GRAVITY

.

Byun Baekhyun

Park Chanyeol

And OCs

.

ChanBaek (GS)

Romance, Hurt/Comfort

.

DON'T LIKE DON'T READ!


Happy Reading!


.

.

Entah sejak kapan kehidupan mulai terasa begitu melelahkan bagi Byun Baekhyun.

Oh, ia tidak bermaksud mengeluh dan membuatnya terdengar semenyedihkan itu. Karena hidupnya bukanlah serangkaian kisah pilu yang mampu membuat setiap orang terenyuh lantas meneteskan air mata. Bahkan sukar dipungkiri bahwa ia memiliki kehidupan yang kerap kali didam-idamkan oleh mereka semua.

Berasal dari keluarga terpandang dan memiliki segalanya membuat wanita itu tidak mengenal kata 'kekurangan'.

Anehnya, hidup terlampau sempurna itu tidak benar-benar ia nikmati.

Ada beberapa hal tentangnya yang terasa begitu menggelitik. Dia sosok yang lebih banyak diam, bukan Byun Baekhyun yang kerap kali menebar sapa saat tengah berada di suatu pesta kolega penting kedua orang tuanya. Sebenarnya Baekhyun lebih suka menyendiri daripada ikut berbaur dengan sekumpulan anak-anak konglomerat dalam ajang pamer persentase saham yang mereka milikki di perusahaan masing-masing. Baekhyun tidak mengenal dunia malam, dia bukanlah mereka yang akan menghilangkan stress dengan meliuk-liukkan tubuh di tengah Dancefloor dalam pengaruh alkohol, sebagai tambahan Baekhyun memang sangat menghindari minuman beralkohol jika bukan karena terpaksa seperti meminum Wine saat tengah makan malam dengan putra dari rekan bisnis ayahnya.
Baekhyun akan lebih memilih duduk nyaman di atas Hanging Chair dengan sebuah novel romansa di saat wanita-wanita sebayanya tengah sibuk menghamburkan uang demi sebuah Branded Stuff keluaran terbaru. Dia tidak serumit mereka yang menganut paham penampilan adalah segalanya, tidak ada yang sesederhana wanita itu dalam balutan dress rumahan bermotif floral, dengan hanya dibubuhi sedikit perona di wajahnya, serta rambut tergerai tanpa hiasan. Terang saja, Baekhyun hanya tidak suka menghabiskan waktu berjam-jam di salon demi sebuah visual berkelas jika bukan untuk kepentingan menghadiri sebuah acara penting yang tak lain akan selalu berhubungan dengan bisnis orang tuanya.

Baekhyun selalu menekankan bahwa ia baik-baik saja dengan semua itu, tidak masalah jika ia harus melakukan hal-hal yang tidak ia sukai selama itu membuat orang tuanya menarik sudut bibir.

Sebentuk senyuman yang jarang mereka perlihatkan kepadanya.

Baekhyun tidak pernah bertanya mengapa ia diperlakukan begitu asing oleh keluarganya. Oh jangan salah paham, Baekhyun tidak seacuh itu, ia bukanlah wanita berhati beku yang tidak peduli dengan keadaan sekitar, justru ia adalah sosok hangat saat ayahnya melempar tatapan dingin, yang selalu tersenyum lembut saat sang ibu tak menganggap dirinya ada.

Baekhyun hanya mencoba.

Ia mencoba untuk baik-baik saja.

Namun perlahan mulai terasa melelahkan.

Hidupnya tidak seperti yang semua orang perbincangkan, bahwa ia serupa puteri dari negeri dongeng yang tinggal di istana megah dan kelak akan menikah dengan seorang pangeran tampan pujaan.

Ahh, mereka semua tidak tahu bahwa Baekhyun mungkin tidak akan mempunyai kesempatan untuk hidup bahagia bersama pangeran tampan tersebut.

Karena ia adalah bidak yang dikendalikan penuh oleh keluarganya, maka ketika mereka mengatakan akan menjodohkannya dengan pria pilihan, Baekhyun tidak melakukan apapun selain mengangguk patuh.

Ya, bertunangan lalu—

—menikah.

Bukan lagi hal sederhana seperti kencan buta di sebuah restoran ternama yang biasa diatur oleh mereka demi tujuan yang selalu sama, mempererat hubungan kerjasama. Yang Baekhyun ketahui persis berapa banyak keuntungan yang diperoleh perusahaan ayahnya setiap setelah makan malamnya berakhir.

Lantas, kali ini apa yang mereka peroleh dengan menjodohkannya?

Ahh, Baekhyun tidak seharusnya memikirkan hal itu. Karena tugasnya hanyalah meng-IYA-kan perintah orang tuanya.

Wanita itu mengamati penampilannya di depan cermin setelah beberapa karyawan salon membantunya merias diri. Ia menelisik dengan teliti sebelum kemudian menghela lesu.

Padahal ia sering melakukan ini, namun tidak pernah terbiasa. Backless Dress berwarna Champagne yang panjangnya mencapai lutut serta Stiletto berwarna senada, riasan wajah tegas dan bibir merah terlihat penuh, kilauan berlian berkualitas terbaik menghiasi kedua telinganya, rambut yang ditata asal namun terlihat elegan hingga beberapa helaiannya terjuntai bebas.

Sebuah penampilan yang selalu mendukung perannya sebagai putri dari keluarga kaya, terhormat, dan terpandang.

Demi Tuhan. Ini bukanlah dirinya.

Seorang wanita menampakkan wujudnya di belakang Baekhyun, meneliti penampilan Baekhyun dengan binar kagum. "Totally pretty. Like always, my flawless B." Lanjutnya kemudian, membantu merapikan dress di bagian bahu Baekhyun.

Baekhyun tidak perlu menoleh, karena refleksi wanita itu terpampang jelas di cermin. Dia adalah Luhan, pemilik salon yang dikunjunginya saat ini, dan Baekhyun mengenal wanita itu dengan baik. Bahkan bisa dibilang Luhan adalah satu-satunya orang yang begitu dekat dengannya selain daripada keluargnya.

Ahh, atau mungkin memang satu-satunya.

Karena Baekhyun dan keluarganya tidak sedekat itu. Seolah mereka hanya terikat dalam hubungan darah yang anehnya terasa begitu asing.

Baekhyun tidak tahu harus merasa tersanjung atau malah sebaliknya atas pujian Luhan. Namun kemudian senyuman lembut menghiasi wajah cantiknya. "Aku sangat gugup, Lu."

Ya, pertemuan pertama dengan seseorang yang mungkin saja akan menjadi suaminya kelak mungkin akan sedikit mendebarkan, namun ia berusaha untuk melaluinya dengan baik, tanpa kesalahan, dengan begitu ayah dan ibunya akan bangga.

Semoga saja.

Luhan terkekeh pelan. Memegang kedua bahu Baekhyun dan memandangnya dengan penuh perhatian."Relax, B. Ini tidak akan lama, kau pasti bisa."

Ucapan Luhan sedikit membantu menenangkan Baekhyun. "Sejujurnya aku sangat penarasan seperti apa orang itu? Apa dia akan baik-baik saja? Maksudku apa dia bisa menerima perjodohan ini dengan lapang dada?" Katanya kemudian.

Luhan menatap Baekhyun dengan gemas. "Hei, ini bukan waktunya untuk mencemaskan orang lain, ada kalanya kau harus memikirkan dirimu terlebih dahulu." Ujarnya sambil terheran-heran, terkadang ia merasa Beakhyun mempunyai hati yang terlalu begitu luas. Membuat Luhan kerap kali bertanya-tanya apakah bahkan wanita itu mengenal sifat egois?

Baekhyun menggigit bibir bawahnya, membenarkan ucapan Luhan sementara pada saat yang bersamaan ia merasa tidak seharusnya dirinya mementingkan perasaannya sendiri. Maka wanita itu memilih untuk bungkam.

"Do your best!" Luhan kembali bertutur. "Aku tahu kau tidak nyaman dengan penampilanmu saat ini, tapi aku sengaja meminta karyawanku untuk membuatmu terlihat mengagumkan. Kau tahu? Aku dengar dia bukanlah pria biasa, maka setidaknya kau harus tampil dan terlihat maksimal, kesan pertama itu penting, B."Lanjutnya memberi pengertian.

Baekhyun menatap lurus, lalu tersenyum pahit. "Jika dia pria yang biasa-biasa saja, mereka tidak akan menjodohkanku dengannya, Lu." Katanya sebelum kemudian menunduk, mendadak ulu hatinya dipenuhi rasa sesak, perlahan namun pasti merambat ke sekujur tubuh membuat pasokan oksigen seolah menipis dan sulit untuk ia hirup. "I'm really tired." Gumamnya pelan seperti sebuah bisikan. Lalu mendongak dan menatap refleksi Luhan dengan mata yang sedikit memerah, namun ada sesuatu yang membuatnya menahan untuk tidak meneteskan air mata.

Luhan melempar ekspresi iba, lalu mengangguk paham. "I know right." Mengelus bahu Baekhyun. "Setidaknya kau sudah melakukannya dengan baik selama ini. Aku tahu." Ia berputar dan menghadap Baekhyun sebelum kemudian memeluk temannya itu. Sebentuk sikap yang hanya mampu ia lakukan untuk Baekhyun disaat wanita itu bahkan lebih membutuhkan hal lain dari sekedar pelukan. Baekhyun jarang sekali menunjukan apa yang sebenarnya tengah dirasakannya seperti saat ini. Namun Luhan tahu sedikit banyak tentang wanita itu. Ia tahu persis bagaimana Baekhyun menjalani kehidupannya.

Hidup di bawah kendali orang tuanya, melakukan apapun yang mereka perintahkan meskipun terkadang Baekhyun merasa keberatan namun ia hanya akan memendamnya seorang diri. Maka, tidak ada satu pun hal yang ia bantah saat itu keluar dari mulut orang tuanya.

Anak sebaik dan selembut itu, bagaimana bisa mereka memperlakukannya dengan sangat asing?

Baekhyun menghela, lalu terkekeh ringan saat Luhan melepas pelukannya. "Ahh aku tidak tahu bisa sesensitif ini saat akan bertemu dengan calon tunanganku." Tuturnya kemudian.

Dan Byun Baekhyun tetaplah Byun Baekhyun, ketika ia merasa sisi lemahnya terekspos maka wanita itu akan segera menutupnya kembali dengan sangat rapat. Meskipun Luhan sering memberitahunya bahwa tidak apa-apa jika sesekali membagi beban kepada orang lain, namun bagi Baekhyun itu adalah hal terakhir yang akan ia lakukan dalam hidupnya.

Setelah pamit kepada Luhan, Baekhyun berjalan keluar dari salon, bisik-bisik samar kontan menyapa indera pendengarannya, beberapa tatapan penuh dengki pun mendominasi dan sebagian lainnya memandang dengan cara terkagum-kagum.

Mereka tentu tahu siapa itu Byun Baekhyun.

Putri dari konglomerat ternama yang kerap kali dikawal supir pribadinya kemanapun.

Inilah yang membuat Baekhyun tidak pernah nyaman dan terbiasa dengan penampilannya yang seperti itu, menjadi pusat perhatian, ditatap layakanya seorang anak manja yang hobi menghamburkan uang untuk mempercantik diri.

Baekhyun disambut oleh supir pribadi yang sedari tadi setia menunggunya di depan salon, lantas ia masuk ke dalam mobil setelah sang supir membukakan pintu.

"Taehyung-a.. perhatikan jalanmu." Baekhyun berujar lembut tanpa mengalihkan atensinya dari pemandangan luar.

Kim Taehyung yang juga adalah supir pribadi Baekhyun terlihat meringis saat ketahuan memperhatikan majikannya. "Maaf, itu karena Agasshi terlihat sangat cantik." Sahutnya kemudian dan kembali membagi fokusnya ke jalanan.

Baekhyun menoleh dan mengernyit. "Lagi-lagi kau memanggilku seperti itu." Katanya dengan nada protes, "Panggil aku Noona. Dan aku lebih suka disebut aneh saat ini" lalu mendengus pelan.

Taehyung tersenyum maklum. Tidak terkejut mendengar penuturan Baekhyun, karena ia tahu majikannya tersebut adalah sosok yang begitu hangat apa adanya.

Seolah menegaskan bahwa dia adalah dia. Semua tentang Byun Baekhyun adalah hal yang mudah dipahami meskipun pada sebenarnya wanita itu sangat sulit untuk diselami.

Baekhyun kembali memfokuskan netranya pada pemandangan luar, mengagumi kuasa Tuhan dalam sebentuk musim gugur, warna jingga dedaunan pohon yang berjajar di sepanjang jalan berhasil menarik perhatian.

Adakah yang sesederhana itu?

Mereka terlihat kuat, mampu bertahan pada setiap ranting disaat yang lain sudah lebih dulu berguguran. Dan satu hal menjadi jelas, bahwa sebenarnya mereka begitu rapuh, hanya menunggu waktu sebelum sang angin datang dan kemudian menumbangkannya satu persatu.

Seperti sebuah refleksi yang mengingatkan Baekhyun pada dirinya sendiri.

.

.


-Gravity-


.

Jas putih ber-name tag Park Chanyeol diikuti beberapa huruf gelar itu membalut tubuh tegap dengan cara yang membuatnya terlihat begitu profesional, setiap orang menunduk hormat saat sosok tinggi tampan bergelar dokter spesialis bedah terbaik di seluruh penjuru negeri tersebut memasuki ruang ICU.

Langkahnya terseret mendekati ranjang pasien, salah satu perawat menyambut ramah dan menyerahkan rekam medis yang langsung ditelitinya dengan cermat, ia menengadah dan mengalihkan fokusnya pada Bedside Monitor sejenak lalu beralih pada perawat yang tampak canggung karena kedapatan tengah memperhatikannya. "Pastikan untuk memeriksa tanda vitalnya setiap sepuluh menit sekali." memasang wajah Stoic dan berucap dengan suara berat, membuat si perawat nyaris melupakan eksistensi oksigen di sekitarnya.

"Baik, dokter." Sahut perawat itu setelah susah payah menghirup udara yang telah terkontaminasi oleh aroma parfum sang dokter tampan yang berada di sampingnya tersebut.

Chanyeol menyerahkan kembali rekam medis dan berlalu dari sana, sesekali menunduk singkat saat berpapasan dengan beberapa dokter di koridor Rumah Sakit. Pria itu melirik jam yang bertengger di pergelangan tangan, lalu menghela napas berat sebelum kemudian mempercepat langkah menuju ruangannya.

Sesampainya di sana, ia melepas jubah kedokteran lantas menggantinya dengan jas berwarna biru gelap yang sebelumnya ia gantungkan pada Coat Racks. Pria itu meraih ponsel yang tergelatak di atas meja kerja, lalu menekan Speed Dial.

"Oh maaf sayang, mungkin aku akan sedikit terlambat menjemputmu." Ucapnya setengah memohon saat suara seorang wanita yang sangat ia rindukan seharian ini terdengar.

"Hei, tidak masalah. Apa jadwalmu padat hari ini?" Wanita itu terkekeh di seberang sana.

Chanyeol menghela napas panjang, tubuhnya terseret keluar dari ruangannya. Lantas berjalan dengan ponsel yang bertengger di telinga, sementara satu tangannya yang lain menenteng tas kerja. "Ya, ada sekitar lima operasi?" kemudian mengernyit, mengingat dengan pasti.

"Whoa. Kerja bagus, dokter Park."

Chanyeol tersenyum kemudian menunduk singkat saat dua orang perawat menyapanya dengan ramah, sebelum kemudian ia memasuki elevator.

"Dokter Park benar-benar sangat tampan, wajah tenangnya selalu membuatku merinding." Ujar salah satu perawat tadi dengan binar kagum yang berpendar di kedua bola matanya.

"Ya, siapapun akan tergila-gila pada pria tampan dan juga memiliki reputasi sebaik dirinya. Tapi berhentilah berharap terlalu tinggi. Dia sudah mempunyai kekasih." Perawat satunya lagi ikut menimpali.

"Benarkah? Oh sayang sekali." Temannya berjengit seraya menutup mulut.

"Ya, dan kudengar mereka telah menjalin hubungan selama empat tahun. Tapi.." Ujarnya dengan melirik waspada ke sekitar, membuat temannya mengernyit.

"Tapi apa?"

"Wanita itu berasal dari keluarga sederhana, bisa dibilang tidak setara dengan dokter Park." Kembali ia berucap dengan nada pelan.

"Oh benarkah? Bukankah dia terdengar seperti Cinderella? Beruntung sekali bisa mengencani pria seperti dokter Park."

"Menurutku tidak. Bahkan Cinderella sekalipun berasal dari kalangan bangsawan. Jadi bagaimana mungkin kekasih dokter Park yang berasal dari keluarga pas-pasan dan sama sekali tidak memiliki reputasi bisa disejajarkan dengan Cinderella? Nasibnya lebih buruk dari itu. Dan menurut informasi yang kudapat hubungan mereka sangat ditentang oleh keluarga Park." Tukasnya dengan nada mencela, membuat temannya ber-Oh-ria.

.

.


-Gravity-


.

Baekhyun meneguk air putih dan itu adalah gelas ke lima. Netranya menyapu penjuru ruangan, restoran itu tampak seperti miliknya, karena hanya dirinya yang berada di sana.

Ia tahu, keluarganya sudah menyewa restoran itu khusus agar pertemuan dengan calon tunangannya berjalan sebagaimana mestinya.

Ahh, Baekhyun sedikit tidak nyaman menyebut pria itu sebagai calon tunangannya, semuanya terasa begitu tiba-tiba. Ia bahkan tidak tahu seperti apa pria itu, meskipun ada beberapa hal sudah ia pelajari tentang calon tunangannya tersebut.

Tapi ngomong-ngomong dimana pria itu?

Kenapa dia belum datang juga?

Baekhyun mengetukkan jarinya pada meja, tiga jam berlalu dan ia masih menunggu kedatangan pria itu dengan sabar.

Tidak apa-apa, tidak ada kesulitan yang tak mampu Baekhyun hadapi.

Menunggu selama tiga jam bukanlah masalah, bahkan Baekhyun bisa menunggu lebih lama lagi dari itu. Ya, selama ia tidak melakukan kesalahan , Baekhyun baik-baik saja.

Wanita itu berdiam diri sementara netranya bermain arah, hal sama yang ia lakukan selama tiga jam terakhir.

Apakah pria itu tidak akan datang?

Baekhyun menghela pelan, seharusnya ia memikirkan hal itu sejak tadi. Ya, mungkin saja pria itu tidak akan menemuinya dan mungkin saja sudah menolak perjodohan mereka.

Ah, Baekhyun merasa bodoh. Seharusnya ia sadar di jaman seperti sekarang ini perjodohan adalah hal yang begitu kuno, dan pasti tidak mudah untuk diterima oleh beberapa orang termasuk pria itu.

Sesaat Baekhyun berpikir demikian, namun sepersekian detik setelahnya asumsinya itu terbantahkan tatkala suara berat yang begitu asing menyapa indera pendengarannya.

"Byun Baekhyun-ssi?"

.

.

.

.

Chanyeol membawa kendaraannya dengan kecepatan sedang, satu tangannya pada kemudi dan satu tangan yang lain ia gunakan untuk mengisi kekosongan pada celah jemari wanita yang duduk di sampingnya. Pria itu menoleh dan tersenyum singkat pada Kyungsoo, kekasihnya. "Kau masih marah? Maafkan aku." Ujarnya sebelum kemudian mengecup punggung tangan Kyungsoo.

Kyungsoo mendecih pelan, "Mana ada seorang pria yang meminta maaf pada kekasihnya dengan tampang sedatar itu." Ujarnya dengan sedikit mengerucutkan bibir.

Chanyeol kembali menoleh dan mengangkat sebelah alisnya, "Oh baiklah, maafkan aku sayang." Ia tersenyum singkat. Lagi. Kemudian membagi fokusnya pada jalanan.

Kyungsoo tak kuasa menahan kekehannya. Oh ya, setidaknya dengan tampang yang minim ekspresi itu Kyungsoo tidak perlu cemas dengan beberapa wanita yang tak pernah absen mencuri-curi perhatian kekasihnya. Wanita itu mencondongkan tubuhnya sebelum kemudian mengecup pipi Chanyeol singkat. "Aku tidak marah, Chan. Aku tahu kesibukanmu di Rumah Sakit, jadi berhenti merasa bersalah karena terlambat menjemputku." Tutur Kyungsoo sembari tersenyum kearah Chanyeol.

Chanyeol menghentikan kendaraannya tepat di depan bangunan apartment sederhana, pria itu menatap Kyungsoo yang tengah tersenyum kepadanya sebelum kemudian membawa tubuh kekasihnya itu ke dalam sebuah dekapan hangat.

Kyungsoo membalasnya dengan senang hati. "Tidak usah mengantarku ke dalam, pulanglah. Kau pasti lelah." Kata wanita itu sesaat sebelum melepas dekapan Chanyeol.

Chanyeol mengelus rambut Kyungsoo dengan sayang. "Hm." Sahutnya seraya tersenyum singkat.

"Terimakasih untuk makan malamnya, tadi itu sangat romantis." Ucap Kyungsoo sembari menggigit bibir bawahnya, menahan dirinya untuk tidak tersipu.

Chanyeol kembali mengecup punggung tangan Kyungsoo sebelum membiarkan kekasihnya itu keluar dari mobil. Netranya tak lepas dari Kyungsoo hingga punggung wanita itu sepenuhnya menghilang.

Pria itu tak lantas pergi begitu saja, ia melonggarkan dasi sebelum kemudian menyandarkan punggungnya dengan nyaman. Kepalanya menengadah sementara bibirnya menyunggingkan senyuman penuh arti, Kyungsoo selalu berhasil mengalihkan semua rasa lelahnya.

Oh bagaimana bisa ia begitu mencintai Kyungsoo?

Wanita yang sudah dikencaninya selama lebih dari empat tahun. Kyungsoo adalah sosok yang luar biasa, mampu bertahan bersama Chanyeol selama itu. Tidak peduli berapa kali hubungan mereka mengalami fase kritis karena banyak pihak yang menentang, namun Kyungsoo tetap setia berada di sampingnya.

Banyak orang yang berpendapat bahwa perbedaan itu indah. Namun tidak bagi Chanyeol, perbedaan tidaklah semenyenangkan itu. Chanyeol tahu ini bukanlah hal yang baik, namun terkadang ia merasa benci karena terlahir dari keluarga yang mengatasnamakan status sosial di atas segalanya, hal yang kerap kali memicu keretakan hubungannya dengan Kyungsoo.

Mereka selalu mengatakan hal yang sama. Tentang Kyungsoo yang sama sekali tidak pantas bersanding dengannya hanya karena wanita itu berasal dari keluarga yang tidak memiliki reputasi sama sekali.

Apa yang salah dengan itu?

Mengapa mereka semua tidak pernah berhenti menganggu hubungannya dengan Kyungsoo?

Mengapa mereka tidak pernah puas dan menggunakan berbagai cara untuk memisahkannya dengan Kyungsoo?

Dalam sekejap suasana hati Chanyeol berubah, pria itu nyaris mengepalkan tangan ketika mendadak ponselnya berbunyi singkat tanda sebuah pesan masuk.

From: Omma

Bagaimana pertemuan pertama kalian?

Butuh waktu beberapa jenak untuk mencerna isi pesan tersebut, raut wajah yang semula tampak datar perlahan menunjukan ekspresi lain. Pria itu melirik jam tangan lalu menutup mata seraya membuang napasnya dengan kasar.

Bagaimana bisa ia lupa?

Oh ralat, Chanyeol tidak lupa. Awalnya ia ingat mempunyai janji setelah Shift kerjanya berakhir, namun menurutnya itu bukanlah suatu perkara yang harus ia prioritaskan. Maka Chanyeol mengajak Kyungsoo makan malam terlebih dahulu sebelum menepati janjinya yang lain, namun seperti biasa tidak cukup waktu sebentar jika sudah bersama Kyungsoo, wanita itu selalu membuat Chanyeol candu dan nyaris melupakan segalanya.

Selalu. Untuk alasan yang sama, karena Chanyeol begitu menggilai Kyungsoo.

Pria itu melirik sejenak pada apartment Kyungsoo sebelum kemudian menghidupkan mesin mobil dan berlalu dari sana.

Waktu berjalan dan beberapa menit berlalu, Chanyeol menghentikan kendaraannya di depan sebuah restoran mewah. Pria itu melirik dirinya pada cermin, lantas merapikan sedikit penampilannya.

Oh bukan karena ia bersemangat karena akan bertemu dengan seseorang yang membuat heboh seluruh keluarga Park karena statusnya yang disebut-sebut sebagai calon tunangannya.

Tidak. Selain Kyungsoo, Chanyeol tidak akan bertunangan atau menikah dengan siapapun.

Pria itu hanya tidak ingin menanggalkan tatakrama yang orang tuanya ajarkan sedari ia kecil. Setidaknya ia harus berpenampilan rapi demi menjaga nama baik keluarga.

Karena tidak peduli seberapa terpaksanya Chanyeol menemui orang itu, ia tetap harus berperilaku baik dan menjauhi sikap kekanakkan.

Setelah cukup yakin dengan penampilannya, Chanyeol keluar dari mobil dan membawa langkahnya memasuki restoran tersebut. Pria itu disambut oleh beberapa pelayan yang menunjukan wajah cerah, sebentuk lega terpatri pada ekspresi masing-masing, seolah mengatakan bahwa mereka telah menunggunggu kedatangannya begitu lama.

Oh well. Harus Chanyeol akui bahwa ia terlambat.

Ya. Tiga jam.

Dan Chanyeol akan merasa kagum jika ada yang bersedia menunggunya selama itu, di restoran semewah dan sebesar itu, seorang diri karena pria itu yakin restoran tersebut telah disewa khusus malam ini. Sejenak, Chanyeol merasa tidak percaya, namun sebelah alisnya terangkat saat melihat sosok wanita duduk di dalam restoran dengan suasana temaram tersebut.

"Not bad." Gumamnya pelan, sedikit kagum karena wanita itu cukup tangguh dan bertahan di sana selama tiga jam.

Chanyeol tidak yakin wanita lain sanggup melakukannya.

Untuk beberapa saat benak Chanyeol didominasi pikiran-pikiran yang kurang baik tentang wanita yang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri tersebut. Yang mungkin saja wanita itu terobsesi dengan perjodohan mereka, atau dia salah satu dari sekian banyak wanita yang begitu menggilai harta dan kedudukan hingga membuatnya sanggup menunggu kedatangan Chanyeol selama itu. Oh ayolah, Chanyeol sangat tahu maksud dan tujuan dari perjodohannya itu.

Semua selalu tentang bisnis, keuntungan, reputasi, hal-hal yang tak pernah gagal membuatnya menelan pahit.

Langkah Chanyeol semakin intens, jaraknya menipis, pria itu menghela napas pelan sebelum kemudian memberanikan diri untuk menyapa.

"Byun Baekhyun-ssi?"

Chanyeol tidak pernah menduga hal ini sebelumnya. Ya, maksudnya adalah respon yang wanita itu berikan. Disaat Chanyeol berasumsi bahwa ia akan mendapati seorang wanita berwajah sinis lalu menyiramkan air sebagai bentuk kekesalan karena telah membuatnya menunggu selama itu, namun wanita di hadapannya saat ini justru mematahkan asumsinya tersebut secara telak.

Dia tersenyum.

"Ya. Park Chanyeol-ssi?" Ucap Baekhyun sambil bangkit dari kursinya, memastikan bahwa pria beraura tenang di hadapannya ialah orang yang sedari ia tunggu.

"Maaf atas keterlambatanku." Ucap Chanyeol dengan tulus sebelum kemudian duduk dikursi seberang Baekhyun saat wanita itu mempersilahkannya.

"Tidak apa-apa, kau pasti sangat sibuk. Aku bahkan berterimakasih karena kau mau menyempatkan diri untuk datang." Sahut Baekhyun.

Wanitu itu tidak marah, bahkan nada suaranya terdengar begitu halus. Raut wajahnya tidak sama sekali menunjukan kekesalan.

Dalam diam Chanyeol memperhatikan Baekhyun . Wanitu itu cantik, anggun dan terlihat berkelas, tidak ada bedanya dengan beberapa wanita yang berlatar belakang keluarga kaya lainnya, namun ada beberapa hal kecil dari Baekhyun yang tanpa sadar menarik perhatian Chanyeol. Tubuhnya memang menampakkan sosok yang begitu elegan dalam balutan gaun yang dikenakannya, namun Chanyeol tidak melewatkan bagaimana jemari mungil itu sesekali mencoba menyembunyikan kulit mulus di bagian dadanya saat kerap kali terekspos, jelas dia tidak nyaman dan canggung. Wajahnya yang terlihat diam serta tersapu Make-up tegas akan membuat siapapun berasumsi bahwa ia adalah wanita yang dingin serta memiliki kadar keangkuhan yang tinggi, namun lagi-lagi terlihat lain saat Chanyeol mendapatinya tersenyum, saat mata jernih itu menatapnya dengan cara yang berbeda, Chanyeol sering mendapati dirinya dilihat oleh para wanita dengan berbagai pandangan seperti melirik, mengerling, hingga memuja, tapi tidak dengan Byun Baekhyun. Sorot matanya tampak setenang permukaan telaga, ada begitu banyak tanda tanya tentang apa yang terkandung di dalamnya, membuat siapapun harus menyelaminya lebih dalam untuk tahu.

Termasuk Chanyeol.

Sebelumnya, Chanyeol tidak pernah bertemu dengan wanita semacam itu. Wanita yang begitu lihai menyembunyikan perasaannya dengan baik, membuatnya sulit untuk ditebak.

Byun Baekhyun.

Seperti semua tentangnya yang terlihat jelas oleh mata adalah hal yang begitu surealis.

Baekhyun yang merasa diperhatikan harus terjebak dalam situasi canggung hingga akhirnya ia berinisiatif untuk memanggil pelayan. "Bisa tolong bawakan pesanannya sekarang?" Ujar wanita itu dengan nada halus diiringi senyuman di wajahnya.

"Baik." Si pelayan membungkuk hormat sebelum kemudian berlalu.

Baekhyun memberanikan diri melirik pada Chanyeol, dan tanpa disangka pria itu masih memandangnya seolah dirinya adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus dalam bidang hipnoterapi. "Oh ya, aku pesankan beberapa menu dan kuharap kau menyukainya, Chanyeol-ssi." Ujarnya kemudian.

Chanyeol hendak menyahut ketika dua orang pelayan datang dengan membawa menu yang telah dipesan sebelumnya, pria itu mengernyit saat makanan kesukaannya tersaji di atas meja. Ia menengadah dan melirik kearah Baekhyun.

Wanita itu tertawa pelan, canggung. "Kau menyukai Pork Cutlet, 'kan? Jadi aku memesannya untukmu." Ujarnya sembari merapikan letak garpu yang berada di sisi piring berisi makanan lezat tersebut.

"Terimakasih." Ucap Chanyeol.

Oh bukan itu kalimat yang hendak ia lontarkan. Sebenarnya Chanyeol ingin mengatakan bahwa ia sudah makan malam bersama Kyungsoo tadi, bersama kekasihnya.

Ya, Chanyeol berniat memberitahukan hal itu.

Meskipun gelagat Baekhyun didominasi oleh tingkah yang seolah bukan dirinya sama sekali, namun senyuman itu tak urung lenyap dari wajahnya, dan entah mengapa itu berhasil membuat Chanyeol menelan kembali apa yang hendak ia katakan.

Mereka berdua menyantap hidangan dalam diam, hanya terdengar dentingan kecil saat garpu dan piring beradu.

Baekhyun bisa saja terlihat begitu tenang, namun sebenarnya ia tengah mati-matian mengontrol kegugupannya, ia tahu sedari tadi Chanyeol memperhatikannya, Baekhyun tidak tersanjung hanya saja ia takut kesalahan ada pada dirinya. Karena bagaimana pun Baekhyun tidak boleh melakukan itu, ia harus memberikan kesan pertama yang bagus. Dengan begitu tidak akan ada masalah yang berpotensi membuat kedua orang tuanya marah.

Oh, ia merasa seperti seorang pelakon seni peran.

Baekhyun menelan makanannya dengan susah payah, entah mengapa kepalanya mendadak berdenyut sakit. Wanita itu menunduk pelan, lalu mengeryitkan dahi seraya mengigit bibir bawahnya kuat-kuat.

Kumohon jangan sekarang..

Ia merapalkannya berulang kali dalam hati.

Rasa sakitnya perlahan mulai menjadi, Baekhyun mengeratkan pegangannya pada garpu hingga menghasilkan kepalan tangan yang mengeluarkan getaran kecil.

Dan hal itu tak luput dari pengawasan Chanyeol, lantas pria itu menautkan kedua alis. "Kau baik-baik saja, Baekhyun-ssi?" Tanyanya kemudian.

Baekhyun menegang di posisinya, sekuat tenaga meredam rasa sakit sebelum kemudian menarik napas panjang dan menengadah. Ia tersenyum kearah Chanyeol yang masih menatapnya heran,"Oh ya, aku baik-baik saja. Bagaimana makanannya?" Sahutnya berusaha mengalihkan pembicaraan.

No. You're not.

Chanyeol membatin saat mendapati wajah Baekhyun yang mendadak pucat. Kini korneanya melebar saat cairan berwarna merah pekat keluar dari hidung Baekhyun. Kontan pria itu meletakkan garpu seraya bangkit dari kursinya sebelum kemudian berlutut di hadapan Baekhyun. "Tetap seperti ini, jangan tutup mulutmu." Ucapnya terdengar tegas tak terbantahkan.

Baekhyun terkejut saat Chanyeol berlutut di hadapannya, terlebih lelaki itu memposisikan tubuh Baekhyun sedikit condong ke depan, meskipun Baekhyun tidak mengerti namun ia menurut dan membuka sedikit mulutnya. Dan beberapa saat kemudian Baekhyun mulai merasakannya, lantas ia menyentuh hidungnya dengan tangan bergetar.

"Aku bilang tetap seperti itu!" Tanpa sadar Chanyeol berucap dengan nada meninggi. Kemudian ia menyentuh hidung Baekhyun dan menekan kedua sisi di bagian bawah tulangnya, satu tangannya yang lain ia gunakan untuk menyeka darah yang telah membasahi bibir Baekhyun. Matanya beralih pada Champagne Buck, ia meraih ember logam kecil tersebut dan mengambil es yang ada di dalamnya, kemudian ia merogoh saku celana dan mengambil sapu tangan sebelum kemudian menggunakannya untuk membungkus es tersebut.

"A-aku baik-baik saja. Chanyeol-ssi." Ucap Baekhyun yang merasa tidak nyaman dengan jarak sedekat itu dengan Chanyeol.

Chanyeol tidak menyahut, pria itu justru menatap Baekhyun beberapa saat. Memperhatikan bagaimana wanita itu mencoba mengontrol dirinya, menutupi apapun itu yang mungkin tengah dirasakannya. Sesaat Chanyeol seolah melihat sosok lain yang sangat berbeda dari Byun Baekhyun yang ia lihat dengan mata telanjang. Meski hanya sekilas namun sosok itu terlihat begitu rapuh dan terpendam jauh di dalam dirinya.

Mengapa seolah ada begitu banyak tentangnya yang mengundang tanda tanya?

Baekhyun diam saat Chanyeol dengan telaten menempelkan sapu tangan berisi es pada kedua sisi hidungnya, wanita itu mengambil alih menekan hidungnya dan pada saat yang sama kedua tangan dingin Chanyeol menangkup wajahnya.

Baekhyun berjengit.

"Jangan bergerak. Ini akan membantu mempersempit pembuluh darah." Kata pria itu dengan nada yang perlahan kembali tenang.

Oh ya, Baekhyun melupakan satu hal. Park Chanyeol adalah seorang dokter, jadi wajar saja jika pria itu terlihat begitu kalut saat melihatnya seperti itu.

"Apa kau sakit?" tanpa sadar pertanyaan itu lolos dari mulut Chanyeol, pria itu melempar ekspresi layaknya seorang ayah yang curiga bahwa anaknya telah berbuat salah.

Baekhyun menggeleng dengan cepat, bahkan terkesan spontan. "Aku baik-baik saja, mungkin hanya kelelahan." Sahutnya kemudian memberi jeda, berusaha menetralkan debaran jantungnya yang kian menjadi. Mencoba meloloskan diri dari kedua tangan Chanyeol yang masih setia menangkup wajahnya.

Tentu saja, kau menungguku selama tiga jam.

Ya, kau hanya kelelahan.

Chanyeol membatin meyakinkan diri, sementara pada saat yang sama perasaan bersalah menyusup masuk ke dalam dirinya.

Setelah memastikan pendarahan di hidung Baekhyun berhenti, Chanyeol bangkit lalu melepas jasnya sebelum kemudian menyampirkannya pada bahu Baekhyun. "Lebih baik kau pulang dan istirahat, aku akan mengantarmu."

Baekhyun mengerjap pelan, sebentuk reaksi akan tindakan Chanyeol yang tidak terduga tersebut. "Tidak usah, terimakasih. Aku bersama supirku." Tolak Baekhyun secara halus, ia hanya tidak ingin merepotkan Chanyeol. Terlebih saat melihat raut lelah yang sedari tadi menggelayuti wajah tampan pria itu.

Tak membutuhkan waktu lama sebelum kemudian Chanyeol mengangguk paham.

Taehyung terlihat begitu cemas saat melihat Baekhyun keluar dari restoran dengan wajah pucat pasi, pemuda itu hendak membantu Baekhyun berjalan namun kemudian ia mengangguk kecil saat Baekhyun memberinya isyarat penolakan. Lalu ia sadar bahwa ada pria yang berjalan di belakang Baekhyun, tidak membutuhkan waktu lama untuk mengetahui siapa sosok itu. Taehyung tahu pria itu adalah orang yang akan dijodohkan dengan Baekhyun.

"Terimakasih untuk waktunya, Chanyeol-ssi. Dan maaf atas kekacauan yang kubuat." Ucap Baekhyun tulus yang mendapati anggukan dari Chanyeol.

"Tidak masalah." Sahut pria itu kemudian.

Baekhyun tersenyum maklum, sepertinya ia harus terbiasa mengahadapi sikap Chanyeol yang terlampau tenang. "Senang bertemu denganmu." Kata Baekhyun sebelum kemudian memasuki mobilnya setelah Taehyung membukakan pintu.

Chanyeol memasukan kedua tangannya pada saku celana, netranya tak melemah dari kendaraan Baekhyun yang semakin menjauh. "Senang bertemu denganmu." Ia mengulang kalimat Baekhyun dengan gumaman pelan.

Pria itu berjalan menuju mobilnya, dan kemudian masuk. Chanyeol hendak memasang sabuk pengaman namun netranya menangkap beberapa noda darah di kemejanya, lalu menatap lurus ke depan seraya mengernyit dalam.

Dan setelah menit-menit berlalu, setelah ia menyadari satu hal, pria itu mengusap wajahnya dengan kasar, dalam hati ia merapalkan nama Kyungsoo berulang kali diiringi sederetan kalimat maaf.

Chanyeol membuat kesalahan beberapa saat yang lalu.

Dan itu fatal.

Karena untuk pertama kalinya, meskipun hanya sejenak perhatian Chanyeol teralih sepenuhnya kepada wanita lain.

Wanita yang bahkan baru pertama kali ia temui.

Byun Baekhyun.

.

.

.

TBC

.

.

A/N:
Nyeong-An~~

Another Romance, Hurt/Comfort story dan tidak menutup kemungkinan bahwa suatu saat akan berubah menjadi Drama dan angst hihihi

Jadi ceritanya kemaren Raisa lagi suka lagu-lagu ballad karena masih baperin Heartless dan entah mengapa ide ini muncul, seenaknya banget kan? Bikin orang gak tahan buat gak menuangkannya ke dalam sebuah tulisan *cielah*

Dan judulnya Raisa terinspirasi dari lagu Gravity – Sara Bareilles. Lagunya bikin baper parah :'(

Loh kok malah curhat -_-

Duh pak dokternya flat amat ya haha, okay tenang masih awal. Belum tau aja dia sosok B yang sebenarnya kayak gimana hehehe

Tapi emang bener.

CB naena is nae style~

ehh

Raisa memang sesat! D:

At last, saran dan kritik sangat diperbolehkan.

C U next chapt

Chu :*