Silver
Pair:
Park Jimin x Min Yoongi
Slight!
Lee Jihoon
Rate: T
Genre: Fantasy, Romance, Slight!Hurt.
Length: Twoshoot
Summary:
"I like someone with silver eyes, and if he had silver hair, that will be perfect." / MinYoon, BL, Hogwarts!AU. Spin-Off from 'Spectrum' and 'Indecisive'.
Warning:
Harry Potter belongs to J.K Rowling. Fiction, BL, Hogwarts!AU. This is not a remake from Harry Potter movie or books. Spin-Off from 'Spectrum' and 'Indecisive'.
.
.
.
.
.
.
.
Part 2: Silver Prince
Yoongi menatap perkamen yang tersaji di hadapannya dengan tatapan kosong. Dia masih duduk diam di kursinya walaupun kelasnya sudah selesai sejak lima belas menit lalu. Setelah perkenalan singkat diantara Durmstrang dan Beauxbatons kemarin, Kepala Sekolahnya sudah mengizinkan siapapun yang berniat untuk mengikuti Turnamen Triwizard untuk meletakkan nama mereka di dalam Cawan Api atau The Goblet of Fire.
Yoongi bisa saja mengikutinya, apa susahnya menulis namanya sendiri di secarik perkamen dan melemparkannya ke dalam piala api itu?
Dia bisa saja melakukannya. Dan dia rasa dia akan mati di tantangan pertama. Tapi ya, Yoongi tidak mungkin sebodoh itu dan The Goblet of Fire pun tentunya tidak sebodoh itu memilihnya yang dalam kondisi patah hati ikut dalam perlombaan paling besar dalam dunia sihir.
Helaan napas keluar dari sela bibir Yoongi dan dia membereskan buku-bukunya kemudian berjalan keluar dari kelasnya. Langkah kakinya semakin cepat, dia mengacuhkan beberapa murid yang melirik ke arahnya, bahkan ada beberapa murid Durmstrang yang jelas-jelas bersiul saat Yoongi berjalan melewatinya.
"Yoongi!"
Yoongi menghentikan langkahnya saat mendengar pekikan keras dengan suara tinggi yang memanggil namanya. Dia berbalik dan melihat adiknya, Lee Jihoon, sedang berlari ke arahnya.
Jihoon terengah-engah dan dia membungkuk di hadapan Yoongi, berusaha mengumpulkan napasnya setelah berlari mengejar Yoongi dari ujung koridor. "Hai! Bagaimana kabarmu?!" sapanya ceria setelah napasnya teratur.
Yoongi tersenyum kecil, dia memang masih menganggap Jihoon sebagai adiknya, tapi setelah melihatnya yang begitu mesra dengan Jimin, Yoongi mulai memikirkan haruskah dia tetap menganggap Jihoon adiknya.
"Hei," sapanya singkat.
"Apa kau ikut Turnamen Triwizard? Usiamu sudah cukup kan?"
Yoongi terdiam dan perlahan dia menggeleng, "Tidak, aku tidak ikut."
"Kenapa tidak? Jimin ikut itu."
Yoongi terdiam mendengar nama Jimin mengalun begitu santai dari mulut adiknya. "Jihoon, kurasa aku harus pergi. Aku ada kelas."
Jihoon mengerjap kaget, "Lho? Kenapa?"
Yoongi berbalik dan langsung melewati koridor dengan cepat, meninggalkan Jihoon dan pekikan berisiknya yang memanggil nama Yoongi.
Kaki Yoongi terus melangkah cepat dan dia terhenti saat mendengar suara penuh sorak-sorai dari Aula Besar. Yah, dia berbohong soal kelasnya pada Jihoon dan daripada dia semakin suram karena berada di asramanya yang suram, dia rasa tidak ada salahnya berdiam di Aula Besar dan mengamati keseruan murid-murid saat memasukkan nama mereka ke dalam The Goblet of Fire.
Yoongi mendorong pintu Aula Besar yang tadinya terbuka separuh dan melangkah masuk. Dia melihat beberapa siswa yang berasal dari Ravenclaw tengah memasukkan secarik perkamen mereka ke dalam api biru yang berkobar.
Senyum kecil muncul di bibir Yoongi, dia berjalan menghampiri kursi panjang yang kosong dan duduk di sana, memperhatikan sorak-sorai ramai itu dalam diam. Sebagai murid asrama Slytherin, sudah wajar jika dia agak dijauhi dari murid-murid asrama lainnya. Dan sejauh ini Yoongi juga tidak menjalin persahabatan bagus dengan anak-anak Slytherin lainnya, dia lebih sering bersama Namjoon dan jika Namjoon sibuk dengan Seokjin, maka Yoongi akan berkeliaran sendirian.
Yoongi memperhatikan segerombolan siswi Gryffindor memasukkan nama mereka ke dalam api kemudian setelahnya tertawa-tawa senang.
Yoongi mengangkat sebelah alisnya, 'Mereka ini mau ikut Turnamen Triwizard atau memberikan surat cinta? Kenapa terkikik-kikik ceria begitu?'
Mata Yoongi masih memperhatikan keributan di Aula Besar, dia menunduk menatap perkamen di pangkuannya dan sebelum dia sadari, Yoongi sudah merobeknya sedikit kemudian menuliskan namanya di sana.
Yoongi menatap perkamen di pangkuannya dan juga api biru yang masih berderak-derak tiap kali seseorang memasukkan namanya ke sana. Yoongi masih berusaha mempertimbangkan keputusannya untuk memasukkannya atau tidak tapi sebelum dia berdiri untuk memasukkan namanya, pintu Aula Besar terdorong dengan keras dan sosok Park Jimin masuk ke Aula Besar.
Jimin berjalan di depan dengan didampingi Jihoon yang berjalan agak di belakangnya. Jihoon tersenyum menyapa murid Hogwarts dan beberapa gadis Beauxbatons yang kebetulan berada di sana. Dan senyuman Jihoon bertambah lebar saat melihat Yoongi, dia tanpa sadar melepaskan pegangannya pada ujung jubah Durmstrang Jimin untuk berlari menghampiri Yoongi.
"Apa kau merubah keputusanmu menjadi ikut turnamen?" tanyanya dengan mata berbinar.
Yoongi terdiam, dia melirik Jimin yang sedang mengulurkan tangannya dan memasukkan secarik perkamen ke dalam api biru. "Tidak, aku tidak ikut.
Jihoon mengerutkan dahinya, "Sebenarnya kenapa kau tidak mau ikut, Yoongi? Aku yakin kau mampu."
Yoongi berdecak, "Berhentilah bersikap seolah kau peduli padaku, Lee Jihoon."
Jihoon tersentak mendengar kalimat yang baru saja keluar dari sela bibir Yoongi, "Kenapa? Aku adikmu!" bentak Jihoon dengan suara melengking.
Seketika itu juga suara sorak-sorai di Aula Besar berhenti, mereka menatap ke arah Yoongi dan juga Jihoon yang terlihat akan menangis kapan saja.
"Jihoon? Kenapa?"
Yoongi menoleh dan dia melihat Jimin berjalan mendekati mereka dan ketika sudah sampai di sebelah Jihoon, pria itu langsung merangkulnya dan membisikkan beberapa kalimat penenang dengan mesra.
Yoongi terdiam, hatinya terasa retak memperhatikan interaksi intim yang terjadi itu. Dia mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat dan berusaha mempertahankan ekspresi datarnya.
"Maaf karena sudah membentak pacarmu." Yoongi berujar dingin kemudian dia berjalan keluar dari Aula Besar dengan langkah menghentak.
.
.
.
.
.
.
.
"Yoongi!"
Yoongi menghentikan langkahnya saat mendengar suara yang memanggilnya dan ketika dia berbalik, dia melihat sosok Namjoon yang tengah berlari kecil ke arahnya. Di tangan Namjoon terdapat segulung perkamen, mungkin tugas esai lainnya dari beberapa professor.
"Kenapa?" sahut Yoongi datar saat Namjoon sudah tiba di hadapannya.
"Kau mau ke Aula Besar?"
Yoongi terdiam kemudian dia menggeleng, "Tidak, aku mau ke asrama."
Namjoon mengangkat sebelah alisnya, "Tapi hari ini pemilihan, kan? Apa kau tidak penasaran siapa kiranya yang berhasil masuk turnamen kali ini?"
Yoongi terdiam, pintu Aula Besar berada tak jauh darinya, kurang dari sepuluh langkah dan saat ini banyak murid-murid entah dari Hogwarts, Durmstrang, atau Beauxbatons yang berjalan memasuki pintu Aula Besar. Beberapa murid Durmstrang sempat melirik ke arahnya tapi Yoongi mengacuhkan mereka dan dia mendadak terpaku pada sosok Jimin yang berjalan masuk dengan menggandeng Jihoon.
"Tidak, aku tidak tertarik." Yoongi menjawab dengan pandangan yang masih terfokus pada Jimin dan Jihoon. Dia melihat Jimin yang agak sedikit membungkuk ke arah Jihoon dan mereka terlibat pembicaraan seru bahkan Jihoon terlihat tertawa bahagia.
Namjoon berdecak, "Yoongi, ayolah."
Yoongi menoleh ke arah Namjoon, "Kau saja yang pergi, aku mau kembali ke asrama."
Namjoon menghela napas pelan kemudian dia meraih tangan Yoongi, "Belajarlah bersosialisasi, Yoongi."
"Namjoon! Tidak! Aku tidak mau!"
"Oh, diamlah, jangan sampai banyak orang berpikir kita sedang melakukan suatu skandal di sini."
Yoongi membungkam mulutnya dengan wajah cemberut, dia berjalan mengikuti langkah Namjoon ke Aula Besar dan saat mereka tiba di sana, dia melihat semua professor dan kepala sekolah mereka sudah berada di sana. Namjoon menarik Yoongi ke kursi yang sudah berisi Seokjin, Jungkook, Taehyung, dan satu teman satu asrama Seokjin yang tidak terlalu Yoongi kenal.
Yoongi memutuskan untuk duduk di sebelah Namjoon dia memperhatikan murid-murid yang duduk seraya berbisik-bisik satu sama lain. Dan lagi-lagi mata Yoongi tidak sengaja menemukan Jimin, yang sedang membisikkan sesuatu ke telinga Jihoon. Jarak mereka benar-benar dekat bahkan wajah Jimin menempel erat dengan sisi kepala Jihoon.
"Baiklah, malam ini kita akan memilih tiga pemenang dari masing-masing sekolah!"
Perhatian Yoongi teralihkan saat kepala sekolahnya berseru, bahkan suara bisik-bisik di sekitar pun mereda. Mereka semua memperhatikan bagaimana kepala sekolah berjalan mengitari Goblet of Fire dan tiba-tiba saja api biru di sana berderak dan memuntahkan satu kertas yang melayang-layang hingga akhirnya ditangkap oleh kepala sekolah mereka.
"Pemenang dari Hogwarts adalah.. Ethan Fawkes!"
Terdengar sorak sorai penuh semangat dari arah asrama Ravenclaw saat nama pemenang itu disebutkan. Yoongi melihat seorang pemuda bertubuh tinggi dengan rambut kecoklatan berombak berdiri dari kursi dengan senyum lebar di wajahnya. Dia berjalan ke arah kepala sekolahnya dan mengambil perkamen berisikan namanya.
Kepala sekolahnya berjalan mengitari piala api itu lagi dan untuk kedua kalinya api di sana berderak dan kembali memuntahkan secarik perkamen.
"Pemenang dari Beauxbatons adalah… Vanessa DeLune!"
Seorang gadis dengan rambut pirang stroberi berdiri dari kursinya dengan senyum manis dan setengah berlari menghampiri kepala sekolah untuk mengambil namanya.
"Nah, sekarang adalah Pemenang dari Durmstrang.. dan dia adalah.. Park Jimin!"
Yoongi membulatkan matanya dan refleks menoleh ke arah kursi berisi anak-anak Durmstrang. Dia melihat sosok Jimin berdiri dan tersenyum lebar pada sekelilingnya kemudian dia menyempatkan untuk memeluk singkat Jihoon sebelum kemudian berjalan dengan langkah tegap menuju kepala sekolah Hogwarts untuk mengambil namanya.
Yoongi masih diam dan terpaku di kursinya, dia memperhatikan Jimin yang berjalan menuju sebuah pintu di belakang para professor dan sebelum Jimin benar-benar masuk ke balik pintu, Jimin sempat berbalik dan katakanlah Yoongi gila, karena dia melihat Jimin tersenyum tipis padanya.
.
.
.
.
.
.
Setelah pengumuman kontestan untuk Triwizard, ada satu hal yang langsung menjadi bahan pembicaraan terpanas di Hogwarts.
Ya, dan itu tidak lain dan tidak bukan adalah..
Yule Ball
Pesta dansa untuk pembukaan Triwizard Tournament yang akan diselenggarakan di Aula Besar dalam waktu kurang lebih seminggu lagi.
Yoongi tidak peduli pada pesta dansa walaupun bibinya sudah mengirimkan tuksedo untuknya melalui pos burung hantu.
"Kau akan pergi dengan siapa?" tanya Namjoon saat mereka sarapan bersama di Aula Besar, dua hari sebelum Yule Ball dilaksanakan.
Yoongi mengaduk makaroninya dengan malas, "Aku tidak pergi."
Dan Namjoon sukses tersedak jus labu yang sedang diminumnya. "Hah? Ucapan konyol macam apa itu? Kau jelas harus pergi."
Yoongi memutar bola matanya, "Kenapa harus?"
"Karena semua murid akan datang. Jangan bersikap seolah kau adalah murid jelek menyedihkan yang tidak akan mendapat pasangan kencan."
"Nyatanya aku memang 'murid jelek menyedihkan yang tidak akan mendapat pasangan kencan', Tuan Kim Namjoon." ujar Yoongi santai dan akhirnya menyuap macaroni di mangkuknya.
Namjoon berdecak, "Intinya kau harus datang. Kau akan mempermalukan Slytherin kalau kau tidak datang."
Yoongi mengangkat bahunya acuh, dia meletakkan sendoknya kemudian meraih buku-buku yang berada di sebelahnya, "Aku mau ke kelas."
"Tapi jam sarapan belum selesai!" ujar Namjoon keras tapi Yoongi sudah berjalan menuju pintu keluar Aula Besar.
Yoongi berjalan keluar dari Aula Besar dan berbelok karena dia memiliki jadwal kelas Ramalan dan kelas itu terletak di menara yang tingginya tidak main-main. Biasanya Yoongi akan menghabiskan waktu dua kali lebih lama daripada siswa lainnya untuk mendaki tangga melingkar menuju kelasnya. Makanya dia selalu berjalan lebih pagi daripada siswa lainnya agar dia tidak terlambat ke kelasnya.
"Min Yoongi!"
Yoongi berbalik dan dia melihat Park Jimin sedang berlari kecil ke arahnya.
Huh? Apa?
Park Jimin?
Park Jimin berlari ke arahnya?
Jimin berhenti tepat di hadapan Yoongi dan tersenyum padanya, "Hai,"
Yoongi tersenyum canggung, "Uuh.. hai?"
Jimin tersenyum, dia menggerakkan tangannya dan menyisir rambutnya ke belakang. "Uh, apa kau mau pergi ke pesta dansa bersamaku?"
"Ya?"
Jimin menggaruk tengkuknya canggung, "Uh, well, kau tahu, daripada kau di kamar sendirian pada saat itu, jauh lebih baik kau pergi denganku, kan?"
Mata Yoongi menyipit, "Apa ini semacam permainan untukmu?"
"Maaf, apa?"
"Apa ini semacam permainan untuk membuktikan kepopuleranmu? Dengan mengajak murid yang jelas tidak tertarik untuk datang dan belum memiliki pasangan kencan?"
Jimin membulatkan matanya, "Tidak, aku.."
"Tidak perlu repot-repot, Tuan Park. Aku bisa mengurus diriku sendiri." Yoongi melirik ke arah koridor dan dia melihat sosok berambut coklat terang sedang berjalan dengan kepala tertunduk, membaca sebuah buku yang terbuka di antara kedua tangannya.
"Hei, kau!" teriak Yoongi.
Sosok itu berhenti berjalan dan berbalik, menunjuk dirinya sendiri seolah memastikan dialah yang dipanggil.
Yoongi mengangguk, "Ya, kau. Jung Hoseok, Ravenclaw, benar?"
Hoseok mengangguk ragu dengan wajah bingung.
"Kau sudah memiliki pasangan?"
Hoseok mengerutkan dahinya, "Uh.. belum? Aku terlalu sibuk mengurus Quidditch belakangan ini."
"Maka aku akan menjadi pasanganmu." Yoongi mendeklarasikan langsung tanpa basa-basi. Dia melihat Hoseok yang terlihat bingung luar biasa tapi akhirnya mengangguk.
"Oke,"
Yoongi mengangguk puas, "Bagus." Kemudian setelahnya dia menatap Jimin yang masih berdiri di hadapannya, "Aku sudah menemukan teman kencanku. Jadi berhentilah berpura-pura khawatir padaku."
Jimin diam saja, dia bahkan sama sekali tidak bereaksi saat Yoongi berjalan melewatinya dan dengan sengaja menabrak bahunya dengan keras.
.
.
.
Dan akhirnya hari pesta dansa itu pun tiba. Yoongi berjalan dengan tangan yang menggandeng lengan Hoseok menuju Aula Besar yang didekorasi dengan nuansa berwarna biru langit dan putih, lengkap dengan confetti yang terus-menerus turun dari langit-langit.
"Wah, ramai sekali." Hoseok berujar pelan.
Yoongi menatap sekeliling dan semakin yakin bahwa datang ke pesta dansa adalah ide buruk. Dia bisa melihat sosok Namjoon dan Seokjin yang berdiri di sebelah mangkuk kaca berisi minuman, lalu ada Taehyung dan Jungkook yang baru saja melewati pintu Aula Besar, dan juga sosok adiknya yang sedang bercengkrama dengan seorang pemuda berambut hitam dengan mata yang sipit.
Huh? Apa?
Dahi Yoongi berkerut, kenapa adiknya bersama orang lain? Bukankah dia seharusnya bersama Jimin?
"Yoongi, kau mau minum?"
Suara Hoseok membuyarkan lamunannya, dia menoleh ke arah Hoseok dan mengangguk pelan.
Acara Yule Ball akan dibuka apabila ketiga pasangan turnamen sudah muncul dan memulai dansa pertama. Dan saat ini pintu Aula Besar terbuka dan masuklah Ethan Fawkes bersama pasangannya, seorang gadis murid Slytherin bernama Nana Moonlite. Kemudian di belakangnya sosok Vanessa DeLune bersama dengan seorang murid Durmstrang yang Yoongi tidak kenal namanya. Lalu, terakhir, ada sosok Park Jimin yang berjalan sendirian.
Huh?
Sendirian?
Bisik-bisik terdengar berdengung saat Jimin masuk ke dalam Aula Besar seorang diri. Dia memakai tuksedo serba hitam yang semakin menonjolkan rambut dan mata silvernya. Dia tersenyum pada sekeliling Aula dan kelihatannya dia benar-benar berusaha mengacuhkan bisik-bisik di sekitar kepalanya.
"Kenapa Park Jimin datang sendirian? Tidak mungkin dia tidak memiliki pasangan, kan?" ujar Hoseok bingung.
Yoongi masih memperhatikan sosok Jimin, disaat kedua pasangan lain mengambil posisi, dia berjalan ke arah salah satu professor yang Yoongi kenali sebagai guru ramalan mereka, seorang professor berpenampilan aneh dengan rambut keriting semak berantakan dan juga kacamata bulat besar seperti bagian bawah botol.
Si professor terlihat amat tersanjung saat Jimin mengulurkan tangan dan mengajaknya berdansa. Kemudian akhirnya dia dan Jimin turun ke lantai dansa dan musik pun dimulai.
Yoongi masih berdiri diam di posisinya, dia benar-benar tidak mengerti kenapa Jimin justru memilih untuk datang sendirian.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tantangan pertama untuk turnamen sudah selesai dan saat ini mereka bersiap untuk melalui tantangan kedua yang akan diselenggarakan besok siang. Yoongi duduk di kursi asrama Slytherin dengan wajah tidak semangat. Sejak tadi dia hanya sibuk mengaduk-aduk duck stew di hadapannya sementara teman-teman lainnya sudah mulai sibuk menghabiskan semua makanan yang ada di sepanjang meja.
"Yoongi, kenapa murung sekali?"
Yoongi menoleh dan menatap Namjoon, "Tidak, aku hanya.."
Ting Ting Ting
Semua kepala yang tadinya sibuk dengan piring masing-masing mendadak menoleh ke arah deretan meja professor. Dia melihat wanita tua yang menjabat sebagai wakil kepala sekolah mereka sedang mengetuk gelas kristalnya dengan sendok.
"Ada apa ya?" gumam Namjoon.
Yoongi mengangkat bahunya, dia melihat kepala sekolahnya berdiri.
"Sebelum malam ini berakhir, ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh Park Jimin, salah satu pesaing dalam turnamen yang saat ini menduduki posisi pertama sebagai pemenang dari tantangan awal."
Dahi Yoongi berkerut, dia menatap meja Ravenclaw tempat Jimin duduk malam ini dan dia melihat pemuda itu mengatur napasnya kemudian berjalan menuju bagian depan Aula Besar.
Jimin berdehem pelan dan menegakkan kepalanya, "Hai semuanya, aku Park Jimin." ujar Jimin kemudian dia tersenyum kecil dan membuat beberapa gadis yang duduk di sebelah Yoongi memekik pelan.
"Aku.. ingin melakukan suatu pengumuman." Jimin merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kotak beludru kecil dari sana.
Hentakan napas terdengar begitu keras dari semua gadis yang duduk di Aula Besar. Sementara Yoongi hanya mengerutkan dahinya bingung.
"Aku ingin melamar seseorang, seseorang yang saat ini duduk di Aula Besar." Jimin melanjutkan seraya membuka kotak yang dia bawa.
Teriakan histeris para gadis serta sorakan ramai dari para pemuda langsung bergaung di sekeliling Aula Besar. Yoongi menggerakkan kepalanya ke arah meja asrama Gryffindor tempat Jihoon duduk malam ini dan dia melihat adiknya tengah bersorak semangat seraya mengacungkan jempolnya pada Jimin.
Jimin tersenyum gugup kemudian menggaruk tengkuknya canggung, "Tapi karena kurasa dia tidak mungkin menerimanya sekarang. Maka aku akan memberitahukan siapa dia jika aku berhasil memenangkan tantangan besok pagi."
Beberapa gadis terlihat menangkupkan tangan mereka di depan dada, menatap Jimin dengan pandangan memuja dan bertingkah seolah merekalah yang akan dilamar oleh Jimin.
"Karena itu.. jika aku berhasil di tantangan besok, maka aku akan melamarnya. Dia adalah orang yang sangat berarti untukku. Aku.. aku begitu mencintainya."
.
.
.
.
.
.
.
Pandangan mata Yoongi tertuju pada ujung sepatunya yang bergerak menyusuri koridor menuju asramanya. Dia baru saja menyelesaikan makan malam di Aula Besar dan saat ini yang dia butuhkan adalah tidur.
"Min Yoongi?"
Yoongi berbalik dan melihat beberapa professor sedang menatapnya, "Ya?"
Seorang professor wanita berjalan ke arahnya, "Bisa ikut kami sebentar? Kami membutuhkan bantuanmu untuk tantangan besok."
Dahi Yoongi berkerut tapi dia mengangguk, "Uh, ya, tentu saja."
Yoongi berjalan mengikuti beberapa professor itu yang membawanya ke arah sebuah ruangan dan ketika di tiba di ruangan itu, dia melihat dua orang siswa yang dia kenali sebagai adik Ethan Fawkes dan pasangan kencan dari Vanessa berada di sana.
"Hai, mereka memanggilmu juga?" ujar adik Ethan Fawkes, Evelyn, pada Yoongi.
Yoongi berjalan ragu-ragu dan berdiri di sebelah Evelyn, "Ada apa ini?"
Evelyn mengangkat bahunya, "Aku juga tidak tahu."
"Apa kita akan terkena hukuman? Tapi aku bahkan bukan dari sekolah kalian." ujar si pemuda Durmstrang pasangan Vanessa.
Kepala sekolah Hogwarts berjalan masuk ke dalam ruangan, "Ah, aku mengucapkan terima kasih untuk bantuan kalian."
"Apa kami melakukan suatu kesalahan?" tanya Yoongi.
"Tidak, kami hanya meminta kalian untuk membantu di tantangan besok."
"Bantu apa?" tanya Evelyn.
"Minumlah ramuan yang ada di meja ini." kepala sekolahnya menuding ke arah tiga botol kecil berisi sesuatu berwarna biru yang berada di meja.
"Apa ini?" Yoongi bertanya penuh nada curiga.
"Minumlah."
Yoongi menatap kedua orang yang berada di sisi kiri dan kanannya. Evelyn terlihat mengangkat bahunya acuh kemudian menenggak isi botol kecil itu. Yoongi membuka sumbat botol kecil itu kemudian menenggak isinya, bersama dengan murid Durmstrang di sebelahnya.
Yoongi mengernyit saat rasa aneh ramuan itu terasa menyengat lidahnya.
Kepala sekolahnya tersenyum, "Yang kalian minum adalah ramuan untuk tidur sementara. Besok, tantangan akan dilakukan di Black Lake dan kalian, sebagai orang yang paling berarti bagi masing-masing kontestan, akan menjadi sesuatu yang harus dicari dan ditemukan oleh para kontestan."
Yoongi membulatkan matanya, "Tapi aku tidak berarti untuk salah satu dari mereka."
Kepala sekolahnya tersenyum kecil, "Kau sangat berarti untuk sosok Park Jimin, Min Yoongi."
Yoongi membelalakkan matanya, "Tidak, kau salah paham. Itu adikku, Lee Jihoon, aku tahu wajah kami mirip, tapi aku bukan.." Yoongi terhenti saat dia merasakan pusing di kepalanya dan matanya yang memberat.
Kepala sekolahnya menggeleng pelan, "Kami tidak mungkin salah, Min Yoongi.."
Dan setelahnya semua menjadi gelap untuk Yoongi.
.
.
.
.
.
Namjoon berdiri bersama segerombolan siswa Slytherin lainnya yang sedang memperhatikan air danau. Menunggu salah satu dari ketiga kontestan yang akan muncul lebih dulu.
Tantangan kali ini adalah menyelam dan mencari selama satu jam di dalam Black Lake untuk menemukan orang yang mereka cintai yang berada di dalam danau. Jika lebih dari satu jam, maka mereka yang berada di dalam danau akan mati dan kontestan dianggap gagal menyelesaikan tantangannya.
Namjoon melirik arloji di tangannya, 45 menit sudah berlalu dan kontestan yang pertama muncul adalah Park Jimin. Pemuda dari Durmstrang itu terlihat merangkul seorang siswa berkulit putih pucat dengan rambut hitam dan mata sipit.
Namjoon menyipitkan matanya, berusaha mengenali siapa sosok yang berarti bagi Jimin dan dipakai untuk tantangan ini. Dan ketika akhirnya dia bisa melihat dengan jelas, dia langsung membulatkan matanya saat mengenali sosok yang sedang dirangkul Jimin.
"Hei, bukankah itu temanmu, Min Yoongi?" tanya Seokjin yang berdiri di sebelah Namjoon seraya menuding Yoongi yang terbatuk-batuk saat Jimin menaikkannya ke permukaan.
"Bloody Hell!" umpat Namjoon.
Apa itu berarti Yoongi adalah sosok yang dicintai Jimin dan nantinya akan dilamar pemuda itu?
The End
.
.
.
.
.
.
.
Yap, selesai~
Terima kasih untuk semua reviewnya. Aku terharu reviewnya bisa sampai tujuh puluh untuk part pertama /tebar confetti/
Ditunggu reviewnya ya~
Dan jangan minta sekuel karena aku tidak ada rencana untuk membuatkan ini sekuel. Hehehe
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Epilogue
_Two Days Before The Triwizard Tournament_
"Jimin, kau sudah membereskan barangmu? Kita akan berangkat ke Hogwarts dua puluh menit lagi!" Jihoon berteriak seraya mendorong pintu masuk ke kamar Jimin di asrama Durmstrang.
"Jimin.. oh! Di sana kau rupanya!" ujar Jihoon saat dia melihat Jimin sedang duduk di depan kopernya yang terbuka.
"Jihoonie, masuklah!" ujar Jimin.
Jihoon berjalan menghampiri Jimin dan dia melihat pemuda itu sedang duduk seraya memegang sebuah kotak berisi cincin dengan warna silver.
"Kau akan benar-benar melamar kakaku?" tanya Jihoon.
Jimin mengangguk, "Tentu saja, sudah sekian tahun aku menunggu dan akhirnya kami berusia tujuh belas tahun. Aku jelas tidak akan meninggalkan kesempatan ini begitu saja."
"Tapi bagaimana jika kakaku tidak mengenalimu? Yah, aku tahu kau teman masa kecil yang berarti untuknya. Tapi bisa saja, kan?"
Jimin terdiam, dia menutup kotak cincin itu kemudian menyimpannya ke dalam kopernya. "Kalau begitu aku yang akan mengingatkannya."
Jihoon berdecak, dia memanjat naik ke kasur Jimin dan duduk di sana. "Kau aneh, sekian tahun menjadi stalker kakakku hanya karena tradisi keluargamu yang melarang keturunannya untuk menjalin hubungan apapun sebelum berusia tujuh belas tahun. Bahkan kau justru menjadikanku, sepupumu yang manis ini, sebagai tameng dengan berpura-pura menjadi pacarku." Jihoon mendelik ke arah Jimin, "Soonyoung sudah benar-benar kesal padamu tahu."
Jimin tertawa seraya menutup kopernya, "Bukankah aku sudah bilang? Aku tidak akan merestui hubunganmu dan Soonyoung sebelum aku berhasil melamar Yoongi. Kurasa Soonyoung sudah cukup paham dengan itu."
Jihoon mendengus, "Tapi masalahnya kau itu lengket sekali padaku. Soonyoung jelas tidak suka."
Jimin menatap Jihoon kemudian tersenyum jenaka. "Bukankah aku memang sedang berpura-pura menjadi kekasihmu, adik sepupuku yang manis?"
Jihoon mendengus lagi, "Aku tidak tanggung jawab kalau kakakku justru mengira kita menjalin hubungan karena ide bodohmu untuk melarikan diri dari para gadis-gadis ganas itu. Hah, sulit sekali ya hidup di keluarga penyihir bangsawan darah murni seperti dirimu."
Jimin terkekeh, "Tenang saja, aku dan kakakmu akan baik-baik saja."
End of The Epilogue
