Halo! (*3*)/
Potato di sini~
Kali ini memberikan asupan pada reader tercinta dengan OTP Akakuro 3
Well, sedikit penjelasan tentang fic ini~
Kiseki no Sedai melanjutkan sekolah tinggi mereka di Teiko. Dengan Kagami yang masuk Teiko setelah lulus dari sekolah menengah dan satu angkatan dengan Kisedai~ Di sini, Akashi lebih cenderung pada Bokushi, jadi absolut seperti biasa~ #maso
Dan Potato berusaha sebaik mungkin untuk tidak OOC ;;;;;
So~ selamat menikmati asupan~
LEND ME!
Kuroko no Basket Tadatoshi Fujimaki
Story by Potato Ranger
AkaKuro / Harem!Kuro / T Rated
.
.
.
.
"Aku mau satu Vanilla Milkshake ukuran large."
"Vanilla Milksh-"
"Silahkan pelanggan selanjutnya~"
Sigh. Terkutuklah hawa keberadaannya yang selalu lemah ini.
"Ano... Aku mau pesan."
"Eh? Sepertinya aku mendengar suara. Eeeeh?!"
Sigh. Sudah biasa. Tapi lelahnya tidak. Masa setiap mau pesan harus membuat pelayan jejeritan seperti ini?
"Aku mau pesan."
"Aah, maaf, maaf. Mau pesan apa, dik?"
Twitch.
"1 Vanilla Milkshake, ukuran large."
"Minum di sini atau dibawa pulang, dik?"
Twitch. Twitch. Perempatan imajiner itu tak pernah muncul, namun tetap membuat Kuroko harus menghela napas. 'Aku bukan adik-adik'.
"Dibawa pulang."
"Baik. 250 yen untuk Vanilla Milkshake-nya." Pelayan wanita itu tersenyum melihat adik-adik di depannya.
Tangan pucat yang tadi bertengger di gagang tas, bergerak mengambil sesuatu di dalamnya. Namun sayang, yang dicari seakan tak mau muncul.
'Kemana dompetku?'
Sukses mengaduk-ngaduk tas tak membuat Kuroko menemukan dompetnya.
"Chotto matte kudasai."
Alis yang biasanya datar kini sedikit menukik. Kuroko sungguh tak tahu kemana pergi dompet yang biasanya tak setebal milik anak kos di akhir bulan. Haruskah ia membatalkan pesanan dopingnya hari ini? Tidak, tidak. Ia kembali mengaduk isi tasnya bak chef yang sedang mengadon.
"Ini."
Tiba-tiba sebuah lengan kekar terjulur di samping kepala biru, lengkap dengan uang 250 yen.
"Aomine-kun?"
"Kau cari saja dulu dompetmu. Kebetulan aku juga ingin pesan."
Kuroko meminggirkan badannya yang mudah menyelip ke samping kasir, dengan tangan terus meraba isi tasnya. Tak sadar Vanilla Milkshake dan pesanan lainnya telah ada di tangan si pebasket keling.
"Ayo, Tetsu."
Memilih menurut, Kuroko berjalan keluar Maji, restoran cepat saji yang ramai dengan anak sekolah di sore hari. Mereka berhenti di depan pintu masuk, dengan kepala Kuroko yang terus menunduk. Tidak pegal apa?
"Oi, Tetsu. Gantinya besok-besok saja." Ucap Aomine pede. Si kepala biru muda pun mendongak.
"Tidak, Aomine-kun. Ini lebih buruk lagi."
"Ada apa?"
"Dompetku tidak ada."
Alis yang menurun beberapa derajat ini menunjukkan Kuroko yang serius berpikir. Kemana dompetnya pergi? Sekolah, kantin, toko buku, Maji. Tak ada yang terlewat 'kan? Kuroko masih merasa memegang dompetnya itu saat berada di kantin. Jangan-jangan, tertinggal saat ia memilih deretan permen vanilla di bawah kasir? Astaga!
"Ha? Paling – paling isinya hanya cukup untuk beli obat maag." Aomine, kebiasaan makan obat maag saat uang menipis sepertinya hanya kebiasaanmu saja.
"Tidak. Saat ini dompetku sangat penting, Aomine-kun. Sepertinya aku akan mencarinya dulu." Kemudian Kuroko langsung sprint – yang menurut Aomine berjalan cepat – menjauhi Maji. Yang ditinggalkan merasa bingung dengan burger yang ada di mulutnya.
.
.
.
.
CEEEEET
Si biru muda kembali mundur ke arah cahayanya yang gelap itu. Dengan gerakan secepat kilat, Kuroko mempassing gelas plastik yang tidak lain dan tidak bukan adalah Vanilla Milkshake-nya. Aomine melihat manik biru jernih Kuroko terlihat posesif saat menimang minuman pembuat gendut itu.
"Terima kasih, Aomine-kun. Maaf aku sedang terburu-buru."
Dan Kuroko melanjutkan sprint, meninggalkan Aomine yang nampak semakin bodoh saja. Sigh, bayangannya itu memang tak bisa ditebak.
Brugh!
Tas sekolah dengan gantungan vanilla milkshake dijatuhkan di meja belajar. Sang pelaku kemudian melepas pakaian yang melekat pada dirinya – jas putih dengan lambang Teiko High School di dada, kemeja dan dasi biru serta celana bahan berwarna hitam. Menggantinya dengan setelan rumahan – kaos biru muda dan celana basket putih berlist hitam. Lalu merebahkan diri di atas tempat tidur yang tak jauh dari meja belajarnya.
'Kemana dompetku?'
Selama 3 jam terakhir, isi kepala Kuroko dipenuhi dengan hal itu. Dompetnya yang hilang. Ia telah mengunjungi kantin sekolah dan toko buku, mencari dan menanyakannya ke kasir yang berjaga. Sayang, dompet-chan tak kunjung ia temukan.
Mungkin kalau dompetnya di hari biasa, ia takkan sekhawatir ini. Isinya tak lebih dari uang makan sehari, serta kartu debit dan kartu pelajar yang jika hilang, bisa diurus dalam waktu 1-2 hari. Namun hari ini berbeda. Ia telah menarik uang tunai untuk membayar sewa kosnya selama 3 bulan ke depan. Salahkan pemilik kos yang hanya menerima uang cash. Salahkan juga ia yang tak teliti menyimpan dompetnya. Lebih bersalah lagi yang telah mengambil dompetnya hari ini. ARGH! Kuroko rasanya ingin teriak jika tak harus in chara dalam fan fiksi ini.
Kuroko mulai memainkan handphone pintarnya, berharap dompet chan segera memberi kabar. Sepertinya kehilangan dompet chan membuat Kuroko mulai berhalusinasi.
'Haruskah aku bilang pada Okaa-san?'
Tidak, tidak. Mereka pasti repot jika harus memberikannya uang lagi.
'Haruskah aku bekerja?'
Pekerjaan apa yang gajinya senilai 3 bulan kos dalam seminggu? Author juga mau, Kuroko-kun.
'Jual diri?'
Hiii memikirkannya saja membuat Kuroko merinding OOC. Meskipun adegan Kuroko meliukkan badan di tiang membuat Author dan reader-san begap-begap.
Merasa harus melampiaskan kesialannya hari ini, Kuroko memilih untuk mengupdate status di jejaring social Fakebook. Jarinya yang halus bak wanita ini mulai mengetikkan sesuatu.
Kuroko Tetsuya
Sialnya aku hari ini.
10 likes - Several minutes ago
Status yang sangat datar untuk ukuran remaja SMA. No fuwa-fuwa emoticon, no hashtag, no rants. Menurut prinsip Kuroko, sekali datar harus tetap datar.
Ting ting.
Tak lama komentar pun berjejal di status datar itu. Teman-teman di Teiko High School memang kepo, padahal mayoritas mereka adalah lelaki.
Kise Ryouta : Heeeee? Ada apa, Kurokocchiiii?! ;;_;;
Kagami Taiga : Kau dikira hantu lagi, Kuroko?
Kise Ryouta : Kagamicchi, kau tega-ssu :
Kagami Taiga : Oi Kise, dia kan memang sering dikira hantu -.-
Midorima Shintarou : Kau pasti tidak membawa lucky item-mu hari ini.
Kise Ryouta : Midorimacchi masih saja percaya ramalan-ssu X"D
Midorima Shintarou : Terserah. Pastikan kau bawa lucky item-mu besok Kuroko.
Kise Ryouta : Ciyeeh yang peduli~
Momoi Satsuki : Ada apa, Tetsu kun? :' *pats*
Kiyoshi Teppei : Kau dikira hantu lagi, Kuroko? (2)
Hyuga Junpei : Kau dikira hantu lagi, Kuroko? (3)
Izuki : Kau dikira hantu lagi, Kuroko? (4)
Sigh. 'Aku bukan hantu.'
Poor Kuroko. Tadinya mau curhat, malah dibully. Berniat membalas komennya nanti, Kuroko mencari posisi nyaman di ranjang single-nya. Membolak balik tubuh bak pepes yang tengah dimasak, akhirnya Kuroko menemukan posisi yang ia cari. Kembali melihat handphone-nya, status Kuroko makin banjir komentar. Tidur sebentar sebelum membalas komen tidak masalah, 'kan?
"Sampai disini dulu pelajarannya. Don't forget about the presentation, kiddos. Good afternoon."
"Good afternoon, Ms."
Keluhan siswa kelas 1-B melonglong di akhir pelajaran hari ini. Semua sudah bersiap, entah itu untuk pulang, berkumpul bersama teman atau menghadiri klub. Kuroko yang separuh jiwanya pergi bersama dompet-chan juga mulai berberes.
"Ck, presentasi tidak penting. Tidak bisa langsung ngomong saja, apa?" Protes pemuda berambut combo merah-hitam yang duduk di sebelah bangku Kuroko.
"Kau curang, Kagami-kun. Kau 'kan lancar Bahasa Inggris." Sahut Kuroko malas.
"Tapi presentasinya itu, loh."
"Kerjakan saja."
"Aku menyontek saja lah. Ngomong-ngomong, statusmu sial kenapa, Kuroko?"
Sigh. Enggan menjawab tapi tak terlontar dari bibirnya. "Dompetku hilang."
"Ha? Sial sekali. Hilang di mana?"
"Kalau aku tau, namanya bukan hilang, Kagami-kun."
"Haha, benar juga. Tapi isinya tidak banyak 'kan?"
Twitch.
"Masalahnya di situ."
"KUROKOCHIIIII~"
Kedua pasang mata itu beralih pada asal suara yang cukup cempreng. Hah, si anak ayam. Dibelakangnya ada sosok gelap yang mengikuti. Kelas yang bersebelahan membuat mereka sering bertegur sapa. Mentang-mentang abas (anak basket-red).
"Doumo, Kise-kun, Aomine-kun."
"Yo, Tetsu."
"Nee, nee, Kurokocchi. Kau sial kenapa-ssu?" Tanya si anak ayam yang berdiri di sebelah Kuroko. Haruskah ia menjelaskan lagi alasan sialnya kemarin? Diumumkan lewat speaker saja biar seluruh dunia tau.
"Dompetku hilang, Kise-kun."
"Heeeee? Kok hilang?!"
"Masih belum ketemu juga, Tetsu?" Nah, pertanyaannya yang sedikit lebih berbobot keluar dari mulut Ahomine.
"Belum, Aomine-kun. Padahal aku sudah mencarinya sampai malam."
"Yah sayang sekali-ssu."
"Sepertinya sudah diambil orang, Kuroko."
"Tentu saja, Bakagami. Kalau aku menemukan dompet jatuh, pasti langsung ku ambil."
"Heh ternyata bukan tampang doang yang kayak maling, kelakuan juga ya, Ahomine."
"Kalian jahat sekali-ssu. Bukannya menghibur Kurokocchi!"
Sigh. "Tidak apa-apa, Kise-kun."
Melihat kedua temannya yang sibuk sendiri, Kise curi-curi kesempatan. Ia memeluk tubuh kecil Kuroko yang masih terduduk. Tangannya mengelus helaian biru muda yang halus. Kagami dan Aomine yang tadi tengah bertatap kilat langsung masuk alert mode.
'Modus!' Tumben keduanya kompak.
"Maafkan kelakuan kedua monyet liar ini ya, Kurokocchi. Lebih baik kita langsung ke gym, sebelum Akashicchi menghukum kita karena telat."
"Maaf, Kise-kun. Aku ingin pergi ke ruang administrasi dulu. Ingin membuat kartu pelajar baru. Sehabis itu aku akan ke gym."
"Kau bisa sendiri, Kuroko?"
"Tentu, Kagami-kun. Kalian langsung saja ke gym. Aku pergi dulu."
Dengan begitu Kuroko langsung pergi meninggalkan anak ayam dan kedua monyet liar di kelas. Kise dan Aomine menunggu Kagami beberes, lalu beranjak menuju gym sebelum kena maki si setan merah.
"Ayo, Kise, Aomine."
"Lebih cepat lagi!"
"HAAA!"
Seluruh anggota klub basket Teiko tengah berlari mengitari gym dengan sepasang mata heterokromatik yang mengawasi. Mata tajam itu mengabsen pemanasan yang dilakukan anggota satu persatu. Dari yang larinya paling depan, malas-malasan hingga selalu tertinggal. Dan tak terasa pemanasan kali ini sudah memasuki putaran ke-12. Tak terasa karena kau tidak ikut berlari, setan merah-sama.
"Cukup! Bersiaplah untuk mini game sehabis ini."
"HAI!"
Menghentikan lari untuk mengambil napas, semua tampak terengah-engah. Terutama tokoh utama kita kali ini. Dengan lunglai, Kuroko menuju tempat duduk, berharap jantungnya masih pada tempatnya. Ia memutuskan untuk beristrahat sejenak, sambil menunggu persiapan gym untuk mini game nanti. Pikirannya kembali lagi pada kekasihnya, dompet-chan yang hilang.
"Nee, Kurokocchi." Seseorang menyapa sambil melemparkan botol minum ke arah Kuroko dengan cepat. Refleks, Kuroko malah mempassing botol minumnya ke belakang. Botol air minum yang dikira si kulit bundar berwarna orange. Sialnya botol itu mengenai kaki Ahomine.
"Temeee!"
"Hee?!" Kise mulai panik.
"Ingin mati muda ya, Kise?!"
"Heee! Bu-bukan aku-ssu!"
"Lebih baik segera kau kompres sebelum terjadi apa-apa, Daiki." Kali ini sang kapten mengambil suara.
"Tch. Baiklah. Lihat nanti kau, Kise!" Aomine pun pergi sebelum kakinya malah jadi bengkak karena sang kapten.
"Nee, Kurokocchi! Lain kali jangan dipass seperti itu dong! Itu kan bukan bola basket-ssu" Kise merajuk pada Kuroko yang masih sibuk bengong.
"Gomen, Kise-kun." Tak tega melihat temannya yang jarang-jarang bengong ini membuat Kise mengalah.
"Haah, lupakan saja ya yang barusan. Nee, apa yang kau lamunkan-ssu? Masih soal dompet ya?"
Yang ditanya mengangguk pelan.
"Isi dompetnya penting sekali ya-ssu?"
Kuroko mengangguk lagi.
"Isinya itu uang sewa kos 3 bulan yang paling lambat aku bayar minggu depan, Kise-kun. Niatnya ingin kubayar hari ini, tapi dompetnya hilang."
"Heee?!" Kise akhirnya mengerti kenapa sahabat-coret-gebetan-nya ini jadi sering melamun.
"Aku tidak mungkin memintanya lagi. Bekerja dengan gaji besar dalam seminggu juga tidak ada. Aku tidak tau harus apa lagi."
Kise yang melihat Kuroko bak anjing kehilangan majikan jadi tidak enak hati. Ia mulai berpikir bagaimana cara membantu Kuroko saat ini.
"Ah! Aku tau!"
"Mm?"
"Sepertinya aku punya tabungan untuk kau pinjam-ssu. Dan kurasa jumlahnya cukup untuk sewa kos 3 bulan."
"Aku tidak ingin merepotkanmu, Kise-kun."
"Tidak apa-apa, Kurokocchi! Sama saja seperti menabung kan? Hanya saja aku menabung di Kurokocchi."
"Tapi—"
"No buts! Aku tidak mau kau diusir dari kosanmu-ssu!" 'Sekalian aku modus juga-ssu~' Ucap Kise yang curi-curi elus pucuk kepala Kuroko. Curi-curi dari siapa kalian sudah tau, 'kan?
Kuroko mulai berpikir, apakah tidak apa-apa ia meminjam uang Kise? Ia bisa menggantinya dengan bekerja paruh waktu nanti, sih. Daripada harus jual diri?
"Nee, Kurokocchi! Diterima saja, ya? Aku berniat membantumu-ssu." (baca: berniat modus-ssu)
"Mm…" Kuroko kembali berpikir. Sepertinya semenjak dompet-chan hilang, intensitas berpikirnya jadi meningkat. "Baiklah, Kise-kun. Arigatou."
"Sama-sama-ssu. Kurokocchi jangan manyun lagi, ya?"
"Aku tidak manyun."
Melihat reaksi pemuda ultimate uke yang lega - meski tetap datar - membuat Kise tertawa senang. Mereka kembali membicarakan klubnya dan reaksi Aomine saat kembali ke lapangan nanti. Sepertinya mereka terlalu asyik hingga tak menyadari ada sepasang mata yang menyipit dan aura kegelapan yang membuat sekitarnya begidik ngeri.
Latihan reguler dari sang kapten tak pernah membuat Kuroko terbiasa. Ia merasa seluruh energinya terkuras dalam 2 jam latihan, yang berakhir setiap jam 6 sore. Dan disinilah Kuroko, ia tengah me-recharge tubuhnya dengan vanilla kocok buatan Maji. Di depannya, macan hitam-merah juga melakukan hal yang sama. Namun dengan 20 bungkus burger yang bertumpuk di nampan.
Sroot… sroot…
Si macan merasa gatal melihat bayangannya yang berkutat dengan cup vanilla kocok. Jelas-jelas sudah habis, masih saja dipaksakan. Hingga tetes terakhir mungkin. Tak lama, si macan melihat tangan kering Kuroko mengambil cup vanilla kocok berikutnya. Menyeruput seakan tak ada hari esok.
"Oi, pelan-pelan."
"Kau akan mual kalau terlalu banyak minum vanilla shake."
"…" Masih sibuk rupanya.
"Kapan kau akan bertambah tinggi kalau hanya minum vanilla shake?"
Dengan cepat, percumbuan bibir kissable Kuroko dengan sedotan-chan terhenti. Sepertinya si macan membawa topik yang tabu pada si muka tembok.
"Apa maksudmu, Kagami-kun?"
Diam sejenak. "V-vanilla milkshake-mu-"
Kagami salah fokus. Yang tadinya ingin marah seperti emak-emak melarang anaknya jajan cilor malah begap-begap. Sebabnya? Ia melihat sudut bibir pemuda teal digantungi sisa vanilla milkshake yang tadi ia sedot penuh nafsu. Semakin dilihat, semakin gusar isi kepala Kagami. Sekelebat rona merah di pipi sekuat tenaga ia tahan.
"Mm?"
"I-itu. Tersisa di mulutmu!"
"Mm?" Kuroko meraba sudut bibirnya dengan jari. Aha! Ketemu! Jari berselimut sisa vanilla milkshake ia masukkan ke dalam mulut.
'Cobaan apa ini, Tuhan?!' Si macan garong mengutuk karena pemandangan nista di depannya. Yang lebih nista itu pikiran jorokmu, Kagami.
"Jangan bawa-bawa vanilla milkshake dengan badanku, Kagami-kun. Itu tidak nyambung."
"Iya, iya. Hm.. Sepertinya kau sedang senang, Kuroko. Ada apa? Sudah ditransfer sama om?"
"Mau coba Ignite Pass-ku hari ini, Kagami-kun?"
"Tidak-tidak. Sudahlah jawab saja!" Terkena Ignite Pass si bayangan bisa membuatnya lancar BAB untuk sebulan ke depan.
"Aku—"
"Hamil?"
Tangan di bawah meja sudah selesai melakukan pemanasan dengan tanda bunyi 'krek' di sana.
"Bercanda, Kuroko. Astaga, jangan terlalu serius." Kuroko hanya menghela napas mendengarnya.
"Kau tau uang sewa kosan yang hilang bersama dompetku?" Kagami mengangguk. "Tadinya aku pikir akan ditendang dari kosan minggu depan, tapi ternyata aku sudah mendapatkan uang untuk membayarnya." Raut Kuroko tetap datar, namun terlihat ada bling-bling imajiner di sekitarnya.
"Serius? Wah, beruntung sekali kau."
"Begitulah."
"Oi, Tetsu."
Kedua kepala merasa terpanggil oleh asal suara. Si pemanggil berdiri menjulang dengan dekapan nampan di depan dada. Detail pada wajahnya seakan tak terlihat karena ia back-light. Atau karena ia memang sudah gelap?
"Aomine-kun?"
"Yo. Sepertinya disini kosong."
Merasa tak berdosa, Aomine mendudukkan diri di samping mantan bayangan. Ia menatap Kagami dengan smirk kemenangan sebelum mulai bergerilya dengan tumpukan burger.
'Takkan ku biarkan modus kacangmu berlanjut, alis bercabang'
'Ck. Mengganggu kencan orang saja!' Hei, siapa yang bilang kencan?
"Kau tidak bersama Kise-kun, Aomine-kun?" Tanya si ultimate uke membuyarkan perang kilat antara macan garong dan panther keling.
"Tadi sih bareng, tapi aku diminta duluan karena Akashi memanggilnya."
"Kenapa dipanggil? Apa Kise-kun buat ulah?"
"Entahlah. Lebih baik kau perdulikan porsi makanmu dibanding si kuning itu." Aomine meletakkan sebuah burger di atas nampan Kuroko. Sepertinya kalau berkurang satu, ia masih bisa kenyang.
"Benar, Kuroko. Ingat, kau masih dalam masa pertumbuhan. Satu burger tak akan cukup." Kagami yang sadar akan maksud si kepala dark blue menjadi tak mau ketinggalan langkah. Bersaing meraih simpati gebetan sama sakralnya saat bersaing dalam basket.
"Aku sudah kenyang, Aomine-kun, Kagami-kun."
"Oh, kurang ya? Nih, kutambah satu lagi." Kini giliran Aomine menaruh jatah burgernya. Kenapa tiba-tiba Aomine jadi kurang pendengaran? Jadi budek gara-gara ketimpuk basket atau gimana sih?
"Kurasa satu burger lagi baru cukup."
"Chotto—"
"Tidak, Kagami. Burgermu sudah dingin, alot seperti punyamu." Burger yang diberikan Kagami untuk Kuroko dikembalikan paksa oleh Aomine.
"Burgermu sudah penuh daki, Kuroko. Kau mau tersedak karena daki, hah?"
"Kuso, Bakagami!"
"Apa, Ahomine?!"
Mata besar nan sayu Kuroko hanya bisa melihat kelakuan bocah-bocah tengik di depannya tanpa perlawanan. Biar sajalah, nanti burger-burger miliknya ini akan dihabiskan oleh Nigou, kok. Kuroko kembali melanjutkan cumbunya dengan vanilla milkshake yang tadi terganggu.
"Tadaima."
"Auk!"
Wajah yang biasanya datar kini melukis senyum kecil. Rasanya menyenangkan saat dirinya disambut pulang oleh si nomor dua. Tangan kanan diangkat, lalu ia hamburkan pada pucuk kepala sang kembaran.
"Doumo, Nigou. Sepertinya kau menjadi anak yang baik hari ini."
"Auk! Auk!"
Mata besar anjing Husky itu membesar, tanda kalau ia sedang bersenang hati. Kuroko mengingatkan diri untuk memberikan burger – credit to Kagami dan Aomine – pada peliharaanya ini. Diliriknya jam di dinding, sudah pukul 9 rupanya. Sudah masuk jam makan malam Nigou. Ia berjalan menuju lemari es untuk memberikan asupan malamnya pada si kembaran.
Setelah mengurus Nigou dan membuatnya terlelap, Kuroko melanjutkan sisa aktivitasnya pada hari itu. Mandi, mengerjakan tugas dan siap landing di kasur tercinta. Ah, sebelum landing, sepertinya Kuroko mendapat inspirasi untuk ia tuangkan ke dalam sebuah gambar. Diambilnya sketch book dan pensil kayu terdekat, ia mulai menjamah setiap garis yang ia ukir. Hingga kini terlihat bentuk kasar dari gambaran seorang pemuda yang tengah duduk menyamping, kaki bagian belakang menekuk. Tangan kanan sibuk memutar bola karet berwarna orange –bola baket. Lalu bahu kiri yang menyender sedikit ke belakang. Raut wajah sosok itu terlihat penuh percaya diri, senyum menukik ke atas jadi penghias. Entah siapa yang ia gambar itu, Kuroko masih belum bisa menebaknya.
Sibuk dengan gambaran membuat Kuroko menaikkan sedikit alis ketika handphone birunya berdering. Ringtone Final Emperor oleh Kamiya Hiroshi menandakan adanya panggilan masuk.
"Halo, Kise-kun."
'Kurokocchiii~ Maaf mengganggumu malam-malam-ssu.'
"Daijoubu. Doushite, Kise-kun?" Kuroko langsung to the point.
'Ano—'
"Kau butuh dongeng sebelum tidur lagi?"
'B-bukan, Kurokocchi! Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu—'
"Mm?"
'Mengenai tabunganku, Kurokocchi. Etto—bagaimana aku bilangnya-ssu?"
"Katakan saja, Kise-kun."
'Mm… Handphone-ku tadi jatuh dan sekarang mati total-ssu. S-sepertinya aku harus menggantinya dengan yang baru besok. Dan aku akan menggunakan tabunganku, Kurokocchi.'
Suara di ujung sana terdengar lemas di telinga Kuroko.
"Sayang sekali handphone-mu jadi mati total. Lain kali lebih hati-hati ya, Kise-kun."
'Maaf, Kurokocchi. A-aku jadi tidak bisa membantumu. Hiks'
"Tidak apa-apa. Aku pasti bisa membayar sewa kosku nanti."
'Jangan maso begitu-ssu. Aku jadi sedih tak bisa membantumu.' Kise yang mulai merengek mungkin sama buruknya dengan kehilangan dompet. Ayolah, Kuroko masih sayang telinganya.
"Hontou ni daijoubu, Kise-kun. Aku benar tak apa."
'Hiks. Kurokocchi tidak marah padaku-ssu?'
"Iie. Zenzen."
'Haaa~ Terima kasih, Kurokocchi! Sekali lagi maaf ya.'
"Mm."
'Aku senang Kurokocchi tidak marah. Nee Kurokocchi, ini sudah malam. Sebaiknya kau tidur sekarang-ssu. Tak baik untuk kulitmu yang halus seperti pantat bayi.'
"Kulit pantatku waktu bayi sepertinya tak sehalus itu, Kise-kun."
'Sok tau!' Siapa yang sebenarnya sok tau, Kise?
"Baiklah, sepertinya aku akan tidur sekarang. Oyasumi, Kise-kun."
'Sweet dream, honey-ssu. Oyasumi~'
Dengan begitu sambungan terputus. Kuroko yang tadinya sudah siap bergelut dengan kasur tercinta kini kembali kalut. Kemana ia harus mendapatkan uang sebesar itu kurang dari seminggu?
Dua hari berlalu sejak Kuroko kehilangan harapan untuk membayar sewa kosnya. Dua hari pula Kuroko jadi sering menghabiskan waktu untuk browsing. Berharap ada keajaiban yang memberinya uang dalam waktu dekat. Kemarin, pemuda teal ini memijat kening karena melihat hasil telusur dari kata kunci polosnya: Mendapatkan banyak uang dengan cepat. Link berisi 'Ayo gabung MLM dan dapatkan banyak keuntungan!' atau 'Ngepet, usaha mistis yang meraup jutaan uang dalam semalam' membuat Kuroko pening. Ia tak se-desperate itu untuk lari telanjang dalam bentuk seekor babi. Membayangkannya saja sangat cringe.
Sayangnya saat ini, Kuroko harus menghilangkan pencarian uangnya sejenak. Karena kurang dari satu jam, akan diadakan latihan tanding antara Teiko melawan Seiho. Seiho adalah team basket yang tidak bisa diremehkan, mengingat predikat mereka sebagai salah satu dari 3 Raja Tokyo. Kuroko menghela napas perlahan untuk mengatur fokus, sebelum melanjutkan kembali perjalanannya ke gym Teiko.
"Tetsuya."
Kuroko berbalik. Ternyata sang kapten bermahkota stroberi yang memanggil.
"Doumo, Akashi-kun."
Sang kapten mengangguk. "Kau terlihat sibuk dengan pikiranmu."
"Begitulah."
"Boleh aku tahu apa itu, Tetsuya?"
Kuroko tampak menimbang-nimbang sebelum menjawab pertanyaan makhluk di sampingnya. Bagaimana tidak dibilang makhluk, wujud saja yang seperti manusia, tapi pikiran dan kelakukan bak titisan raja iblis. Haruskah ia menceritakan mengenai masalah dompetnya? Seluruh anak kisedai sudah tau sih, tapi apa perlu ketua gengnya juga tau?
"Nandemonai, Akashi-kun."
"Sou ka. Apapun itu, fokuskan pikiranmu pada latihan hari ini. Hilang fokus dan kau tau apa yang akan kau terima."
"Aku mengerti."
"Anak pintar."
Kepala stroberi kini memimpin jalan. Mereka melewati lorong dalam diam dan akhirnya tiba. Di dalamnya sudah dipenuhi oleh anggota tim basket Teiko, namun belum terlihat batang hidung dari pemain Seiho. Hal ini dimanfaatkan sang kapten untuk memberikan sedikit wejangan pada anak buahnya.
PRIIIT!
Suara peluit horor yang terdengar membuat seluruh anggota ring 1 berkumpul. Terima kasih pada sang kapten yang membuat suara peluit biasa menjadi horror bak pembangkit kematian.
"Aku harap kalian sudah siap untuk latihan tanding kali ini. Kuarter pertama akan ku serahkan pada Shintarou, Daiki, Atsushi, Ryouta dan Kagami. Aku akan mengawasi sejauh mana kalian menghadapi lawan yang cukup tangguh. Aku juga ingin kalian mendengarkan penjelasan manajer."
Sepasang mata crimson melirik sosok di samping. Perempuan bersurai panjang seindah sakura sudah siap menjelaskan sesuatu.
"Minna, lawan kita kali ini adalah Seiho. Aku ingin mengingatkan kalau Seiho adalah tim yang hebat dan menggunakan dasar bela diri untuk gerakan mereka. Yang perlu kalian waspadai adalah defense tim Seiho. Sedangkan offense mereka cukup lemah. Jadi, fokuskan diri kalian untuk offense demi mengalahkan Seiho." Jelas manajer bertubuh gitar spanyol di balik seifuku. Momoi Satsuki.
"Kalian dengar? Aku ingin kalian fokus atau aku keluarkan dari lapangan. Ingat, Teiko selalu menang." Sang kapten menambahkan.
"HAI!"
Jam yang ditunggu akhirnya tiba. Peluit tanda dimulainya pertandingan berbunyi. Sesuai arahan sang kapten, Teiko langsung menekan Seiho dengan penyerangan bertubi. 10 menit pertama dirasa cukup untuk membaca alur permainan Seiho. Sang manajer terus menaik turunkan pandangan, dari lapangan ke buku catatan. Sang kapten berdiri dengan tangan melipat di dada, diam mengawasi. Kuroko sendiri duduk di bangku sebelah kapten berdiri. Ia sudah siap bertanding dengen jersey yang melekat di tubuh pucatnya.
Di kuarter keempat, barulah Kuroko memasuki lapangan. Tak lupa aduk kepal dengan Aomine yang menunggu kehadiran bayangannya ini. Kerja sama bayangan dan cahaya membuat tempo bermain semakin cepat. Skor demi skor pun tercetak, dengan Teiko yang makin menguasai lapangan.
Di akhir pertandingan, angka 105-78 untuk Teiko tertera di papan skor. Pemain Teiko yang berada di lapangan saat itu – Midorima, Murasakibara, Aomine, Kise dan Kuroko – pun saling tos. Pemain Seiho tampak lelah, namun sepertinya mereka puas dengan pertandingan kali ini. Tak lama tim Seiho mengundurkan diri dari gym, dengan rona merah yang menjalar hebat akibat salam perpisahan dari manajer Teiko.
"A-arigatou gozaimasu!"
Kasir wanita di sebuah convenience store menatap pelanggan malam itu bingung. Perasaannya saja atau pelanggan tadi membeli satu box es krim 5 menit yang lalu? Dan sekarang pelanggan itu membelinya lagi? Astaga.
Yang jadi objek kebingungan si kasir berlalu dengan acuh. Ia berjalan menuju teman-temannya yang duduk di taman sebelah.
"Hee~ Murasakibarachhi beli sekotak lagi? Apa tidak kebanyakan-ssu?" Kalian tau dong siapa yang berdialog?
"Daijoubu ne~ Ini kan traktiran karena kita menang tadi, Kise-chin."
"Traktiran apa yang membeli es krim? Seperti bocah saja-nanodayo."
"Seperti anak kecil tapi tetap kau makan, kan? Midorima?"
"Ck. Daripada es krim ini cair, kan mubazir, Ahomine."
"Siapa yang kau bilang aho, ha?!"
"Sudah, Aomine-kun. Kau tidak sebodoh yang Midorima-kun pikir kok."
"Kau sama saja, Tetsu!"
"Dasar anak cowok, tidak bisa akur sebentar saja ya?" Satu-satunya perempuan di geng pelangi ini menghela napas. Ia mengembalikan perhatiannya pada stik es krim yang tadi diberikan oleh pujaan hati berwajah tembok. Perempuan pada umumnya baru akan senang jika dibelikan pakaian atau sepatu baru, tapi lain lagi bagi Momoi. Stik kayu es krim dengan kata 'menang' yang mengukir sudah membuatnya girang bukan main. Lihat saja sekarang Momoi masih asyik mesem-mesem sendiri. Kuroko yang melihatnya berharap Momoi tidak kesambet setan taman.
Semua sedang sibuk mengolok yang paling dekil ketika Kuroko memperhatikan Midorima. Si kepala lumut yang sedang membetulkan kacamata merasa diselidiki oleh pasang manik azure yang besar.
"Apa apa, Kuroko? Kepalaku tumbuh jadi dua?"
"Iie. Hanya saja, ada yang ingin aku tanyakan padamu, Midorima-kun."
"Katakan saja."
"Apa kau tau cara mendapatkan banyak uang dalam 3 hari?"
Midorima bukannya tidak tau kalau Kuroko mengalami musibah kehilangan separuh jiwa – panggil saja dompet-chan – beberapa hari yang lalu. Dengan pertanyaan yang diajukan ini, Midorima yakin Kuroko sedang luntang lantung mencari dana segar.
"Kurasa pekerjaan normal tidak mungkin. Kecuali kau ingin menerjukan diri ke dunia kotor yang tak ingin ku sebutkan-nanodayo."
"Begitu ya?"
Midorima mengangguk. "Dan aku tidak ingin kau melakukan pekerjaan kotor, Kuroko. Bukannya aku peduli, cuma aku tidak mau repot ketika harus mem-back up-mu nanti. Pikirkan baik-baik-nanodayo." Lanjut Midorima yang berterima kasih pada malam karena menyembunyikan rona di wajahnya.
"Aku juga tak akan melakukan itu, Midorima-kun. Rasanya aku hanya frustasi saja."
Frustasi dengan wajah dan intonasi sedatar pantat panci? Midorima menyerenyitkan dahi.
"Tetsu-kun yakin tidak ingin terus terang saja pada orang tua Tetsu-kun? Mereka pasti akan mengerti." Kali ini saran dari si gadis sakura yang tau-tau mendengarkan percakapan mereka.
"Aku hanya tidak ingin membuat mereka kepikiran, Momoi-san."
"Mmm… bagaimana yah?"
"Kurokocchi jangan sedih—" Kise memeluk leher Kuroko seperti induk ayam melindungi anaknya yang disepuh biru muda.
'Kesempatan!' Umpat ketiga pemuda lainnya.
"Aku berusaha, Kise-kun."
"Kapan deadline membayar sewa kosmu, Kuroko?"
"4 hari lagi, Midorima-kun."
Semua nampak diam. Melirik kanan kiri seakan mencari jawaban.
"Aku ada ide. Mungkin bisa dibilang ide gila. Tapi hanya inilah satu-satunya jalan-nanodayo."
"Kalau menjual diri, ikut MLM atau ngepet, aku pass, Midorima-kun."
"Haha, ide gila dari mana itu, Tetsu?"
"Maafkan aku yang sangat desperate, Aomine-kun."
Kuroko mengembalikan perhatiannya pada si shooting gurad andalan, menunggu ide entah berantah yang akan diucapkan. Semoga kali ini si maniak Oha Asa tidak kumat ke-absurb-annya.
"Kuroko, dengarkan aku baik-baik. Aku tidak akan mengatakan ide ini untuk kedua kali." Ngucapin ide kok tsun? Yah namanya aja Midorimatsun Shintarou.
Kelima pasang kepala pelangi itu menatap Midorima dengan serius. Yang ditatap membetulkan kacamatanya sebelum mengucapkan kata-kata sakral.
"Satu-satunya jalan adalah—
.
.
.
.
"- meminjam uang dari Akashi-nodayo."
OMAKE 1
'Untuk apa Akashicchi memanggilku ya?'
Kaki jenjang berbalut celana bahan hitam melangkah dengan tempo yang cukup cepat. Terus melangkah menuju sebuah ruang berbilik dengan tag 'ruang ganti' di pintu depan. Pemilik langkah kalut, entah apa tujuan ia disummon oleh sang kepten merangkap titisan Lucifer. Sendirian. Rasanya hari ini Kise tak melakukan hal yang fatal sampai mendapat perhatian penuh sang kapten.
Memasuki ruangan, pebasket dengan mata lentiknya itu melihat sosok sang ketua tengah bersandar pada salah satu loker. Tangan melipat di dada, menunjukkan otoritas bahkan di ruangan tak berpenghuni.
"Ryouta." Suara dingin itu menyapa. Apa pula angin semilir yang melewati tengkuk. Sebenarnya makhluk di depannya itu apa sih? Mahkluk jejadian? Kenapa manggil aja horror?
"Akashicchi~ kau tidak lama menunggu, kan?" Mencoba menyairkan suasana dengan cengir andalan, Akashi tetap pada pose 'IM FAB SO WHAT!'-nya.
"Tidak juga. Kau tau tujuanmu ku panggil, Ryouta?"
Helaian ikemen kuning menggeleng. "Jujur aku tidak tau-ssu."
"Apa yang tadi kau bicarakan dengan Tetsuya?"
"Eeh?"
"Saat istirahat latihan."
"Eh? Etto… Akashicchi. Itu tentang Kurokocchi."
"Jelaskan."
"Eee… Kau tau Kurokocchi kehilangan dompet? Isinya ternyata uang sewa kosannya untuk 3 bulan-ssu."
"Lalu?"
"Lalu?"
"Jangan mengulang pertanyaanku, Ryouta. Ceritamu tak berakhir di sini, kan?"
"Ngg…" Menggaruk leher yang tak gatal sepertinya jadi kebiasaan anak muda jaman sekarang, ya. Akashi mencatat dalam pikiran. "Aku ingin membantu Kurokocchi dengan meminjamkan uang tabunganku, Akashicchi."
Mata berkilat. Bibir tipis terkatup. Akashi bak detektif yang menemukan triumph card untuk menjatuhkan.
"Hentikan itu, Ryouta."
"Eh?" Entah sudah berapa kali Akashi mendapati lawan bicaranya telat menangkap. Kurang minum aqu*, Kise?
"Hentikan niatmu untuk membantu Tetsuya."
"Kenapa, Akashicchi? Aku kan berniat membantu-ssu!"
"Kau melawanku, Ryouta?"
"Bukan begitu-ssu! A-aku kan berniat baik, masa Akashicchi malah melarang." Intonasi menurun, muka sedikit memelas. Yak, starter pack untuk meredakan awan hitam yang mengudara di sekitar sang kapten.
"Kau meragukan apa yang ku lakukan, Ryouta?"
Menjambak rambut emosi, Kise bertaruh ia lelah berdebat dengan biangnya otoriter ini. Percuma, ga bakalan menang aja gitu.
"Gah! Ayolah, Akashicchi. Kau mengerti maksudku~"
"Ku anggap kau menyutujuinya."
Akashi yang sepertinya hobi melenggang santai ini melakukannya lagi. Ia berlalu saja melewati Kise - yang masih menyerap informasi - untuk keluar dari ruangan.
"Tapi Akashicchi! Apa kau mau membiarkan Kurokocchi kehlangan tempat tinggal-ssu?"
"Serahkan urusan itu padaku, Ryouta."
'Astaga, justru aku makin khawatir kalau kau yang mengurus, Akashicchi.'
OMAKE 2
Ngek ngek ngek
Penghasil suara yang cukup membuat pendengaran linu ternyata adalah Midorima Shintarou. Pemuda hijau ini tengah mengelap lucky itemnya hari ini, sebuah celengan katak dari tanah. Setelah melewati sekolah yang melelahkan dan latihan militer berkedok latihan basket oleh Akashi, Midorima dapat bersenggama dengan buku perbintangan yang dibelinya dari toko asongan.
Baru saja ingin memulai senggama – dengan bukunya, hey! – Midorima terusik oleh ringtone pertanda panggilan masuk di handphone. Niat hati ingin mengabaikan, namun melihat nama Akashi yang terpapar di sana membuat Midorima urung. Apa yang membuatnya menelpon saat ini? Masalah kesiswaan kah? Klub basket kah? Midorima tergagap mengambil handphone pintarnya karena membuat seorang Akashi menunggu. Ditekanlah gagang hijau di layarnya itu.
"Akashi."
'Shintarou. Ada hal yang perlu ku sampaikan.'
"Ada apa, Akashi? Sepertinya terdengar penting-nanodayo."
'Kau tau soal dompet Tetsuya yang hilang?'
"Ya, Akashi. Ada apa dengan itu?"
'Aku ingin kau melakukan satu hal, Shintarou.'
"Nani?"
Sepertinya AC di ruangan ini tetiba menjadi lebih dingin.
'Aku ingin kau menyarankan Tetsuya untuk meminta bantuanku membayar sewa kosnya itu.'
"Kenapa tidak kau lakukan sendiri, Akashi?"
'Tentu saja karena ada hal yang ingin ku lakukan dengan itu, Shintarou. Dan kau sepertinya keberatan.'
Ck. Ketuanya ini memang terlalu banyak berpolitik, pikir si kepala lumut.
"Aku tidak keberatan-nodayo. Aku hanya penasaran."
Tawa rendah terdengar di sambungan telepon. Pundak Midorima seketika kaku.
'Penasaran atau tidak, kau akan membantu kan, Shintarou?'
Takkan ada pilihan untukmu menjawab jika itu berhubungan dengan makhluk di ujung telepon sana.
"Baiklah, Akashi."
'Bagus. Ku tunggu kabarmu esok, Shintarou.'
Dengan itu, sambungan terputus. Midorima menghela napas untuk kesekian kali. Jelas sekali maksud sang ketua melakukan ini. Modus, tentu saja. Tapi dengan cara halus dan tak terang-terangan. Untungnya Midorima mampu menahan diri untuk tidak bertanya kalau Akashi ingin modus. Hey, umurnya masih panjang! Ia masih belum jadi dokter! Masih belum punya pacar! Masa harus mati muda di tangan Akashi hanya karena pertanyaan sesimpel itu?
YEAAAY!
akhirnya ku publish~~ XD
tbh, ini fic pertamaku, please be gentle~ */*
soal Bokushi! Akashi, jujur itu seksi pake banget menurutku 3 /itu emang potatonya aja yang maso/
Hope you all like it~ jika asupannya dirasa kurang, semoga next nya bisa tercukupi yah! XD
sangat ditunggu review dan sarannya~ Fav or follow apalagi 3
see you next chapter! :3
- Potato