"Pre Marriage Syndrome"

Naruto Belong to Masashi Kishimoto

Cerita punya Author

Rated : T SEMI M

Genre : Romance, Drama, Semi-canon

Naruto x Hinata

Warning : Typo, EYD, kemungkinan OOC itu ada

.

.

.

"Oy Naruto, sudah berhenti," Lagi terus seperti ini, Shikamaru benar-benar tak tau bagaimana lagi harus bersikap menghadapi temannya, yang sangat merepotkan jika sudah berurusan dengan masalah Cinta.

Naruto hanya mengangguk-anggukan kepalanya singkat, bibirnya terus melukiskan senyum kecut.

Kadang wajahnya menyendu, lalu menggelengkan kepalanya, terus kembali memasang raut sedih dan begitu seterusnya.

Lengan kanannya yang berbalutkan perban, terus menuangkan sake kedalam gelasnya.

Mengabaikan sang sahabat yang terus mengoceh menyuruhnya untuk berhenti.

Mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah Shikamaru, "Aku tidak apa-apa hik, sudahlah kalau hik kau mau pulang, pergilah," ucap Naruto setengah sadar, diiringi cegukan khas orang mabuk.

Menghela nafasnya kasar, sungguh Shikamaru sangat frustasi saat ini.

Sebenarnya bisa saja dia meninggalkan Naruto sendiri disini, cuma mana mungkin dia tega.

Apalagi keadaan sahabatnya ini jauh dari kata baik.

Saat ini mereka sedang berada disalah satu kedai minuman yang berada di Konoha.

Tadinya Shikamaru hanya berniat ingin berjalan-jalan sambil menikmati udara malam untuk melepas penat setelah seharian membantu mengurusi berkas di kantor Hokage.

Dan di saat itulah mata onyx-nya terbelalak kaget melihat salah satu sahabat baiknya, duduk sendirian di kedai tersebut.

Naruto tampak seperti orang frustasi, tangannya tak henti-henti menuangkan botol sake kedalam gelasnya.

Singkat cerita, begitulah akhirnya Shikamaru berakhir menemani Naruto disini.

Lagi-lagi Shikamaru menghela nafas melihat tingkah laku Naruto yang tak kunjung buka suara atas apa yang menimpa dirinya hingga bisa sefrustasi ini.

"Apa lagi masalahmu sekarang Naruto?" Naruto tetap diam, tak berniat menjawab, pandangan matanya kosong mengisyaratkan kesedihan.

"Kau putus dengan Hinata?" sejujurnya Shikamaru tak ingin menanyakan hal konyol seperti ini, disaat otak jenius nya sendiri tau sahabat pirangnya ini dengan sang kekasih akan segera menikah dalam waktu dekat ini.

Dan putus? Adalah hal yang tak mungkin terjadi— atau bisa saja iya?

Shikamaru kaget akan persepsinya sendiri, benarkah sahabatnya ini putus?

Naruto tetap diam, "Oy Naruto!"

Mata safire sang pahlawan hanya melirik sekilas kearah sang sahabat nanas.

Lalu kepala kuningnya menggeleng singkat sebagai jawaban.

"Hah mendukosai na," Bibir Naruto mengerucut menatap Shikamaru setelah mendengar ucapan Shikamaru.

Netra birunya sedikit berkaca-kaca. Shikamaru heran sangat heran, Naruto yang dihadapannya ini bukan seperti Naruto yang biasanya, benar-benar sangat out of character.

"Huaaa Shikamaru," menenggelamkan kepalanya kelipatan tangannya sendiri, Naruto menangis sesegukan kadang mengumpat lalu menangis lagi.

Shikamaru menggaruk kepalanya yang tak gatal, jujur dia belum pernah menghadapi orang patah hati yang sedang mabuk.

Dia tak tau harus berbuat apa, otak jeniusnya diam-diam berfikir harus bagaimana.

Melihat keadaan Naruto yang sekarang ini, Shikamaru sangat yakin bahwa Naruto sudah mabuk berat.

"Hinata oh Hinata" Dahi Shikamaru mengerucut bingung, teman didepannya mulai bersenandung tak jelas sambil menyebutkan nama kekasihnya.

Naruto dan segala masalah cintanya, memang merepotkan!

"Oy Shikamaru," kepala Naruto melirik menatap sahabatnya, melalui lipatan tangannya.

"Hm," Shikamaru tetap diam menunggu perkataan Naruto.

"Menurutmu apa aku salah?"

Shikamaru benar-benar bingung dengan pertanyaan Naruto.

Dengan mata setengah tertutup, setengah terbuka, Naruto berusaha mempertahankan kesadarannya,

"Memangnya aku terlalu terburu-buru ya?"

Otak jenius Shikamaru dengan cepat menangkap kemana arah pembicaraan Naruto, "maksudmu kau dengan Hinata?"

Naruto mengangguk membenarkan.

Satu tangan Shikamaru terangkat menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, dia sedikit tak enak hati mengakui hal ini, "Ya bisa di bilang begitu sih," ucapnya sambil tersenyum canggung.

"Ah begitu ya" Naruto kembali menenggelamkan kepalanya kedalam lipatan tangan.

"Oy-oy aku tak bermak—"

"Sudahlah aku mengerti kok," Naruto bangkit menegakkan badannya, tangan kanannya menepuk sekilas bahu Shikamaru.

Shikamaru bernafas legah melihat tingkah laku temannya ini barusan, Setidaknya Naruto masih sadar, ya walaupun dikatakan setengah sadar dan setengah mabuk.

"Huaaaa tapi apa masalahnya tebbayo?" Baru juga diceritakan, efek sake terhadap Naruto kembali kumat.

"Kalau ada masalah cerita saja,"

Naruto terdiam, pikirannya menerawang jauh akan hubungannya dengan Hinata belakangan ini.

Saat tangannya hendak menuangkan botol sake yang kelima, tangan Shikamaru mencegahnya.

"Mabuk tidak akan menyelesaikan masalah, ceritakan padaku mana tau aku bisa membantu" Naruto menatap Shikamaru dengan tatapan kosong, lagi-lagi dia teringat akan hubungannya dengan Hinata.

Matanya menerawang jauh harus bercerita mulai dari mana,

menghela nafasnya perlahan,

"Jadi begini—"


Malam ini, udara terasa sangat sejuk. Mungkin karena waktu akan mendekati puncak musim semi.

Bunga-bunga khas musim semi mulai bermekaran di pagi hari, udara dingin berganti menjadi sejuk, dan disinilah Hyuga Hinata sekarang—

Duduk diatas ayunan yang berada di salah satu taman Konoha.

Netra amethyst sewarna lavender miliknya menerawang lurus mengingat hubungannya dengan sang kekasih.

Berkali-kali gadis yang memiliki surai indigo ini menghela nafas, pikirannya sedang berkecambuk.

"Naruto-kun," menarik nafasnya dalam, hanya dengan menyebutkan satu nama yang entah kenapa mampu membuat segala rasa sesak di dadanya kembali muncul.

Berkali-kali Hinata menggeleng menepis segala perspektif yang muncul di benaknya.

Kepalanya tertunduk, matanya mulai berkaca-kaca, dia benar-benar ingin menangis sekarang.

Dan benar saja perlahan air mata mulai keluar dari kedua bola mata sewarna lavender itu.

Jika dihitung, ini yang kedua kalinya Hinata menangis sendirian ditaman ini, dan menangis karena orang yang sama juga.

"Hinata?" Hinata terdiam seketika, tubuhnya membeku kaku.

Jangan bilang Toneri kembali datang, seperti waktu itu.

"Oy Hinata!" suara ceria itu,

"Woof!" suara anjing yang menyahut.

Perlahan Hinata mendongak melihat ke sumber suara,

"Shino-kun, Kiba-kun, akamaru?" mereka tersenyum sambil mendekat kearah Hinata.

Akamaru berlari menerjang Hinata, hampir saja Hinata jatuh kebelakang dari ayunan kalau saja kunoichi itu tidak mempunyai keseimbangan yang bagus.

"Woof, woof" Hinata tersenyum sambil memeluk Akamaru,

"Aku juga rindu padamu," ucap Hinata seakan mengerti perkataan Akamaru.

"Oy, oy Akamaru gantian aku juga rindu dengan Hinata," ucap Kiba dengan nada jengkel.

"Woof" Akamaru menjulurkan lidahnya ke arah kiba, anjing itu enggan beranjak dari pelukan Hinata.

Hinata tersenyum tulus, seketika hatinya sedikit membaik melihat kedatangan sahabat-sahabat dekatnya.

"Hinata daijoubu ka?" Hinata mengangguk seraya tersenyum kecil mendengar penuturan Shino.

Walaupun Shino sedari tadi hanya diam, dia tau ada yang salah dengan Hinata.

Wajah sahabatnya itu merah, dan matanya sedikit bengkak.

Sebenarnya Kiba dan Akamaru juga mengetahui hal itu.

Pada awalnya Kiba, Akamaru dan Shino berniat akan pergi makan ke yakiniQ, tapi entah bagaimana ceritanya Akamaru berlari memasuki jalan setapak menuju taman, padahal itu arah yang berbeda menuju Yakini Q.

Kiba dan Shino berlari mengejar Akamaru, dan disinilah mereka tanpa sengaja, melihat seorang gadis yang sangat familiar bagi mereka.

"Hinata?" Kiba mengangguk membenarkan ucapan Shino.

"Oy Hinata!" dan begitulah mengapa mereka bisa ada disini.

Suasana hening menyelimuti tiga sekawan itu, ditambah satu anjing.

Hinata yang tenggelam dalam segala pemikirannya, Kiba dan Shino yang entah mengapa enggan membuka suara.

"Ba-bagaimana kalau kita ke YakiniQ?" Kiba yang merasa tak tahan dengan atmosfer seperti itu, membuka suara memecah keheningan diantara mereka.

"Hm" Shino mengangguk menyetujui.

Awalnya Hinata berniat menolak, namun saat melihat senyum ceria dari sahabatnya, Hinata jadi tak tega.

Lagi pula dia memang belum makan malam, sedangkan ini sudah hampir lewat dari jam makan malam.

Hinata mengangguk kecil menyetujui, lagi pula mereka memang sudah lama tak makan malam bersama seperti ini.

"Yosh ayo kita ke YakiniQ!" teriak Kiba dan Akamaru "Woof!" bersemangat.

Mereka berjalan beriringan, sama seperti dulu saat mereka belum sibuk dengan urusan masing-masing.

Hinata tersenyum kecut, sejak dia memiliki kekasih, dia sudah sangat jarang pergi dengan Kiba dan Shino serta akamaru tentu saja.

Biasanya dulu mereka sehabis pulang misi akan berkumpul merayakan keberhasilan misi mereka, atau pun jika mereka tidak ada misi, mereka akan keliling desa untuk sekedar mencari tempat makan dan menghabiskan waktu untuk berlatih.

Hal yang wajar bahkan sahabatnya sendiri mengutarakan rindu padanya, jujur Hinata juga rindu akan kebersamaan mereka seperti ini.

Suara celotehan Kiba, Shino yang bergumam menanggapi dan suara Akamaru yang ikut menimpali.

"Kibamaru, Akakiba!"

Kiba, Shino dan Hinata tertawa melihat Mirai dari depan mereka berlari mendekat ke arah mereka.

Lain yang dipanggil, lain pula yang dituju Mirai, Hinata menunduk menumpukan lututnya agar sejajar dengan Mirai, tangannya terbuka lebar seakan tau Mirai akan berlari kearahnya.

"Hinata-nee" benar saja Mirai langsung berhambur kepelukan Hinata.

"Are-are Mirai rindu dengan Hinata-nee ya" seorang wanita dewasa dengan seorang wanita muda yang seumuran mereka datang menghampiri.

"Kurenai-sensei" ucap mereka serentak.

Kurenai tertawa mendengar kekompakan muridnya, sungguh bagaimana bisa mereka secara kebetulan bertemu dengan formasi lengkap seperti ini.

Biasanya sih Kurenai memang sering berpapasan dengan Kiba dan Shino, hanya saja selalu tanpa Hinata.

"Sepertinya lama tak melihatmu Hinata?" Hinata tersenyum kecil,

"Iya sensei."

"Yosh, bagaimana kalau kalian kerumah sensei. Sensei akan memasak untuk kalian."

Ini adalah momen langkah dimana mereka bisa kumpul dengan formasi lengkap, maka dari itu Kurenai berinisiatif mengajak para muridnya itu makan malam bersama, sekalian nostalgia mengingat kebersamaan mereka dulu. Bukankah ini saat yang tepat untuk quality timenya tim 8.

Shino mengangguk, Kiba berteriak semangat,

" Yosh, ayo sensei " Akamaru juga menyahut "woof."

Lumayan kan sekalian makan gratis.

"Hinata ikut kan?" Kurenai bertanya, sambil sesekali mengambil pelan helai rambut Hinata dari mulut Mirai.

Mirai memang begitu, setiap berjumpa Hinata, bayi berusia dua tahun itu akan langsung memeluk lalu meminta digendong. Mirai juga suka memelintir rambut Hinata, lalu tak lama memasukan ujung rambut Hinata kedalam mulutnya.

Terkadang Mirai menggunakan ujung rambut Hinata untuk berpura-pura seakan memiliki jenggot dan kumis, Hinata hanya tertawa melihat tingkah lucu dan menggemaskan Mirai.

"Tentu saja sensei," Hinata tersenyum lebar, hatinya benar-benar berangsur membaik.

Baby Sister Mirai juga ikut tersenyum, melihat interaksi majikannya ini dengan para muridnya.

Mereka benar-benar kompak.


...

"Makanan sudah siap!" ucap Kurenai sembahri memanggil kedua muridnya Shino dan Kiba yang sedang bermain bersama Mirai diruang tamu.

Mendengar suara sang sensei, tentu saja Kiba dan Shino langsung menurut dengan menggandeng Mirai menuju meja makan.

Sedangkan Hinata, gadis itu sedang menyiapkan piring dan membantu Kurenai mengangkat mangkuk berisi lauk-pauk makan malam mereka.

"Itadikimasu" ucap mereka serempak.

Kurenai mempersiapkan banyak makanan, ada Gyudon , Yakitori , lalu ada Sukiyaki. Semua makanan yang tersaji diatas meja makan benar-benar sangat menggiurkan, Sukses membuat Kiba tak henti-hentinya memandang dengan wajah berbinar.

"Uah oishii " Shino dan Hinata mengangguk setuju dengan ucapan Kiba.

"Woof" Akamaru yang saat ini berada disamping meja makan sambil menikmati semangkuk daging yang diberikan padanya, juga menyalak setuju.

Kurenai tersenyum disela-sela aktifitas makan nya, dia sungguh rindu moment seperti ini-

disaat mereka ngumpul bersama.

Ah dia jadi teringat masa lalu, rasanya waktu berjalan dengan sangat cepat.

Perasaan baru saja dia melatih murid-muridnya ini, melakukan misi bersama sebagai tim 8.

Sekarang mereka telah tumbuh menjadi seorang shinobi yang hebat, bahkan melebihi kemampuannya sebagai seorang sensei.

Kurenai tersenyum bangga, telah berhasil menghantarkan anak didiknya menjadi elit Shinobi di Konoha.

Ah-Kurenai bahkan baru teringat, Hinata murid kesayangannya bahkan sebentar lagi akan menikah.

Lagi-lagi Kurenai merasa terharu, sebagai sensei Hinata, ia sangat tau bagaimana perasaan muridnya yang pemalu itu terhadap Naruto.

Muridnya itu bahkan rela merenggang nyawa demi melindungi Naruto.

Ngomong-ngomong mengenai pernikahan Hinata, Kurenai menjadi penasaran sudah sampai mana persiapan pernikahan muridnya itu mengingat waktu hari H, sudah semakin dekat.

Wajah cantik Kurenai, menoleh kesamping kanannya dimana tempat Hinata duduk.

Ingin rasanya bibir tipis yang dihiasi perona merah itu, bergerak membuka percakapan—

Ah, namun rasanya sangat tidak sopan bukan?

maksudnya berbicara di saat sedang makan.

Kurenai membenarkan pikirannya, lebih baik diam menikmati sambil menyelesaikan makan malam mereka dulu, baru setidaknya dia bisa mengobrol dengan sang murid.

Setelah selesai menikmati makan malam yang disajikan, ketiga shinobi yang bergabung dalam tim 8 itu dengan kompak membagi tugas— Hinata menyuci piring, Kiba membersihkan meja, dan Shino mengangkat mangkuk dan piring kotor, tak ketinggalan pula Akamaru yang ikut membantu.

Membantu dengan doa maksudnya..

"Woof"

Merasa masing-masing tugas muridnya sudah selesai, Kurenai memanggil mereka menuju ruang tamu.

Ibu Mirai itu menyuguhkan teh ocha, "minumlah selagi masih hangat."

Tentu saja dengan senang hati mereka meminum teh buatan sang sensei yang bisa dikatakan enak.

Seperti biasa disaat mereka sedang ngumpul, Kiba selalu menjadi orang yang meramaikan suasana, mulai dari celotehannya tentang ini dan itu, lalu pemuda pecinta anjing itu juga tak segan melempar humor receh, yang sukses membuat suasana tampak menyenangkan.

Namun satu hal yang pasti, dan Kurenai jelas menyadari ada yang berbeda dari sikap salah satu muridnya—

Hinata, gadis itu menjadi lebih pendiam dari biasanya. Walaupun Hinata bisa dikatakan orang yang termasuk pendiam, tapi itu takan berlaku jika dia sedang bersama teman satu timnya ataupun Kurenai-sensei.

Sama halnya dengan Kiba dan Shino, sedari awal mereka berjumpa dengan Hinata di taman tadi. Mereka sudah curiga ada sesuatu yang salah dengan Hinata.

Entahlah, mereka tidak akan memaksa Hinata bercerita jika memang bukan Hinata sendiri yang berniat bercerita kepada mereka.

"Ne, Hinata?"

Hinata tetap diam, gadis itu terlalu larut dalam lamunannya sampai tak menghiraukan sang sensei yang memanggilnya.

"Hinata?"

Hinata tersentak kecil, mendongak menatap sang sensei yang duduk dihadapannya.

"Ah ya sensei?"

"Daijobu ka Hinata?" tanya Kurenai, memastikan.

"Hm" Hinata mengangguk singkat, dan hal tersebut membuat Kiba cukup merasa jengkel sendiri melihat sifat sahabatnya ini yang selalu saja memendam semuanya sendiri.

Begitu juga dengan Shino, walaupun pria peternak serangga tersebut hanya diam dan memerhatikan tapi jelas dia tau Hinata tidak dalam kondisi yang baik.

Mengabaikan segala ketegangan yang tiba-tiba terasa menghampiri mereka, Kurenai berniat membuka suara menanyakan sesuatu yang membuatnya penasaran.

"Hinata, sudah sampai mana persiapan pernikahan kalian?"

Lagi? Hinata sedikit tersentak kaget mendengar topik pertanyaan yang dibahas Kurenai-sensei.

Dengan suara yang nyaris berupa cicitan, Hinata hanya menjawab " ya-ya begitulah sensei, su-sudah hampir selesai."

"Ah baguslah kalau seperti itu," Hinata tersenyum tipis mendengar komentar Kurenai.

"Kau sedang ada masalahkan Hinata?"

Kiba cukup kesal melihat raut wajah Hinata yang menyendu, terlihat banyak melamun, maka dari itu iya blak-blakan menanyakan sesuatu yang mengganjal di pikirannya.

Hinata tak menjawab, gadis itu memilih menundukan kepalanya sambil kedua tangannya memegang erat kedua sisi ujung skirt yang dipakainya.

"Apa ada hubungannya dengan Naruto?" Shino ikut membuka suara.

Kurenai sedikit kaget mendengar pertanyaan Shino, dalam hati wanita cantik itu juga sangat penasaran.

"Ne Hinata, jika kau memang sedang ada masalah, ceritalah pada kami. Mana tau kami bisa membantu" ujar Kurenai sambil menepuk pelan bahu Hinata yang kebetulan duduk disampingnya.

"Apa si baka itu berbuat macam-macam padamu? kalau iya aku tak akan segan menghajarnya untukmu Hinata," Tangan Kiba mengepal, dia sungguh tak main-main dengan perkataannya.

Hinata tersenyum tipis melihat betapa pedulinya mereka kepadanya, "Arigatou" ucap gadis itu dengan tulus.

Sekarang Hinata sadar, memang tidak ada yang bisa ia sembunyikan dari para sahabatnya.

"Ini memang ada hubungannya dengan Naruto-kun."

"Kalian bertengkar?"

Hinata mengangguk menjawab pertanyaan Kurenai-sensei.

"Betulkan si baka itu memang perlu dihajar!" sungguh Kiba sangat geram sekarang, ia sangat yakin pasti Naruto menyakiti Hinata.

Secara menurutnya tak mungkin Hinata menyakiti Naruto, mengingat betapa besar cinta Hinata akan pemuda rubah itu.

"Sebenarnya ini salahku Kiba-kun."

Kiba, Shino serta Kurenai-sensei sedikit terkejut dan tak menyangka, akan jawaban Hinata.

"Bagaimana bisa?" Shino bertanya penasaran.

Hinata kembali menunduk, wajahnya penuh dengan raut penyesalan, "Jadi begini—"

...

Bersambung

...

Up besok atau lusa :)