Aku kehilanganmu. Kini kau tak di sampingku. Rumah sakit, desa, dan rumah kita, selalu mengingatkanku padamu. Itu membuatku terluka.
Pernah kau bertanya padaku, dengan wajah penuh air mata dan penuh keputus asaan."Kenapa begitu cepat aku melupakanmu? Disaat kita baru saja memulai hidup yang baru. Kenapa ini terjadi padaku!"
Awan-awan mulai gelap dan hujan mulai turun, saat itu kau akan melupakan semua tentangku. Tentang kita, cinta kita, kisah kita, dan tak ada yang tersisa, kecuali sakit yang ada padaku.
Aku masih ingat dikala matahari cerah, di bawah pohon sakura yang tertiup angin musim semi. Kau berkata, "kita tak akan terpisah dan akan terus bersama." Nyatanya ini hanya sebuah janji. Hanya janji yang tak pernah terpenuhi.
Apakah ini jalan takdir yang terbaik untuk kita?
Lalu bagaimana dengan aku?
Perasaanku?
Hatiku?
Jika aku boleh memilih, aku ingin pergi bersamamu...
SEGALA TENTANG KITA
Naruto © Masashi Kishimoto
Story By; GeeSouSan
Bagian 1
~Malam dan Kamu~
Posisinya masih sama, memandang keluar jendela, di mana daun-daun mulai berguguran dan angin musim panas diam-diam menghilang. Posisinya masih sama, dia hanya terdiam, entah menunggu apa yang dapat dia lakukan, atau malah melupakan apa yang seharusnya dia lakukan. Posisinya masih sama, wanita merah muda itu masih terpesona dengan bisikan angin sore yang membelai tubuhnya.
Tubuhnya masih di ruangan putih penuh dengan bauan herbal, namun pikirannya jauh menghilang. Menerawang kembali kemasa lalu, di mana otaknya mengulang kembali deretan pertistiwa buruk dalam hidupnya. Baginya, sepertinya baru kemarin perang dunia yang telah merengut pemuda yang ia cintai berakhir. Rasa di hatinya masih sesak, sama seperti awal ketika ia menemukan jasad pemuda itu tergeletak di tanah bebatuan.
Namun, kilatan bayangan baru juga muncul di kepalanya. Bayangan rambut hitam panjang yang terurai, sentuhan tangan yang mampu membuatnya bergetar dan melayang, suara tawa bocah yang melengking dan hentakan kaki kecil yang mengejarnya. Semuanya terlihat indah di matanya.
Semuanya seakan bergerak secara cepat di otaknya, kilatan masa lalu itu bagaikan film lama yang rusak. Seperti mimpi yang tak nyata baginya.
Semua ini membuatnya semakin pening.
"Saku..."
"Sakura!"
"Sakura?"
Suara lembut itu membangunkannya, suara yang tak asing baginya, namun ia tak mampu menemukan siapa pemilik suara nun lembut itu. Menoleh kearah orang yang baru saja memanggil namanya, dilihatnya wanita berambut panjang memandangnya cemas.
Siapa? Otaknya memaksanya mengingat. Mencari sosok cantik yang menurutnya dia kenal.
"Kau tak apa?"
Mengerutkan kening, bingung Sakura mencoba untuk mengingat lagi.
Wanita itu, Hinata?
"Eh, maaf. Aku baik-baik saja." Jawab Sakura, wajahnya terlihat tak tenang.
Hinata menghampiri Sakura, menangkupkan kedua telapak tangannya di wajah cantik Sakura, sesekali dia memeriksa keadaan sahabatnya itu. Hinata bergerak khawatir.
"Kau yakin? Akhir-akhir ini kau sering melamun dan juga jatuh pingsan, Sakura-san!"
Sakura tersenyum menangapi. Dia juga bingung dengan keadaannya belakangan ini. Sakura sering melupakan jadwal dan terlambat dalam tugasnya. Banyak sahabat yang sering menegur keteledorannya, perlahan menjadi suatu rutinitas yang sudah biasa bagi Sakura. Para rekan kerjanya juga sering melihat Sakura melamun. Yang pasti ini membuat Sakura tak tenang.
"Shikamaru-san menunggumu." senyum Hinata, saat menyebut suami dari sahabatnya itu.
Shikamaru?
"Eh? Memang ini jam berapa?"
"Jam enam sore Sakura-san."
Sekali lagi Hinata memaklumi keteledoran Sakura. Tersenyum canggung, Sakura langsung berkemas. Mengambil beberapa catatan dan gulungan yang diberikan Tsunade tadi padanya.
Saat melangkahkan kakinya keluar dari rumah sakit, langit sudah berwarna kekuningan, udara semakin sejuk menandakan musim gugur akan datang. Sakura berjalan sambil memeluk tubuhnya, dia mengigil, dia mulai kedinginan. Mengabaikan hawa dingin yang menyelubungi tubuhnya, Sakura tersenyum saat menemukan suaminya.
Shikamaru.
Bersandar di pohon sakura samping rumah sakit, Shikamaru terlihat cemberut melihat kedatangan Sakura. Shikamaru berjalan menghampiri Sakura, diambilnya bawaan istrinya itu.
"Lama menungguku, Shika-san?" Tanya Sakura, memperlihatkan senyum manisnya.
Menguap bosan Shikamaru berjalan mendahului menghiraukan Sakura yang masih tercengan. Shikamaru memang terlihat cuek, tak perduli, namun dibalik itu, dia pria yang perhatian. Inilah yang disukai Sakura dari Shikamaru.
Berlari kecil menuju Shikamaru, Sakura menjepit lengan suaminya. Bersandar manja kemudian menceritakan mengenai rutinitasnya selama di rumah sakit. Sedangkan Shikamaru, pria itu hanya diam, dan beberapa kali tersenyum saat melihat Sakura yang penuh energi seperti biasa.
Suara itu membangunkan Sakura dari lamunannya. Seakan baru saja tertidur, ia mengejapkan mata bingung.
Apa yang sedang aku lakukan?
Menelusuri setiap bagian dari ruangan di mana ia berdiri, Sakura terlonjak. Di depannya terdapat tofu yang sudah setengah terpotong, sementara di sebelahnya air dalam panci sudah mendidih sempurna. Mematikan kompor, Sakura bersiap kembali membuat makan malam. Menambahkan garam di sup misonya, Sakura mengambil cawang untuk menyicipi.
"Uhhhh, asin." Cicit Sakura.
Kali ini Sakura lupa jika dia sudah menambahkan garam sebelumnya. Menambahkan air dalam supnya, sekali lagi Sakura menyicipi, memastikan sup yang dibuatnya tak terlalu asin. Sambil menunggu sup miso, Sakura mulai menyajikan beberapa lauk yang sudah dibuatnya, ikan bakar, acar sayur dan tofu saus wijen.
Sakura memang belum bisa handal dalam memasak, tapi dia mau mencoba untuk menyenangkan suaminya dengan masakan yang dibuatnya. Menyajihkan lauk di meja makan, Sakura berjalan menata letak mangkuk dan juga sumpit. Mengambil air dingin di lemari pendingin dan menuangankan air ke dalam gelas yang tersedia di meja.
"Apa yang kau cari?" tanya Shikamaru.
Pria itu baru saja keluar dari kamar mandi saat menemukan istrinya terlihat celingkungan mencari sesuatu di dapur. Mendekati istrinya pelan, Shikamaru menepuk bahu Sakura.
"Eh, Shika-san. Aku sedang mencari..."
Apa yang aku cari?
Sakura terdiam, dia lupa sebenarnya apa yang dia cari. Meletakan jarinya di bibir, Sakura berusaha mengingat apa yang dia cari.
Shikamaru tersenyum, dilihat lagi Sakura yang terlihat mengemaskan saat dia kebingungan. Shikamaru menarik istrinya ke arah meja makan.
"Aku sudah lapar, bagaimana jika kita makan terlebih dahulu. Kemudian mencari benda yang kau cari setelahnya.." Tawarnya, ditariknya kursi untuk Sakura. Mengambil mangkuk nasi pria satu anak ini membuka penanak nasi. Ia amat terkejut melihat isi dari alat itu.
Mengejabkan mata bingung, Sakura memandang Shikamaru yang mematung. "Ada apa?"
"Kau lupa menanak nasi, Sayang." Jawabnya sambil tersenyum maklum.
Mengeser kursi, Sakura beranjak mendekat, memastikan apa yang dikatakan Shikamaru benar. Menepuk jidat lebarnya, Sakura meminta maaf atas keteledorannya.
Sekali lagi Sakura melupakan sesuatu hari ini.
"Aku istri yang ceroboh!" Keluhnya sedih. "Ku harap kau tak akan meninggalkanku atas kecerobohanku ini."
Kini Shikamaru mendengus. "Aku tak akan meninggalkanmu karena kau lupa memasak nasi, Sakura." Ujarnya.
Shikamaru menarik Sakura ke arahnya, menuntunnya untuk duduk kembali. "Tunggulah biarkan aku yang memasak. Istirahat saja dulu."
"Aku terlalu banyak istirahat, Shika-san" Aku Sakura. "Akhir-akhir ini aku banyak di tegur di rumah sakit. Bahkan Tsunade sisiou menyuruhku berbaring seharian di ruanganku."
Tak usah ditanya alasan istrinya itu ditegur, Sakura dengan sangat baiknya akan bercerita sendiri. Shikamaru tahu, Sakura dan Ino tak ada bedanya. Keduanya sama-sama suka bicara.
Shikamaru tahu ia tak boleh membandingkan Sakura dengan mantan sahabatnya itu. Walaupun keduanya adalah wanita yang penting bagi Shikamaru. Mengingat Ino sama saja mengungkit luka di hati Sakura. Ia tak mau jika istrinya itu terluka lagi.
Mencuci beras yang akan dimasak, Shikamaru mendengarkan segala keluh kesah Sakura. Menurut pria ini, Sakura mungkin terlalu banyak pekerjaan yang mengakibatkan tubuhnya terlalu lelah. Tidak salah jika istrinya itu sering lupa atau jatuh pinsan saat bekerja. Mengingat saat melahirkan Kou lima tahun yang lalu, kondisi Sakura juga terpuruk.
"Ambillah cuti dan berlibur dengan Kou. Itu akan memperbaiki semua." Saran Shikamaru yang ikut duduk di samping Sakura.
"Itu terdengar mudah. Kau tahu jika pekerjaanku di rumah sakit sangat banyak. Bahkan di hari minggu pun aku masih bekerja." Cicit Sakura di akhir, mengingat begitu besar beban yang dipikulnya.
"Tenangkan dirimu!" Kini tangan Shikamaru menepuk tangan Sakura lembut. Ini memang hal sepele, namun sangat mujarab untuk menenangkan Sakura. Hal ini juga Shikamaru dapat dari Hokage ke-enam, mantan guru Sakura. Sesuatu yang diajarkan Kakashi setelah memberikan restu untuk mendekati Sakura dulu.
"Aku merindukan Kou."
"Hn, itulah mengapa aku sarankan untuk mengambil libur, Sakura. Kou membutuhkanmu."
Sekali lagi dengan senyum maklum Shikamaru menarik Sakura untuk mendekat ke arahya. Menyesap aroma Vanila dari sang istri, Shikamaru menenangkan Sakura. "Sudah saatnya kau memperhatikan pertumbuhan Kou, Sakura. Enam jam tak cukup bagi Kou merasakan kasih sayang ibunya. Kou dan aku membutuhkanmu di rumah. Berhenti dari rumah sakit, rawatlah kami. Kami membutuhkanmu."
Sakura memejamkan mata, apa yang dikatakan Shikamaru benar. Enam jam tak cukup untuk melihat Kou tumbuh. Apalagi saat Kou berusia satu tahun, Sakura sudah kembali kerumah sakit untuk bekerja. Ia bahkan tak memiliki cukup banyak waktu untuk merawat Kou, putranya. Dengan bantuan ibu mertua yang membantunya menjaga Kou, Sakura terbantu untuk mengabdikan diri untuk desa.
Inilah kesempatan Sakura mengabdikan diri untuk keluarga kecilnya. Berhenti dari rumah sakit dan menjadi ibu rumah tangga biasa. Menjaga keluarga kecilnya.
"Aku akan memikirkannya." Jawabnya diakhir, mengecup pipi Shikamaru penuh cinta. Yang dikecup malah semakin merapatkan pelukannya.
"Tadaima."
Sakura mengenal suara itu. Suara langkah kaki kecil yang mengehentak-hentak lantai kasar. Suara bocah laki-laki yang terdengar merdu di telinganya. Malaikat kecilnya. Kou, putranya.
"Okaeri." Sambut Sakura. Kini rasa letih tak terasa lagi baginya saat melihat Kou yang berlari menerjang tubuhnya.
"Ibu.." Teriak bocah itu.
Rambutnya hitam panjang, mirip sekali dengan Shikamaru. Gen klan Nara yang selalu diturunkan dari generasi ke generasi. Tingkat kecerdasannya tak diragukan lagi, Kou tumbuh diatas rata-rata bocah seumurannya. Lalu apa yang diwariskan Sakura di dalam diri putranya?
Sakura sedikit bisa berbangga diri. Secuil dirinya ada pada Kou. Lihat saja manik hijau cerah itu, bibirnya yang kecil, tak lupa sifat cerianya yang berlebih khas ibunya.
"Ibu."
"Hn."
"Apa orang yang sudah meninggal akan menjadi bintang di langit?" Tanya bocah itu polos. Wajahnya nampak penasaran.
"Kou tahu dari mana?" Tak menjawab pertanyaan putranya, Sakura malah balik bertanya pada Kou.
"Nenek yang bilang. Katanya kakek ada di atas sana, melihat Kou dan melihat kita disini,"
Sakura hanya tersenyum mendengar penuturan Kou yang masih polos. "Apakah surga itu ada di langit? Dan semua orang yang baik akan menjadi bintang, Bu?" Tanya Kou antusias.
"Ya, Kou sayang. Semua orang baik yang meninggal akan ke atas menjadi bintang."
"Benarkan? Apa Ibu juga akan menjadi bintang?"
Sakura tertegun dengan pertanyaan Kou. Wanita itu kemudian tersenyum dan membawa Kou ke dalam dekapannya. Memeluknya kemudian mengelus kepalanya lembut.
"Ya. Mungkin suatu saat Ibu akan menjadi bintang di sana. Berkumpul bersama setiap orang baik."
"Lalu bagimana dengan Kou jika merindukan Ibu?" Kini wajah Kou terlihat sedih. Kou tak mau kehilangan ibunya.
Sakura hampir meledak, ia terkikik kemudian menatap Kou yang cemberut karena pertanyaannya hanya dijawab bundanya dengan tawa. "Dengar, jika suatu saat Ibu pergi. Kou tak perlu khawatir. Lihatlah ke atas, ke dalam lautan langit yang cerah dan gelipnya bintang-bintang di angkasa. Ibu ada di sana. Melihat Kou dan selalu berada di sisi Kou selamanya."
"Benarkah?"
"Tentu. Sekarang Kou harus tidur. Bukankah seorang jagoan yang baik harus bangun pagi besok?"
"Haruskah? Kou masih merindukan Ibu."
Sakura lalu memeluk Kou, membawanya dalam pelukan hangatnya. Menyanyikan lagu tidur yang biasa ia senandukan untuk putra semata wayangnya. Menepuk Kou pelan, sampai bocah itu tertidur pulas.
Kou sudah tertidur lelap di sisi Sakura saat Shikamaru masuk ke dalam kamar mereka.
"Sssst, Kou sudah tidur!" bisik Sakura saat Shikamaru berjalan melewatinya.
"Hn, aku hanya mengambil laporan misi." Ujar Shikmaru pelan, takut jika Kou bangun.
"Sakura, temani aku." Pinta Shikamaru sebelum pergi dari kamar mereka.
"Haruskah?" jawab Sakura usil.
"Kau punya waktu untuk Tsunade-sama, untuk Hogake, untuk desa dan Kou. Apa kau tak punya waktu untukku?" tanya Shikamaru.
"Kau cemburu?"
"Tidak," Shikamaru mengeleng. "Kenapa aku harus cemburu jika setiap malam kau hanya milikku seorang." Jawab Shikamaru bangga.
"Kalau begitu keluarlah, aku akan datang padamu sebentar lagi."
"Ahhh, kau hanya peduli pada putramu." Dengus Shikamaru sambil berlalu.
Seperti malam-malam sebelumnya, saat sinar bulan diam-diam mengedip cemburu di balik pintu teras. Dimana hanya ada suara gesekan tinta dan kertas, serta senandung merdu serangga yang terdengar samar. Masih dalam pekerjaan memeriksa laporan seperti malam-malam sebelumnya, Shikamaru masih terjaga.
Di sisinya, seorang wanita cantik berambut merah muda panjang menemaninya. Tanganya masih asik menjahit baju putra mereka yang terlalu aktif bergerak. Di malam-malam sebelumnya, tangan itu menulis dan menyalin beberapa gulungan medis yang diperlukan, atau hanya sekedar melipat baju. Ini hanya kegiatan kecil untuk menemani sang suami menyelesaikan pekerjaannya. Sakura perlahan menguap.
"Tidurlah."
Kini pandangan matanya jatuh ke arah suaminya yang tengah asik membaca. "Aku akan tidur jika suamiku juga tidur." Senyumnya.
Hal sepele sebenarnya, namun tetap membuat Shikamaru merasa hangat.
"Kemarilah."
Sakura beranjak, duduk di sisi Shikmaru. Seperti biasa Sakura akan bersadar di dada bidang Shikamaru. Mengelusnya perlahan, menghilangkan sedikit beban yang dirasakan suaminya.
"Terimakasih, mau menemaniku selama ini Sakura."
"Sayang-"
"Sttttt. Dengarkan aku." Kini tangan Shikamaru menggenggam tangan Sakura erat. "Dulu sekali, aku kira menjadikan mu sebagai istri adalah suatu kesalahan. Mengikatmu dalam sebuah pernikahan, kukira akan membuatmu tersiksa. Aku takut membebanimu dengan perasaan dan masalah yang kumiliki. Ternyata aku salah. Menikahimu adalah pilihan yang tepat, Sakura."
Kini Sakura bangun dari posisinya, menelusuri wajah Shikamaru yang terbiasa malas. Tak ada yang berubah dari wajah suaminya itu, kecuali bulu-bulu halus yang mulai tumbuh di dagu suaminya. Pria itu masih sama, Shikamaru yang dikenalnya. Seseorang yang baik hati membantu Sakura untuk belajar melangkah ke depan. Mendorongnya perlahan untuk kembali menjalani hari.
"Shika-san. Terimakasih." Sakura tak malu dengan air mata yang menetes membasahi pipinya. Air mata ini menjadi saksi, jika Sakura telah belajar banyak hal dari laki-laki yang tengah mengusap air matanya itu. Jika tak ada Shikamaru, mungkin Sakura sudah lelah menghadapi dunia yang kejam ini. Memilih untuk mengakhiri hidupnya bersanding bersama pria yang ia cintai ke Nirwana.
Mereka kemudian hanyut dalam ciuman hangat, seperti hari-hari sebelumnya mereka terjatuh dalam lautan cinta yang dibangun dengan ketulusan dan juga pengorbanan. Shikamaru tak pernah menyesal dengan keputusannya dulu, mengulurkan tangannya pada gadis yang hampir membusuk dihamparan sakura di musim semi. Kini gadis itu didekapannya, sekarang gadis itu menjadi wanitanya.
~Bersambung~
