We Are Family

by : JellyChoco

Warn : Typo, alur kecepatan, garing, OOC, dll.

Happy Reading~

AIR POV

Malam ini terasa dingin semenjak menjelang Maghrib. Hujan deras yang turun sedari sore hari. Membasahi tanah begitu dalam, menguapkan hawa dingin yang menusuk teramat tajam.

Aku melihat jam dinding yang sudah menunjukan pukul setengah delapan malam, aku berjalan menuju pintu depan untuk menguncinya. Hujan masih mengguyur kota walau tak sederas tadi, tapi cukup membuat hawa semakin dingin, tapi kak Dirga tak kunjung pulang juga.

Jantungku berdegup kencang tak karuan, aku takut terjadi sesuatu dengan kak Dirga. Aku takut terjadi sesuatu dengannya, semoga kak Dirga tidak apa-apa.

Dering telppon rumah menggelegar sampai ke setiap sudut, satu dua kali kubiarkan saja, aku masih sibuk berkutat dengan buku-bukuku sambil menunggu kak Dirga pulang. Tapi yang ketiga kalinya membuat aku beranjak dari kursi untuk mengangkat telepon yang sejak tadi sudh merengek-rengek.

"Hallo.."

"…"

"Iya saya sendiri, maaf ini dengan siapa ya?"

"…"

Deg!

"Tolong anda jangan bercanda!" nada suaraku sedikit meninggi.

"…"

"Baiklah, saya akan segera kesana sekarang juga. Terimakasih atas informasinya."

Aku langsung menutup sambungan teleponnya. Aku buru-buru naik ke kamar untuk mengambil jaketku. Tanpa ba-bi-bu lagi aku buru-buru membuka kunci pintu rumah dan segera melesat tak lupa setelah mengunci rumahnya kembali.

Hujan yang turun semakin deeras tak aku hiraukan angin masih berhembus kencang.

Tapi itu tak menghalangiku untuk pergi ke rumah sakit tempat dimana kakakku sekarang berada.

Aku terus berdo'a sepanjang jalan agar kak Gempa selamat. Aku terus berlari menerobos badai karena jarak rumah sakit dengan rumahku tidak terlalu jauh hanya beberapa meter dari rumah, jadi aku memilih untuk tidak memakai kendaraan.

AIR POV END

~O~

Sesapainya Air di Rumah Sakit, ia langsung berlari ke ruang ICU. Ia hanya ingi memastikan bahwa kakaknya baik-baik saja.

Saat sampai di ruang ICU Air menunggu di luar ruangan karena pintu ICU masih tertutup, artinya dokter masih menangani kakaknya di dalam.

Tak lama kemudian dokter keluar dari ruang ICU tersebut dan Ravael langsung menghampirinya.

"Dokter bagaimana keadaan kakak saya?"

"Apa anda keluarga pasien?"

"Ya, saya adiknya dok, bagaimana keadaan kakak saya?"

"Bersyukurlah saudara anda datang tepat waktu jadi kami masih bisa menanganinya, jika tidak mungkin dia tidak akan selamat. Saudara anda berhasil terselamatkan dari kecelakaan maut itu. Tapi, ia koma karena terjadi pendarahan di otaknya, akibat terbentur cukup keras."

"Apa dok? Koma?"

"Iya, bersabarlah dan terus berdo'a semoga keajaiban datang. Sekarang anda boleh melihantnya, saya permisi dulu."

"Baik dok, terima kasih."

"Sama-sama."

Setelah dokter mengizinkannya masuk, Air langsung masuk ke dalam dan langsung menghampiri kakaknya yang terbaring lemah.

Ia menatap kosong kearah ranjang kakaknya. Ia menatap wajah kakaknya yang sangat mirip dengannya itu. Ia menatap kearah bola mata sang kakak yang tengah terpejam lelap dengan damainya.

Tanpa ia sadari, air matanya menganak sungai di pipi semulus porselen itu.

Air duduk di kursi di samping ranjang Gempa. Air matanya tak henti mengalir, malah semakin deras.

Ia memegang tangan sang kakak dengan erat. Ia dekap tangan yang mulai mendingin itu.

Air takut sesuatu yang buruk akan terjadi, ia takut. Takut dengan semua kemungkinan yang bisa saja terjadi.

Ia takut akan kehilangan sang kakak, orang yang sangat ia sayangi, orang yang sangat ia cintai.

Jika kemungkinan uruk itu terjadi, ia tak tahu harus bagaimana lagi. Sudah cukup kedua orang tua dan adik kecilnya yang meninggalkannya. Jangan sampai kakaknya juga meninggalkannya.

Air tak akan pernah mau hal itu terjadi. Dan ia tak akan membiarkannya terjadi.

Koma. Keadaan dimana manusia berada diambang antara hidup dan mati. Keadaan dimana manusia berada di alam bawah sadar mereka.

Tak ada yang tahu pasti mereka akan kembali atau tidak.

~O~

Air masih tetap setia menunggu sang kakak di ruang ICU. Sudah seminggu semenjak kejadian itu, sudah seminggu juga Gempa koma tapi ia belum juga sadar.

Jam sudah menunjukan pukul tiga dini hari, Air memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Karena sekarang hari Senin, dan Air tidak ingin terlambat pergi ke sekolah.

Sesampainya dirumah, Air langsung bersiap-siap karena hari sudah semakin siang. Ia tak sarapan dulu, tidak peduli jika mungkin ia akan pingsan saat upacara nanti.

Semenjak Gempa koma seminggu yang lalu, Air jadi tak bersemangat melakukan kegiatan apapun.

Ia juga vakum dari latihan karate dan renangnya selama seminggu.

Jam masih menunjukan pukul enam pagi dan sekolah masih sepi tapi Air tak peduli. Ia juga lebih suka suasana seperti ini.

Taman sekolah tampaknya lebih menarik perhatian Air daripada kelasnya sendiri. Ia pun duduk di salah satu bangku taman yang kosong.

Pikirannya mulai melayang entah kemana. Ia menatap kosong kearah ujung sepatunya, mungkin itu lebih menarik daripada bunga-bunga cantik yang baru bermekaran di depannya.

Hari semakin siang, murid-murid mulai berdatangan ke sekolah. Dan sekolah mulai ramai. Disekolah, Air cukup terkenal karena ia merupakan wakil ketua karate yang sudah memenangkan beberapa pertandingan. Dan ketua klub renang yang sudah membawa nama sekolah sampai ke tingkat nasional.

Air adalah orang yang pendiam di sekolah, ia terkenal dengan sifat cool dan tegasnya. Ia juga pintar dalam bidang akademik maupun nonakademik.

"Eh, itukan kak Air, adiknya kak Gempa ketua Osis kan?"

"Eh iya, aku dengar katanya kak Gempa kecelakaan terus koma,"

"Oh ya? Ih.. kasihan banget deh kak Air,"

"Iya, kasihan banget ya.. orangtua udah meninggal, sekarang kakak malah koma,"

"Iya, kalau aku ada di posisi dia aku nggak tahu harus apa."

Samar-samar Air mendengar bisikan orang lain yang membicarakan tentang dirinya. Merasa dirugikan Air pun mengangkat kepalanya dan langsung memperingatkan kedua murid itu.

"Hey kalian, kemari!"

"Aku kak?"

"Iya, kalian berdua terus siapa lagi? Cepat kemari!"

Kedua anak itu pun segera menghampiri Air dengan kepala tertunduk. Mungkin mereka merasa bersalah.

"Ada apa kak?" salah satu dari anak itu bertanya.

"Apa yang kalian bicarakan tadi?" Air berdiri dari duduknya.

"Ka-kami tidak bicarakan apa-apa k-kak,"

"Jangan bohong!" Air sedikit meninggikan nada suaranya tapi tidak sampai membentak.

"Aku tahu apa yang barusan kalian bicarakan. Aku mendengar semuanya, apa maksudnya itu huh?"

"Ti-tidak kak, kami tidak bermaksud apa-apa sungguh. Kami tidak sengaja, kami minta maaf kak,"

"Heh.. yasudah, aku maafkan. Tapi jangan diulangi lagi, apa lagi di depan kak Gempa dia bisa marah."

"Eh? Benarkah? Kakak memaafkan kami?"

"Sekarang cepatlah pergi ke kelas, sebelum aku berubah pikiran.''

"Baik kak, terima kasih kak Air!"

Hari sudah semakin siang, jam sudah menunjukan angka 06:30 pagi. Air pun memutuskan untuk pergi ke kelas karena sebentar lagi upacara bendera akan dimulai.

~O~

Upacara bendera sudah selesai, sekarang murid-murid sudah kembali ke kelas mereka masing-masing. Murid yang sakit di UKS juga telah kembali ke kelas mereka karena tidak ingin ketinggalan pelajaran dan sebentar lagi akan diadakan ujian.

Air duduk lemas di bangku paling belakang. Ia daritadi menenggelamkan wajahnya diantara lipatan tangannya diatas meja.

Sebagai seorang sahabat, Yaya tahu mood sahabatnya yang satu ini sedang tidak baik semenjak beberapa hari terakhir ini. Dan hal itu membuat Yaya khawatir pasalnya, jika Yaya perhatikan mood Air sekarang malah semakin burung bukannya membaik.

"Air, apa kau baik-baik saja?" tanya Yaya hati-hati karena ia tak ingin mengganggunya.

Air mendongak sedikit, dan tersenyum pada Yaya meski Yaya tahu, kalau itu adalah senyum palsu yang hanya membuat Yaya semakin khawatir.

"Aku baik-baik saja Yaya, hanya sedikit pusing," jawab pemuda itu singkat dan langsung membenamkan kembali wajahnya.

"Pusing? Apa perlu kuantar ke UKS?"

"Tidak perlu Yaya, terima kasih," jawabnya dari balik lipatan lengan itu.

Yaya hanya mendesah pelan dan berdo'a semoga Air baik-baik saja. Ia tahu betul penyebab Air menjadi seperti ini beberapa hari belakangan ini. Jadi ia bermaksud untuk menghibur Air saat pulang sekolah nani, kebetulan Yaya bawa gitar karena hari ini ada jadwal ekskul musik.

Tak lama kemudian bel tanda masuk pun berbunyi, murid-murid yang masih ada dilur kelas berhamburan masuk ke kelas begitu bel berbunyi.

Tak perlu menunggu waktu lama sampai guru berpakaian nyentrik mereka masuk ke kelas dan memulai pelajaran.

Sebagai ketua kelas, Yaya segera berdiri untuk memberi aba-aba pada teman sekelasnya.

"Berdiri. Selamat pagi pak guru kebenaran!" ucap Yaya dan diikuti oleh seluruh siswa kelas itu.

"Selamat pagi pak guru kebenaran!"

"Baiklah anak-anak, sekarang buka buku halaman 45 dan kerjaan soalnya."

"Baik pak."

Semua murid pun mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru mereka.

Air hanya menghela nafas dan mengerjakan tugasnya. Ia berharap hari ini akan segera berlalu.

~O~

Bel pulang pun berbunyi nyaring tanda pelajaran hari ini berakhir dan mereka bis pulang kerumah.

Air masih membereskan barang-barangnya yang berserakan di meja. Ia sengaja memperlambat waktu pulangnya.

Yaya dengan sabar menunggu sang sahabat yang masih membereskan barang-barangnya di meja. Yaya pun menawarkan diri untuk membantu Air, namun sahabatnya menolak secara halus.

"Air, mau aku bantu membereskan barang-barangmu?"

"Tidak perlu, aku bisa sendiri," ucap Air datar

"Yaya, kenapa kau belum pulang? Bukannya sekarang ada kegiatan klub music?" tanya Air heran melihat Yaya yang masih berdiri di depannya.

"Memang, tapi aku menunggumu," jawab Yaya. Air menganggkat sebelah alisnya.

"Menungguku? Untuk apa kau menungguku, nanti kau bisa telat Yaya,"

"Tidak apa, aku kan tetap menunggumu,"

"Ayolah Yaya.."

"Tidak," Yaya bersikeras untuk menunggu Air.

"Baiklah kalau itu maumu," ucap Air akhirnya.

Setelah selesai membereskan barang-barangnya, Air bergegas keluar dari kelas. Tapi bukannya berjalan ke pintu gerbang, ia malah berjalan menuju taman belakang sekolah dan mendudukan diri di bawah sebuah pohon besar disana dengan Yaya yang masih setia mengikuti.

Mereka duduk bersebelahan di bawah naungan pohon yang rindang. Air dan Yaya sama-sama terdiam, sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing, sampai akhirnya sebuah suara memecah keheningan diantara mereka.

"Mau sampai kapan kau seperti ini Air?" Air menoleh namun tak menjawab, karena ia merasa Yaya masih akan melanjutkan perkataanya jadi ia memilih untuk membiarkannya menyelesaikan perkataannya dulu.

"Mau sampai kapan kau seperti ini terus? Mau sampai kapan kau menutup diri terus? Dengan Air, sebagai sahabat kalian sejak kecil, aku tahu apa masalah yang sedang kau alami. Aku tahu ini berat bagimu, tapi ayolah.. aku yakin kalau Gempa juga tidak akan mau sadar kalau tahu adik tersayangnya malah seperti ini," Yaya menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Air, lihatlah disekelilingmu, masih banyak orang-orang yang menyayangimu dan peduli padamu. Termasuk aku, jadi kumohon jangan seperti ini terus. Kau bisa menceritakan semuanya padaku, kau bbisa menumpahkan semuanya padaku. Kumohon Air.. aku tidak tahan melihatmu seperti ini terus," ucap Yaya memberanikan diri menatap langsung manik biru aquamarine milik Air.

Air merasa matanya mulai memanas dan berkaca-kaca. Ia mendongak keatas untuk mencegah bulir-bulir itu jatuh. Ia tersenyum tipis kearah Yaya. Kali ini bukan senyum palsu atau paksaan lebih terlihat senyum tipis yang sarat akan kesedihan dan rasa bersalah. Yaya bisa melihat semua itu dari mata Air yang sudah tak berkaca-kaca lagi.

"Terima kasih Yaya.. maaf kalau aku membutmu khawatir. Ta-tapi aku…" Air tak sanggup lagi melanjutkan kata-katanya. Tenggorokannya serasa kering dan tercekat. Ia jadi tiba-tiba teringat dengan sang kakak yang masih terbaring lemah diambang antara hidup dan mati.

"Sshh.. sudahlah Air, jangan menangis lagi. Gempa pasti tidak suka melihat adik tersayangnya seperti ini, sudah ya.."

Isakan Air perlahan mereda. Air berjanji, mulai sekarang ia akan berubah dan tidak akan menutup diri lagi. Ia tak ingin membuat kakaknya semakin bersedih, karena ia benar-benar merindukan kakaknya dan ingin sang kakak segera sadar dari tidur nyenyaknya.

.

.

.

-TBC-

Hwwwaaaaa… maaf aku telat update /bungkuk

Seminggu ini sibuk banget sama Pensi dan kemarin baru selesai. Maafkan daku /pundung

Makasih buat yang udah review, maaf aku nggak bbisa balas satu-satu. Pokoknya makasih banya buat kalian /peluk satu-satu/ditendang

And maaf kalau chapter ini terlalu maksa dan mengecewakan, author masih newbie :3

Fanfic ini nggak terlalu panjang kok, mungkin sekitar 4-5 chapter-an so stay tune terus ;)

Dah dulu ya.. Cuma segini dari Jelly~

See you next time~

Review please? :D