamana, Sasuke malah menghadiahi sang atasan dengan pukulan tepat diwajahnya.

Kakashi mengerjabkan kedua bola matanya beberapa kali, salah satu tangannya refleks memegang rahang kirinya yang dipukul keras oleh sang bawahan.

"Kau .." Sasuke menarik kerah seragam Kakashi.

"Bukannya seharusnya Sai berada di Akagi bersamamu? Kenapa Kau malah menyuruhnya meninggalkan Akagi dan berada di Kapal Selam itu? Kau memang sengaja ingin membunuhnya?"

Kakashi berusaha melepaskan cengkraman Sasuke di kerah seragamnya, Ia sudah terbiasa dengan sifat Sasuke yang terkadang diluar etika, Sasuke bukan hanya bawahan, murid didiknya, namun Ia juga merupakan adik dari almarhum sahabat karibnya, Uchiha Itachi, yang juga meninggal dalam perang. Maka dari itu, Ia tidak pernah mempermasalahkan tindakan si bungsu Uchiha ini yang terkadang seenaknya sendiri pada dirinya yang jelas-jelas adalah atasannya.

"Kau ingat, ini perang, seharusnya kabar seperti ini bukanlah hal yang baru bagimu"

Sasuke mendecih pelan, Ia tentu tahu ini perang.

"Yang kupertanyakan adalah, kenapa bisa Sai yang seharusnya berada di Akagi malah berada di kapal selam?"

"Jadi, apa tidak masalah bagimu jika yang mati itu adalah orang lain? Orang lain itu juga punya keluarga Sasuke, dan mungkin keluarganya juga akan mempertanyakan hal yang sama sepertimu padaku, dan Kau pikir hanya Kau yang bersedih karena kehilangan Sai?"

Kakashi menjeda kalimatnya sejenak, perlahan ia menundukkan wajahnya.

"Setiap saat Aku harus mendengar berita bahwa beberapa awak Kapal ku harus tewas di medan perang, melihat dari atas Akagi kepulan asap yang membumbung tinggi akibat serangan bom yang saling Kita lontarkan, kalau Aku boleh memilih, Aku juga tidak ingin terlahir di zaman ini"

Kakashi menghela nafasnya pelan, Ia menatap raut wajah Sasuke yang perlahan berubah.

"Sai sendiri yang mengajukan diri untuk menggantikan salah satu awak di kapal selam tersebut, Ia bersikeras menggantikan salah satu awak kapal selam tersebut yang tiba-tiba jatuh sakit"

Kakashi terdiam sejenak.

"Kau pikir Aku mau mengorbankan anak didik kesayanganku? Tapi saat Dia mengatakan Ia ingin menggantikan bawahannya karena Ia tahu bawahannya sedang sakit dan terlebih bawahannya tersebut baru saja menikah, jadi Aku setuju dengan keputusannya, Kita tidak pernah menyangka kapal selam yang dibawanya akan menjadi sasaran bom saat itu"

Sasuke menundukkan wajahnya, Ia perlahan menghela nafasnya.

Ya, begitulah Shimura Sai, pria yang selalu saja mendahulukan kebahagian orang lain, tanpa mempedulikan dirinya sendiri.

"Bodoh" gumamnya kemudian.

"Bukannya Dia juga baru menikah, dan bukannya Dia juga tengah menantikan kelahiran anak pertamanya"

Ekspresi diwajah Kakashi berubah seketika.

"Apa maksudmu?"

Sasuke mengangkat wajahnya, Ia mendengus pelan, bagaimana bisa atasannya ini tidak tahu.

"Laksamana Hatake Kakashi, Mayor kesayanganmu itu juga baru menikah, dan saat ini Istrinya juga tengah hamil tua, Keduanya tengah menantikan kelahiran anak pertama mereka" sarkasnya pada sang atasan.

Kakashi refleks meremas surai peraknya, bagaimana bisa Ia tidak tahu hal ini, Atasan seperti apa dirinya, bahkan istri bawahan sekaligus anak didiknya itu tengah hamil tua Ia sama sekali tidak tahu.

"Oh Tuhan, apa yang harus Kita lakukan sekarang"

.

.

.

Sasuke menghela nafasnya kasar, perlahan Ia turun dari mobil dinasnya, tepat didepan kediaman bertuliskan 'Shimura' pada papan disamping sebuah pintu kayu. Ia kembali menghela nafasnya kasar, mencoba untuk mengumpulkan keberaniannya mengetuk pintu dihadapannya. Seharusnya ini adalah tugas Laksamana Hatake Kakashi selaku atasan langsung dari Sai untuk menyampaikan berita duka ini, namun karena suatu hal, Ia terpaksa diminta untuk memberikan kabar duka ini pada keluarga Shimura, dan jujur Ia sama sekali tidak suka menjadi pembawa berita duka untuk keluarga dari mereka yang meninggal dalam peperangan.

Ia jadi teringat saat dirinya ditugaskan untuk memberi kabar kematian bawahannya ke keluarganya pada saat setelah usai Perang Tiongkok beberapa tahun lalu. Ia sendiri hampir menitikkan airmata saat melihat begitu terpuruknya istri dan anak-anak dari prajuritnya yang tewas di medan perang tersebut. Sungguh itu merupakan beban moral saat Kau sebagai atasan terlihat sehat walafiat mengabarkan bahwa bawahan mu telah mangkat pada keluarganya.

Haahh,

Lagi, Sasuke menghela nafasnya kasar. Perlahan tangannya terangkat mengetuk pintu kayu dihadapannya.

Tok, tok.

Hening, tidak ada jawaban dari dalam rumah tersebut.

Tok, tok.

Sekali lagi, Uchiha Sasuke mengetuk pintu kayu tersebut. Masih belum ada jawaban, mungkin penghuni rumah ini sedang tidak ada dirumah pikirnya. Hampir saja Sasuke membalikkan badannya hendak pergi meninggalkan rumah tersebut, namun Ia urungkan saat samar-samar pendengarannya menangkap suara lembut seorang wanita dari dalam rumah tersebut.

"Iya, sebentar"

Sasuke dapat mendengar suara derap langkah yang mendekat kearahnya. Tak lama kemudian pintu kayu dihadapannya terbuka sedikit demi sedikit, menampakkan seorang wanita bersurai pirang dengan iris sebiru langit menatap lurus kearahnya. Wanita yang sangat cantik dalam balutan kimono sederhana dengan warna senada dengan surainya yang indah.

Wanita dihadapannya tampak sedikit bingung menatap dirinya, wajar saja karena ini adalah pertama kalinya wanita tersebut bertemu dengan dirinya, tapi tidak dengan Uchiha Sasuke, ini adalah kali keduanya Ia bertemu dengan wanita bersurai pirang yang ada dihadapannya ini.

Naruto mengamati pria yang sedang berdiri dihadapannya ini, Uchiha Sasuke mendatangi kediamannya dengan seragam militernya yang lengkap dengan semua atributnya. Ia melirik tanda bintang yang tersemat di bahu sang pria, ah .. pria didepannya ini berpangkat sama dengan sang suami, ya .. Shimura Sai adalah pria yang telah menjadi suaminya selama hampir 2 tahun belakangan ini. Tapi ada satu keanehan, untuk apa seorang perwira tinggi Angkatan Laut berkunjung ke kediamannya.

"Maaf, mungkin kedatangan Saya mengagetkan Anda, tapi bolehkan Saya masuk?" Sasuke mencoba tersenyum kearah Naruto, Ia tahu wanita dihadapannya ini tampaknya sedikit tidak nyaman atas kehadirannya.

"Ah, maafkan ketidaksopanan Saya, silahkan masuk" Naruto segera tersadar dari lamunannya, Ia kemudian berjalan pelan memandu Sasuke menuju ruang tamu rumahnya.

Sasuke segera mendudukkan dirinya dikursi, sesaat setelah Naruto mempersilahkannya. Ia menatap sekeliling rumah milik sang sahabat, Sai benar-benar menggabungkan unsur barat dan timur untuk kediamannya yang cukup besar ini.

Naruto perlahan ikut duduk setelah menyuruh Ayame membuatkan secangkir ocha untuk Sasuke.

Sasuke menatap Naruto yang terlihat sedikit kesusahan saat hendak mendudukkan dirinya di kursi dihadapannya. Oniks kelamnya menatap perut Naruto yang tampak besar, sangat wajar jika wanita dihadapannya ini sedikit kesusahan saat hendak duduk dengan perut sebesar itu.

"Sudah berapa bulan?"

Kedua sapphire Naruto langsung melebar seketika, Ia tidak menyangka pertanyaan itu yang akan keluar dari pria yang baru saja ditemuinya ini. Perlahan Ia melirik perutnya yang besar seraya mengelusnya secara perlahan. Ia tersenyum kecil saat membayangkan didalam dirinya kini tumbuh seorang malaikat kecil buah cintanya dengan sang suami, Shimura Sai.

"Ini sudah memasuki bulan kedelapan" jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari perut besarnya.

Sasuke tersenyum kecil, namun perlahan senyumnya menghilang saat dirinya teringat akan tujuan utamanya datang kerumah ini.

"Mungkin Anda bertanya siapa Saya, jadi Saya akan memperkenalkan diri, nama Saya Uchiha Sasuke, Saya adalah sahabat suami Anda, Shimura Sai"

Naruto mengangkat kepalanya, kedua sapphire nya tampak berbinar saat menatap Sasuke.

"Ah, jadi Anda yang namanya Uchiha Sasuke, Sai-kun sering membicarakan tentang anda Uchiha-san, senang bisa bertemu dengan Anda" ujarnya seraya tersenyum kepada Sasuke.

Sasuke membalas senyumannya, tampaknya dirinya tidak perlu menjelaskan lebih detail lagi tentang dirinya. Namun dirinya cukup terkejut saat mengetahui ternyata Sai sering membicarakan tentangnya pada wanita dihadapannya ini.

"Ah, iya Saya sampai lupa, ada hal apa Anda berkunjung ke kediaman ini, jika Anda mencari suami Saya, maka mohon maaf jika Anda harus kecewa karena suami Saya belum kembali dari tugas, padahal dari kabar yang Saya dengar bukannya perang telah usai, mungkin beberapa hari kedepan Sai-kun baru kembali ke Jepang"

Naruto menatap figura suaminya yang terletak diatas meja disamping kursinya.

"Sebenarnya Aku ingin menyambutnya di pelabuhan, namun dengan kondisi seperti sekarang ini rasanya sedikit tidak mungkin" Ia tersenyum menatap figura sang suami, Ia benar-benar merindukan suaminya, sudah 5 bulan Ia tidak bertemu dengan sang suami, dirinya bahkan harus melewati trisemester keduanya tanpa kehadiran sang suami.

Perasaan bersalah langsung menghinggapi diri Uchiha Sasuke.

"Shimura-san, sebenarnya kedatangan Saya kemari untuk menyampaikan sesuatu pada Anda, sebenarnya .." sungguh, lidah Sasuke mendadak kelu.

Naruto mengalihkan kedua sapphire nya dari figura sang suami, Ia menatap oniks kelam Sasuke, mendadak sebuah perasaan tidak enak menghampiri dirinya, apalagi saat sapphire nya menangkap gestur Sasuke yang tampak berbeda dari sebelumnya.

"Sebenarnya, apa Uchiha-san?" bibir Naruto tampak bergetar saat mengucapkan kalimat tersebut.

Sasuke menatap iba istri sahabatnya tersebut, tampaknya wanita dihadapannya ini sudah bisa menebak apa yang ingin disampaikannya.

"Sebenarnya, Sai, suami Anda .."

"Tidak, suamiku masih baik-baik saja, Ia berjanji akan segera pulang, Sai-kun tidak pernah mengingkari janjinya, Ia pasti akan segera pulang" Naruto menutup kedua telinganya, Ia tidak ingin mendengar kalimat yang akan diucapkan oleh Sasuke.

"Shimura-san .."

"Kumohon Uchiha-san, kumohon katakan bahwa suamiku baik-baik saja" suara Naruto terdengar bergetar menahan tangis yang hampir keluar.

Sasuke hanya bisa menundukkan kepalanya, sungguh ia tidak sanggup menatap wajah Naruto saat ini, wanita dihadapannya ini benar-benar terlihat sangat rapuh. Sesaat kemudian dirinya mendengar suara tangis Naruto diringi dengan suara lirih yang menggumamkan nama sang sahabat terus-menerus.

.

.

.

Naruto menatap nanar figura sang suami yang diletakkan berjejer dengan figura dari prajurit-parjurit lainnya yang gugur dalam invasi Pearl Harbour tersebut. Lelehan airmata masih terus membasahi kedua pipinya, Bahkan jika bukan karena Ayame yang berada disampingnya, mungkin dirinya tidak akan sanggup untuk berdiri saat ini.

Dengan dibantu Ayame, dirinya datang menghadiri upacara penghormatan untuk para prajurit yang telah gugur. Ia memalingkan pandangannya ke kanan dan kiri, tampaknya bukan hanya dirinya saja yang kehilangan seseorang yang sangat berharga dalam hidupnya. Ia meletakkan setangkai bunga matahari didepan figura sang suami, bunga yang sangat disukai sang suami semasa Ia hidup. Naruto tersenyum getir, bahkan Tuhan tidak mengizinkannya melihat jasad sang suami, tidak ada makam yang bisa dikunjunginya saat dirinya merindukan sang suami, Ia masih tidak percaya Tuhan benar-benar telah mengambil Sai dari kehidupannya. Mengambil kembali orang-orang yang dikasihinya dari kehidupannya.

"Nyonya .."

Ayame menatap khawatir kearah Naruto.

"Dia berjanji akan kembali, Dia berjanji akan menemaniku saat Aku melahirkan, Dia .."

Naruto kembali menitikkan airmatanya.

"Dia bahkan belum sempat memilihkan nama untuk anak Kami"

Ayame kembali menatap sang majikan, suara majikannya terdengar sangat lirih, kedua tangannya masih setia menopang tubuh sang majikan, takut majikan nya kembali pingsan seperti kemarin siang sesaat setelah kepergian Uchiha Sasuke.

Tanpa Naruto sadari, sedari tadi sepasang oniks kelam milik Uchiha Sasuke terus memperhatikan dirinya dari kejauhan.

Sasuke menatap sendu kearah wanita bersurai pirang yang tengah berdiri didepan figura sang sahabat. Ia jadi teringat percakapan terakhirnya dengan sang sahabat sebelum kepergian mereka menuju Peal Harbour sebulan yang lalu, dimana Sasuke ditugaskan untuk tetap berapa di Kapal Pertahanan di pesisir Jepang.

.

Haahh,

Sasuke menatap Sai yang menghela nafasnya kasar.

"Berhentilah menghela nafasmu seperti itu, Kau tahu ini sudah ketiga kalinya dalam kurun waktu 30 menit ini"

Sai menatap kesal kearah Sasuke.

"Kau bukan prajurit baru yang pertama kali ikut dalam perang, setidaknya malu lah pada lencana yang melekat diseragammu" sarkas Sasuke kembali.

"Bukan itu masalahnya, hanya saja, Kau tahu kan, Naruto sedang hamil, sudah pasti Aku sedikit berat untuk meninggalkannya"

Sai memalingkan wajahnya menatap sang sahabat.

"Ah, Kau itu belum menikah Sasuke, jadi Kau tidak akan bisa paham bagaimana perasaanku, usia kandungan Naruto itu baru 3 bulan, sedangkan Kau tahu sendiri kan, Aku tidak pernah tahu kapan Aku baru bisa kembali, Aku benar-benar ingin berada disampingnya saat Ia melahirkan anakku"

"Kalau begitu, Kita bisa menghadap Laksamana Hatake, Aku akan memintanya untuk mengganti posisi Kita, Aku yang akan ikut ke Pearl Harbour nantinya"

Sai mendecih pelan mendengar ide Sasuke.

"Tidak mungkin, Kau tetaplah tinggal disini, Kita tidak bisa menolak perintah"

"Kalau begitu, Kau harus memenangkan perang kali ini sebelum istrimu melahirkan"

Sai menatap Sasuke yang tampak sangat optimis, bertahun-tahun berteman dengan Sasuke sekalipun Sai tidak pernah melihat wajah pesimis Sasuke.

"Kau selalu optimis seperti biasa" ujarnya seraya tersenyum kecil.

"Kau harus percaya misi ini akan berhasil, dan Kau akan segera kembali. Kau tidak seperti ini saat Kita ditugaskan ke Tiongkok seperti waktu lalu, apa karena tidak ada Naruto yang mengantarmu seperti waktu itu"

Sai sedikit memicingkan matanya menatap Sasuke.

"Kau melihatnya?"

Sasuke mendengus pelan.

"Ya, Aku bisa melihat dengan jelas wajah bodohmu yang terlihat sangat bahagia ketika Dia mengantarmu dipelabuhan saat itu"

"Hahahaha, jadi Kau sudah melihat wajah Naruto-ku?" Sai tertawa kecil.

"Ahh, jadi tidak rahasia lagi, Sasuke sudah melihat wajah malaikatku, bagaimana, Dia sangat cantik bukan?"

Sasuke segera memalingkan pandangannya dari tatapan Sai yang seolah mengintrogasi dirinya, kalau dirinya boleh jujur memang wanita bersurai pirang yang dilihatnya saat itu benar-benar sangat, cantik.

Sai hanya tertawa kecil saat melihat reaksi dari sahabat dekatnya ini. Namun perlahan tawanya terhenti.

"Sasuke, maukah Kau berjanji satu hal padaku?"

Sasuke segera mengalihkan pandangannya menatap Sai.

"Jika Aku tidak kembali, tolong jaga Naruto untukku" Sai tersenyum kecil seraya menatap Sasuke.

"Kau sudah berniat untuk mati, bodoh" Sasuke memukul pelan kepala sang sahabat, bersyukur saat ini mereka hanya berdua, jika tidak, mungkin akan sangat memalukan melihat 2 perwira tinggi bertingkah layaknya remaja.

"Yah Sasuke, Kau benar-benar merusak momen" Sai memegang kepalanya yang sedikit sakit akibat pukulan Sasuke.

"Kan Aku bilang 'jika aku tidak kembali', bukan berarti Aku akan mati, bodoh"

"Ah, terserah" Sasuke memutar kedua bola matanya bosan.

"Tapi Aku benar-benar serius Sasuke, jika Aku benar-benar tidak kembali .." Sai memberi jeda pada kalimatnya, Ia kemudian menatap serius oniks kelam milik Sasuke.

"Kumohon, jaga Naruto untukku"

.

"Kumohon, jaga Naruto untukku"

Kata-kata milik Sai kembali terngiang ditelinga Sasuke, oniks kelamnya kembali menatap wanita bersurai pirang yang masih setia berdiri di depan figura sang sahabat.

"Istirahatlah dengan tenang disana Sai, Aku pasti akan menepati janjiku"

.

.

.

TBC

.

.

Buat yang udah pernah baca dulu di FFN, mungkin bisa baca ulang kembali, karena cerita nya banyak yang Aku revisi.

Untuk pertama kali ambil tema WW (reader : Ya iyalah, secara FF elu juga baru sedikit, haha)

Baca FF ini mungkin jadi serasa belajar sejarah, karena pengennya setiap fic yang Aku buat tidak se-mainstream mungkin, tapi yah .. pendapat para reader juga sih, kali aja minna beranggapan fic Aku mainstream.

Yang pasti, fic ini nggak akan hiatus lagi kok, kerangka ceritanya udah komplit, lagi on progress, dan janji deh nggak sampe lama fic ini selesai.

Haha,

Okay deh sekian, mind to review please.