Hinata memojokkan diri di balkon kamar. Dari gayanya sih, kelihatan elegan ala-ala fiksi romantis yang seringkali ia baca. Nyatanya, ia tengah meratapi nasib di pinggir balkon dengan air mata membanjiri wajah layaknya adegan kartun yang sering ditontonnya saat masih sekolah dasar.

Apa boleh buat, Hinata tengah menanggung dosa yang tidak bisa ia umbar seenak udel.

Alamat sial.

...

Unexpected Cinderella Story © Eternal Dream Chowz

Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

|I don't own any chara in this fanfict. This is an unprofitable fanwork. |

Pairing: [Sasuke U. X Hinata H.]

Genre: Humor

Rate: T

Warning: Out of Character, Typo(s), Alternate Universe, Rush Plot

.

.

Masih dengan rentetan kasus pelemparan sepatu, Hinata belum berani sering-sering bertemu Sasuke. Jantungnya langsung mengalami tachicardia dan ia berpotensi mati muda karena organnya yang satu itu terasa hampir meledak setiap kali Hinata menangkap sosok Uchiha Sasuke. Apa boleh buat, salah Hinata sendiri (walau ia tetap tidak mau mengakuinya dan malah menyalahkan Kiba).

Beberapa waktu yang lalu, Hinata sudah melakukan penghakiman terhadap Kiba. Mengguncang bocah penyuka anjing itu dengan tidak berperikemanusiaan. Tenten harus ambil alih menyeret Kiba ke UKS sebelum Hinata nekat mengguncangnya ke arah jendela.

Bisa-bisa ada kasus pembunuhan.

Hinata merasa sangat panik. Bagaimana ia bisa meluruskan masalah ini tanpa ketahuan yang maha kejam, Uchiha Sasuke? Hinata tidak yakin, ia tak punya kekuatan dan keberanian sebesar itu.

Memikirkan beberapa kondisi yang memungkinkan saja Hinata tidak mampu. Zonk.

Itachi beberapa kali menggodanya lewat pesan singkat, kalau Sasuke sering uring-uringan di rumah dan berjanji kalau menemukan pelakunya bakal diperlakukan ini-itu. Hinata tentu saja makin horor untuk bisa meyakinkan diri dan melakukan sesi buka aib pada Sasuke.

Dirinya bisa jadi sate bakar sebelum berani mengatakannya. Hari-hari menjadi budak suruhan Sasuke semakin tergambar jelas dalam gambaran futuristik Hinata.

Sungguh, tidak ada sesuatu yang bisa membuat harinya lebih baik.

"Apa yang harus kulakukan," ringis Hinata sambil memelintir ujung daster polkadot yang ia kenakan. Kakinya terlipat ke dada, ia memeluk kaki dengan wajah sendu.

"Melakukan apa?"

Mampus.

Ada yang dengar.

Itu siapa. Ya Tuhan, katakan itu siapa.

Oemji, seriusan siapa yang ada di sana, huh?!

Apa perlu Hinata melempar sepatu untuk kedua kalinya? Bodoh amat siapa yang kena, yang penting tewas dulu supaya ucapan Hinata barusan hanya menjadi rahasia Tuhan dan dirinya sendiri (mulai tidak waras rupanya).

Sempak benar. Ia lupa rumah siapa di seberang sana.

Rasanya de javu ya, kemarin itu Itachi yang tiba-tiba muncul saat ia sedang bermonolog, sekarang siapa?! Minta digebuk, hah?! Hinata sudah pengalaman melempar orang sampai hilang kesadaran. Mau nantang? Kuy, maju!

Hinata tidak—

"Berdirilah sebelum aku ke sana dan menyeretmu."

—takut. Eh, bohong.

Setan.

Sasuke yang ada di sana. Hinata mengintip dari balkon, keringat dingin mulai menitik. Ia melihat Sasuke yang sedang memegang sekotak susu stroberi. Heh, sok garang tapi kelas minumannya cemen, Hinata ingin mengejek tapi tidak ada nyali. Bisa-bisa dirinya dilumatkan jadi bubur bayi, oh, Hinata belum mau cari mati.

"Apa lihat-lihat?!"

Ya ampun, jelmaan setan! Sudah tadi menyuruh berdiri sekarang melihat pun tidak boleh. Punya mata buat apa kalau melihat saja tidak boleh? Bodoh atau bagaimana sih si bungsu Uchiha ini? Tidak bisa pakai logika ya?

Maunya apa sih? Hinata jadi tidak menyesal sudah pernah menggebuknya sekali. Hinata sayang sepatunya. Sepatunya sudah berhasil menyentuh kepala Sasuke.

"Tidak apa-apa, aku mau kembali dan tidur." Hinata membalikkan badan, dengan senyum kaku segera beranjak ke kamarnya.

"Tidak secepat itu."

"Aw!"

Hinata memekik, kotak susu dilemparkan mengenai kepalanya. Ia meringis ketika mencium aroma stroberi di rambutnya, astaga, kotak itu masih setengah penuh dan isinya sekarang membasahi rambut ungunya. Jelmaan setan mana lagi yang kau dustakan?! Hinata kesal, kotak itu ia pungut dan dilemparnya kuat-kuat ke balkon kamar Sasuke. Entah apa yang merasukinya sampai nekat begitu.

Barangkali kalian pernah dengar kalau rambut adalah mahkota wanita? Ya, tentu saja Hinata terpelatuk ketika rambutnya yang baru dikeramas dengan sampo aroma buah kini harus belepotan susu manis yang lengket? Yha, susunya aroma stroberi sih, sesama buah juga. Tapi, Hinata tidak terima.

Oh, benar-benar tidak bisa dimaafkan.

Sasuke terkejut, si lemah Hinata melawannya. Menarik. Lemparan gadis itu cukup bagus, melesat cepat mengenai tembok di sisi balkon, mencipratkan sedikit susu mengenai Sasuke. Senyuman jahat timbul di wajahnya. Ia mengutip apa saja yang ada di dekatnya, sebuah bola plastik (milik anjingnya), kemudian dilempar ke arah Hinata.

Gadis itu berang, semula niatnya untuk mengambil handuk ke kamar berubah, bola itu ia pungut kembali. Ia melemparnya bak pemain baseball ternama, dengan sebelah kaki terangkat dan kedua tangan memegangi bola. Lantas bola itu dihempaskan, terlempar dengan cepat menuju balkon Sasuke. Sasuke menghindarinya, dan itu membuat Hinata naik pitam.

Hinata merenggut apa saja yang bisa ia temukan di lantai kamarnya, kaos kaki, buku, jepit rambut.

"Kau menyebalkan!" Hinata berteriak (terdengar sebagai hardikan lemah bagi Sasuke).

Kaos kaki dilempar, iseng, Sasuke menepisnya. Kaos kaki meluncur ke persimpangan jalan di bawah sana, Hinata menggeram. Kaos kakinya dikorbankan jatuh ke bawah sana. Sialan, bola Sasuke tadi seharusnya ia lemparkan ke rumah tetangga yang punya anjing tergalak sekompleks.

Buku dan penjepit rambutnya urung dilempar, Hinata terlalu tidak tega melemparkan barang-barang pribadinya. Hinata kembali berlari ke kamar, entah mengambil apa untuk serangan berikutnya. Sasuke mendengus.

"Dasar lemah," Sasuke tertawa, kemudian membalikkan badan ke arah kamarnya, berniat meninggalkan Hinata yang masih gusar di balkonnya.

"Tunggu di sana, dasar kau jelmaan setan!" Derap kaki Hinata terdengar mendekat.

"Hah, apa katamu—!"

Sasuke berbalik, tidak siap dengan kejutan Hinata. Gadis itu mengambil posisi terbaik untuk melempar, Sasuke tepat berbalik saat itu, dan Hinata melepaskan senjata terakhirnya. Benda itu melesat cepat, nyaris tidak terlihat.

"Sebaiknya kau amnesia saja!" teriak Hinata lagi.

Duak!

Ah, Sasuke ingat sensasi ini. Objek keras yang menyentuh wajahnya ini membuatnya bernostalgia. Tubuh Sasuke terhempas, jatuh dramatis menimbulkan suara berisik akibat menabrak lantai. Bagaimana bisa ia lupa, ini sensasi gebukan sepatu yang sama dengan kejadian di stasiun.

Sepatu kets dekil.

Untuk kedua kalinya menyentuh wajah elit Sasuke.

Dan untuk kedua kalinya juga, ia harus kehilangan kesadaran berkat sepatu kumal itu.

Sampai jumpa, dunia. Esok Sasuke kan bangkit untuk balas dendam.

Kepada Hyuuga Hinata.

...

Hinata masih terpaku di balkonnya. Wajahnya mulai membiru. Pikirannya kacau, ia hanya bisa berekspresi sedemikian rupa. Hanya satu patah kata yang terdengar dari mulutnya, "Ups ..."

Besok, tolong buatkan Hinata kuburan yang cantik. Terima kasih.

...

To Be Continued.

...

A/N: Halo, lama tak bersua. ;v;) Maaf yha, saya sibuk sekali belakangan ini sampai tidak bisa lagi mengerjakan lanjutan dari fik-fik bersambung di akun ini. Semoga chapter ini menghibur ya.

Salam,

Gina