Penampilan Mengecewakan Pasangan Jepang yang Begitu Diharapkan

Ditulis oleh Denise Fung

.

Yuuri Katsuki (23) dan Yuuko Nishigori (25) telah mengecewakan pendukungnya pada kompetisi di Otecec, 27 November lalu. Tekanan tahap final tampaknya sangat memengaruhi peforma Katsuki. Beberapa kesalahan fatal yang dilakukannya membuahkan ratusan komentar negatif netizen. Seperti yang dikutip dari akun SuzukiSaaya38921, 'Aku tidak sanggup melihat penampilannya yang mengerikan! Dia membuat Jepang terlihat sangat buruk! Aku kecewa sekali padanya. Mengapa dia tidak berhenti saja sebelum memperparah keadaan?'.

Karolina Yan, selaku pengamat ballroom dance profesional berkomentar, "Ini jauh dari penampilan terbaik pasangan Katsuki-Nishigori yang pernah saya saksikan. Sesuatu mungkin terjadi dan membuat Yuuri Katsuki kehilangan fokusnya. Tapi bagaimana prestasinya selama ini harus dipertimbangkan sebelum kita membuat kesimpulan apapun."

Hingga saat ini masih belum ada tanggapan apapun baik dari pihak Katsuki ataupun Nishigori. Apakah penamplan mereka akan membaik di kompetisi berikutnya atau tidak adalah hal yang dinantikan seluruh pengamat tari dunia.

.

…*…

.

Yuri! on Ice belongs to MAPPA Studio, Sayo Yamamoto and Mitsuro Kubo.

Saya tidak mendapat keuntungan material apapun dari pembuatan fanfiksi ini.

Warning: AU, miss typo(s), slash, OOC etc

Spesial untuk ulang tahun Kak Titi tercinta.

Happy reading ^^

.

…*…

.

We dance for laughter

We dance for tears

We dance for madness

We dance for fears

We dance for hopes

We dance for screams

We are the dancers

We create the dreams

(—Albert Einstein)

.

…*…

.

Menari adalah dunia Yuuri Katsuki.

Ingatan pertama selain tentang keluarganya adalah mengenai sebuah ruangan dengan cermin melapisi tiga sisi dindingnya.

Dalam memorinya yang telah tua dan meranggas, dia ingat, seorang gadis cantik menggandeng tangannya, mengajaknya ke tengah ruangan. Gadis itu merentangkan tangannya dan mendongakkan kepalanya, kakinya menyilang dalam posisi berjinjit, Yuuri kecil mengimitasinya, terhuyung-huyung karena tubuhnya yang tembam.

Balet—tari pertama yang dipelajarinya. Dan gadis cantik yang dulu mengajarinya itu, dalam beberapa tahun berikutnya, menjadi seorang balerina kelas dunia. Yuuri selalu terpesona dengan bagaimana cara seorang Minako Okukawa menari, merasa dia bisa melihat sepasang sayap putih membentang di punggung wanita itu ketika dia melompat.

Yuuri ingat, saat masih kecil, cita-citanya adalah menjadi penari balet. Dia ingin menjadi laki-laki yang memeluk dan mengangkat tubuh sang tokoh utama wanita. Mengajaknya menari berputar-putar dan memukau para penonton dengan aksinya.

Dan dunianya berubah hanya dengan satu video yang diperlihatkan Minako padanya.

'Balet adalah dasar begitu banyak tarian dan olahraga. Sekali kau menguasai balet, kau akan bisa merentangkan sayapmu ke dunia-dunia lain yang dipenuhi musik dan keindahan.' Itulah yang dikatakan Minako padanya saat Yuuri menginjak usia enam tahun. Dan gadis itu melambaikan sebuah kaset rekaman dengan begitu bangga di depan wajah si anak. Menarik tangan gempalnya dan membawa Yuuri ke ruang keluarga, menyetelkan rekaman itu. "Ini adalah video rekaman ballroom dance. Kategori standar—ah kau tidak tahu ya? Tapi, perhatikan saja anak laki-laki berambut perak dan pasangannya dalam video ini. Namanya Viktor Nikiforov—dia luar biasa."

Di kemudian hari, Yuuri akan tahu jika video yang dilihatnya itu adalah adalah final salah satu kompetisi untuk untuk anak-anak—juvenile II—kategori standar di Moskow. Namun saat melihat video itu, dia tak bisa memikirkan apapun.

Viktor Nikiforov—nama yang saat itu begitu sulit diucapkannya—sangat indah.

Keindahan yang tak pernah ditemukannya pada penari balet pria manapun yang dia lihat.

Viktor, saat itu baru berusia 11 tahun, adalah sosok yang begitu memesona. Anak laki-laki bertubuh kurus dengan kulit pucat kemerahan dan rambut berwarna perak. Yuuri membungkuk tepat di depan televisi untuk melihat jika Viktor memiliki warna mata biru jernih yang sangat cantik.

Minako menarik tangan Yuuri agar anak itu tak menghalangi layar televisi. "Mereka mengatakan jika Viktor dalam beberapa tahun ke depan akan menjadi legenda hidup dalam dunia dancesport. Aku nyaris tak percaya jika dia empat tahun lebih muda dariku."

Yuuri nyaris tak mendengarkan kata-kata pewaris satu-satunya studio balet di Hasetsu itu. Setengah karena tak paham apa yang dikatakannya, setengah lagi karena matanya tak sanggup berkedip memandang anak laki-laki yang bergandengan tangan dengan seorang gadis tatkala memasuki lantai dansa.

Di antara anak laki-laki lainnya, Viktor terasa begitu mencolok. Rambutnya yang keperakan tak dipotong cepak seperti anak-anak lainnya. Rambutnya dibiarkan tumbuh memanjang hingga pundak, diikat longgar dengan pita hitam berenda. Wajahnya adalah perpaduan antara cantik dan tampan—sesuatu yang dipikirnya hanya dapat dilihat di buku dongeng. Yuuri pasti tak akan dapat menebak jenis kelaminnya andai saja Viktor tidak menggunakan kemeja putih, dasi hitam dan celana kain.

Gadis di sampingnya memiliki rambut pirang yang disanggul sederhana, dihiasi replika bunga mawar di salah satu sisinya. Dia menggunakan gaun putih yang dengan panjangnya hingga pertengahan betis, mengembang dengan lapisan-lapisan tipis yang berayun saat dibawa berjalan. Anggun dengan langkah-langkahnya yang pendek namun kuat. Bibirnya menggunakan lipstik pink cerah, tersenyum kaku pada kamera yang menggambil gambar mereka dari dekat.

Yuuri mengamati dengan mulut terbuka. Viktor melepaskan tangan gadis kecil pasangannya. Mengambil jarak. Saat musik perlahan mulai dimainkan, keduanya mendekat dalam langkah-langkah pelan. Si gadis meraih tangan Viktor, melengkungkan tubuhnya ke belakang. Viktor menyambut dengan tangan di punggung sang gadis saat gadis itu meletakkan tangannya di bahu Viktor.

Kaki-kaki yang dibalut sepatu mulai bergerak saat musik lembut dimainkan. Yuuri terperangah. Bertanya bagaimana kaki-kaki ramping itu tidak saling menjegal satu sama lain. Melangkah dalam langkah-langkah lambat yang harmonis, bergerak mengikuti irama musik. Sang gadis mengembangkan senyum lebar saat berada di ujung langkah. Mereka kembali bergerak, harmonis. Menyelip di antara penari-penari lainnya dengan keanggunan yang mengesankan.

Yuuri kecil mungkin sama sekali tidak tahu mengenai jenis tarian yang mereka tarikan, tapi bahkan orang bodoh pun tahu; tarian Viktor istimewa.

Viktor Nikiforov terlihat berkilauan—penuh semangat, keanggunan dan juga cinta. Dan dia menularkan kilaunya itu pada gadis yang menari bersamanya. Membuat keduanya terlihat berbeda dibanding para penari lainnya, memaku mata siapapun yang melihatnya.

Sekembalinya dari rumah Minako, Yuuri mengurung diri di kamarnya. Tidak mengacuhkan teriakan kakak perempuannya yang menyuruhnya turun untuk menyiapkan handuk bagi pengunjung onsen mereka.

Pikirannya masih dipenuhi dengan Viktor Nikiforov dan tariannya.

"Foxtrot," dia mencoba memvokalkan nama tarian yang baru dilihatnya. Tersenyum saat merasakan geli di mulutnya. Berpikir, alangkah bagusnya jika dia bisa menarikannya juga.

Dua bulan setelah acara menonton video itu, Minako pergi ke luar negeri untuk mendalami balet lebih jauh.

Mari menangis habis-habisan kehilangan senior sekaligus teman dekatnya. Mulai kehilangan semangat untuk melatih tariannya.

Sementara Yuuri, anak laki-laki itu menganggap kepergian Minako sebagai suatu kebanggaan. Namun, dia juga mengakui jika Studio Balet Okukawa sama sekali tidak terasa sama setelah kepergian sang primadona muda. Lagipula, Yuuri juga menyadari jika dia tak lagi menjadikan balet sebagai profesi idaman di masa depan.

Dua tahun setelah kepergian Minako, Mari resmi keluar dari dunia balet. Gadis yang baru berusia 15 tahun itu mengambil kesimpulan jika dia sama sekali tak memiliki bakat. Menenggelamkan dirinya di depan komputer dan mulai menggilai dunia hiburan—seperti kebanyakan gadis remaja seusianya.

Yuuri di usia delapan, saat kakaknya tak sedang berada di depan layar komputer, diam-diam mulai mencari foto-foto Viktor Nikiforov dan mencetaknya. Menempelkannya di tempat manapun dia bisa menempelkannya—dinding kamar, buku harian, buku pelajar, kamar mandi, di manapun. Sebuah folder yang disimpan dengan namanya penuh dengan video-video kejuaraan ballroom dance—terutama yang diikuti Viktor. Dan buku catatannya juga dipenuhi dengan detail-detail mengenai ballroom dance, tari standar dan profil Viktor.

Takut-takut, Yuuri kecil mendatangi orangtuanya. Bertanya mengenai uang les Mari yang tak lagi digunakan. Ibunya memandangnya sambil tersenyum, bertanya apakah Yuuri ingin menggunakannya. Takut dianggap egois, Yuuri mencicit tentang sebuah studio tari di tepi kota yang membuka pendaftaran untuk anak-anak yang berniat belajar berdansa.

Hiroko tersenyum mengerti mendengar gumaman-gumaman lirih putranya. Bertanya, "Kau mau mendaftar, Yuuri?"

Dan sebulan kemudian, Yuuri mendapati dirinya pergi dengan bus ke tepi kota setiap hari Selasa dan Jumat, hari di mana dia tak berlatih balet pada keluarga Okukawa. Studio tari Nishigori terlihat sangat berbeda dengan studio balet. Tidak banyak anak-anak yang belajar di sana, sebagian besar murid adalah pria dan wanita dewasa yang sudah menikah, beberapa bahkan sudah lanjut usia. Namun Yuuri tetap bersyukur, setidaknya, dengan ini dia bisa belajar.

Dalam tiga bulan latihan pertamanya, dia berhasil membuat para pengajar di sana terpesona pada kemauannya. Dan dalam lima bulan, dia diperkenalkan pada gadis yang menjadi pasangannya.

Nama gadis itu adalah Yuuko. Gadis manis dua tahun lebih tua dengan tarian yang luar biasa. Sebelumnya dia dipasangkan dengan putra keluarga Nishigori, Takeshi. Namun, karena satu atau dua alasan, Takeshi memilih untuk berhenti menari, dan Yuuko pun mau tak mau harus berlatih dengan bocah baru yang masih sering tersandung kakinya sendiri.

Bagi Yuuri, Yuuko terlihat seperti malaikat. Matanya yang besar dan senyumnya yang manis selalu berhasil membuat Yuuri merasa lebih baik tiap kali dia melakukan kesalahan. Dengan sabar, gadis itu mengajarinya beberapa trik dalam tari. Dan Yuuri benar-benar mengagumi sekaligus menghormatinya.

Yuuko menari bagaikan seorang seorang putri, senyum anggun di wajahnya yang cantik membuatnya terlihat seperti boneka. Lenggak-lenggok tubuhnya juga begitu memesona, membuat gaun yang digunakannya berkibar dan menambah keindahannya. Dan semakin bertambah usia, bakatnya semakin terlihat jelas.

Dan siapa sangka, hubungan mereka dalam tari berlanjut hingga 15 tahun.

Yuuko, kini berusia 25, mengenakan gaun biru muda dan make up tebal yang membuat penampilannya terlihat begitu mewah. Gadis itu menoleh padanya, tersenyum memaklumi—sama seperti yang selalu ditampilkannya saat masih kecil—dan mengangguk pada Yuuri, seolah berkata 'tidak apa-apa'.

Yuuri tidak bisa membalas senyumnya atau memandang mata gadis itu. Wajahnya tertunduk, dan tepuk tangannya terasa begitu lemah. Air ingin jatuh dari sisi gelap matanya, namun Yuuri menahannya dengan menjaga agar matanya tak berkedip. Di hadapannya, sepasang penari melenggak-lenggok anggun di lantai dansa, di belakangnya, papan skor menampilkan daftar penari, negara dan total nilai yang mereka peroleh.

Mereka yang menari di lantai dansa adalah yang mendapatkan nilai tertinggi. Sementara Yuuri dan Yuuko, satu dari beberapa pasangan yang berdiri di tepi, adalah mereka yang kurang beruntung.

Mungkin sebenarnya mereka berdua ada dalam kondisi yang 'lebih tidak beruntung'. Nama mereka tercetak di bagian paling bawah. Dan nilai mereka bahkan tak mendekati nilai pasangan yang berada tepat di atas mereka.

"Tidak apa-apa, Yuuri-kun. Kita masih punya kesempatan lagi."

Itu benar. Atau paling tidak, seharusnya itu benar.

Tetapi, saat majalah-majalah tari dunia mulai mencerca dan mengkritik penampilannya yang begitu buruk, Yuuri merasa dunianya telah runtuh.

.

…*…

.

Pulang ke Jepang, yang menjemputnya adalah Minako Okukawa. Senyumnya selebar biasanya.

Balerina cantik itu kembali ke Jepang setahun lalu, setelah mendengar kabar kematian orangtuanya. Dia memilih untuk menetap di kampung halamannya, menyambung usaha keluarganya dalam membuka studio balet dan bar. Melambai penuh semangat seperti orang gila saat melihat Yuuri keluar dari peron sambil memperbaiki letak maskernya.

"Yuuri! Kenapa kau tidak pulang bersama dengan Yuuko?" tanya wanita itu sambil memeluk tubuhnya erat. Terakhir kali Yuuri melihatnya adalah di hari pemakaman pasangan Okukawa setahun lalu. Selain itu, dia hanya mendengar kabarnya dari Mari tiap kali menelepon ke rumah. Karena, tidak seperti Yuuko yang rutin pulang ke Jepang di minggu terakhir tiap bulan, dia memilih untuk setengah menetap di Detroit—kota tempatnya berlatih. "Anak-anak nakal itu sudah merusakkan spanduk yang kubuat untuk menyambut kalian! Aku tak sempat membuatnya lagi untukmu."

Sedikit banyak Yuuri bersyukur dia pulang tiga hari lebih lama dari Yuuko. Dia tidak bisa membayangkan kehebohan apa yang didapatkan pasangan tarinya itu saat tiba kemarin lusa. Yuuri membalas senyum seniornya. "Ada beberapa masalah yang harus kuselesaikan lebih dulu. Apa kau sehat, Minako-senpai?"

"Hanya sedikit kesepian karena tak banyak anak-anak yang datang untuk latihan," wanita muda itu mengangkat bahu lelah. Kemudian mengembangkan senyum kecil untuk Yuuri. "Aku menonton pertandinganmu kemarin."

Yuuri membuka mulutnya, kemudian menutupnya kembali. Meringis dan memaksakan senyum. "Benar-benar memalukan, bukan?"

"Aku menyesal sudah meminta Mari untuk mengabarkan tentang kematian Vicchan tepat sebelum pertandingan finalmu."

"Justru aku yang akan marah jika kalian tidak mengabariku sesegera mungkin."

"Kau pasti sangat kehilangan, Yuuri."

"Vicchan adalah bagian dari keluargaku juga, Minako-senpai."

"Aku tahu. Maka dari itu tarianmu—"

Mereka terdiam. Minako membantu Yuuri membawa salah satu kopernya. Mereka sudah keluar dari stasiun saat Minako kembali bicara. "Yuuko bilang kalian tidak akan kembali lagi ke klub tari di Detroit. Apa yang membuatmu memilih kembali ke Jepang?"

Yuuri menguatkan cengkraman pada tas jinjingnya. Terdiam sejenak sebelum menjawab. "Hanya sedikit rindu pada rumah." Mereka berjalan menembus lalu lalang kesibukan. "Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali aku makan malam bersama Ayah, Ibu, dan Mari-neechan. Dan aku sedikit merasa bersalah pada Yuuko-san yang harus pulang pergi tiap bulannya untuk menengok keluarga."

"Aku mengerti. Memang lebih baik begitu. Jangan sampai kau menyesal nantinya." Wanita itu memasang ekspresi yang rumit di wajah cantiknya. Mungkin masih menyesali pilihannya mengejar karir hingga melupakan keluarganya—sampai semuanya telah terlambat. Menggelengkan kepala dan menengok pada Yuuri, menampilkan senyum seorang wanita tangguhnya yang biasa. "Jadi, apa yang akan kau lakukan setelah ini?"

"Aku belum tahu," Yuuri mengakuinya dengan mudah.

"Kau tidak berniat berhenti, bukan?" Minako bertanya.

Yuuri tidak menjawab.

Minako menghela napas panjang. "Kau tahu, Takeshi bilang, kau boleh memakai tempatnya untuk berlatih. Kedua orangtuanya sudah terlalu tua untuk melatih tari lagi, tapi studionya masih bisa disewa jika ada yang mau menggunakannya." Minako tersenyum lebar. "Dan kalau kau suntuk dengan ballroom dance, kau tahu kau masih bisa bermain ke tempatku. Ini akan terasa seperti masa lalu."

Yuuri memandang wanita yang secara tidak langsung membuatnya memilih jalan hidup yang sekarang ditempuhnya. Wajah gadis cantik yang tujuh belas tahun lalu yang menggandeng tangannya dan mengajaknya menari kembali terbayang. Yuuri ingat betapa dia sangat menghormati seniornya ini. Tersenyum. "Terima kasih banyak, Minako-senpai."

.

…*…

.

Sampai di rumah, dia disambut oleh pelukan hangat ibunya, sapaan ramah ayahnya, dan senyum sinis dari kakaknya—tapi dia juga melihat wajah kakaknya yang berkaca-kaca menahan tangis.

Dihabiskan waktunya sepanjang siang untuk duduk di depan altar keluarganya. Foto seekor anjing pudel ada di antara foto-foto leluhurnya. Yuuri menangkupkan tangan dan berdoa.

Anjing itu adalah hewan peliharaannya sejak kecil. Diberi nama sama dengan idola yang selama ini dikejarnya—Viktor. Separuh ingatannya tentang Jepang adalah tentang keluarga dan anjingnya. Yuuri tak akan pernah lupa seberapa bahagianya dia saat pertama kali memeluk makhluk berbulu cokelat itu, merasa senang karena dia memiliki hewan peliharaan sama dengan sang idola. Dan hari-hari yang dihabiskannya dengan Vicchan, hari-hari itu mungkin akan menjadi salah satu kenangan yang paling disukainya.

Di tengah doanya itu, Mari Katsuki muncul. Mengisap rokok dan memasang wajah bosannya yang biasa. Menunggu hingga Yuuri menyelesaikan doa dan menoleh padanya.

"Mari-neechan…"

"Aku tidak akan menghiburmu—tentang Vicchan ataupun kekalahanmu."

Yuuri tersenyum. Kakaknya masih sama—selalu sama. Wanita muda itu mungkin akan selalu menjadi satu-satunya pihak yang tak akan pernah memanjakannya. Mari akan selalu menyodorkan fakta di depan hidungnya, membuat buaiannya akan hidup yang utopia musnah—namun sekaligus menguatkannya. "Aku menghargainya."

Mari menyandarkan tubuhnya pada pintu. Memandang Yuuri dengan tatapan menilai. "Kau tambah gemuk."

Yuuri tertawa. Menggaruk belakang kepalanya dengan kaku. Sadar benar jika tubuh ramping berotot ringan yang dulu dimilikinya sekarang sudah mulai dihiasi timbunan daging dan lemak. "Yuuko-san berpikir jika aku terlalu terpuruk dengan hasil pertandingan kemarin. Dia mencoba menghiburku dengan satu ton makanan buatannya—dan inilah hasilnya."

"Sepertinya semua orang selalu memanjakanmu dengan makanan. Ibu memasak katsudon untuk makan malam hari ini." Mari mengambil satu isapan terakhir pada rokoknya sebelum membuang puntung itu ke luar jendela. "Apa yang akan kau lakukan setelah ini?" tanyanya.

"Minako-senpai menanyakan hal yang sama padaku tadi siang."

"Dia juga menanyakan hal yang sama padaku enam belas tahun lalu lewat e-mail. Saat aku mengatakan akan berhenti menari." Mari menyilangkan tangannya di dada. "Kau tahu, usaha keluarga tidak berjalan baik akhir-akhir ini. Orang-orang mulai meninggalkan kota kecil ini. Dan wisatawan mana yang mau datang ke tempat yang tak begitu menarik seperti Hasetsu? Aku pun—jika bisa—akan pergi."

Itu adalah kode yang begitu jelas. Mari menginginkan agar Yuuri tinggal dan meneruskan usaha onsen yang sudah empat generasi ditekuni keluarganya. Tersenyum kecil. "Aku akan membicarakannya dengan Yuuko-san sesegera mungkin."

"Bicarakan malam ini. Ibu mengundang dia, Takeshi, dan tiga bocah usil itu ke rumah untuk makan malam." Mari merenggangkan tubuhnya. Berbalik untuk keluar. "Semua orang selalu khawatir jika itu tentang kau, hanya karena kau memiliki bakat. Mengesalkan sekali, bukan?"

Yuuri memandang tak mengerti pada punggung kakaknya. Baru semenit lalu kakaknya mengimplikasikan jika dia ingin Yuuri meneruskan usaha keluarga, dan di menit berikutnya, dia mengatakan jika akan sangat disayangkan jika Yuuri memilih untuk menghentikan langkahnya saat ini.

Dia tak mengerti.

Namun, sebelum kakaknya sempat berbelok dan menghilang, tanpa sadar Yuuri kembali memanggilnya. "Mari-neechan!"

"Hm?" wanita itu menghentikan langkahnya. Kepala menoleh memandang adiknya yang berada dalam posisi setengah berdiri—bersiap mengejarnya jika diperlukan.

"Mengapa dulu kau berhenti menari balet?" pertanyaan itu terlontar tanpa sempat dipikirnya lebih dulu.

Mari terdiam di tempatnya. Tangannya meremas kayu bingkai pintu cukup kuat, membuat kukunya yang dicat merah menancap pada bagian yang telah lapuk. "Mengapa kau baru bertanya sekarang?"

"Kau menari dengan cukup baik. Bersama Minako-senpai, aku selalu menganggap kalian sebagai balerina-balerina terbaik yang bisa dimiliki Hasetsu. Bahkan Minako-senpai juga selalu mengatakan jika kelak kau pasti akan bisa mengikuti langkahnya. Tapi…" Yuuri menghentikan monolognya. Tidak yakin harus mengatakan apa. "… kau berhenti sebelum sayapmu berkembang."

"Aku hanya bosan."

Dan wanita itu pergi.

Yuuri mengamati jika cara berjalan Mari terlihat persis dengan cara Minako berjalan. Cara berjalan yang anggun dengan langkah-langkah pendek yang pasti. Lentur di bagian betis dan kuat di lutut. Sedikit menjinjit dan jatuh tanpa suara.

Masih cara jalan seorang balerina.

Lima belas tahun lalu, saat Mari mengatakan ingin keluar dari dunia balet, Yuuri sama sekali tak menyadarinya. Hanya menganggap kakaknya adalah orang yang sangat egois dan menyebalkan. Dia membuang bakat dan kesempatan untuk menjadi seorang balerina hanya demi menambah waktu di depan layar komputer. Yuuri marah dan kesal, memilih untuk menghindari kakaknya selama beberapa lama.

Baru setelah beberapa tahun berlalu, dia menyadari jika ekonomi keluarganya tidaklah sebaik yang dia kira. Untuk membayar kebutuhan sekunder Mari dan Yuuri, orangtua mereka harus mengambil kerja tambahan.

Tiap kali dia pikir ayahnya pergi minum dengan Tuan Okukawa, sesungguhnya pria itu sedang berada di proyek pembangunan di pusat kota, membantu mengangkut semen. Atau ketika ibunya memanggang banyak kue di pagi hari dan memberikannya pada Mari untuk dibawa ke sekolah, Yuuri sama sekali tak berpikir jika kue-kue itu akan berakhir di kantin sekolah—bukan di perut kakaknya. Ayah, ibu dan kakaknya sangat ahli menyembunyikan hal ini, menguburnya jauh-jauh dengan mengembangkan senyum di wajah mereka.

Dan mungkin—mungkin saja—di saat yang sama, Mari mulai menemukan folder rahasia Yuuri di komputernya. Atau, dia tak sengaja membaca catatan-catatan yang Yuuri buat. Dan bisa jadi, dia mulai merasa jengah dengan banyaknya poster Viktor yang menempel di dinding kamar Yuuri.

"Aku tidak seberbakat itu. Dan buat apa kalian mengeluarkan banyak uang kalau hasilnya tidak akan sesuai dengan ekspektasi?"

"Lebih baik, gunakan uang itu untuk sesuatu yang lebih berarti."

"Aku sama sekali tidak berpikir untuk meninggalkan kota ini dan menjadi penari—itu merepotkan. Masa depanku sudah terjamin hanya dengan meneruskan onsen ini saja."

Itu adalah kalimat-kalimat yang Mari gunakan untuk mendebat orangtua mereka saat dia mengatakan keinginannya untuk berhenti dari balet. Dan sebagai penegasan, dia menjual sepasang sepatunya pada gadis kecil tetangga sebelah rumah mereka. Berhenti datang ke latihan-latihannya dan bahkan mengurung diri di kamar. Hingga akhirnya Hiroko sama sekali tak punya pilihan lagi selain datang pada keluarga Okukawa dan mengatakan tentang keluarnya Mari.

Selama beberapa tahun terakhir, Yuuri mulai mengenang lagi ekspresi kacau, kantung mata hitam, dan mata merah kakaknya selama beberapa saat setelah dia meninggalkan balet. Dia mengerti. Sangat mengerti. Berlawanan dengan apa yang selalu kakaknya katakan—Mari mencintai balet.

Tapi, dia lebih mencintai adik laki-lakinya.

Mari selalu menganggapnya lebih berbakat, lebih pekerja keras, dan lebih pemimpi.

Mari selalu mencercanya, mengkritiknya, dan berusaha menjatuhkannya—namun di saat yang sama memujinya, mendorongnya maju dan membuatnya mampu menentukan pilihannya sendiri.

Yuuri mengepalkan tangannya. Menunduk. Merasakan air matanya jatuh mengingat seberapa besar kakaknya telah berkorban hanya untuk mengantarkan Yuuri pada jalan yang ditempuhnya saat ini.

Yuuri terisak pelan. Mengepalkan tangannya hingga garis-garis berbentuk bulan sabit mengecap pada permukaan tangan. Bergumam berulang-ulang. "Maafkan aku. Maafkan aku, Mari-neechan. Maafkan aku. Dan… terima kasih."

Dia tidak tahu jika Mari masih bersandar di dinding di luar ruangan itu. Mengisap rokok yang baru disulut. Membuang muka, tersenyum, dan kemudian, melanjutkan langkah kakinya yang tanpa suara.

.

…*…

.

Takeshi Nishigori bekerja pada sebuah majalah yang membahas mengenai seni di Jepang. Menghabiskan masa kecil di rumah yang sekaligus menjadi studio tari membuatnya memiliki kecintaan sendiri pada seni gerak indah. Dan pada bidang itulah dia memfokuskan diri di dunia jurnalistik. Menikah dan memiliki tiga orang putri yang mewarisi bakatnya di bidang jurnalistik—atau mungkin lebih condong pada paparazi. Dan dengan pengaruh ibu mereka yang penari ternama, Yuuri tak bisa membayangkan ada keluarga lain yang lebih dipenuhi tari dan musik dibanding keluarga Nishigori.

Pertama pintu dibuka, Yuuri diterjang telak oleh tiga gadis kecil yang wajahnya begitu serupa, membuatnya terguling di lantai. Masing-masing dari mereka berteriak padanya dengan suara yang juga begitu identik pada saat bersamaan. Membuatnya tak yakin siapa yang berteriak dan apa yang mereka teriakkan.

"Yuuri! Kau tambah gemuk! Memangnya kau masih bisa menari dengan tubuh seperti itu?!"

"Yuuri! Aku tidak menemukan video penampilanmu di per delapan final kemarin!"

"Yuuri! Apa kau akan berlatih di rumah kami? Izinkan kami mengambil video-mu, Yuuri!"

Yuuri tak tahu mana yang harus ditimpalinya lebih dulu.

Yuuko masuk dua detik kemudian. Senyum lembut yang biasa tersungging di wajahnya berubah menjadi ekspresi marah yang begitu langka. "Anak-anak nakal! Lepaskan Yuuri-kun sekarang juga! Dan jangan ada yang mengambil video!"

Ketiga anak itu kompak menggembungkan pipinya, tak terima dengan teriakan ibunya—meski akhirnya mereka menyingkir juga.

Yuuri tertawa pelan. Bangkit kembali ke posisi duduk. "Axel, Lutz, Loop. Sudah lama sekali aku tidak melihat mereka. Mereka sudah besar sekali. Seingatku, dulu mereka masih setinggi ini," Yuuri mengangkat tangannya hingga dagu gadis kecil yang paling dekat dengannya—Axel? Entahlah, dia tak yakin.

"Itulah alasannya mengapa aku sering menyuruhmu untuk sesekali pulang. Anak-anak ini ribut sekali ingin bertemu denganmu—mereka adalah penggemar besarmu." Yuuko tertawa pelan, menjitak satu per satu kepala anaknya sambil tetap memasang senyum malaikatnya. "Mereka membuat aku dan Takeshi kewalahan dengan pertanyaan-pertanyaan tentangmu."

Gadis kecil berjaket ungu menarik-narik pakaiannya. "Yuuri, apa benar kau mudah untuk gemuk jika tidak mengatur pola makanmu?" tanyanya penasaran.

Gadis berjaket merah muda tak mau kalah, menarik lengan bajunya. "Apa kau dan Mama akan retire setelah ini?"

"Kata Papa kau sama sekali tidak pernah punya pacar sebelum ini, ya?" Yang berjaket biru muda bertanya sembari menggelanyuti kakinya.

"Dasar anak-anak nakal! Lepaskan Yuuri! Kalian benar-benar merepotkan!" Yuuko mencubit ketiga pipi putrinya, membuat mereka menangis. Tertawa canggung pada Yuuri. "Takeshi bilang dia akan datang terlambat. Morooka-san meminta bertemu untuk membahas kemungkinan wawancara privat dengan kita dalam waktu dekat."

Hisashi Mooroka. Ya, ya, ya, Yuuri ingat. Dia adalah wartawan tari internasional yang sejak debut Yuuri di kancah internasional selalu mencoba untuk meliput berita tentangnya. Dia datang di tiap perlombaan yang Yuuri ikuti, menanyakan isu-isu terbaru yang didengarnya dan juga selalu mendukungnya dengan memberi komentar positif. Dan tidak seperti kebanyakan penari lain yang terganggu pada wartawan, Yuuri cukup menyukai Morooka. Pria itu sopan dan tegas meski terkadang sedikit menggebu-gebu. Dia adalah orang pertama yang menanyakan gosip berhentinya Yuuri dari dunia tari dan berusaha mencegahnya.

"Aku tidak tahu jika Takeshi-san memiliki koneksi dengan Marooka-san," Yuuri mengakui. Mengantar Yuuko dan ketiga putrinya menuju ruang keluarga yang sudah ramai sejak kedatangan Minako.

Yuuko mengangkat bahu. "Kudengar sebelum berkarir di kancah internasional, Morooka-san bekerja di majalah yang sama dengan Takeshi sekarang. Dan pria benar-benar bersemangat saat menyadari jika nama keluargaku sama dengan nama keluarga salah satu juniornya di perusahaan lamanya."

"Dunia begitu sempit, bukan?" Yuuri tertawa. Tiga gadis kecil yang berjalan di antara kaki-kaki mereka mengambil gambar dan berebut mempostingnya di dunia maya.

Yuuko menghentikan langkahnya. Mendorong punggung putri-putrinya sebagai ganti perintah untuk pergi ke ruang keluarga lebih dahulu. Memandang Yuuri dengan tatapan tajam untuk meminta waktu bicara.

Yuuri menyanggupinya dengan sebuah anggukan kecil—ya, lebih cepat lebih baik.

.

…*…

.

Malam ini Yuuri berbaring di ranjang sambil memandang wajah Viktor Nikiforov.

Di usianya yang sudah menginjak dua puluh tiga, Yuuri mulai tak mengerti pada dirinya yang lebih muda.

Kamarnya praktis terlihat seperti ruang pemujaan Viktor Nikiforov dengan sebegitu banyaknya poster, buku dan majalah yang membahas mengenai pria tersebut. Dan Yuuri sama sekali tak ingat kapan tepatnya dia memasang poster raksasa Viktor di langit-langit kamarnya—Yuuri meringis kecil.

Dulu Yuuri sama sekali tak menganggapnya ganjil. Mari juga memiliki setumpuk majalah, dan ratusan poster berisikan wajah idola yang dipujanya. Lemari dan meja wanita itu juga dipenuhi dengan pernak-pernik kecil yang sama sekali tak Yuuri mengerti apa kegunaannya.

Namun, begitu dia tumbuh dewasa, dia merasa kekagumannya akan Viktor sedikit berlebihan—bahkan mungkin termasuk obsesi dan pemujaan. Sayangnya, tiap kali dia berusaha untuk menyingkirkan barang-barang itu, memasukkannya dalam kardus dan menyimpannya di gudang belakang rumah, ada rasa sayang yang selalu membuatnya mengurungkan niat.

Yuuri memandang wajah Viktor yang tersenyum padanya. Mengulurkan tangan seolah mengajaknya berdansa. Rambut perak pucat pria muda itu menutupi separuh wajahnya, menciptakan kesan sensual yang menggoda. Viktor menggunakan kemeja hitam ketat transparan yang memperlihatkan dengan jelas lekuk tubuh maskulinnya. Terbuka hingga separuh dadanya terlihat. Kalung dengan bandul taring berwarna perak yang serasi dengan rambut keperakannya melayang akibat gerakannya yang terekam bisu.

Sensual.

Terlalu sensual untuk dipajang di kamar laki-laki—bahkan untuk laki-laki yang menyebut dirinya sebagai fans sekalipun.

Yuuri memandangnya dalam diam. Tahu pasti jika itu bukan kostum untuk tari standar—itu latin.

Yuuri menarik napas panjang. Empat tahun lalu, saat dia mulai mempersiapkan diri untuk masuk ke kategori dewasa, tiba-tiba saja Viktor membuka konferensi pers dan mengatakan jika dia akan berhenti mengikuti pertandingan di ranah tari standar. Menggandeng seorang gadis muda yang usianya sama dengan Yuuri, Viktor berkata jika dia akan memfokuskan diri untuk ten dance.

Yuuri patah hati—atau sesuatu yang bisa dikategorikan seperti itu.

Mimpinya terasa hancur di saat dia baru saja hendak meraihnya. Dia hanya ingin dapat tampil dalam satu lantai dansa dengan Viktor. Dia ingin menjadi saingan yang pantas bagi pria itu. Maka dari itu dia berusaha keras. Tapi, setahun sebelum debutnya di kategori dewasa yang memungkinkan dia untuk meraih mimpinya, Viktor memilih untuk pergi.

Yuuri sempat goyah. Saat patokannya untuk terus maju menghilang begitu saja, dia merasa tak tahu harus melakukan apa lagi. Tapi Yuuri tahu, dia tak bisa begitu saja mundur. Jadi dia meneruskan langkahnya, mengejar bayang Viktor yang tersisa.

"Padahal dia memiliki skor yang luar biasa saat masih bersama dengan Anya. Dalam satu atau dua tahun dia akan ada di peringkat pertama dunia. Sayang sekali." Yuuri mengingat dengan jelas pendapat Yuuko saat membaca berita mengenai keputusan Viktor Nikiforov. "Dan meski partner barunya adalah salah satu penari latin yang unggul kategori di under 21, tetap saja ini adalah keputusan yang begitu beresiko."

Tapi, tak peduli apapun yang diramalkan orang mengenai karirnya, sekali lagi Viktor Nikiforov berhasil melampaui ekspektasi seluruh orang.

Tiga tahun dia tampil dalam kompetisi-kompetisi ten dance, dan tiga tahun pula dia selalu menjadi yang terbaik.

Yuuri bertanya-tanya, kiranya adakah yang tidak bisa dilakukan seorang Viktor? Dia terlihat terlalu sempurna, selalu dapat melakukan segalanya dan tidak pernah melakukan kesalahan.

Yuuri membandingkannya dengan dirinya sendiri…

Teringat kata-kata Yuuko sebelum makan malam penyambutan.

"Yuuri-kun, apa kau ingin terus menari? Maksudku, aku tahu kau menganggap tari sebagai segalanya, tapi… apakah kau masih menikmatinya seperti saat kita masih anak-anak?"

Yuuri tak bisa menjawab pertanyaan Yuuko dengan segera saat wanita itu membuka percakapan mereka.

Yuuko tersenyum memaklumi padanya. "Aku tak masalah jika kau ingin mengambil istirahat untuk sementara waktu. Bahkan jika kau meminta untuk berhenti pun, aku akan setuju dengan pilihanmu." Wanita itu menepuk kepalanya sambil berjinjit seperti yang selalu dilakukannya saat masih anak-anak. "Kau bisa memilih untuk berhenti dari kompetisi, tapi jangan pernah memilih untuk berhenti menari, mengerti?"

Yuuri hanya bisa menggumamkan kata maaf untuk Yuuko saat itu. Tak benar-benar yakin pada apa yang harus dilakukannya.

Wanita itu masih selembut biasanya, memanjakannya dengan kebaikan hatinya. Tertawa dan menyunggingkan senyum lebar. "Saat kau rindu untuk menari lagi, Yuuri-kun, kau tahu di mana kau bisa mencariku bukan? Aku akan selalu ada di sana." Dan sambil membalikkan badan, wanita itu berkata, "Nah, saatnya melupakan diet dan makan sepuasnya! Jangan sampai membuat yang lainnya menunggu, Yuuri! Cepat, cepat!"

Betapa semua orang memanjakannya.

Dan betapa Yuuri merasa dia adalah orang yang tak berguna.

Yuuri bangkit dari ranjangnya. Menyambar jaket yang tergantung di dinding. Memandang poster Viktor yang ditempel di balik pintu sebelum menegakkan tubuhnya. Menggunakan jaketnya, Yuuri pergi ke luar.

Mari yang masih mengambil beberapa botol sake tambahan untuk Minako memandangnya dengan tatapan aneh saat Yuuri menggunakan sepatu larinya, bertanya, "Kau mau ke mana larut begini?"

Yang tak dijawab Yuuri selain dengan teriakan "Aku pergi dulu!"

Saat usianya masih lima tahun, ayahnya pernah memberi nasihat, "Jika suatu saat nanti kau merasa resah hingga tak bisa mengambil keputusan, maka larilah. Lari hingga tubuhmu terasa lemas dan otakmu kosong. Karena, dengan otak yang penuh, kau tak akan bisa mendapatkan jawaban apapun."

Maka itulah yang dilakukan Yuuri.

Dia berlari.

Menyusuri jalan-jalan kota yang entah mengapa terasa sedikit asing dalam ingatannya. Di antara keremangan lampu-lampu jalanan, udara dingin dan angin yang berembus kuat, Yuuri merasa begitu sendirian. Di kota yang kecil ini, dengan penduduk yang semakin langka saja, hanya sedikit orang yang bisa ditemuinya larut malam begini—dan nyaris semuanya adalah karyawan yang mabuk atau siswa yang pergi ke toko serba ada untuk membeli bento instan.

Hasetsu kota yang benar-benar kecil. Yuuri diam-diam membandingkannya dengan Detroit. Kota di negara bagian Michigan, Amerika, yang menjadi tempatnya berlatih itu selalu menjadi kota yang ramai. Seminggu dua kali dia akan pergi ke Dearborn untuk mengambil kerja sambilan mengajar di salah satu sekolah tari di sana. Dunianya tak pernah terasa begitu sepi saat dia berada di sana.

Jadi mengapa aku memilih untuk kembali? Yuuri bertanya pada dirinya sendiri.

Keputusan itu datang tiba-tiba saat dia memikirkan karirnya. Mungkin benar kata orang-orang, kegagalan mengingatkan kita akan apa yang kita miliki. Dan yang Yuuri ingat di masa-masa terpuruknya hanya keluarga, teman-teman dan Hasetsu.

Beruntung sekali Yuuko mendukung keputusan egoisnya—dengan alasannya sendiri, tentunya.

Yuuri menaiki sebuah tangga panjang yang dulu sering digunakannya untuk melatih kekuatan kaki. Mendaki hingga puncak tanpa mengurangi kecepatan dan ritme larinya. Dirasakannya otot-otot kakinya mengejang, namun Yuuri berkeras kepala untuk melanjutkan. Napasnya berubah menjadi uap saat keluar dari bibirnya. Yuuri mengepalkan tangannya untuk meredam dingin yang membekukan jari.

Kacamatanya berembun, Yuuri melepasnya. Pemandangan kota di hadapannya mengabur. Yang dapat dia lihat hanya ribuan cahaya-cahaya kecil berbagai warna yang buram namun berkilauan—pemandangan kota di malam hari.

Yuuri merasakan serbuan memori masuk dalam benaknya.

Latihan balet yang dijalaninya semasa kecil, cinta pada pandangan pertamanya pada tari standar, kepergian Minako ke luar negeri, pengorbanan kakaknya agar Yuuri bisa meraih cita-citanya, kesenangannya akan ballroom dance, pertemuannya dengan Yuuko yang menjadi pasangannya, penampilan perdananya di pertunjukan seni sekolah dasar, sampai pada akhirnya, dia bisa mengembangkan sayapnya hingga taraf dunia.

Kota ini, adalah titik awal segalanya.

Dan mungkin—mungkin saja—Yuuri berharap dengan pulang ke Hasetsu, dia bisa merasakan kembali cintanya yang begitu besar pada dunia yang dia tekuni.

Yuuri menarik napas panjang, "Aku mengingatnya."

.

…*…

.

Yuuko sedang meneriaki ketiga putrinya agar tidak makan sambil melihat handphone saat bel rumah terdengar. Takeshi baru pergi lima menit lalu, mungkin saja dia meninggalkan sesuatu dan harus kembali untuk mengambilnya. Yuuko mengernyit. Tidak, tidak, suaminya bukan tipe yang akan memencet bel, Takeshi pasti akan memilih untuk menerobos masuk dan berlarian di lorong dengan masih menggunakan sepatu—membuat Yuuko meneriakinya juga.

Tapi ini masih terlalu pagi untuk bertamu, bukan?

Malas, Yuuko berteriak, "Tunggu sebentar!" sembari sedikit merapikan rambutnya dan berjalan untuk membuka pintu. Menemukan wajah Yuuri yang tersenyum malu-malu di sana. Yuuko mengernyitkan alisnya. "Yuuri-kun, ada apa? Kenapa datang pagi-pagi sekali?"

"Ah, itu…" Yuuri menggigit bibir bawahnya, sedikit ragu. "Yuuko-san, kau mengatakan jika aku bisa datang menemuimu jika aku merindukan tari, bukan?"

Yuuko membuka matanya, terkejut. Tunggu, bukankah ini sedikit terlalu cepat? Dalam semalam? "Kau yakin, Yuuri-kun? Apa kau tidak ingin beristirahat dulu untuk sementara waktu?"

"Aku nyaris menari di kamarku semalam."

Yuuko melihat senyum Yuuri yang terlihat lebih ringan dibandingkan sebelumnya. Dan matanya terlihat penuh cahaya—berkilauan oleh samangat. Begitu hidup. Mata itu terlihat persis seperti mata Yuuri saat pertama kali mereka bertemu. Yuuko menutup mulutnya tak percaya, tersenyum. "Yuuri-kun, kau…"

"Sepertinya, aku memang tak bisa hidup terlalu lama tanpa menari."

.

…TBC…

.

Sudut tari

(dipandu oleh Yuuri Katsuki)

Halo semuanya, aku Yuuri Katsuki dan akan sedikit menjelaskan mengenai ballroom dance.

Ballroom dance adalah tari berpasangan yang cukup populer baik sebagai tari sosial atau untuk ajang kompetisi, secara garis besar kalian bisa menyebutnya sebagai dansa. Saat ini ballroom dance tidak lagi hanya dikategorikan sebagai tarian, melainkan tari-olahraga (dancesport)! Itu membuat kami yang menekuni ballroom dance tidak hanya disebut sebagai penari, namun juga atlet.

Untuk kompetisi internasional, ballroom dance bisa dipisah menjadi dua kelompok besar berdasarkan karakteristiknya. Yaitu international ballroom (atau yang biasa disebut tari standar) dan internasional latin (atau yang biasa disebut tari latin). Standar adalah tari yang berdasarkan dansa-dansa Eropa, sementara latin berasal dari tari-tari di Amerika Latin. Aku dan Yuuko-san adalah rekan untuk kompetisi tari standar. Viktor juga sebelumnya bertanding pada kategori ini.

Tari standar dibagi menjadi lima tarian; Waltz, Tango, Viennese Waltz, Foxtrot, dan Quickstep.

Tari latin juga dibagi menjadi lima tarian; Samba, Cha-cha-cha, Rumba, Paso Doble, dan Jive.

Jika aku harus mengatakan bedanya, mungkin bisa dikatakan jika standar bersifat 'elegan'. Dansa-dansa yang ingin gadis-gadis lakukan dengan pangerannya saat membaca kisah dongeng. Sementara latin berisikan tari-tari yang lebih eksotik dan… um, penuh dengan unsur 'sensualitas'.

Jika seorang penari menguasai seluruh tari standar dan latin, mereka bisa mengikuti kompetisi ten dance. Viktor Nikiforov saat ini sedang berkompetisi di kategori ini, dan selama 3 tahun dia selalu memenangkan kompetisi ten dance dunia bersama partnernya.

Mungkin hanya ini yang bisa kusampaikan saat ini, kita akan belajar lebih banyak di sudut tari pertemuan berikutnya ya!

Salam dariku.

.

…*…

.

A/N:

Halo, salam kenal ^^

Terima kasih sudah membaca kisah ini.

Um, aku tahu chapter 1 ini terasa agak lambat. Seharusnya chapter ini sepanjang 12K sampai kemunculan Viktor, tapi kupotong karena terlalu panjang. Dan entah mengapa rasanya chapter ini jadi sedikit bertele-tele. Tapi aku ingin memperkenalkan seorang Yuuri Katsuki yang penari, latar belakang, dan lingkungannya dulu pada kalian. Karena tidak ada yang bisa membentuk seorang tokoh kecuali hidupnya.

Mulai chapter 2 nanti, plotnya akan mulai mengalir, kok.

Jujur saja, meski aku pernah belajar latin cukup lama, saat menulis kisah ini aku merasa seperti seorang idiot besar. Karena, tentu saja, praktik dan teori adalah dua hal yang jauh berbeda. Dan sudah sifat burukku yang mementingkan gerak dibanding tetek bengeknya. Aku bisa dibilang meneror mantan partnerku untuk membuat kisah ini dan sukses membuatnya stress dan bertanya 'Memangnya selama ini apa yang kamu pelajari?!'

Jadi maaf jika ada salah fakta atau plot yang tidak sesuai ya. Aku menerima kritik jika ada yang kurang, kita sama-sama belajar di sini ^^

Oh ya, aku sedikit merombak usia para tokoh di sini untuk kepentingan alur. Yang sudah terlihat mungkin Minako-sensei. Canonnya dia berusia 50 atau 51 tahun (hayo siapa yang kaget sama kaya aku?), tapi di sini aku membuatnya berusia 32 tahun dan senior Yuuri dan Mari dalam balet, maka dari itu mereka memanggilnya dengan suffix 'senpai'. Kedepannya akan ada beberapa tokoh yang usianya kurombak juga.

Ah, jika kalian penasaran dengan tarian Viktor semaca kecil, kalian bisa lihat video Junior Blackpool Dance Festival Juvenile Slow Foxtrot British Open Championships di youtube. Pasangan nomor 23 yang penari perempuannya menggunakan gaun putih. (Dan kalau ada yang bertanya siapa gadis pirang yang menari dengan Viktor di kisah ini, kujawab itu pacar barunya Georgi, tapi saat masih anak-anak, YoI beneran langka tokoh perempuan X''D)

Aku akan berusaha update seminggu sekali tiap hari Rabu. Doakan semoga bisa ya ^^

Oh ya, mohon kritik dan sarannya juga.

.

Special Story…

Sindrom Bulanan Yuuko Nishigori

.

Seminggu dalam sebulan, Yuuko selalu kembali ke Jepang untuk mengunjungi suami dan ketiga putrinya.

Yuuri menyebutnya sebagai 'sindrom bulanan'—yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan siklus menstruasi. Karena, saat mendekati akhir-akhir bulan, bahkan seorang Yuuko pun bisa menghela napas panjang berkali-kali dan memandang keluar jendela dengan wajah muram di tengah latihan. Menggumamkan "Axel, Lutz, Loop, Takeshi, aku rindu…" berulang-ulang.

Dan jika saat-saat seperti itu tiba, Yuuri akan segera mengubah jadwal latihannya menjadi latihan mandiri dan mengurus izin cuti Yuuko dari sekolah tari tempatnya mengajar—sudah kelewat biasa.

Minggu ini sama saja. Yuuko tiba-tiba saja bangkit dari posisi duduk saat sedang istirahat. Gejala sindrom bulanannya sudah dimulai tiga hari lalu. Membungkuk kaku pada Yuuri dan berteriak, "Maafkan aku Yuuri-kun, bisakah kau latihan sendiri selama beberapa hari ke depan?"

Yuuri mengangguk, sudah terbiasa. "Aku sudah mengurus tiket pulangmu, Yuuko-san. Aku menaruhnya di atas tasmu. Penerbangan pukul empat sore ini."

"Terima kasih banyak, Yuuri-kun. Aku tidak akan melupakan pengorbananmu."

Dan Yuuko terbang ke Jepang.

Dia akan pulang ke rumahnya dengan penuh semangat. Setengah membantingnya, dia membuka pintu dan berteriak riang, "Takeshi, Axel, Lutz, Loop, Mama pulaaaaang!"

Tiga kepala kecil melongok ke pintu dengan senang. Berteriak "Mamaaaa!" dan berebut berlari, pelukan hangat penuh rindu diberikan—

—tapi bohong.

"Mama, apa benar Yuuri bertambah berat badannya? Di foto yang dia unggah, pahanya terlihat lebih besar!"

"Kostum Yuuri yang dia gunakan di pertandingan sebelumnya membuat dia terlihat seperti anak-anak! Mengapa Mama membiarkan dia menggunakannya?!"

"Mama! Apa Yuuri akan mengikuti kompetisi di Vienna awal bulan nanti? Lagu apa yang akan kalian gunakan untuk solo waltz nanti?"

Anak-anaknya lebih peduli pada Yuuri Katsuki dibanding dia yang ibu mereka.

"Tidak bisakah kalian menyambutku dulu?!" Yuuko berteriak histeris.

Takeshi muncul dari ruang keluarga, tersenyum pada istrinya. Yuuko kembali berbunga-bunga. "Yuuko, kau pulang cepat bulan ini." Ah, ini baru reaksi yang benar. "Morooka-san bertanya apa dia bisa mewawancarai Yuuri secara pribadi untuk—"

Yuuko benar-benar merasa kalah dari Yuuri. Tapi dia menguatkan hati. Keluarganya hanya tak bisa jujur. Dia tahu putri-putri dan suaminya merindukannya, mereka hanya tak bisa mengatakannya secara langsung. Yuuko merasa kedamaian kembali menyelimutinya.

"Mama, apa Yuuri—"

"Yuuri sedang—"

"Apa Mama tahu Yuuri akan—"

"Yuuko, apa benar Yuuri—"

"Yuuri—"

"Yuuri—"

"Yuuri—"

Hari kelima liburannya, Yuuko meledak. Membereskan barang-barangnya dan berteriak kesal. "Kalian semua jahat! Biarkan aku pergi! Aku tidak akan pernah lagi kembali ke rumah ini! Kalian jangan menangis jika aku tak ada!"

"Ancaman yang sama tiap bulannya," Axel berbisik pada saudari-saudarinya.

Loop mengangguk setuju sambil menyilangkan tangan. "Tidak kreatif juga seharusnya ada batasnya."

Lutz bergumam, "Coba sesekali Mama merealisasikan ancamannya. Aku penasaran apa dia bisa."

Tiga anaknya menggeleng kompak.

Takeshi mengulurkan sebuah amplop cokelat. "Ini tiket penerbanganmu ke Amerika, Yuuko."

Yuuko menyambar tiket itu dan pergi sambil menangis. Bersumpah akan membalas suami dan putri-putrinya dengan menjadi seorang penari hebat dengan seribu prestasi.

Yuuri terpukau melihat semangat Yuuko yang begitu besar saat latihan. Seminggu pertama Yuuko seperti terbakar api, dua minggu lainnya dia kembali ke pola latihannya yang biasa. Saat di minggu keempat Yuuko kembali menggumamkan keluarganya sementara Yuuri menyiapkan surat cuti beserta tiket pesawat, pemuda itu bertanya-tanya;

"Melakukan perjalanan lintas benua dua kali sebulan. Kira-kira sehebat apa keluarga Yuuko-san ya?"

Yuuri hanya tak tahu.

.

… Siklus Bulanan Yuuko Nishigori END…

.