"Hai babe, long time no see," ucap wanita berambut kecoklatan itu ketika sang pemilik rumah membuka pintu. Wanita itu kemudian mencium pipi Iwaizumi.

"Gimana kabarmu?" Tanya wanita itu setelah memeluk Iwaizumi singkat.

"Hei, ayo masuk dulu, di luar dingin." Lisa Mashiro mengangguk cepat, membuka mantelnya-dibantu Iwaizumi tentunya, melepas sepatunya, lalu masuk ke dalam apartemen mendahului pacarnya.

Iwaizumi menatap punggung Lisa yang berjalan menjauh. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah malam ini. Satu hal yang ia sadari adalah bahwa malam ini mungkin akan menjadi awal dari titik balik kehidupannya. Mungkin. Iwaizumi tidak tahu.

Pria itu kemudian menyusul wanitanya.

"Hajime kok udah nggak pernah telepon lagi sekarang?" Tanya Lisa yang melihat Iwaizumi berjalan ke arah dapur.

Topik ini cukup menyenggol egonya. Hampir saja dia meledak dan berteriak 'kamu sendiri kenapa nggak pernah telepon?', 'kamu sendiri kemana saja?', 'kamu masih peduli?', dan pertanyaan-pertanyaan lainnya hanya karena pemicusesimpel itu.

Iwaizumi menghela napas singkat. Ia tidak boleh kehilangan akal sehatnya di saat seperti ini.

"Iya, aku sibuk. Kamu sendiri sibuk, kan?" ucapnya datar. Ia bangga pada dirinya sendiri karena masih bisa bersikap seperti biasa.

"Iyasih," balas Lisa memaklumi jawaban Iwaizumi dengan cepat sambil mengangguk.

"Yaudah ayo kita makan, aku sudah masak beberapa menu favoritmu," ajak Iwaizumi yang tanpa basa-basi langsung menghilang dari pandangan.

"Oh shit, babe. You always ruin my diet. Tapi makananmu selalu dabest, I can't resist," ucap Lisa buru2 bangkit dari sofa yang baru saja didudukinya dan menyusul Iwaizumi ke ruang makan.

Makan malam itu dipenuhi oleh suara Lisa yang membicarakan pekerjaan dan kehidupannya selama jauh dari Iwaizumi. Iwaizumi tidak pernah bertanya, namun ia selalu membiarkan pacarnya itu bercerita panjang lebar. Itu sudah seperti kebiasaan mereka ketika bersama. Lisa bercerita, Iwaizumi mendengarkan. Tapi, entah Iwaizumi yang terlalu jelas atau Lisa menjadi sensitif karena sekarang Lisa menatap Iwaizumi dengan pandangan aneh.

"Babe… Masih ada pekerjaan yang belum selesai? Kok dari tadi keliatan kaya bengong gitu sih?" tanya sang wanita yang kemudian menyuap carbonaranya dengan garpu. Iwaizumi bahkan tidak sadar kalau dia 'bengong' seperti yang dikatakan oleh Lisa.

"Oh, engga kok. Nggak ada apa-apa… Terus gimana tadi, lanjutin aja ceritamu. Aku denger kok," ucapnya kemudian menyusul Lisa menyuapkan makanan ke mulutnya. Lisa memicingkan matanya.

"Serius beneran nggak ada apa-apa?" tanya Lisa lagi. Iwaizumi mendengar setitik kepedulian di suara Lisa. Meskipun ia tidak tahu apakah itu benar atau hanya fasat saja. Iwaizumi tersenyum simpul.

"Serius. Udah, lanjutin makannya."

Dia mengakui dia tidak punya cukup bukti untuk bilang bahwa Lisa selingkuh, meskipun jelas-jelas ia tahu dan curiga. Tapi, dia tidak bisa mengonfrontasi Lisa tanpa bukti lebih.

Makan malam selesai lebih cepat dan membosankan dari biasanya. Bahkan Lisa seolah ingin cepat-cepat pergi dari flat Iwaizumi karena ia mulai bicara soal pekerjaan selanjutnya yang akan dia lakukan besok pagi. Jadi, dia tidak bisa menginap di sana malam itu.

Sejujurnya, Iwaizumi cukup merasa bersalah pada Lisa karena ia sendiri sama sekali tidak terlalu memikirkan Lisa malam itu. Pikirannya justru melayang pada ingatan akan isakan Oikawa yang ia sebabkan hari itu di rumah sakit. Tak hanya malam ini, tetangganya itu terus memenuhi pikiran Iwaizumi beberapa hari terakhir. Ia bahkan tidak terlalu peduli pada Lisa yang selingkuh. Yang ia pikirkan hanya bagaimana kabar Oikawa setelah ia meninggalkannya atau apakah dia makan dan istirahat dengan teratur.

Sejak hari itu, ia belum berpapasan lagi dengan Oikawa. Oikawa tidak datang ke kantor karena tidak ada jadwal pemotretan, tapi ia juga tidak melihat adanya tanda-tanda kehidupan di flat Oikawa. Ia tidak enak hati jika harus mengganggu Sugawara hanya untuk menanyakan kabar Oikawa

Iwaizumi menghela napas pelan sembari mengantar Lisa ke pintu flatnya. Ia memutuskan untuk menemani wanita itu sampai ke depan gedung apartemennya.

Ketika ia membuka pintu dan melangkahkan kaki keluar dari flatnya, dia bisa mendengar pintu di sebelah apartemennya terbuka bersamaan dengannya. Ia menoleh dan mendapati Oikawa yang juga sama-sama keluar dari apartemennya.

"Oi..kawa?" suaranya tercekat.

Oikawa menoleh dengan cepat dan terkejut melihat Iwaizumi yang berada hanya beberapa kaki dari tempatnya berdiri. Namun keterkejutannya segera digantikan dengan tatapan datar Oikawa. Iwaizumi tidak tahu apa yang ada di pikiran Oikawa saat ini. Namun, ia tidak suka dengan tatapan yang diberikannya pada Iwaizumi karena itu terlihat sangat kosong. Ia juga tidak tahu apa ini hanya perasaannya saja atau bukan, tapi Oikawa terlihat lebih kurus. Pipinya semakin tirus, dan ia juga bisa melihat kantung mata yang cukup menghitam di bawah mata yang biasanya gemerlap dengan semangat itu. Rasanya tersiksa hanya melihat Oikawa dalam keadaan seperti ini.

Ia sudah siap menghampiri Oikawa ketika Lisa tiba-tiba muncul dari belakang pintu flatnya.

"Hajime? Kenapa berdiri di depan pintu?" tanyanya. Kemudian ia menemukan alasan Iwaizumi dan bertemu pandang dengan Oikawa.

"Oh? Tetangganya Hajime?" Lisa melemparkan senyum ke Oikawa.

Oikawa membalas senyuman Lisa. Iwaizumi bisa melihat bahwa senyum itu adalah senyum 'standar' yang selalu Oikawa umbar untuk kepentingannya, bukan senyum yang biasa ia berikan pada Iwaizumi. Iwaizumi menghela napas, membiarkan mereka mengobrol tanpanya. Karena tidak bisa dipungkiri, rasa canggungitu masih ada.

"Selamat malam, saya Oikawa Tooru." Oikawa membungkukkan badannya sedikit untuk menunjukkan rasa hormatnya.

"Halo Oikawa-kun, aku Lisa Mashiro, pacarnya Hajime," balasnya.

"Ah, Lisa-san! Iwa-chan sering cerita soal Lisa-san." Oikawa masih menyunggingkan senyum pada Lisa dan Iwaizumi. Namun, mata Oikawa tidak pernah bertemu dengan Iwaizumi.

"Iwa-chan?" Lisa menoleh ke arah Iwaizumi yang menutup dan mengunci pintu di belakangnya.

"Eh, maaf, udah kebiasaan panggil Iwaizumi-san dengan Iwa-chan," ucap Oikawa sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Hehe.. nggak masalah kok! Oikawa-kun mau turun?" Mata Lisa terlihat masih penasaran dengan sang mahasiswa.

"Iya! Lisa-san sendiri?" Oikawa bertanya lagi, sekedar untuk basa-basi. Namun, ia merasa ia akan segera menyesali keputusannya karena sesungguhnya ia ingin segera berpisah dari pasangan itu.

"Aku juga! Ayo turun bareng aja kalo gitu? Sekalian. Iya nggak, babe?" Seperti yang sudah Oikawa duga, betul saja, dia menyesal sekarang. Bagaimana tidak, kecanggungan yang ia rasakan sudah merasuk hingga ke dalam sel-sel di tubuhnya. Ingin sekali ia cepat-cepat lari dari sana.

"Lho? Lisa-san udah lama di sini? Kok udah mau pulang?" tanyanya. Karena mungkin saja wanita itu harusnya masih ada urusan dengan Iwaizumi.

"Oh, iya, aku tadi dateng sebelum makan malam. Tapi besok pagi ada job, jadi aku harus siap-siap," jawabnya.

"O-ooh… Begitu…" Oikawa tersenyum simpul menanggapi jawaban Lisa.

Iwaizumi masih menunggu mata Oikawa untuk kembali melihatnya. Namun nihil, bahkan ketika mereka akhirnya menaiki lift dan berjalan ke luar gedung apartemen, Oikawa bahkan sama sekali tidak mengikutsertakan Iwaizumi di dalam percakapannya dengan Lisa. Lisa juga sama saja, dia terlalu asyik berbincang dengan Oikawa sampai seolah-olah Iwaizumi tidak berada di sana.

Sepanjang perjalanan ke luar areal apartemen, yang bisa Iwaizumi tangkap adalah bahwa mereka berdua berbincang banyak, lebih-lebih dunia permodelan. Iwaizumi jadi seperti orang ketiga. Namun, justru itulah yang dia inginkan. Karena dia masih tidak tahu harus membuat wajah bagaimana atau harus bicara apa dengan Oikawa yang jelas-jelas beberapa hari lalu menyatakan perasaannya ke Iwaizumi.

Iwaizumi masih belum menyelesaikan apapun. Oleh karenanya, Iwaizumi merasa dia masih belum pantas untuk mengajak bicara Oikawa lagi. Tidak sampai dia yakin pada pilihannya dan menyelesaikan masalahnya dengan Lisa hingga tuntas. Baru setelahnya, dia akan menghadapi Oikawa lagi. Fairly.

Tapi bagaimanapun, ia tidak bisa bohong pada dirinya sendiri. Rasa sakit yang tiba-tiba bersarang di hatinya adalah nyata. Itu adalah perasaannya ketika melihat Oikawa mengabaikannya dan asyik dengan orang lain. Itu bukan perasaannya untuk Lisa lagi.

Iwaizumi memerhatikan kedua orang yang berjalan di hadapannya. Mereka hampir mendekati persimpangan ketika Lisa meminta kontak Oikawa. Kalau-kalau ada job offer, katanya. Mereka bertukar kontak hanya untuk beberapa saat, namun Iwaizumi bisa melihat kegelisahan di mata Oikawa. Dia terlihat tidak nyaman namun sungkan untuk menolak permintaan Lisa. Tentu karena Lisa adalah seniornya di dunia permodelan.

Oikawa pamit untuk berpisah, dia mau menginap di flat teman kampusnya, katanya. Flat Sugawara, Iwaizumi menebak. Sedangkan Lisa dan Iwaizumi sendiri menunggu taksi Lisa. Segera setelah Oikawa berjalan agak jauh, Lisa menoleh ke Iwaizumi. Matanya berbinar.

"Oikawa ganteng banget ya, mana masih muda lagi," ucapnya. Di dalam hati, Iwaizumi setuju dengan Lisa. Namun, ketika Lisa yang bicara begitu, dia merasa aneh.

"Hahaha…" Iwaizumi hanya tertawa garing menanggapi pendapat Lisa.

"Oiya, kamu dari tadi kenapa diem aja, babe? Tumben?" Lisa bertanya lagi sambil mengamati wajah pacarnya yang terlihat aneh. Alisnya yang biasanya sudah mengerut, kini tambah mengerut.

"Oh, nggak ada apa-apa. Capek aja," jawab Iwaizumi. Tak lama kemudian, taksi pesanan Lisa berhenti di depan gedung apartemen Iwaizumi. Wanita itu kemudian mencium bibir Iwaizumi singkat dan masuk ke dalam mobil sebelum membuka kaca jendelanya.

"Yaudah ya, aku pulang dulu kalo gitu, bye-bye!"

Iwaizumi melambaikan tangannya ke arah mobil yang menjauh searah dengan punggung Oikawa yang masih terlihat di kejauhan. Iwaizumi bisa melihat postur Oikawa yang seolah merosot. Lemas. Ingin sekali ia menawarkan tumpangan ke Oikawa. Tapi hal itu dihiraukannya karena selain ia tidak punya kendaraan pribadi, dia tau Oikawa pasti menolak.

Iwaizumi benci melihat Oikawa yang seperti ini.

.

.

.

Seminggu berlalu sejak Iwaizumi bertemu Lisa maupun Oikawa. Yang ia tau hanya bahwa Oikawa sedang ada job akting sampingan untuk salah satu iklan yang akan tayang, itupun info dari Lisa karena Lisa merupakan aktris utama iklan itu. Oikawa hanya datang ke kantor Iwaizumi ketika dia ada jadwal untuk sesi foto saja. Selain itu, nihil, ia sama sekali tidak pernah berpapasan apalagi chatting dengan sang mahasiswa.

Iwaizumi menghela napas menatap layar komputer yang setia menemani mata lelahnya. Sesekali ia melirik lembaran foto yang diberikan oleh Kenma beberapa hari sebelumnya. Pria itu mengecek jam tangannya dan melihat jarum jam yang bergerak menuju ke arah 5. Dilihatnya orang-orang di kantornya sudah bersiap untuk pulang. Termasuk dirinya.

Sore itu, dia berniat untuk mendatangi lokasi syuting Oikawa dan Lisa. Tentu alasan utamanya adalah bertemu Lisa, meskipun ada udang di balik batu. Tapi, Iwaizumi tidak tahan untuk membiarkan keadaannya seperti ini terus. Masalah ini memang terlihat sepele, namun ternyata sangat memengaruhi efektivitasnya dalam bekerja. Lihat saja, pekerjaan yang biasanya bisa ia selesaikan dalam sehari, kini baru selesai setengahnya. Ia juga jadi merasa lebih cepat lelah dan moody.

Bahkan bawahannya-Hinata dan Kageyama-juga kena imbas beberapa hari sebelumnya. Salah mereka juga karena adu mulut di dekat Iwaizumi ketika mood pria itu ada di level neraka. Iwaizumi yang biasanya hanya tersenyum dan bilang untuk jangan berisik, kali itu berteriak pada bawahannya. Mereka berdua tentunya terlihat ketakutan meskipun Iwaizumi segera minta maaf segera setelah dia sadar itu salah. Tapi untungnya mereka sudah berani menyapa Iwaizumi lagi keesokan harinya.

Sawamura sampai turun tangan karena Iwaizumi hampir saja melewatkan jadwal sesi wawancara dengan salah satu narasumber mereka minggu itu. Untung saja dia masih sempat menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan sebelum waktu wawancara tiba. Bosnya bahkan menawarkan untuk menjadi pendengar untuk Iwaizumi karena ia tahu tentang masalah Iwaizumi dan Oikawa dari Sugawara. Namun dia dengan berat hati menolak, karena Iwaizumi sudah ada rencana lain sore itu.

Ketika semua yang ia lakukan menjadi berantakan karena terlalu memikirkan satu masalah, Iwaizumi sadar ia harus segera mengubah keadaannya. Memang, yang harus dia cari saat ini hanyalah kejelasan hubungannya dengan Lisa. Baru setelah itu, dia bisa berjalan ke masalah yang lainnya. Dan malam ini, dia mungkin bisa menyelesaikan masalahnya dengan Lisa.

Lokasi syuting Lisa dan Oikawa hanya sejauh dua stasiun dan lima belas menit jalan kaki. Menurut informasi dari Lisa, mereka akan selesai syuting pukul 7 malam, dia masih punya waktu dua jam lagi untuk sampai ke sana. Segera setelah beberes barang-barangnya, Iwaizumi beranjak dari kursinya dan berjalan menuju stasiun terdekat.

Ketika kereta sudah mencapai di pemberhentian kedua, Iwaizumi turun dan berjalan menuju ke lokasi syuting Lisa dan Oikawa. Namun, belum sampai ke lokasinya, tak disangka, dia justru menemukan Lisa, Oikawa, dan beberapa orang lainnya berjalan menuju ke salah satu bar yang berada tak jauh dari tempat Iwaizumi berjalan. Sepertinya mereka sudah selesai syuting.

Iwaizumi segera menyembunyikan diri di balik salah satu pohon dan memerhatikan Lisa dan Oikawa yang berjalan di paling belakang rombongan. Memang tidak seharusnya dia melakukan ini, tapi rasa penasarannya jauh lebih besar daripada rasa bersalahnya.

Iapun nekat masuk ke dalam bar itu tak lama setelah rombongan itu masuk dan melihat Oikawa dan Lisa duduk bersebelahan di counter. Mereka berdua duduk memunggungi pintu masuk.

Iwaizumi bisa mendengar alunan live music yang membawakan musik jazz. Kemudian dia duduk di salah satu meja yang berada di ujung ruangan. Meskipun cukup jauh dan tidak bisa mendengar apapun, namun dia masih bisa melihat posisi mereka berdua dari kejauhan.

Tak lama, salah seorang pelayan mendatangi meja Iwaizumi dan menawarkan menu untuknya. Tapi tanpa membuka menu, dia memesan segelas ginger ale. Pria dengan surai spiky itu kembali memerhatikan kedua orang yang ada di meja counter setelah melepas jaket yang ia pakai dan menaruhnya di sebelahnya. Alisnya mengerut.

"Oi… Oi… Deket banget duduknya..." gumamnya pada dirinya sendiri. Ia bisa merasakan rasa gatal untuk memisahkan dua orang yang kini duduk sangat berdekatan itu.

Perasaannya bercampur aduk melihat apa yang ia lihat. Ia marah, namun juga sedih dan cemburu. Tidak sadar, kini dia menahan napas. Mungkin kalau ruangan di bar itu sedikit lebih terang, wajahnya yang memerah karena menahan kekesalan bisa terlihat. Namun, yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah memerhatikan apa yang akan mereka lakukan dan memutuskan apa yang harus ia lakukan berdasarkan apa yang terjadi.

Bukan, dia tidak marah pada Oikawa. Tapi jelas sudah semuanya. Ia tidak perlu lagi mencari kejelasan apapun dari Lisa karena ia sudah melihat dengan matanya sendiri. Hubungan mereka sudah tidak lagi sehat. Iwaizumi tidak punya alasan lagi untuk mempertahankan Lisa setelah ia melihat semua ini.

Sakit hati? Oh, tentu saja. Bagaimana tidak? Hubungan Iwaizumi dan Lisa sudah berjalan cukup lama. Iwaizumi mencintai Lisa. Dikhianati tidak pernah menjadi hal yang menyenangkan. Berulang kali Iwaizumi bertanya pada dirinya sendiri, apa yang salah? Apa yang ia lakukan? Apa yang tidak ia berikan untuk Lisa? Berkali-kali ia berpikir bahwa mungkin semua ini memang salahnya karena tidak menjadi pasangan yang baik bagi wanita itu.

Namun setelah lamanya waktu yang ia gunakan untuk bicara pada dirinya sendiri, ia menyimpulkan bahwa hubungan memang tidak pernah sepihak. Ia harus tau alasan Lisa langsung dari mulutnya.

Atau begitulah rencananya.

Tapi tentunya itu tak perlu lagi ia lakukan karena semuanya sudah terjawab.

Iwaizumi menghela napas pelan sebelum pandangannya kembali ke arah counter bar hanya untuk menemukan tangan Lisa yang mengalung di lengan Oikawa dan mendekatkan wajahnya ke wajah Oikawa. Matanya terbelalak, giginya bergemeletuk. Iwaizumi bisa merasakan panas di wajahnya.

Sesaat ia berpikir bahwa Lisa akan mencium Oikawa.

Ia hampir saja menggebrak meja di hadapannya jika tidak terkejut dengan Oikawa yang tiba-tiba melihat ke arah Lisa dengan tatapan berkilat-kilat marah.

Oikawa terlihat menghempaskan tangan Lisa dari lengannya. Kemudian ia terlihat seperti mengatakan sesuatu pada Lisa dan saat itulah Lisa menampar pipi Oikawa.

Seisi ruangan bar itu menoleh ke arah mereka berdua yang kini menjadi pusat perhatian. Termasuk Iwaizumi. Iwaizumi refleks berdiri dan berjalan menghampiri mereka tanpa pikir panjang. Ia tidak tahu apa yang baru saja dikatakan oleh Oikawa sehingga Lisa menamparnya, tapi, dia tidak bisa tinggal diam melihat kejadian itu.

Seolah sadar ada seseorang yang mendatangi mereka, Oikawa menoleh ke arah Iwaizumi yang sudah tinggal beberapa langkah lagi hingga sampai ke mereka berdua. Untuk beberapa saat ia melihat Oikawa terkejut, namun ia dapat melihat kesedihan yang jelas dari matanya.

Iwaizumi bisa melihat Oikawa yang sekilas menitikkan air mata sebelum mahasiswa itu buru-buru mengambil jaket dan tasnya, memberikan beberapa yen untuk membayar minumannya yang bahkan belum disajikan dan pergi dari sana.

Ini adalah pemandangan yang sudah pernah Iwaizumi lihat sebelumnya. Pemandangan yang mengingatkannya untuk tidak melakukan hal yang sama ke Oikawa lagi karena ia membenci ekspresi itu.

Iwaizumi hanya bisa terdiam melihat Oikawa yang pergi dengan tergesa-gesa. Tangannya mengepal hingga buku-buku jarinya memutih. Ia betul-betul ingin menyusul Oikawa. Betul-betul ingin.

Tapi ia tahu itu bukanlah hal tepat yang harus ia lakukan karena ketika ia menoleh ke arah sebaliknya, dia bisa menemukan Lisa yang wajahnya diliputi kehororan. Ia bisa mendengar suara orang-orang yang berbisik di belakangnya.

"Kamu ngapain di sini? Kupikir syutingmu selesai jam 7?" suara Iwaizumi sangat rendah, hampir seperti geraman. Matanya berkilat. Lisa bahkan tidak berani menatap mata Iwaizumi. Tahu Lisa tidak bisa menjawab, salah satu kru Lisa yang mendapati kejadian itupun angkat bicara.

"Ano… Syutingnya selesai lebih cepat dari perkiraan… Jadi-"

"Saya nggak minta jawaban Anda," ucap Iwaizumi memotong ucapan pria itu. Sang kru dan teman-teman Lisa yang lain pun tidak berani melanjutkan apapun.

"Saya butuh waktu dengan Lisa." Tanpa menoleh ataupun buang waktu, Iwaizumi kemudian berjalan menuju ke pintu keluar setelah mengambil barang-barangnya di meja yang ia tempati tadi.

Sadar dengan keadaan mereka yang sedang berada di tempat umum, Lisa segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke luar bar mengikuti Iwaizumi dan menemukannya sudah menunggu di samping pintu keluar.

"Kamu kenapa di sini, babe?" tanya Lisa berusaha mencarikan suasana.

"Aku kesini emang mau ketemu kamu," jawab Iwaizumi dengan nada datar. Lisa melirik ke Iwaizumi yang masih membuang muka ke arah lainnya. Ia mulai merasa aneh karena Iwaizumi tidak pernah buang muka ketika bicara padanya.

"O-oh… Emangnya ada apa?"

Ternyata Lisa sadar kalau dia bahkan tidak ingin Iwaizumi menatapnya. Karena yang ia dapatkan saat ini adalah tatapan tajam dari Iwaizumi. Keringat dingin mulai muncul di dahinya. Dilihatnya Iwaizumi merogoh-rogoh saku jaketnya dan mengeluarkan beberapa lembaran yang kemudian ia tahu adalah lembaran foto. Iwaizumi menyodorkan foto-foto itu padanya.

"Apa ini?" tanya Lisa yang mengulurkan tangan menerima foto yang diberikan Iwaizumi. Lisa merasa gugup dengan apa yang akan dilihatnya.

"Lihat aja." Jawaban Iwaizumi singkat, padat, dan jelas.

Benar saja, segera setelah ia melihat foto itu, Lisa mencengkram lembaran di tangannya dan mendongak menatap Iwaizumi dengan tatapan horor. Itu adalah foto-fotonya bersama pria-pria yang bukan Iwaizumi dan beberapa diantaranya adalah adegan intim.

"Ha-Hajime… Ini… Kamu dapet ini dari siapa?"

"Dari siapa itu nggak penting," Suara Iwaizumi yang dingin itu sangat asing di telinga Lisa. Jantungnya berdegup dengan kencang. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Tangannya gemetar. Matanya mulai basah.

"Awalnya aku nggak mau percaya, nggak mau curiga. Aku bahkan udah beli ini…"

Iwaizumi merogoh kantongnya lagi dan mengeluarkan kotak cincin. Ia kemudian membuka kotak itu dan memperlihatkan isinya. Cincinnya masih disana, cantik.

Lisa mulai terisak. Salah satu diantara mereka sudah memilih untuk menjadi penjahatnya. Iwaizumi tidak bisa runtuh disitu karena ia sudah memutuskan.

"Aku nggak mau kamu merasa bersalah, jadi mendingan kita udahin aja. Aku tau kita uda terlalu tua buat ini, tapi aku ga mau menikah sama orang yang bahkan ga peduli lagi sama aku."

Meskipun kesedihan meliputinya, namun ia bisa merasakan rasa lega yang besar setelah mengatakan itu.

Lisa masih terisak.

"Maafin aku, Hajime… Maafin aku…" ucapnya. Iwaizumi masih menatap Lisa yang menangis sambil menunduk. Iwaizumi sudah tidak memedulikan tatapan-tatapan yang diberikan oleh sekitarnya. Dia sudah tidak peduli lagi apa yang dipikirkan oleh orang-orang itu.

Karena sekarang, dia punya tujuan yang lain. Dia berharap dia masih punya kesempatan.

"Nggak perlu minta maaf, nggak ada yang perlu dimaafin. Semoga kamu bahagia selalu," ujar Iwaizumi yang kemudian mengacak pelan rambut Lisa dan beranjak pergi dari sana.

.

.

.

Sugawara Koushi menghela napas melihat sahabatnya yang kini sudah mulai tenang. Oikawa duduk di sofa ruang tengahnya sambil memeluk kaki di depan dadanya. Mata Oikawa sembab dan merah. Ia sudah lelah menangis sejak ia sampai di flat Sugawara. Sugawara tidak mengira bahwa Oikawa akan datang ke flatnya dengan wajah berantakan dan penuh air mata.

Sudah beberapa minggu terakhir Oikawa lebih sering tinggal bersamanya daripada di apartemennya sendiri. Tentu dia tau alasannya adalah karena Iwaizumi-san. Namun, tetap saja. Melihat sahabatnya itu kembali dengan keadaan seperti itu tidak pernah berhenti membuatnya khawatir.

Pria bersurai silver itu kemudian duduk di sebelah Oikawa dan menyuguhinya dengan segelas coklat panas yang ia bawa dari dapur. Oikawa menerima gelas itu dan menggumam 'makasih' pelan.

"Udah? Sekarang lo mau cerita ke gue ada apa?" Pandangan Sugawara masih melekat di sahabatnya itu. Oikawa menyeruput coklat hangat itu ke dalam mulutnya. Ia terdiam sejenak sebelum membuka mulutnya.

"Lo tau kan, gue lagi sekerjaan sama pacarnya Iwa-chan?" Oikawa berhenti lagi. Dia menatap tajam ke arah tv yang bahkan tidak menyala. Sugawara mengangguk.

"Iya… Kenapa?"

"Tadi Lisa-san dan kru syuting ngajak gue minum…Terus Lisa-san gandolin lengan gue. Gue bilang ke dia kalo dia ga seharusnya sedeket itu sama gue karena dia punya pacar. Lo tau apa jawabannya?"

Sugawara kini diam, mendengarkan apa yang berusaha dikatakan oleh Oikawa.

"Dia bilang, 'tenang aja, Hajime nggak disini'. Dia bilang gitu! Gue marah banget, Koushi…" Mata Oikawa mulai basah lagi. "Dia nggak tau gimana perasaan gue sama Iwa-chan! Dia bisa dapetin Iwa-chan dan dia sia-siain gitu aja?"

Kini Sugawara bisa melihat guncangan pelan di pundak Oikawa yang menahan tangisannya. Dia mendekat dan merangkul Oikawa ke dalam pelukannya.

"Shhh… Shhh…" Tangannya mengelus bahu Oikawa, menenangkannya.

"Terus lo tau yang lebih parah lagi? Iwa-chan ternyata di sana, Kou! Gue nggak tau dia bakal mikir gimana ke gue. Dia liatnya pasti gue yang kegatelan sama Lisa-san… Apa nggak cukup gue jauhin Iwa-chan? Sekarang Iwa-chan pasti benci sama gue..."

"Kenapa Iwaizumi-san bisa disana?"

"Nggak tau… gue nggak tau…" isak Oikawa.

Tiba-tiba Sugawara bisa merasakan smartphone nya bergetar di sakunya. Dia sedikit kesal karena siapapun orang ini, dia benar-benar menelepon di waktu yang salah. Sesi deringan pertama dia abaikan. Namun, orang yang ada dibalik telepon sepertinya cukup putus asa karena ia tak henti-hentinya mencoba menelepon Sugawara. Pria itu mulai khawatir kalau-kalau teleponnya ternyata penting.

"Tooru… Bentar ya… ada yang telepon." Kemudian Sugawara melepaskan pelukannya di pundak Oikawa dan berjalan ke arah dapur lagi. Ia kemudian mengecek panggilan itu.

Nama Sawamura Daichi terlihat disana. Sugawara mengernyitkan dahi. Jarang-jarang Sawamura telepon jam segini. Biasanya mereka telepon di waktu yang lebih larut karena Sawamura sering lembur. Ia kemudian mengangkat teleponnya.

"Halo-"

"Koushi? Oikawa beneran di sana?" Sapaan Sugawara dipotong dengan suara Sawamura di ujung telepon yang lain.

"Iya, dia di sini… ada apa Daichi?" tanyanya penasaran.

"Tadi Iwaizumi bertanya alamatmu ke aku... awalnya aku nggak mau kasih soalnya buat apa kan… tapi dia keliatan panik dan bilang ini menyangkut Oikawa…"

Sugawara terdiam sejenak mendengar penjelasan Sawamura.

"Terus kamu kasih alamatku?" tanya Sugawara. Ada sedikit kekesalan di suaranya.

"I-iya… harusnya nggak ya…? Erm… dia udah otw dari 10 menit lalu… mungkin sebentar lagi sampai sana soalnya dia naik taksi."

Dia memijat pelipisnya. Belum selesai ia menenangkan Oikawa yang sedang breakdown, kini biang keroknya malah sudah hampir sampai ke apartemennya. Ia kesal pada Sawamura, tapi dia tidak bisa marah pada pria itu. Karena ia juga bisa mendengar nada khawatir di suara Sawamura. Dia juga pasti khawatir tentang keadaan Iwaizumi dan Oikawa. Sugawara menghela napas.

"Dasar Daichi bodoh!" ucapnya lalu menutup telepon.

Selang beberapa detik kemudian, ia bisa mendengar suara bel dari pintu apartemennya. Cepat sekali, pikirnya. Mau tidak mau, dia harus membukakan pintu itu. Karena tak dapat dipungkiri, ia juga khawatir pada kedua orang itu dan ia tahu kalau Iwaizumi bukanlah orang jahat.

Ia kemudian berjalan ke arah pintu keluar dan membukanya. Benar saja, dilihatnya Iwaizumi terengah di depan pintu flat nya masih lengkap dengan baju formal kantorannya dan tas jinjingnya.

"Sugawara…"

"Iya, dia ada di dalem. Tapi aku nggak mau lihat dia kaya gini terus, Iwaizumi-san. Kamu ke sini mau apa?" Sugawara masih memblokade jalan masuk ke flat nya.

"Aku mau ngelurusin semuanya." Iwaizumi masih sedikit kehabisan napas. Sugawara sebenarnya sudah bisa melihat kalau paling tidak Iwaizumi sudah melakukan effort untuk sampai ke sana.

"Kenapa aku harus percaya pada Iwaizumi-san?" tanyanya.

Iwaizumi hanya menatap Sugawara dengan serius dan menjawab, "percayalah padaku."

Sugawara sedikit ragu pada awalnya, namun dia memutuskan untuk memercayai Iwaizumi. Entah berapa kali lagi ia harus menghela napas hari itu. Akhirnya dia mempersilahkan Iwaizumi untuk masuk dan bilang bahwa Oikawa ada di ruang tamunya. Iwaizumi mengangguk dan segera masuk ke dalam.

Dilihatnya Oikawa yang betul-betul duduk di sofa sendirian dengan tatapan kosong dan segelas coklat di tangannya. Ia mungkin saja tidak sadar Sugawara baru saja membukakan pintu untuk orang lain karena terlalu jauh dalam lamunannya. Iwaizumi bisa merasakan hatinya seperti tersengat ketika melihat Oikawa seperti itu.

Ia bergegas menghampiri sofa tempat Oikawa duduk. Barulah setelah Iwaizumi yang masih terengah duduk dan bersandar di sebelahnya, Oikawa menoleh. Tentu saja lonjakan adalah reaksi pertama yang diberikan oleh Oikawa.

"Iwa-chan?" suaranya sedikit memekik karena kaget.

"Hm? Bentar, aku capek lari…"

Oikawa mencari-cari dimana keberadaan Sugawara hingga tiba-tiba ia muncul dari arah pintu depan dan bersandar di ujung lorong. Ia menggesturkan seolah ia minta maaf karena sudah memperbolehkan Iwaizumi masuk.

"Iwa-chan ngapain di sini?" tanyanya kemudian membuang muka ke arah lain. Tentu saja karena ia tidak ingin Iwaizumi melihat wajahnya yang berantakan karena menangis.

"Jemput. Ayo pulang."

Oke, Iwaizumi boleh bercanda tapi itu sudah keterlaluan, pikir Oikawa. Ia akhirnya menoleh ke arah Iwaizumi sambil mengerutkan alis, ia masih sedikit takut Iwaizumi akan marah padanya karena kejadian di bar tadi.

"Iwa-chan… Maaf, tapi aku janji, aku sama sekali tidak mendekati Lisa-san…" ucapnya.

"Aku udah putus sama Lisa, Oikawa," jawab Iwaizumi singkat. Oikawa semakin kaget dengan jawaban Iwaizumi. Ia sejenak terdiam dan hanya memandang Iwaizumi yang masih berusaha mengatur napasnya.

"Iwa-chan, kalo mau bercanda jangan kayak gini dong, plis."

Iwaizumi melirik ke Oikawa yang menatapnya dengan pandangan aneh. Mata itu meneriakkan rasa bingung dari pemiliknya.

"Ayo pulang, jangan ngerepotin Sugawara. Kasihan dia, rumahnya kamu tumpangin terus," ucapnya kemudian menggenggam tangan Oikawa yang paling dekat dengannya.

Tentu saja Oikawa kaget dengan perlakuan Iwaizumi. Sedih? Jelas masih. Takut? Tentu. Bagaimana tidak? Ini adalah Iwaizumi yang sedang ia bicarakan. Iwaizumi Hajime, pacar dari seorang Lisa Mashiro, model yang sedang naik daun dengan wajah manis dan tubuh ramping. Bagaimana ia bisa percaya perkataan Iwaizumi? Bagaimana mungkin Iwaizumi putus dengan Lisa Mashiro?

Semua pertanyaan itu terngiang-ngiang di kepalanya seperti suara berisik lalat. Ia ingin bertanya, tapi ia terlalu takut untuk menerima jawabannya. Kadang, bukankah curiosity kills the cat?

Tapi satu hal yang ia tahu, bahwa tangan hangat yang menggenggamnya itu entah bagaimana caranya, sudah benar-benar membuatnya tenang. Elusan pelan dari ibu jari Iwaizumi di tangan Oikawa ternyata bisa sangat menenangkan.

Oikawa akhirnya terdiam dan membiarkan Iwaizumi membantunya berdiri dari sofa. Jemari mereka masih terpaut bahkan ketika Iwaizumi pamit dan berterimakasih ke Sugawara.

.

.

Sepanjang perjalanan, tak sepatah katapun keluar dari mulut mereka. Keduanya masih menikmati hembusan angin yang tenang malam itu. Keduanya masih tidak tahu harus bicara apa. Mereka masih tidak ingin melepaskan genggaman tangan masing-masing meskipun mungkin sudah tidak ada alasan lagi bagi mereka untuk bergandengan tangan.

Hingga pada akhirnya, Oikawa menjadi yang pertama kali memecah keheningan.

"Iwa-chan, kamu berniat ngelepasin tanganku nggak?" tanyanya.

Tanpa menoleh ke arah Oikawa, Iwaizumi menjawab, "nope, nanti kamu lari lagi."

Oikawa bisa merasakan pipinya memanas karena malu. Tentu saja, mereka sedang berjalan di tempat umum bergandengan tangan. Tidak hanya sekali orang yang mereka jumpai menatap mereka dengan reaksi yang bervariasi. Mulai dari tatapan jijik, aneh, hingga suara 'awww' di kejauhan.

Namun, dibalik itu semua, baik Iwaizumi maupun Oikawa sudah terlalu tidak peduli lagi. Yang ada di pikiran Oikawa saat ini adalah apa yang diinginkan oleh Iwaizumi darinya. Sejenak terdiam, ia kemudian menghela napas.

"Apa yang terjadi, Iwa-chan?" tanyanya. Iwaizumi hanya diam dan masih tidak bersuara seolah tidak mendengar pertanyaan Oikawa.

"..."

"Iwa-chan?" panggilnya lagi.

"..."

Oikawa mulai kesal dan mencoba melepas dengan paksa genggaman tangan Iwaizumi. Setelah ia terbebas dari gandengan mereka, ia berhenti berjalan. Iwaizumi yang sadar kalau Oikawa berhenti jalan, akhirnya ikut berhenti dan menoleh hanya untuk nemuin Oikawa yang menunduk sambil cemberut.

"Kamu kenapa masih gini sih? Padahal kan aku udah bilang aku sayang sama kamu. Iwa-chan jahat banget sih…" ucap oikawa, air matanya menetes lagi.

Oh, shit. Entah Iwaizumi yang sudah berubah jadi sadistic atau bagaimana, tapi di dalam hatinya, Iwaizumi melihat sikap Oikawa saat ini lucu sekali.

Ya, Oikawa seperti sedang ngambek.

"Oikawa…" Iwaizumi sambil menahan senyum, akhirnya mendekat dan memeluk Oikawa di tengah jalan. Untung saja jalanan sedang sepi.

Merasa aneh, Oikawa langsung refleks mencoba melepaskan pelukan Iwaizumi.

"Lepasin, Iwa-chan! Aku teriak nih ada yang mau sekuhara!"

"Oikawa tenang dulu. Dengerin. Bentar aja."

"APa?" tanya Oikawa ngegas.

"Aku udah bilang kan aku putus sama Lisa."

"Seriously Iwa-chan? Candaan ini lagi? Kalo mau bohong yang bener dikit dong," Oikawa masih berusaha melepaskan pelukan Iwaizumi. Kemudian dia bisa merasakan Iwaizumi mendesah di samping telinganya. Dia mau tidak mau sangat sadar dengan keberadaan Iwaizumi saat ini. Jantungnya mulai berdegup dengan cepat.

"Aku serius…" jawab Iwaizumi yang mulai melonggarkan pelukannya.

Itu, dan Oikawa akhirnya terdiam. Tentu saja karena dia tidak dengar ada nada bercanda di pernyataan Iwaizumi barusan.

"Kapan? Pas aku pulang tadi?" tanya Oikawa ketika Iwaizumi akhirnya benar-benar melepaskan pelukannya. Kini Oikawa yang matanya masih sembab karena sesi menangis di flat Sugawara menatap Iwaizumi dengan bingung.

"Yup."

"Kenapa?" tanyanya lagi. Iwaizumi terlihat seperti tidak ingin menjawab pertanyaan itu.

"Aku tau dia selingkuh. Dan aku tau kemungkinan besar dia juga berniat deketin kamu." jawab Iwaizumi pada akhirnya.

Okay. Oikawa sama sekali tidak menyangka jawaban itu akan keluar dari mulut Iwaizumi. Karena tentu saja hingga saat itu dia berpikir bahwa dialah yang akan dibenci oleh Iwaizumi karena terlihat berdekatan bersama Lisa seperti itu. Oikawa tidak tahu harus merespon apa.

"Iwa-chan… I'm sorry…" ucapnya masih sambil sesekali meneteskan air mata. Namun, respon yang keluar dari mulut Iwaizumi justru membuatnya semakin bingung. Iwaizumi tertawa kecil.

"Pffft… Why sorry though. Aku sama sekali nggak kesel kok."

Meskipun entah kenapa ia masih tidak bisa membendung air matanya, tapi kini Oikawa mulai kesal dengan jawaban Iwaizumi yang tidak relevan. Sepertinya orang tua di hadapannya ini sudah kehilangan akal sehatnya.

"Hah? Aho ka?"

"She disappoints me, benar. Tapi aku lebih kesel pas liat dia deketin kamu. Di dalem hati, aku be like, 'go away from my oikawa' gitu…"

Mendengar itu, Oikawa bisa merasakan hawa panas merambat ke wajahnya.

"Iwa-chan, please, udahan bercandanya. Aku suka bingung kamu bercanda atau serius mukamu sama semua…" ucap Oikawa, air matanya masih menetes-netes.

Iwaizumi mengusap air mata di pipi merona Oikawa.

"Siapa bilang becanda? Udah ah nangisnya, jelek."

"Gamau, ini maksudnya apa Iwa-chan? Gausah sok-sokan ngusap air mataku deh, sok dramatis banget," ucap Oikawa sinis.

"Shittykawa," balas Iwaizumi dengan kesal. Mendengar itu, Oikawa sudah siap-siap memejamkan matanya, menunggu sentilan maut yang tidak kunjung datang.

Karena ternyata yang terjadi adalah kini Oikawa bisa merasakan sesuatu yang hangat di bibirnya.

Oikawa yang kaget langsung membuka matanya untuk melihat apakah dia sedang bermimpi atau bagaimana. Namun, ia justru tidak tahu harus bagaimana ketika menemukan bahwa dirinya tidak sedang bermimpi.

Kemudian, tangan iwaizumi mendorong leher Oikawa lebih dekat lagi agar ciuman mereka semakin dalam. Tahu hal itu adalah hal yang benar-benar ia inginkan, Oikawa kembali memejamkan mata dan menikmati setiap pagutan di bibirnya. Menikmati suara-suara kecil dari ciuman mereka. Menikmati kupu-kupu yang berterbangan di perutnya.

Ketika mereka akhirnya berhenti karena ada suara mobil dari belakang, mata mereka terpaku satu sama lain. Muka mereka sama-sama merah. Malu, senang, kehabisan napas.

"Iwa-chan…"

"Jangan coba-coba bikin mood nya jelek lagi… tau rasa kan…" ucap Iwaizumi.

"Iwa-chan…"

"Hah… Iya… Iya… Aku juga sayang sama kamu. Puas?"

"Iwa-chan bukan kebawa suasana kan?"

"Hah? Aku udah putus sama Lisa, kamu masih nggak percaya juga?"

"Nggak percaya."

"Terus aku harus gimana?"

"Cium aku lagi."

.

.

.

a/n:

HUWAAAAAA! SERIES INI AKHIRNYA SELESAI JUGA! MAKASIH YANG UDAH NGIKUTIN SAMPE SEKARANG! *sujud* Akutuh sukanya gitu emang, mulai series tapi ga dikelar-kelarin ;;;;; maafkan aku guise. Makasih banget juga buat semua reader yang aktif komen maupun yang silent reader, kalian semua orang-orang yang bikin aku semangat kerjain 3 makasih udah mau baca meskipun series ini cupu banget huhuhuhu mari kita layarkan kapal IwaOi lebih-lebih lagi!

anw, HBD IWA-CHAN!