? ゚ヌᄉThe Badass Boy Chapter 1
Hinata Hyuga menatap bosan seorang guru yang tengah menjelaskan -yang menurutnya seperti mendongeng- sebuah sejarah entah apa di masa lampau. Guru dengan potongan rambut pendek dengan poni tebal yang menutupi dahinya yang jujur kurang menarik itu hanya duduk sambil mendekap sebuah Buku Sejarah -yang selalu dilihatnya jika Guru itu berkeliling ke kelas kelas- dengan suaranya yang pelan dan nyaris tertelan oleh suara ribut teman-teman sekelasnya.
" Ekosistem kaya dari archipelago Jepang bermula dengan jaman es terakhir sekitar tahun 12.000 sebelum masehi, dimana ekosistem tersebut mulai menunjukkan adanya perkembangan manusia..."
Hinata -begitu nama panggilannya- tak begitu jelas mendengarkannya, ia pun hanya menghembuskan nafasnya, menatap sekeliling lalu kembali menunduk menatap buku bersampul coklat .
Di bukanya pelan buku itu dan ternyata masih putih bersih tanpa coretan . Sebenarnya ia merasa kasihan pada guru sejarah itu. Saking tidak populernya membuat ia tidak dikenal dengan nama aslinya jujur ia sendiri tidak bisa mengingat nama guru itu.
Tanpa sadar ditulisnya nama guru itu di kertas buku sejarahnya, entah nama beliau Koto-sensei, atau... Nozuka atau... Witana-sensei? Diantara tiga nama itu benar-benar mempunyai huruf dan vokal berbeda. Yang benar saja. Namun karena tidak populernya guru itu membuat ia dikenal dengan nama panggilan yaitu Operator-sensei .
Mengapa dipanggil demikian? itu disebabkan karena suaranya yang seolah disetting dan kata kata yang dikeluarkan selalu sama membuatnya layaknya seorang operator, entahlah pastinya Hinata tak begitu memusingkan darimana asal usul nama tersebut.
Meluruskan punggung sambil bersedekap tanpa sengaja matanya menatap secara random kearah jendela yang langsung menyuguhkan pemandangan lapangan olahraga dan taman sekolah. Terlihat murid-murid tahun kedua tengah melakukan olahraga gabungan .
Kini mereka melakukan gerakan pemanasan bersama lalu terlihat pula murid-murid yang hanya sekedar lewat dan saling mengobrol ringan. Kemudian Hinata terkekeh pelan melihat dua orang gadis tengah merebutkan seorang murid laki laki yang terlihat enggan diantara kedua gadis itu. Ada-ada saja pikirnya. Dan masih banyak lagi kegiatan dibawah sana yang membuat Hinata gemar memperhatikannya.
Mata Amethys-nya bergulir ke arah kanan yang langsung memperlihatkan taman yang masih sepi namun disebuah pojokan ditaman yang hampir tertutupi sebuah pohon, Hinata melihat sesuatu yang menarik, ia menyipitkan matanya disana terlihat seorang murid laki-laki tengah duduk sambil membuka sebuah buku. Dilihat dari perawakannya dia sepertinya murid tahun ketiga seperti dirinya.
Terlihat kain merah -dengan lambang segilima yang didalamnya terdapat logo sekolah- melingkar di lengan atas kanannya, yang Hinata yakini itu adalah sebuah tanda bahwa lelaki itu merupakan seorang Kaichou yakni Ketua Osis di Sekolah ini. Jujur Hinata tak tau menahu soal Kaichou di Tokyo Gakuen ini.
Dan tentu saja Sekolahnya bukan sekolah musik. Banyak orang yang berpresepsi salah kalau mendengar nama sekolahnya padahal tidak begitu. Sekolah bertaraf internasiona ini membebaskan muridnya asalkan tidak melewati batas dan menganggu dalam hal belajar.
Seperti sekolah elit lainnya, kadang banyak pula yang membeda bedakan murid berdasarkan latar belakang keluarganya. Sekolah yang terletak di Ibu kota ini memang sangat sulit dimasuki oleh orang biasa. Benar benar harus istimewa atau paling rendah anak seorang pejabat. Benar-benar sekolah yang penuh dengan deskriminasi.
Namun selain hal negatif-nya, sekolah ini memang memberikan apa yang dibutuhkan muridnya. Dan tak sedikit siswa siswi yang berprestasi dari sekolah ini sampai bersaing menuju internasional.
Memperhatikan kembali Kaichou tersebut tampak tengah sibuk membaca -buku entah apa- tanpa memperhatikan sekeliling. Matanya semakin menyipit saat menyadari Ketua Osis itu tidak sendirian. Rambut merah muda terlihat di pinggir laki-laki itu namun tak begitu jelas.
Dan itu sdalah seorang gadis dengan rambut merah mudanya, benar benar bebas bukan? Mereka duduk berjauhan, namun dilihat dari gerak geriknya, gadis itu sepertinya ingin mendapatkan perhatian lelaki disampingnya yang malah sibuk membaca.
Bohong kalau Hinata tidak mengingat apa yang barusan terjadi beberapa menit yang lalu. Ia memutar bola matanya, mengingat dirinya harus menyaksikan drama sang Kaichou dengan Gadis berambut Bubble Gum di Ruang kesehatan tadi. Sedikit menyebalkan memang. Pikirannya pun menerawang kembali ke kejadian tadi.
Saat itu Hinata tengah termenung di ruang kesehatan. Namun tiba-tiba ia dikejutkan karena mendapat panggilan ada orang yang terluka. Hinata pun segera menyiapkan alat dan obat-obatan yang kiranya akan digunakan.
Namun setelah mendengar kelanjutan dari sang pembawa berita kalau si pasien tersebut tidak ingin di bawa ke Ruang kesehatan dan mengharuskan Hinata yang menghampiri si Pasien itu. Yang benar saja. Kekanakan sekali.
Dengan dongkol ia pun membawa sebuah Kotak kesehatan dan mengikuti murid pembawa kabar itu memimpin langkahnya. Ternyata dirinya dibawa menuju sebuah lapang basket Indoor di Sekolahnya.
Terlihat disana sebuah perkumpulan dipinggir lapangan. Setelah mendesak masuk ternyata Hinata disuguhi seorang murid laki-laki yang dikiranya seorang atlet basket -karena laki-laki tengah memakai pakaian basket- menatap luka dilengannya dengan datar.
Hinata pun mengikuti arah pandang luka tersebut. Ternyata luka robek di lengan atas laki-laki itu cukup dalam kisarnya. Hinata pun menatap sekeliling. Ia sedikit bingung, ini jam pelajaran terakhir lalu mengapa begitu banyak murid perempuan disana yang menatap khawatir murid laki-laki berambut sedikit Merah ini. Yang menurutnya terlalu nyentrik. Lagi, benar benar bebas bukan?
"Sebaiknya kau segera diobati" Hinata berkata demikian karena ia ingin segera kembali ke Ruang kesehatan. Lalu mata berwarna Hijau milik Murid laki-laki bersurai Nyentrik itu menatap datar padanya kemudian menatap sebuah kotak yang dari tadi ia bawa.
"Sepertinya ini harus dijahit" Sahut laki-laki bersurai Nyentrik itu. Hinata mengangkat alis kanannya. "Kau meragukan kemampuanku?" Jawab Hinata sedikit tersinggung. Ia pun duduk pinggir laki-laki itu. Tanpa menghiraukan pandangan gadis-gadis disana yang menatapnya kesal.
Aneh bukan? Itulah istimewanya. Banyak siswa siswi di Sekolah ini yang sudah memiliki kemampuan seorang seharusnya beda di perguruan tinggi bahkan mungkin sudah layak di jadikan seorang pekerja. Contoh dirinya, ia memang bercita cita ingin menjadi seorang dokter. Dan ilmu kedokteran sudah ia serap sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar. Dan saat ini sudah bukan hal aneh tentang jahit menjahit luka orang orang.
Apa boleh sebut begini. Tokyo Gakuen ini adalah Kumpulan anak-anak yang berkemampuan mustahil di seharusnya umur mereka. Karena sekolah ini tidak hanya sekolah Menengah Atasnya saja. Namun ada dari tingkat Sekolah Dasarnya. Hebatnya Sekolah ini selalu menekan siswa-siswinya mempelajari hal yang disukainya. Jika tidak suka, kalian diperbolehkan tidak masuk di pelajaran tersebut asalkan nilai kalian sempurna di mata pelajaran yang kalian cintai. Adil bukan? Mungkin terdengar tidak masuk akal? Namun sayangnya ini memang ada di satu sekolah di ibukota
"Tunggu sebentar aku akan membawa benang dan gunting"ucapnya. Secepat itu Hinata pergi dan secepat itu pula ia kembali. Namun pemandangan asing membuatnya sedikit kaget. Karena gadis-gadis tadi sudah tidak ada, kini hanya menyisakan dirinya dan atlet basket yang terluka itu. Tanpa memusingkan itu. Hinata kembali duduk dipinggir laki-laki itu.
Hinata awalnya ingin menyapa dan menjelaskan kepada Sang Atlet tentang tindakan yang akan dilakukannya namun melihat raut wajah malas pasiennya membuat Hinata memilih bungkam. Ia juga ingin bertanya mengapa ia harus mengobati pasiennya disini? Di pinggir lapangan basket. Namun entahlah ia segera menyingkirkan pertanyaan itu dari kepalanya.
Dengan segera disiapkannya alat-alat serta obat yang akan dipergunakan. Ia pun mengatur posisi pasien untuk mempermudahkannya "Maaf bisakah kau sedikit memiringkan lenganmu." Laki-laki itu hanya diam saat Hinata menarik pergelangan tannya sehingga tangannya kini berada dipangkuan gadis itu
Hinata pun mencoba meng-evaluasi luka dilengan Sang Atlet basket itu. "Bagaimana kau mendapatkan luka ini? Apakah ini karena pecahan kaca? "Tanyanya logis.
Laki-laki itu hanya mengangguk pelan. Hinata mengerti sepertinya ia diharuskan tidak bertanya lagi. Setelah yakin tidak ditemukannya benda asing yang mungkin tertinggal. Ia pun segera membersihkan luka itu dari kotoran dengan cairan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
Saat dirasanya sudah bersih Hinata pun segera melakukan penjahitan lalu dibumbuhi betadine diatasnya. Tentu saja saat penjahitan ia menggunakan bius supaya tak terlalu sakit. Namun seperti yang diharapkan dari Sang pemilik luka ia yang hanya sesekali menggerakkan bibirnya untuk menunjukan rasa sakit
Hinata sedikit menghela napasnya. Cukup melelahkan menurutnya. Apalagi ada seorang pasien aneh yang tak mau ia obati. Atau mungkin pasien itu sedikit meributkan tempat dimana ia akan diobati. Awalnya ia berpikir mungkin pasien ini takut akan hal berbau kesehatan.
Namun dilihat dari reaksinya membuat dugaan Hinata terbantahkan. Karena Si pasien tak terlihat ketakutan sama sekali. Baiklah... Mencoba tidak peduli Hinata pun segera menutup luka dengan menggunakan kasa steril dan perban dengan plester.
"Selesai" Ucapnya tenang. Akhirnya satu pekerjaannya pun selesai. Entah kenapa menurutnya menjadi sesuatu kesenangan sendiri ketika ia menolong orang lain. Bukan. Bukan berarti ia senang saat melihat orang sakit. Ini... dan itu berbeda.
Hinata sangat menyukai hal berbau kesehatan. Dan luka jahit seperti tadi sudah menjadi keahliannya. Baik itu menjahit kulit manusia ataupun menjahit sebuah kain. Baik, itu hal mengerikan jika disandingkan.
Menatap Sang pasien yang hanya terdiam Hinata pun segera membereskan peralatannya" Sebaiknya luka ini jangan sampai basah atau terkena air. Kalau mandi bersihkan saja di sekitar lukanya, dan airnya tidak boleh mengani kasa yang nutupin luka. Kau tidak boleh bermain hal-hal yang dapat mengotori luka juga. Emm bagusnya kau tidak perlu mandi dulu..." Lelaki itu mengerutkan keningnya. Menatap Hinata yang terus berbicara.
"Sebenarnya tidak begitu juga , jika sudah 48 jam kau bisa menghitungnya saja sendiri. Oh iyah... Jaga luka tetap bersih selama proses penyembuhan. Karena Luka yang kotor akan mudah terinfeksi dan jahitan luka akan rusak. Kau mengerti Atlet-san?" Penjelasan Hinata membuat Lelaki yang berwajah datar itu kembali menatapnya. Apalagi diakhir kata Gadis yang sudah layaknya seperti Dokter itu memanggil namanya dengan nama Atlet-san.
"Kau... Cerewet"
"Hah!?" Hinata menatapnya kesal. Lelaki itu melengos.
"Sabaku Gaara, hmm tentu aku mengerti" Balasnya. Tunggu? Lelaki ini menyebutkan sebuah nama? Nama siapa? dirinya? Ingin rasanya Hinata menjawab kalau Ia tidak bertanya. Ditambah Hinata tidak memdapatkan kalimat ajaib berupa 'terima kasih' tapi ya sudah lah
"Sama sama, dan... Aku pergi dulu"
Sabaku..? Perasaanya saja atau.. Mengingatkannya pada sesuatu? Hah entahlah Hinata pun segera keluar dari lapangan basket. Setelah dirasanya sepi ia pun segera kembali menuju Ruang kesehatan. Takutnya saat ia sedang mengobati tadi ada pasien karena mau bagaimana lagi rekannya sekarang tak masuk. Membuat ia harus bertugas sendirian.
Sasuke Uchiha menatap datar gadis di depannya. Ia hanya berdiri dan belum melakukan apapun."Uchiha-san bisa kau antar Haruno-san ke ruang Kesehatan? Sepetinya... Haruno-san membutuhkan itu" Sasuke menatap datar Guru Biologi di depannya. Guru dengan sebuah kacamata tersemat di wajahnya yang tengah menunggu jawaban darinya.
"Hai, " Sahutnya. Ia pun memandangkan gadis yang baru dikenalnya itu dengan tatapan datar. Gadis itu di papah oleh bantuan kedua temannya. Sedangkan Sasuke memimpin mereka menuju Ruang kesehatan.
Diperjalanan wajah Uchiha Sasuke sedikit memberengut mengingat bagaimana pun ia awalnya hanya ingin tertidur sebentar di pelajaran Biologi, hanya saja kali ini sepertinya ia kurang beruntung.
Sebenarnya ingin sekali ia berteriak mengapa harus ia yang mengantar murid baru itu. Namun mengingat ia adalah seorang Ketua membuatnya meyakinkan diri bahwa mungkin itu adalah tugasnya. Ya gadis Haruno itu memang seorang murid baru dikelasnya. Baru sehari masuk namun mengapa harus jatuh sakit pula
Hah.. padahal jelas-jelas tadi pagi gadis Haruno itu begitu semangat saat Sasuke mengantarnya berkeliling melihat-lihat sekolah. Namun saat jam pelajaran hampir berakhir. Gadis itu seolah terlihat diam dan ternyata diamnya itu karena ia merasa pusing yang entahlah.
Sasuke yang awalnya berniat tidak mau menahu akan hal itu dan berniat kembali untuk melanjutkan tidurnya namun rencananya harus terganggu karena Kabuto-sensei guru biologi itu memberikan titah kepadanya harus mengantar lagi -meski dalam arti berbeda- gadis itu ke Ruang kesehatan.
Nama Ruang Kesehatan sudah tertera di papan yang terletak diatas pintu. Dibukanya pintu itu lalu Gadis Haruno dan kedua teman barunya pun mengantar gadis itu masuk dan membantu membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Setelah itu mereka berdua pun pamit dan pergi meninggalkan dirinya dan gadis Haruno itu.
Sasuke mengeratkan sebuah buku yang dibawanya tadi. Ia pun mengedarkan pandanganya mencari petugas kesehatan, dimana dia? Disaat dibutuhkan kenapa malah terlihat sepi dan tak ada orang.
Sasuke pun akhirnya memilih lebih masuk dan menatap sebuah kertas seperti sebuah pengumuman di samping ranjang gadis Haruno itu berbaring. Sesungguhnya ia sedikit tidak sopan memanggil gadis itu dengan nama marganya hanya saja ia terlalu malas mengakrabkan diri dengan orang lain. Meski orang itu akan menjadi teman sekelasnya.
Ternyata itu memang benar sebuah pengumuman. Disana tertulis bahwa petrilum-sensei tengah mengambil cuti karena urusan pribadi selama seminggu. Sasuke memberengut , maafkan otak tidak sopannya , namun nama Suster itu mengingatkannya pada sebuah mantra yang selalu di tonton sepupunya jika liburan musim panas. Tidak ia tak menonton, dan Sasuke bukan penyuka Movie Supernatural begitu.
Lupakan tentang Movie itu. Kini Sasuke juga melanjutkan bacaanya dimana juga diinformasikan bahwa akan terdapat beberapa relawan yang akan menjadi pengurus ruang kesehatan. Yang tentu saja orang orang yang tahu akan dunia kesehatan dan Sasuke yakin orang tersebut pasti para Anggota klub kesehatan.
Lalu setelah menemukan hari itu tertera, ia pun mengikuti garis kearah kanan dan menemukan sebuah nama beserta kelasnya. Sebenarnya terdapat dua orang namun Sasuke terlalu malas membac
Mata Onyx-nya bergulir menatap sebuah kertas di samping kertas pengumuman tadi. Ternyata itu adalah Pengumuman jadwal bagi yanakan menjadi relawan pengurus ruang kesehatan. Sasuke pun mengikut sertakan telunjuk sambil mengingat hari apa sekarang "Kamis..." desisnya pelan.
Hn... Hyuga Hinata. 12-2. Hah... lalu dimana orang bernama Hyuga Hinata ini berada sekarang!?
Hinata menatap pintu didepannya. Kenapa pintu ruang kesehatan terbuka? Apakah ada orang atau... pasien? Dengan segera Hinata melangkahkan kakinya. Mengikuti instingnya untuk segera masuk lalu setelah didalam ia pun dihadapkan dengan pemandangan seseorang yang tak begitu dikenalnya dengan seorang gadis tertidur diatas ranjang.
"Ada apa?" Tanyanya pelan. Namun reaksi laki-laki yang tadi memunggunginya segera memutar tubuhnya lalu menatapnya dingin. Hinata hanya bertanya dalam hati mengapa hari ini begitu banyak laki-laki berperilaku tak normal.
"Kau..." Murid laki-laki itu membuat jeda. "Hinata Hyuga?" Tanyanya. Bagis Sasukw bahkan mengingat nama gadis ini. Hinata mengangguk sebagai jawaban. "Ya, saya yang dijadwalkan hari ini" tambahnya
"Pergi kemana saja kau!? Kenapa meninggalakan ruang Kesehatan begitu saja!?" Hinata sedikit terkejut mendengar perkataan dingin itu menembusnya. Ia sedikit tidak suka, memangnya siapa dirinya?
Membuat Hinata harus repot-repot menjelaskan pergi kemana tadi. Namun saat ia ingin membalas perkataan itu, sepetinya semuanya tertahan saat Mata Amethys nya tanpa sengaja melihat sebuah kain merah melingkar dilengan kanan atas Murid laki-laki itu
Sepertinya ia cukup beruntung karena tidak berurusan dengan seorang Kaichou. Hinata menatap langsung mata Hitam didepannya. Menghembuskan napasnya pelan ia pun mencoba menjelaskanya.
"Maaf tadi ada pasien yang membutuhkanku di Lapang basket indoor, ia tidak ingin di bawa ke Ruang ini. Dan... aku baru saja kembali setelah selesai mengobatinya "
Hinata pun sedkit mengangkat Kotak di tangannya. "Dan maaf seharusnya saat menjaga aku ditemani rekanku tapi sepertinya rekanku tidak masuk sekolah hari ini." Tambah Hinata.
Kaichou itu menatap langsung retinanya. Membuat Hinata sedikit tegang. Takutnya alasannya tidak dipercayai. Untunglah setelah terdiam Kaichou itu pun terlihat percaya akan penjelasannya.
"Aduh kepalaku pusing" Erangan dari gadis yang daritadi berbaring diatas bangkar membuat Hinata menatapnya sekilas. Sasuke pun ikut memutar kepalanya menatap Gadis Haruno yang Sasuke sendiri melupakan nama depannya. Lalu kembali menatap Gadis Bermata Amethys itu dengan tegas.
"Lihat? Ada Pasien disini" Hinata tahu, tak perlu di perjelas.
"Obati dia" Sahutnya datar.
Hinata mengganguk melewati tubuh tinggi sang Kaichou dilangkahkannya kakinya menuju gadis yang tengah berbaring itu dan ternyata kali ini rambut gadis itu benar-benar sangat nyentrik mengalahkan laki laki berambut nyentrik yang tadi menjadi pasiennya. Ada dengan pasien pasiennya hari ini?
Hinata pun segera berada disamping Gadis yang tengah berbaring yang sedari tadi menatap Kaichou tanpa berhenti.
"Hmm boleh kutahu keluhanmu apa? Namaku Hinata, siapa namamu?" Kita memang harus beramah tamah bukan terhadap pasien yang membutuhkan pertolongan
"Aku pergi Haruno-san" Hinata menoleh sebentar menatap Sang Kaichou lalu kembali bertanya. "Jadi apa yang kau rasakan? Apa kau-" ucapan Hinata terhenti.
"Kau berisik!" Sahut Gadis itu. Hei tunggu reaksi macam apa itu dari seseorang yang tengah membutuhkan pertolongan. Hinata semakin dibuat geram saja
"Tunggu Sasuke-kun " Itu bukan suara Hinata, melainkan suara gadis bersurai merah mudah yang kini tengah mencoba duduk.
"Jangan pergi temani aku, jangan tinggalkan aku dengan orang ini!" O..orang apa maksudnya? Hinata benar-benar kesal dibuatnya.
"Melihat keadaanmu sekarang sepertinya kau tak sakit. Badanmu sehat dan wajahmu pun bersinar. Jangan di buat seakan akan kau pucat karena itu tidak bisa menipuku" Setelah mengatakan itu Hinata pun melirik Jam di dinding yang menunjukan jam terakhir pelajaran akan habis. Ada baiknya ia segera pergi ke kelas.
"K..kau!"
"Dan Kaichou mohon maaf atas sikap tidak sopanku. Tapi aku pergi duluan" Setelah mengatakan itu Hinata pun berlalu melewati Sang Kaichou yang hanya berdiri diam memperhatikan langkahnya yang semakin menjauh.
Lamunannya pun buyar saat dirasakannya seseorang memegang bahunya. Diliriknya teman di sebelahnya, Ino menatapnya datar lalu menatap ke arah depan kelas. Hinata pun mengikuti arah pandanganya . Dan menyadari bahwa bel pulang pun sudah berbunyi.
Hinata Hyuga menatap jam di dinding kamarnya. Tak terasa sudah pukul 20.10. Sesudah makan malam Hinata tadi langsung mengerjakan kembali tugas yang tadi dibawanya dari sekolah. Sebagai ketua klub Sastra, Hinata tengah mencari referensi untuk besok di rapatkan. Entahlah yang Hinata ketahui Festival Sekolah akan segera dirayakan. Hinata sendiri tengah memikirkan ide yang tepat untuk menarik siswa siswi Tingkat menengah agar mau melihat karya karya mereka yang menurut orang orang kebanyakan membosankan.
Ya jika festival sekolah dibuka maka sekolah lain atau sekolah menengah dibolehkan untuk melihat lihat dan ikut merayakan festival di sekolah Tokyo gakuen. Sembari mengetik idenya di Laptop Hinata pun sambil mendengarkan lagu favoritnya.
"Akhirnya selesai juga" setelah meng-klik save Hinata pun segera menutup laptop itu dan membereskan meja belajarnya.
Dengan pakaian tidurnya, Hinata keluar menuju pintu kamarnya. Dia merasa bosan dan belum mengantuk, di ruang keluarga terlihat Kakak dan Ayahnya tengah menonton tv. Sedangkan Ibunya sibuk sedang entah apa di dapur.
"Sayang ku pikir kau sudah tertidur?" Mendengar sahutan dari sang ibu keluarga membuat Kakak dan Ayahnya menengok sebentar lalu kembali fokus menonton yang entah apa.
Hinata berjalan menghampiri sang Ibu, Haruka. Di ambilnya kursi lalu duduk mengarah ke Ibunya. "Aku belum mengantuk Ka-san " Hinata meluruhkan tangannya di atas meja dengan wajahnya yang menempel di atas tangannya.
Haruka tertawa pelan. "sayang ka-san sedang membuat kue, entah kenapa tiba tiba ingin membuatnya. Kau mau membantu?" Terlihat ibunya tengah mencampurkan tepung terigu dengan putih telur kedalam adonan.
"Tentu, apa yang harus aku lakukan?" Tanyanya semangat sembari menegakkan tubuhnya. Hinata memang semangat pada hal hal yang menurutnya berguna. Lagi lagi Ibunya terkekeh pelan melihat semangat anaknya.
"Ka-san kekurangan bahan bahan. Mau kah kau membelinya ke supermarket sayang?" Hinata sedikit kecewa, pasalnya dia terlalu malas keluar malam. Tapi kan dia sudah janji.
"Hmm... Baiklah mana daftar yang harus ku beli ?" Ka-san nya memberi sebuah kertas berisi daftar bahan bahan yang harus dibeli.
"Dan ini uangnya" tambah ka-san nya. Hinata mengernyit heran. Lalu menatap ibunya yang memperhatikkannya lembut. "Ka-san sudah mempersiapkan ini sedari tadi?"
Ibunya menatap kearah kakak dan ayahnya berada. Lalu berbisik pelan kepada gadis bungsunya. "Diantara mereka sudah tidak ada yang menyayangi ibu mu ini. Hanya dirimu yang masih sayang pada ibu mu ini," bisik Haruka.
Hinata menatap kesal kakaknya, dasar kalau sudah begitu tidak mau diganggu. "Baiklah ,aku berangkat dulu ka-san" Hinata mencium pipi Ibunya lalu pergi melewati pintu rumahnya, untungnya ia sudah memakai Hodie jadi tak perlu memangambil jaket lagi.
Hinata berpikir setelah selesai ia membeli bahan bahan yang diperlukan ibunya ia bisa pulang dengan cepat. Namun semuanya sirna saat tanpa sengaja mata amethys nya melihat seseorang yang rasanya cukup familiar dimatanya seolah olah... Tunggu !bukan kah itu Kaichou? Hah... Apa apaan? Kaichou itu masih mengenakan seragam sekolah hanya saja lambang seorang Kaichou sudah tidak melingkar di sebelah lengannya. Sengaja di lepas eh ?
Masih dengan memegang belanjaannya di depan supermarket mata gadis itu
mengikuti arah larinya sang Kaichou , ya lari melewatinya seolah mengejar sesuatu? Memiringkan kepalanya pelan ia pun berpikir, itu bukan urusannya.
Setelah meyakinkan diri bahwa itu memang tidak berarti ia pun melangkah kembali menuju rumahnya. Meski saat berjalan rasa penasaran masih bergulat dikepalanya.
Hinata bergumam sambil memukul pelan kepalanya "Jangan Hinata! Rasa penasaran mu hanya akan membawamu kedalam masalah!" Hinata mencoba menyadarkan dirinya. Namun saat ia ingin melanjutkan langkahnya ia mendengar teriakan seseorang yang mampu membuat jantungnya lepas saat itu juga"
"KELUAARRR KAU BRENGSEKK !"
Itu suara Kaichou? Entahlah Hinata tak begitu mengenal Kaichou sampai ia harus hapal suara lelaki itu. Tapi dia bingung Hinata harus bagaimana. Adu dia jadi panik sendiri. Demi Kami-sama dia hanya ikut lewat saja. Bagaimana ini? Jalanan di depannya sepi. Hinata melihat sekeliling mengapa suasananya terasa mencekam
"Syuutt..." Tiba tiba tarikan dari arah belakangnya membuat Hinata serasa kehilangan jantungnya. Demi apapun itu membuatnya kaget sekali. Hinata menoleh ingin melihat siapa yang membekapnya. Namun karena lampu temaram di malam hari tak membuat ia tak begitu jelas melihatnya.
"Hmmmpp"
"Ikut dengan ku" Bisikan itu, Hinata tidak mengenal suaranya. Kedua lengannya yang kuat mampu menggiring Hinata mengikutinya. Kami-sama semoga Hinata baik-baik saja
Tubuh Hinata bergetar hebat. Dia ketakutan. Memangnya siapa yang tidak ketakutan jika tubuhnya di bekap lalu di giring paksa ke sebuah tempat parkir. Tempat parkir?! Hinata mencoba kembali memberontak namun tidak mendapatkan hasil yang berarti. Pikiran terburuknya tak bisa untuk tak ia pikirkan
"Hm, diamlah!" Lelaki itu membuka pintu sebelah mobil lalu mendorong Hinata masuk. Hinata belum sempat melihat flat Nomber mobil ini. Bagaimana ini Hinata tidak tau...
Pikirannya terputus saat lelaki itu bergumam tegas "Geser!" Hinata pun bergeser ke arah penumpang. Ia sadar saat ia masuk tadi dia di posisi seorang drive. Hinata pun segera melihat ke arah lelaki yang membawanya ke dalam mobil.
"Kau benar benar sial yah" Gumam lelaki itu lalu menoleh padanya. Karena gelap Hinata tak bisa melihat wajah lelaki itu dengan jelas
Hinata masih menatap dengan wajah tegangnya yang mampu membuat lelaki didepannya terkekeh pelan. "Tenang aku tidak jahat nona"jelasnya.
Namun itu tidak membantu saat terdengar suara teriakan itu lagi.
"KELUARR KAU PENGECUT! CK HANYA BERANI LARI EH?"
"Dasar Uchiha Sialan..." Desis lelaki yang duduk disampingnya. Lelaki itu menatapnya lalu dengan cepat membungkuk kan tubuhnya. Tak lupa ia menarik Hinata pula untuk ikut membungkuk. Hinata yang kaget hanya bisa mengikuti intruksi refleksi itu tanpa membantah lebih lanjut.
"U-uchiha?" Hinata bergumam saat mendengar lelaki disampingnya mengucapkan marga yang tak asing baginya. Tentu bagi satu sekolah.
"Kau mengenalnya?" Lelaki itu menyipitkan matanya yang mampu membuat Hinata lebih baik pingsan dari pada merasakan suasana tegang seperti ini
"Ak-ku...
"Sudahlah..." Lelaki itu pun menegakkan tubuhnya. Secara spontan Hinata mengikuti lalu dengan santai lelaki itu menyalakan lampu sehingga membuat mereka akan terlihat dari luar kaca mobil
Hinata menatap lelaki yang disampingnya yang tengah memakai seragam sekolah. Wajah ya penuh luka dan lebam yang Hinata yakini akibat perkelahian. Pakaiannya kusut dengan noda darah sekitar kerahnya. Tak lupa rambut pirangnya yang berantakan membuat Hinata berpikir lelaki ini Campuran kah?
Lelaki itu menoleh lalu menatap matanya "Sudah kubilang kau benar-benar sial, Nona" Hah? Sebelum Hinata memproses lebih lanjut Hinata merasakan kecepatan mobil yang dinaikinya melaju cepat dan terburu buru. Tak lupa juga Hinata melihat sepasang mata Hitam jelaga itu menatap ke arah mereka dengan tajam.
Hinata menunduk memproses yang baru dia rasakan. Tangannya masih mencengkram erat plastik yang ia bawa. Tubuhnya tegang dengan rasa pusing mulai menjalar di kepalanya. Dan sekarang ia akan dibawa ke mana?!
"Apartemen. Kau bisa mengobati ku kan?" Lelaki di sampingnya menatapnya sebentar lalu menoleh kembali kejalanan.
"Nona, kau mengenal Uchiha yang tadi? Jika tidak, kau hanya sial dan tak perlu mengingat itu lagi. Namun jika Iya, kau bukan hanya sial tapi benar-benar sial" Ucapan lelaki Pirang itu tidak membantu sama sekali.
"Sudah sampai" Lelaki itu pun turun dan melangkah maju. Namun saat merasakan gadis yang baru ditolongnya -menurutnya- itu tidak ikut turun. Lelaki itu segera melangkah menuju arahnya lalu membuka pelan pintu penumpang.
Hinata terlihat ragu-ragu saat menutup pintu mobil. Matanya menatap sekeliling yang nyaris gelap karena ia sedang berada di Basement apartment yang tidak diketahuinya dimana
Naruto menghentikan langkahnya saat melihat gadis yang dibawanya tak kunjung mengikutinya. Ia menatap gadis itu yang terlihat kebingungan. Saat matanya bersibobrok Naruto lansung menggunakan itu dengan menggendikan dagunya ke arah keluar.
Hinata bingung, haruskah ia mengikuti pemuda bersurai pirang itu? Tapi ia begitu penasaran. Akhirnya ia pun mencoba mengejar langkah pemuda di depannya.
Saat sudah sejajarnya pemuda itu menoleh padanya.
"Tenang saja, aku tidak berlaku jahat. Lagi pula kau bukan tipeku" Sahutnya lalu kembali melanjutkan langkahnya. Hinata hanya diam, mungkin benar pemuda ini tak berniat menjahatinya. Mungkin saja.
Setelah melewati lobi mereka pun menuju sebuah lift yang terlihat kosong. Naruto segera masuk begitupun Hinata yang mengekorinya sejak tadi.
Pemuda bersurai pirang itu menatapnya kembali. "Siapa namamu?"
Tanyanya
Hinata menoleh sopan "Hyuga Hinata dan kau?"
"Naruto, Namekaze Naruto" jelasnya. Hinata segera menatap lantai dibawahnya sambil merenung mungkin dengan sekrang tahu nama masing-masing , ia bisa lebih tenang.
Lift pun terbuka dan Naruto melangkah lebar keluar disusul Hinata. Pintu besar bernomor 231, Naruto berhenti didepan pintu dan mencoba memasukan passwordnya. Menyadari itu Hyuga Hinata menunduk memberika Privasi yang nyatanya Naruto terlihat tak peduli.
Setelah terbuka. Naruto masuk terlebih dahulu. Dari luar Hinata bisa melihat apartmennya terlihat mewah dan nyaman. Hinata nyaris di luar tak bergeming karena bimbang sebelum suara itu .mengintrupsinya.
"Cepat masuk. Tolong obati lukaku" Mendengar itu tanpa perintah kedua kali Hinata langsung masuk. Di ruang tamu yang terlihat elegan Hinata pun masih berdiri karena bingung ia belum dipersilahkan duduk, ia hanya takut dikira tak sopan dan lancang.
"Duduklah" Naruto pergi entah kemana lalu kembali dengan sebuah P3K. Ditangnnya dan sebuah kotak lainnya. di atas P3K.
Hinata menerima itu, sebenarnya ia sedikit takut saat Naruto kembali tanpa pakainnya , mungkin untuk memudahkan saat pengobatan. Memang lukannya terletak di pundaknya.
"Kotak apa ini? " tanya Hinata menerima kotak kedua yang tadi dibawa pemuda itu.
"Buka saja" mematuhi itu Hinata membukanya, dan kaget saat melihat alat-alat untuk menjahit luka. Dia menatap Naruto.
Naruto mengangkat kedua bahunya. "Apa? Aku tau luka ini pasti harus di jahit" ia menatap luka di pundak kirinya lalu kembali menatap Hinata yang masih duduk di kursi.
"Kau mempercayakan aku menjahit lukamu? Kenapa ? Kitakan baru pertama kali bertemu?" Tanya Hinata bingung, nyatanya baru kali ini ada yang tak mempertanyakan keahliannya.
"Entahlah " sahut Naruto cuek lalu duduk di depannya.
Hinata menatap mata biru Naruto." Siapa yang membuat luka ini? Uchiha-san kah?" Naruto balik menatapnya dalam. "Menurutmu?
Hinata terdiam, lalu ingat itu bukan urusannya. "Hah baiklah , kita mulai membersihkan luka mu dulu
"Hmm"
Dan Hinata pun mengobati Naruto dengan telaten seperti pasien pasien sebelumnya. Bercerewet saat memang harus dibutuhkan. Setelah selesai mengobati Naruto pun mengantar Hinata pulang kerumahnya.
..
To Be Continue
..
Ya ampun ya ampun. Terimaksih sudah mau membaca kembali. Asuka salah memasukan file. Cerita ini sudah Asuka revisi sebelumnya. Namun asuka malah memasukan yang ori nya. Terimaksih yang sudah meriview. Komentar dan saran sangat membantu.
Sekalai lagi arigatou minna-san sudah mau membaca fanfic Asuka :)
Jika ada yang ditanyakan tanyakan saja.
