Jihoon dan Soonyoung sama-sama menggarukkan tengkuk yang tak gatal. Tawa dan senyum canggung menyelimuti keduanya. "HYUNG! KALIAN BERDUA SANGATLAH COCOK!" Teriak Mingyu di ujung sana. Baik Soonyoung maupun Jihoon tidak bisa menyembunyikan rona merah yang menjalar di kedua pipi mereka.

Aish anak itu!

Sialan kau Kim Mingyu


Dubiguwae present :

Love Me or Kill Me

Main Cast : Kwon Soonyoung, Lee Jihoon, Lee Seokmin

Genre : Romance, Gore, Violent

YAOI. BOY X BOY. DLDR

Chapter 4


Sudah tiga bulan berlalu dan sudah tiga bulan juga Soonyoung dan Jihoon semakin dekat. Dimana ada Soonyoung disitu pula ada Jihoon dan begitu pun sebaliknya. Soonyoung juga melupakan semua aktifitasnya sebagai pembunuh bayaran, ia sudah terbiasa dengan semua rutin sandiwara ini. Terlintas di pikirannya, bagaimana kalau ia mundur saja jadi pembunuh bayaran dan hidup sebagai layaknya manusia biasa. Namun itu tidaklah mudah seperti membalikkan kedua tangan.

"Soonyoung? Kau melamun?"

Seseorang dihadapannya menyentuh tangan kanannya, sedikit menggoyangkan. Soonyoung berkedip matanya beberapa kali. "Tidak Jihoon" dan tersenyum manis. Jihoon mengedikan bahunya dan melanjutkan makan ice cream kesukaannya.

Soonyoung menopang dagunya dengan tangan kanannya dan melihat serius kearah Jihoon. Ia jadi teringat kejadian dimana ia dan Seokmin berseteru dan menceritakan semua tentang Lee Jihoon. Dan akhirnya Soonyoung harus mengakui di depannya, namja mungil itu adalah sosok yang paling tulus yang pernah ia temui.

"Dasar pendek! Apa di otaknya hanya marah-marah saja?! Tidak akan ada orang yang mencintaimu! Lihat saja kau Lee Jihoon aku akan membunuhmu secepatnya!"

Soonyoung bergumam lirih dan penuh penekanan. Tanpa ia sadari, Wonwoo mendengar dan menatap tajam kearah Soonyoung. Siapa yang tidak marah mendengar sahabatnya di maki seperti itu.

"Dia memang tempramental tapi kau tidak bisa menghinanya seperti itu"

"Kau masih bertahan dengan dia?! Cih"

"Kau tidak tahu apa-apa tentangnya Kwon Soonyoung!"

"Apa yang kau tahu tentang dia Ha?!"

Belum sempat Wonwoo membalas, sosok bertubuh tinggi sedang berteriak memanggil Jihoon. Teriakannya keras sekali sampai mereka berdua melihat namja tinggi sedang berusaha menahan lengan Jihoon di depan ruangan.

"Jihoon hyung"

Jihoon berusaha mengontrol emosinya. "Sekarang apa lagi, Mingyu-ah?" Ia membalikkan badannya dan Mingyu tersenyum penuh kemenangan.

"Jangan tersenyum! Kau terlihat menjijikkan di mataku!"

Namun otak Mingyu yang terlalu kebal, ia menghiraukan perkataannya dan tetap tersenyum manis. Kalau orang lain mungkin akan pingsan tapi tidak berlaku bagi Jihoon.

"Sekarang katakan apa mau mu?!"

"Aku perlu bantuanmu hyung"

"Bantuan apa?!"

"Bantu aku mengerjakan tugasku"

"Tidak bisakah kau mengerjakannya sendiri?!"

"Hyung~"

Mingyu merengek, ia memanyunkan bibirnya dan kedua matanya ia besarkan dan berkedip beberapa kali. Jihoon menutup matanya dengan tangannya. Dia malu. Seseorang dihadapannya sudah membuat ia malu di depan ruangannya.

"Hyung~ aku akan mentraktirmu ice cream"

Jihoon akhirnya menyerah. "Baiklah! Tidak usah! Aku masih punya banyak uang untuk membeli ice cream sendiri!" Jika seseorang akan sakit hati mendengar ucapannya lain hal dengan Mingyu. Ia tersenyum lebar sampai gigi taringnya yang lucu muncul.

"Terima kasih Jihoon hyung"

Mingyu memeluk Jihoon erat. Jihoon membalas dan menyandarkan kepalanya di dada Mingyu. Sesekali ia menghirup aroma khas yang melekat di tubuh namja kelebihan kalsium itu.

"Jadi Kwon Soonyoung kau bisa melihatnya kan?—" Wonwoo melirik kearahnya sedangkan Soonyoung terlihat bingung. "—Jihoon memang bermulut pedas, tukang marah. Tapi kau lihat, dia takkan bisa menolak permintaan orang lain"

Soonyoung menatap namja mungil yang masih dipeluk oleh Mingyu. Dia teringat, dimana Jihoon dan dirinya pernah membuat lirik lagu untuk Mingyu. Jihoon menemani Wonwoo ke perpustakaan. Jihoon mengajari teman vocal teamnya bernyanyi. Jihoon membantu Jun mengerjakan tugas.

"Sekeras apapun Jihoon menolak tapi berakhir seperti itu—"

"—Dan kau bilang tidak ada orang yang mencintainya? Justru banyak yang mengaguminya bahkan mencintainya, Soonyoung"

Soonyoung menatap tak percaya. Monster kecil banyak yang mencintainya? Yang benar saja? Dia bahkan masih tak percaya Seokmin sangat mencintai Jihoon.

"Kau lihat itu?"

Soonyoung mengikuti arah telunjuk Wonwoo, melihat seseorang sedang berusaha memisahkan Mingyu dan Jihoon yang sedang berpelukan. "Dia sebenarnya mencintai Jihoon" dan sekali lagi kedua matanya membola.

"Dia?!"

"Ya Wen Junhui. Dia mencintai Jihoon tapi tidak punya nyali untuk mengatakan"

"Kenapa?"

"Karena dia tahu dia akan ditolak ya karena Jihoon hanya menganggapnya sebagai sahabat, tidak lebih"

Soonyoung hanya terdiam, pantas saja Jun sangat perhatian kepada namja mungil itu.

"Dan Mingyu— dahulu ia juga menaruh perasaan kepada Jihoon"

"Dari mana kau tahu?"

"Aku dan Mingyu cukup dekat"

Soonyoung melirik sedikit, ia melihat Wonwoo menunduk kepalanya. Ia terlihat sedih setelah mengatakan dulu Mingyu mencintai Jihoon.

"Kau mencintai Mingyu, Wonwoo-ah?"

Wonwoo tegang, ia bahkan tidak berani menatap namja yang berada disampingnya. "Aku benar?" Tanyanya sekali dan semakin membuatnya tak berkutik.

"Kau tidak marah atau ingin melenyapkan Jihoon?"

Tanpa ia sadari ucapannya lolos begitu saja. Wonwoo mendongak, terlihat bingung dengan perkataan yang dilontarkan oleh Soonyoung.

"Kau gila? Untuk apa aku membunuh sahabatku sendiri? Dan perasaan itu tidak bisa dipaksakan! Apa kau mau menerima seseorang yang tidak kau cintai?"

Skakmat

Soonyoung mati kutu mendengarnya. Ia tidak tahu harus mengatakan selain tersenyum dan mengucap kata maaf kepada Wonwoo. Setelah itu mereka berdua terdiam. Soonyoung lebih memilih memikirkan kata—kata Wonwoo. Di dalam diamnya, Soonyoung tersenyum bahwa di dunia ini dia masih menemukan orang yang merelakan perasaannya demi orang lain.

"Soonyoung-ie? Kau melamun lagi?"

Soonyoung seketika tersentak dari lamunannya dan segera menoleh kearah Jihoon. "Apa yang baru saja kau katakan, Jihoon-ie?" Jihoon memutarkan kedua bola matanya dengan malas saat mendengar jawaban namja di hadapannya.

"Kau melamun lagi!"

"Aku?! Tidak Jihoon-ie"

Jihoon menepuk jidatnya, gemas melihat tingkah Soonyoung. "Lebih baik kau makan ini" Lalu Jihoon menyuapkan sesendok ice creamnya ke arah mulut Soonyoung. Soonyoung tersenyum dan menggeleng tanda ia tak mau.

"Ayolah Soonyoung-ie~"

Soonyoung tertawa pelan. Ia menyerah dengan tingkah Jihoon, ia sedikit memajukan badannya dan memakan sesendok ice cream yang disuapi oleh Jihoon.

"Terima kasih Jihoon"

Jihoon mengangguk dan melanjutkan makannya. Sedangkan Soonyoung menatap sendu kearahnya. Sesekali ia tersenyum kecut memikirkan hal ini. Sudah tiga bulan dan ia tak menyangka bahwa sandiwara yang ia lakukan berjalan mulus tanpa kendala. Tapi perasaan bersalah selalu menghantui di lubuk hati kecilnya. Bukan perasaan karena akan membunuhnya namun perasaan yang harus ia hindari.

"Jihoon?"

"Iya?"

"Kau makan seperti anak kecil saja"

Tanpa Soonyoung sadari, ia menghapus sisa ice cream yang berada di bibir namja mungil tersebut. Tubuh Jihoon menegang, nafasnya tercekat saat wajah Soonyoung begitu dekat dengan dirinya dan Soonyoung menatapnya lekat. Untuk kali ini saja Soonyoung memohon kepada Tuhan, memohon waktu berhenti berputar. Ia tak ingin melukai Jihoon.

.

.

.

"Aish ... Ada dimana namja bermarga Kwon itu?!"

Seungcheol menggerutu, ia sudah menghubungi Soonyoung beberapa kali. Namun, hasilnya nihil. Soonyoung tidak pernah menjawab panggilannya. Ia menghempaskan tubuhnya di kursi. Melempar asal ponselnya dan memijat keningnya yang terasa pusing sedari tadi.

Kring~ Kring~ Kring

Seungcheol melirik tanpa minat. Nomor tak dikenal menghubunginya. Ia mengambil ponselnya kembali dan menekan tombol hijau.

"Yeoboseyo?"

"Apa?"

"Berapa jumlah uang yang akan kau beri?"

"Baiklah. Itu urusan gampang"

"Aku akan menyuruh anak buah ku untuk membunuhnya"

"Baik. Sampai jumpa"

Pusing di kepalanya bertambah. Kwon Soonyoung, kaki kanannya sudah tidak melanjutkan misi pembunuhnya selama dua bulan ini. Dia juga tidak mau menerima panggilan darinya. Entah apa yang masuk dalam tubuh anak kesayangannya itu. Apa semua ini ada berkaitan dengan Lee Jihoon? Memikirkan ini saja sudah membuat kepalanya ingin pecah.

"Seungcheol? Kau baik—baik saja kan?"

Seseorang sedang berjalan menuju kearahnya dengan raut wajah khawatir. Lalu ia memijit pelan kepalanya. Seungcheol memejamkan matanya. Menikmati atas perlakuan seseorang tersebut.

"Aku baik Jeonghan-ie"

"Tapi kau tidak terlihat baik di mataku Seungcheol-ie"

Seungcheol tersenyum dan memegang tangan kekasihnya, Jeonghan menatapnya yang masih memperlihatkan wajah khawatir. Seungcheol menuntun Jeonghan agar ia duduk dipangkuannya. Seungcheol memeluk posesif kekasihnya itu, menenggelamkan wajahnya ke punggung Jeonghan.

"Seungcheol? Biar aku saja yang melakukan misi ini"

Seungcheol menggeleng. "Jangan, biar aku saja" Jeonghan membalikkan badannya dan menangkup wajah Seungcheol. Ia mencium singkat bibir itu.

"Tidak! Aku tidak ingin kau terluka!"

"Aku juga tidak ingin kau terluka sayang" ucapnya mempererat pelukannya kemudian mendekatkan wajahnya ke Jeonghan lalu mencium lembut bibir kekasihnya.

Tok Tok Tok

Seungcheol melepaskan tautan bibir mereka dan melihat sosok yang berdiri di depan pintu ruangannya. Sosok itu menyengir, karena sudah merusak keromantisan bosnya yang sangat jarang ia lihat.

"Ada apa?"

"Biar aku saja yang membunuhnya"

Jeonghan melotot saat mendengar penjelasan itu. "Jika kau berani. Aku takkan mengampunimu Chan!"

"Jeonghan!"

"Tapi Seungcheol-ah ..."

"Kau tidak lihat keadaan kita sekarang? Soonyoung tidak ada disini! Kau tenanglah. Chan takkan kuberi izin begitu saja"

Jeonghan menunduk, ia merasa sakit hati karena sudah dibentak kekasihnya. Seungcheol menghela nafas mencoba bersikap cuek. "Hansol! Kemari!" Teriakannya menggema di seluruh ruangan. Tak perlu lama, akhirnya sosok yang ia panggil sudah berada disamping Chan.

"Ku perintahkan kau dan Chan membunuh orang ini dan ini alamatnya"

Ia melempar sebuah kertas yang berisi alamat seseorang yang akan mereka bunuh kali ini.

"Aku tak mau misi kalian gagal lagi dan aku harus turun tangan! Sekarang pergi!"

lalu mereka berdua segera meninggalkan ruangan itu. Meninggalkan Seungcheol dan Jeonghan yang menunjukkan raut wajah yang berbeda.

Chan dan Hansol kedua orang itu masih sangat amatiran untuk melakukan misi pembunuhan, dan berakhir dengan Seungcheol yang harus turun tangan. Semenjak Soonyoung yang tidak mau melakukan misi pembunuhan —lebih tepatnya ia tidak pernah mengangkat bahkan menginjak rumahnya lagi. Seungcheol memperintahkan Chan dan Hansol untuk melakukannya.

Kring~ Kring~ Kring

Lagi, ponsel milik Seungcheol berbunyi kembali dan lagi nomor yang tidak ia kenal tertera disana. Tanpa berpikir panjang, Seungcheol menekan tombol hijau.

"Yeo—"

"Beginikah hasil kerja mu Mr. Choi Seungcheol?!"

Seseorang itu langsung memotong perkataannya. Seungcheol mengkerutkan keningnya heran.

"Siap—"

"Sudah tiga bulan?! Kenapa Jihoon juga belum dibunuh Soonyoung!"

Seungcheol langsung mengenal siapa orang yang sedang menghubunginya. Siapa lagi kalau bukan Lee Seokmin —Klien yang menghubunginya tiga bulan yang lalu menyuruh dirinya membunuh Lee Jihoon.

"Kau tahu kau sedang berbicara dengan siapa sekarang?!"

"Ya kau Choi Seungcheol!"

"Bicaralah dengan benar kalau tidak pistol ini akan melayang kepadamu!"

"Hooh kau kira aku takut?"

Seungcheol mengeram marah. Jeonghan yang berada disampingnya mengelus punggung tegap itu. Berharap amarahnya bisa ia kontrol.

"Katakan apa mau mu?"

"Mudah. Suruh Soonyoung segera membunuh Jihoon"

"Kau tak tahu Seokmin-sii, sosok yang sedang kau bicarakan sekarang, sudah dua bulan tidak berkunjung disini!"

"Aku tak mau—"

"Dan menghubunginya saja, aku tidak bisa!"

Seokmin terdiam disana. Bagaimana bisa Seungcheol tak dapat menghubunginya. Ia setiap hari melihat Soonyoung bersama Jihoon dan melihat ponsel yang selalu digenggam oleh Soonyoung.

"Sekarang begini, kau bawa Soonyoung kepadaku dan masalahmu akan aku selesaikan!"

Seokmin menimbang—nimbang keputusannya. "Baiklah aku akan membawa Soonyoung kepadamu!"

"Akan aku tunggu!"

Pip

Seungcheol langsung mematikan sambungannya. Tersenyum licik. Sudah tahu apa yang akan ia lakukan kepada Soonyoung.

.

.

.

"Soonyoung-ie?"

Soonyoung berhenti dan menoleh ke belakang. Ia tersenyum saat melihat namja mungil itu sedang berlari kecil kearahnya. Rambut cokelatnya juga ikut bergoyang saat ia berlari. Ingin sekali Soonyoung memeluk namja mungil itu sekarang.

"Ada apa Jihoon-ie?"

"Temani aku ke toko buku! Tidak ada penolakan ok!"

Soonyoung terkekeh pelan. Dasar pemaksa Soonyoung membatin namun ia tetap mau menemani Jihoon. Ia tak mau Jihoon kenapa—kenapa. Mengingat hari sudah hampir menjelang malam.

"Kau sudah berubah menjadi Wonwoo? Hmmm?"

Jihoon merengut, keimutannya menjadi bertambah. "Tidak! Aku ingin mencari buku tentang musik, Kwon Soonyoung!" Ucapnya sambil memajukan bibir kecilnya. Soonyoung tak tahan, dengan segera ia memeluk namja mungil—nya. Tak ketinggalan, kecupan manis ia berikan di pucuk kepala Jihoon.

"Kau menggemaskan sekali"

"Tidak!"

"Iya"

"Tidak Kwon!"

"Iya Lee"

"Kwon Soonyoung!"

"Iya Lee Jihoon?"

"Kau menyebalkan!"

Soonyoung tertawa dan Jihoon membalas pelukan Soonyoung dengan erat. Ia bisa mendengar irama detak jantung Soonyoung yang baginya sangat indah.

"Jja, ayo kita pergi"

Soonyoung merenggangkan pelukannya tanpa melepas tangannya di pinggang Jihoon. Menatap dalam mata Jihoon dan Soonyoung tersenyum kecil, Jihoon yang juga menatapnya dalam, ikut tersenyum.

"Ayo kita pergi Soonyoung-ie"

.

.

.

"Soonyoung-ie kau tidak lelah mengekoriku terus?"

"Tidak Jihoon"

"Jika kau lelah, beristirahatlah. Aku akan mencari buku sendiri saja"

Belum sempat Soonyoung berbicara, ponselnya berbunyi. Itu bukan panggilan dari Seungcheol yang seperti biasanya namun panggilan dari orang lain yang ia tidak ketahui siapa orang tersebut.

"Soonyoung? Kenapa tidak diangkat? Siapa tahu itu telepon yang penting?"

Setelah mendengar ucapan itu, tangannya tanpa sadar menekan tombol hijau, lalu Soonyoung menempelkan ponselnya ke telinga.

"Yeoboseyo?"

"Sekarang kau temui aku di depan toko buku ini!"

Tubuh Soonyoung menjadi kaku. Jihoon yang melihatnya refleks menyentuh lengannya. Soonyoung tersadar, lalu ia menoleh dan tersenyum kearah Jihoon. Mengisyaratkan ia baik—baik saja.

"Kau dengar? Sekarang juga!"

Soonyoung kembali terdiam. Sambungannya diputus secara pihak. Ia melirik kearah Jihoon yang sedang sibuk mencari buku.

"Ji?"

"Ya?"

"Aku keluar sebentar, ada seseorang yang ingin menemuiku"

Jihoon melirik sebentar dan mengangguk tanda setuju. Tanpa berkata lagi, Soonyoung langsung keluar dari toko buku tersebut dan seseorang yang sudah menunggunya menatap penuh amarah kearahnya.

"Sudah selesai kencannya Kwon?—"

"Ternyata Jihoon jalang juga"

Tangan kanannya mengepal erat setelah mendengar ucapan itu. "Apa mau mu!" Soonyoung sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi.

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu"

"Jangan bertele—tele!"

"Sabar teman"

"Aku tanya sekali lagi, apa mau mu Seokmin!"

Seokmin tersenyum sinis, tatapan matanya menusuk. Pikirannya mulai menghitam. Ia sudah bukan Seokmin yang dulu lagi.

"Kapan kau akan membunuh Jihoon?—"

"Kau lupa atau berpura—pura lupa Ha?!—"

"Kau sadarlah! Kau seorang pembunuh bayaran! Apa kau sudah menikmati hidup sebagai manusia biasa?—"

"Atau kau sudah termakan ucapanku dulu?"

Soonyoung mencoba mengingat perkataan namja yang berada dihadapannya. Berhati-hatilah dengan aktingmu. Kau bisa saja jatuh cinta dengan Jihoon hyung. Jatuh cinta? Ia jatuh cinta kepada Jihoon. Soonyoung terdiam. Tak tahu harus berbuat apa.

"Sudah kuduga kau jatuh cinta dengannya. Karena itu sampai sekarang kau tidak membunuhnya?—"

"Baiklah. Kalau begitu aku akan melaporkan ini kepada Seungcheol!"

Seokmin sedang berusaha memancing Soonyoung agar ia mau mengakui perasaannya. Namun, Soonyoung masih terdiam disana.

"Atau?—"

Soonyoung sudah ancang—ancang. Ancaman Seokmin tak boleh ia remehkan.

"Aku yang akan membunuh Jihoon besok"

Dengan segera Soonyoung mencengkram kerah kemeja yang Seokmin pakai. "Jika kau berani menyentuh Jihoon, kau yang tidak selamat!" Seokmin tersenyum, memancing pengakuan dari Soonyoung ternyata sangatlah gampang.

"Ok aku tidak akan menyentuh Jihoon. Tapi kau sekarang harus ikut ke tempat Seungcheol!"

"Kalau aku tidak mau?"

"Kau tahu apa akibatnya"

Untuk pertama kalinya, Soonyoung terlihat lemah dihadapan seseorang. Akhirnya ia hanya pasrah dan mengikuti Seokmin dari belakang. Sekilas ia melirik toko buku itu, Jihoon masih berada disana. Soonyoung menangis dalam diam. Ia tak bisa berkutik. Dalam hatinya ia selalu melontarkan kata maaf untuk Jihoon.

Jihoon, maafkan aku.

.

.

.

Jihoon berlari dengan sangat cepat. Tak perduli sudah beberapa orang yang ia tabrak. Ia tetap berlari sejauh mungkin. Memikirkannya pun sangat menyakitkan baginya. Begitu banyak moment indah yang sudah ia lewati. Namun hancur begitu saja saat mendengar hal pahit yang akan menimpa dirinya.

Ia harap semua yang ia dengar tadi hanya omong kosong belaka saja. Tapi apa? Ia mendengar dengan jelas semua percakapan antara Soonyoung dan Seokmin. Ia tak tahu siapa yang harus ia salahkan? Ia juga tidak tahu siapa korban yang sebenarnya? Lebih parahnya lagi ia tidak tahu siapa sosok Kwon Soonyoung sebenarnya.

Mengingat hal itu membuat airmatanya meluncur sangat deras. Hatinya terasa sesak, seakan ia tidak bisa menghirup udara dengan baik. Matanya juga tidak bisa melihat jalan dengan baik karena terlalu banyak airmata yang sudah ia tumpahkan.

Brugh

Jihoon terjatuh di jalan yang sunyi. Bahkan untuk berdiri dia sudah tak sanggup lagi, yang bisa ia lakukan sekarang hanya menangis. Ia menangis terisak—isak.

"Jihoon?!"

Seseorang memegang pundaknya. Jihoon mendongak dan langsung memeluk seseorang itu dengan eratnya.

"Jihoon? Kau kenapa?! Ada apa?! Katakan padaku Jihoon!"

Seseorang itu mengguncang—guncangkan tubuh Jihoon pelan namun penuh tekanan.

"Wonwoo-ah!"

Isakan Jihoon semakin kuat. Ia memeluk Jihoon tak kalah eratnya. "Tenang, Ji. Aku ada disini" Wonwoo berusaha menenangkan sahabatnya dan ia juga terlihat sangat bingung. Ia merongoh celananya mencari keberadaan ponselnya. Ia mencari nama kontak seseorang dan langsung menghubunginya.

"Jun! Temui aku di perbatasan taman kota sekarang juga!"

"Apa yang sedang terjadi malam—malam begini Wonwoo-ah?"

"Aku tidak tahu! Tapi Jihoon sedang menangis! Aku tidak tahu apa penyebabnya. Tolong cepat kemari!"

Jun refleks bangkit dari tempat tidurnya. Jihoon sedang menangis membuat pikiran Jun menjadi kacau. Ia langsung meraih kunci mobil dan ponselnya lalu pergi.

Jihoon! Tunggu aku.

TBC

Love me or Kill me © 2017 Dubiguwae

Note!

Ada yang masih nunggu ff ini? Hehe semoga masih ada ya. Gimana chapter ini? Ada yg dari kalian bisa menebak akhir ceritanya? Semoga endingnya nanti tidak mengecewakan kalian ya.

Oh ada yang minta soonhoon moment nya dibanyakin ya, ini sudah author tambahkan ya.

Cuma ingin memberitahu, ff ini tentang Soonyoung yang menyamar jd mahasiswa untuk membunuh Jihoon dan dia profesi sebagai pembunuh bayaran, jadi wajar kebanyakan scene nya tentang Soonyoung dibanding soonhoon nya ya. Semoga diterima.

See u next chap!

Big thanks to:

smolzi22, onewshinee12, adzhanina, KittyJihoon, auliaMRQ, Re-Panda68, Phigukie, mongyu0604, woozilee2211, shapchan, HameChang, Aprilina329, BakaNone, Sheryl010, kwsny, ADRESTlA, hoaxshi

All guests!

Dan yang sudah follow dan fav ff ini. Terima kasih banyak ya.