Seorang lelaki mendesah hebat tatkala si pejantan sesungguhnya menggagahinya dengan gelap mata. Ia tidak menyesal ketika Kris melakukannya dengan brutal dan dalam keadaan tidak sadar karena pengaruh obat yang ia campurkan dalam minumannya. Setidaknya ia berhasil memiliki Kris untuk malam ini. Ia tidak peduli akan hari esok, karena Huang Zi punya berbagai cara licik untuk mendapatkan hati seorang Kris.
Huang Zi terus mendesah keras-keras saat Kris menumbuk titik nikmatnya. Rasanya seperti mencicipi bintang-bintang. Namun sebuah tamparan keras menyadarkannya.
"Tutup mulutmu jalang murahan!" Kris mengumpat saat Huang Zi berteriak dalam pergumulan mereka.
Kris terus memaju mundurkan tubuhnya dengan kasar. Namun sebesar apapun hasratnya membuncah, ia rasa ini tak akan sanggup menuntaskannya. Kris frustasi bukan main, ia terus menyatukan dirinya dengan Huang Zi sekasar mungkin dengan tujuan memuaskan libidonya. Ditengah penyatuan itu, otak yang telah dilumpuhkan oleh obat sialan itu mulai sedikit bekerja. Sekelebat bayangan dengan suara tawa melintas begitu saja. Ia menghiraukannya, namun bayangan itu melintas lagi dengan aura dan sosok yang lebih jelas. Rambut putih, mata bersinar, kulit susu…
CTARRR!-
Suara gelegar halilintar ditengah badai malam ini seratus persen menyadarkan apa yang sudah dilakukannya. Ia lantas mencampakan lelaki yang tengah kebingungan lantaran Kris membenahi pakaiannya dan hendak berlari keluar. Sebuah tangan mencegah Kris saat menuju ambang pintu. Kris menepisnya keras seraya mengumpat.
"Aku akan membunuhmu atas ini, persiapkan kepalamu untuk menggelinding dan kujadikan makanan babi"
Kris berujar tenang namun garis-garis gelap menutup sebagian wajahnya. Kilatan matanya mengartikan kesungguhan atas apa yang ia ucapkan baru saja. Huang Zi hanya menarik sudut bibirnya menanggapi ucapan dingin dari Kris. Seolah tanpa ketakutan ia berkata..
"Kau akan bersimpuh dilututku sebelum itu terjadi.." Huang Zi tersenyum sinis sambil mengunci pintu dan membiarkan Kris terjebak bersamanya..
CHAPTER 4
Tittle : Rebles of Oceans and The Sky
Based on story : "LADY GEORGIE" Yumiko Igarashi's Manga Comic (1982-1984)
Genre : Hurt/Romance/Drama
CASTS : Oh Sehun x Xi Luhan, Park Chanyeol x Byun Baekhyun And Other
Sorry For Typo(s)
Happy Reading
.
.
.
Chanyeol mengasak rambutnya saat suara gemerisik memasuki gendang telinganya. Membangunkannya dari tidur lelap setelah seharian beraktivitas. Lantas tangan kokohnya ia gerakkan untuk menyibak selimut. Kulitnya sedikit merinding saat dingin menerpanya mengingat ia hanya memakai celana panjang berwarna hitam. Ia berjalan dengan tenang menuju jendelanya saat suara gemerisik itu semakin jelas.
"Hujan?" Gumamnya pelan.
Kemudian menyibakkan jendela kamarnya dan mengamati suasana gelap diiringi tetesan air turun deras membasahi segala apa yang ada. Ia menguap sedikit,
"Hoammm, masih malam" Rutuknya saat akan kembali menuju ranjangnya. Namun sayup sayup sebuah suara tertangkap oleh dua lembar telinga besarnya.
"Bukan suara hujan? Itu suara orang!?"
Chanyeol terhenyak, segera berlari keluar mencari sumber suara. Namun yang ia dapatkan justru pemandangan mengerikan dimana ibu kandungnya menjambak seorang lelaki bersurai salju yang bersimpuh diatas tanah berlumpur.
Ini tidak baik- pikirnya.
Sang ibu terus menerus meneriakkan kata kasar yang sukses membuat Chanyeol seolah membatu tak bergerak di depan pintu. Langkahnya tercekat, seolah sebuah tangan menyembul dari dalam tanah mencengkeram kakinya.
"PERGILAH KAU KEMANA SAJA! Karena ulahmu Chanyeol dan Kris saling memukul. Dengan adanya kau dirumah ini semuanya menjadi kacau!" Seru wanita tambun itu sembari terus mencekik leher dan menjambak surai putih lelaki mungil yang kini bersimpuh menghadap angkasa. Luhan hanya bergeming sambil terus merasakan tetes hujan menampar wajahnya. Lehernya sakit, rambutnya sakit, namun hatinya lebih sakit lagi. Namun satu nama yang setia ia lantunkan tatkala manusia itu tak layak ia panggil demikian.
"Ibu.. Ibu.." Adalah nama yang dipanggilnya dalam setiap deraan dan perlakuan kasar yang ia terima.
Chanyeol sadar dalam keterdiamannya, hingga tubuhnya ia gerakkan mendekati dua orang yang tengah melawan dinginnya hujan diluar sana.
"Ibu, Luhan, ada apa sebenarnya?" Chanyeol merasa bodoh saat bebrkata demikian, ia sudah melihat apa yang terjadi namun enah kenapa bibirnya berpura-pura tak tahu apa-apa.
Wanita tambun yang dipanggil ibu itu meroboh, dilepaskannya tarikan dari rambut putih lelaki yang ia siksa dari tadi. Tubuhnya mencelos memunggungi Luhan yang sedang memandang kosong bumi yang dipijaknya. Chanyeol membantunya berdiri.
"Ayo masuk kedalam, kalian bisa sakit. Lihat kalian!-"
Saat itu juga sebuah kilatan cahanya halilintar bergerak turun menjilat kulit bumi. Dan saat itu juga dalam tanah yang tergenang Chanyeol melihat bayang bayang Luhan tengah memegang kepalanya dengan air mata yang lolos begitu saja dari manik kelamnya. Chanyeol tercekat, bertahun-tahun ia tak pernah melihat adiknya menitikkan air mata. Sesuatu yang sangat buruk baru saja terjadi. Chanyeol sadar, pertengkaran mereka bukan hal sepele yang biasa ibunya perdebatkan. Pertengkaran ini..
Melukai hati Luhan..
Luhan membawa kakinya berjalan menjauhi ibu dan saudaranya. Kakinya ia bawa entah kemana menerjang hujan dan lara hati yang tengah menganga lebar dan menguarkan kesedihan mendalam. Chanyeol mendapati adiknya bergerak menjauh dengan segera hendak menyusulnya. Namun sebuah tangan mencegahnya melangkah lebih jauh. Megunci kakinya dalam keterdiaman dan kebimbangan.
Chanyeol meneriakkan satu nama.
"LUHAN!"
Dalam kaki yang masih terkunci dalam pelukan sang ibu, Chanyeol menunduk kebawah. Mendapati seorang wanita egois yang tengah meratap memohon agar anaknya tak beranjak.
"Kumohon.. Jangan mengejarnya, anak itu lebih baik dari sini" sang ibu bertutur dengan senyum ringan seolah tanpa beban mengatakan hal yang membuat Chanyeol murka setengah mati. Chanyeol memandangnya dingin, tidak menyangka perempuan yang melahirkannya ini melanggar janji yang baru ia tuturkan sore tadi.
"Ibu, kau melanggar janjimu kan?" Chanyeol berujar tanpa rasa kepada ibunya.
"Ini kulakukan agar kau dan Kris hidup dengan rukun, sejak semula memang seharusnya begitu kan? Mengertilah.. aku hanya melakukan yang terbaik demi kalian berdua" Sang ibu memperkuat cengkeraman pada kaki anaknya.
Chanyeol tak berkutik, tak disangka ibunya berfikiran sempit mengenai kebahagiannya dengan kakaknya. Amarahnya hendak meluap namun bukan Chanyeol namanya jika ia tak mampu meredam emosi setenang mungkin. Hati kecilnya bicara, memaksa ia untuk membuka mulutnya dan bersuara seolah memiliki kemampuan untuk mengetuk dinding egoisme ibunya yang terlampau tebal.
"Apakah dalam hidup kita hanya bisa mengusir Luhan tanpa melindunginya?—
-IBU?!" Wajah Chanyeol menggelap, memandang wajah ibunya sarkatis.
"Menyedihkan sekali" Timpalnya sambil tersenyum mengerikan. Ibunya hanya terdiam mendapati wajah anak bungsunya yang tak terbaca. Entah marah, sedih, kecewa ia tak pernah mendapati anaknya seperti ini.
"Aku samasekali tidak membencimu, tetapi kali ini aku tidak bisa memaafkanmu"
FINAL,
Ibunya hanya mampu terperangah dengan ucapan dingin yang baru saja ia terima ari anak kandungnya. Belum lagi hentakan kaki Chanyeol memaksanya melepaskan rengkuhannya. Chanyeol berjalan tenang menembus badai mencari sosok yang tengah lari darinya membawa luka. Namun sesuatu membuatnya berbaluk arah menghampiri sang ibu lagi. Ia memandang ibunya dalam kebekuan wajah datarnya. Sejurus kemudian mencium tulang pipi ibunya—
Untuk terakhir kali,
"Selamat tinggal" Itulah yang keluar dari mulut Chanyeol sebelum benar-benar meninggalkan wanita yang menangis tersedu dibawah derasnya hujan.
Chanyeol berlari, memutar otak mencari tempat dimana kira-kira Luhan berada. Tak dihiraukannya wanita yang melolong pilu dibelakang memanggil namanya berulang. Kaki telanjangnya menginjak bumi yang tengah menggigil kedinginan dalam selimut badai.
.
.
.
"APA YANG KAU LAKUKAN JALANG!" Kris berteriak mendapati pintu dikunci oleh lelaki di hadapannya. Laki-laki itu menatapnya dengan pandangan meremehkan. Namun Kris tidak gentar, ia memutar otak. Sejurus kemudian deitendangnya ointu kayu dihadapannya hingga ambruk dan meninggalkan suara berdebum. Huang Zi sangatlah terkejut, pasalnya Kris menendang pintu tepat disamping kepalanya. Andaikan mungkin Kris meleset, pastilah kepalanya menggelinding ketanah beberapa detik yang lalu. Kris hendak berlari menembus badai. Huang Zi mencegahnya.
"Kris, TUNGGU!"
Seolah tuli, Kris hanya berjalan lurus tanpa memedulikan lelaki yabg sedari tadi memanggilnya.
"KRIS!" Panggilnya lagi, kemudian menyusul langkah lelaki tinggi itu. Kris menghela napas sejenak menghadapi pria ini.
"Kau ini apa-apaan, tiba-tiba meninggalkan toko!" Huangzi terengah-engah mengatur napasnya.
"Aku mau pulang"
SIngkat dan dingin, begitulah reaksi Kris jika seseorang mengusiknya.
"Ini masih badai bodoh! Pulanglah saat hujan reda!" Jesica menimpali dengan raut pura-pura khawatirnya. Dan Kris hanya bergeming memandangnya.
"Huang Zi—
Aku tidak mencintaimu, jangan pernah mengharapkan apapun dariku, JANGAN PERNAH" Ketusnya seraya hendak membawa dua kaki jenjangnya yang lagi-lagi dicegah untuk meninggalkan lelaki dibelakangnya.
"Kenapa?" Huang Zi menatapnya dengan raut sedih.
"Kau bertanya kenapa?—
Kata-kata halusmu serta wajahmu yang tenang dan ceria itu semuanya bohong!" Kris menepis tangannya yang tengah digenggam erat oleh Huang Zi.
"Selamat tinggal" Ujarnya selagi berlalu.
Diam diam sebuah senyum mengulas dari bibir Huang Zi. Ia tidak terima dengan barusaja pencampakkan yang baru saja ia terima.
"Selamat tinggal! Aku akan berdoa untukmu, semoga seseorang yang telah mengambil hatimu itu pergi" Huang Zi terkekeh pelan diiringi guruh halilintar dibelakangnya.
.
.
.
Luhan berjalan memeluk tubuhnya yang membeku kedinginan. Tubuhnya ditampar keras oleh angin dan dan kerasnya hujan badai ditengah malam itu. Langkahnya memberat membawa luka menganga dalam hatinya. Kaki telanjangnya mulai membiru diterpa suhu dingin yang merasuki tulangnya. Seolah ingin menggantikan raganya yang seperti tak lagi bernyawa. Air matanya jatuh bersamaan dengan tetes hujan yang terus memukul wajahnya tanpa ampun. Dengan bibir yang terus menggumamkan tiga kata tanpa henti.
"Aku, anak narapidana—
Aku.. anak narapidana" Tiga kata itu terus terulang hingga otaknya menghafal seluruh rasa sakit yang diterimanya. Ia terus berjaland engan terhuyung tanpa arah. Tanpa ia sadari suara seseorang meneriakkan namanya. Telinganya seolah ditulikan dengan pelukan sang hujan yang mendera seluruh kulitnya.
Chanyeol berlari menembus hutan gelap demi mencari Luhan. Kakinya ia bawa menapaki tanah basah berlumpur tanpa mempedulikan pacet-pacet hutan mengisap darahnya. Hanya satu nama yang mampu ia serukan dan nama itu pula yang sekarang ini memenuhi kepalanya. Chanyeol beteriak frustasi saat apa yang dicarinya seolah menghilang ditelan bumi. Namun sayang, Luhan tak mendengarnya..
Luhan telah sampai di sebuah sungai yang biasa dijadikannya tempat menangkap ikan bersama kakaknya. Namun keadaannya jauh berbeda, karena arus deras membuat aliran sungai beriak keras seolah akan menelan siapapun yang terjun kedalamnya. Luhan memandang sungai itu, dikepalanya tersisa banyak kenangan yang ia lakukan disana bersama kakak-kakaknya. Namun semua hilang.. hilang..
Luhan mengejar kenangan itu yang semakin membawanya mendekat menuju bibir sungai. Kaki birunya perlahan memasuki dinginnya air yang hendak berarak menuju ke lautan. Kenangan itu beranjak pergi meninggalkannnya seolah terhanyut aliran sungai yang membawanya ke laut lepas. Kembali otaknya menyerukan setiap umpatan kasar yang dituturkan oleh orang yang dipanggilnya ibu selama enam belas tahun masa hidupnya. Ia tersenyum, ternyata kenangan itu tidak menghilang.
'Akulah yang seharusnya menghilang' bisik hatinya kecewa.
Luhan terus berjalan menuju ke tengah sungai yang arusnya semakin kuat. Ia menyerukan satu nama yang sangat mustahil bisa menolongnya disaat seperti ini.
"Sehun, aku ingin bertemu denganmu. Tapi aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Siapa aku, kemana sebaiknya aku pergi?" Monolognya mencari jawaban.
Hingga tanpa sadar sebuah batu berlumut diinjaknya membuatnyatergelincir dan membawanya pada hantaman kayu besar yang terbawa arus air. Luhan ikut terbawa bersama batang kayu itu. Tangannya memeluk erat batang kayu itu takut akan ajal yang sebentar lagi menjemputya. Namun sayang batang kayu itu terhempas saat tubuhnya menabrak batu besar ditengah arus sungai.
Tubuhnya larut kedalam air, seperti dalam buku yang pernah ia baca. Dimana jika seseorang sebelum meninggal maka kenangan semasa hidupnya akan berputar. Dan benar saja, kenangan masa kecil bersama kakaknya berputar ulang dalam sebuah runtutan kronologii cerita. Dimana ia sedang tertawa dalam hamparan luas padang rumput bersama domba-dombanya. Tawanya bersama kakak-kakaknya. Serta anak kucing yang pernah ia bawa pulang yang akhirnya malah dibuang oleh ibunya. Hingga sampai pada sebuah kejadian yang menyentak tubuhnya hari ini.
Air tawar berlomba-lomba mempersempit nafasnya. Hingga sebagian masuk kedalam paru-paru yang semakin memberatkan tubuhnya untuk masuk ke dasar sungai. Matanya ia katupkan, ia lelah..
Ia ingin beristirahat.. karena semua yang terjadi hari ini sangat melelahkan. Dalam kesadaran yang kian menipis. Ia bergumam..
'Sudah tak bisa kembali..'
.
.
.Chanyeol memutar otak, mencari dimana kira-kira tempat yang mungkin bisa dicapai langkah adiknya. Mulutnya terus memanggil-manggil satu nama yang sekarang membuatnya khawatir setengah mati.
"Dimana dia?" Ia terus berjalan hingga menuju tepian hutan.
"Luhaaaaaaan! Kau diman—" Chanyeol tertegun saat ia melihat sekelebat rambut putih menyembul dipermukaan air. Tanpa pikir Chanyeol terjun kedalam air, mengerahkan tenaganya dan benar saja. Luhan tenggelam dan terbawa arus air hingga ke tepi hutan. Chanyeol panik bukan main, sudah berapa lama adiknya terbawa arus menuju kemari. Seluruh tubuhnya dilanda ketakutan saat memegang tubuh adiknya yang telah membujur sedingin es. Ia berenang membawa adiknya menuju bibir sungai. Ia menggendong adiknya dan menidurkannya di rerumputan. Chanyeol menangis, ia tidak ingin adiknya pergi begitu saja. Dirabanya tangan dingin membiru itu, nadinya lemah. Chanyeol menggeleng,
"Tidak, kita tidak akan berpisah" Chanyeol segera memberi napas buatan untuk lelaki manis yang seolah tidak ingin terusik dari tidurnya.
"Tidak untuk kedua kalinya"
Chanyeol menepuk-nepuk pipi adiknya sambil menekan leher adiknya namun si mungil tak kunjung memberikan respon.
"Jangan pergi"
"Aku mencintaimu, aku menyayangimu" Chanyeol berteriak didepan wajah pucat adiknya yang terbaring lemah. Chanyeol tergopoh, diangkatnya tubuh kecil itu dan dibawanya berlari menuju sebuah tempat yang memungkinkan untuk ia datangi.
.
.
.
Chanyeol menggedor pintu rumah Tn. Lee. Chanyeol menunggu sejejnak, mungkin beliau sudah tidur. Chanyeol berinisiatif memanggilnya.
"Ahjussi, ini Chanyeol tolong buka pintunya" Lolongnya.
Tak berapa lama seorang lelaki tua membukakan pintu membawa lentera. Dan tanpa basa-basi Chanyeol memburunya dengan penjelasan.
"Luhan jatuh ke sungai" Chanyeol memelas.
"Bawa dia masuk" Tn. Lee agak khawatir dengan kondisi Luhan yang seperti ini. Ia segera membawakan selimut dan mulai menyalakan perapian.
Sementara Chanyeol segera melucuti pakaian basah adiknya dan menyelimuti tubuh polosnya dengan selimut yang dibawakan Tuan Lee.
"Hangatkan dia Chanyeol" Tuan lee berujar.
"A-apa?"
"Hangatkan dia!, peluk tubuhnya atau apapun agar dia tidak kedinginan. Lakukan sebelum dia mati!" Tegasnya pada Chanyeol.
Lantas Chanyeol bergegas masuk kedalam selimut dan merengkuh tubuh adiknya yang seperti bongkah es yang hidup. Berbagi kehangatan dengan harapan adiknya kembali membuka mata..
.
.
.
Sehun berdiri diatas dek kapal saat kapal hendak berlayar menjauhi daratan korea. Subuh-subuh ia bergegas naik kapal yang akan membawanya menuju Inggris. Menatap fajar yang mulai menyingsing di ufuk timur. Ia merindukan kekasihnya..
"Sehun, masuklah kedalam.." Jessica membangunkan sehun dari mimpi sadarnya.
Sehun bergeming, kakinya seolah dirantai agar tak berhenti menatap daratan yang menghampar di depannya.
"Kapalnya hampir berangkat, aku akan disini sampai kapal meninggalkan pelabuhan"
Jessica tersenyum dengan tanggapan tunangannya.
"Ada yang disukai ya? Kalau boleh tahu ap—"
"Masuklah kedalam, ada yang ingin kubicarakan nanti" Sehun berujar tanpa memandang tunangannya.
Jessica menyadari gerak-gerik aneh Sehun hari ini.
"Tentang apa?"
"Tunggu saja di ruang kapal"
'Enam bulan lagi Lu, kita harus bersabar selama itu. Tunggu aku kembali dan kita tak akan terpisah lagi'
Bisiknya dalam hati tanpa tahu kekasihnya tengah berjuang antara hidup dan mati nun jauh disana.
T
B
C
Alloooo, singkat ya?
Mianhae, Saranghae..
Author lagi di RS sakit typhus, tapi dibawain laptop wkk. Daripada nganggur mending nyenengin kalian kan? Emang rencananya author update 3k-3k biar jalan ceritanya gak terlalu panjang ditiap chapternya. Gak kerasa yang SMA udah mau pengumuman, Semangat ya! Semoga diterima di universitas yang diinginkan. Doa author mengiringi langkah kalian..
Sekian deh basa basinya, sampai jumpa di chapter depan..
LIKE FOLLOW and don't forget to REVIEW ;)