CLOSER
By Cha ChrisMon
.
Casts:
Jeon Wonwoo (GS)
Kim Mingyu
.
Warning: para Uke as GS, AU, Lemon, typo(s), misstypo(s) dan hal lainnya yang tidak disadari oleh author.
.
The casts all belong themself, i am just an ordinary fan who use their name for my story.
Happy Reading~
.
.
.
-oOo-
.
.
.
"Hei, Jeon Wonwoo. Sebenarnya kau memperhatikan apa yang kami bicarakan tidak sih?" Jihoon mengernyitkan dahinya heran.
Seungkwan terkikik kecil, menopang dagunya dengan salah satu tangan disertai senyuman menggoda. "Kalian belum tahu ya? Nona Jeon kita kan sedang dekat dengan salah satu Kim tampan itu loh yang kemarin sempat bertemu di party kenaikan jabatannya Seungcheol."
"Wah~! Tangkapan bagus, Wonie!" Jihoon dan Jeonghan berseru senang melihat Wonwoo yang sama sekali berusaha tidak menanggapi segala ucapan sahabatnya itu.
"Berisik. Aku tidak sedekat itu dengan Mingyu," bantah Wonwoo masih dalam ketenangannya, fokus membalas chat seseorang yang sangat diyakini Boo Seungkwan merupakan salah satu Kim pria tampan pujaan para wanita di kantor.
Tak lama Wonwoo meletakkan ponselnya ke atas meja yang sudah dipenuhi oleh makanan dan minuman yang sudah tersisa setengahnya. Membiarkannya berkedap-kedip tanda adanya pesan masuk. Namun Wonwoo membiarkannya saja. Wanita berusia 26 tahun tersebut dengan santainya mengambil sepotong kentang goreng dan mengunyahnya perlahan sambil menatap balik ketiga sahabatnya yang masih saja tersenyum jahil ke arahnya.
"Sudah selesai? Sepertinya pria Kim itu masih terus mengirimimu pesan," goda Seungkwan lagi.
"Bukan Mingyu, Nona Boo. Itu dari pria lain dan tidak terlalu penting," bantah Wonwoo tapi senyuman kecil tersemat di bibirnya yang sangat kissable.
"Bisa jadi yang sekarang sedang mengiriminya pesan," Jihoon menunjuk ponsel Wonwoo dengan dagunya, "memang benar bukan Mingyu. Tapi kalau kau bertanya dengan siapa sedari tadi ia begitu serius berkirim pesan, sudah pasti jawabannya Kim Mingyu. Benar, Wonie?"
Wonwoo menghela napas singkat tanpa bantahan menandakan Jihoon seratus persen benar. "Hei, Girls. Ayolah biasa saja. Tidak perlu membesar-besarkan hal seperti ini."
"Kalau topik mengenai pria macam Kim, kami tentu saja akan memberikan respon seperti ini. Wajar, Wonwoo sayang," ujar Jeonghan, matanya berkilat penuh gairah.
Pria tampan beserta Jeonghan memang tak pernah terpisahkan. Jika kau butuh dikenalkan dengan pria berwajah di atas rata-rata, Wonwoo yakin Jeonghan dapat memberikan list nama yang kau butuhkan.
"Sepertinya kau tidak sadar, dari tadi kami lebih sering menyebutkan seseorang dengan marga Kim. Tapi kau malah menyebutkan nama Mingyu terus-memerus. Padahal bisa saja yang kami maksud di awal itu Kim Taehyung atau bisa jadi si duda Kim Jongin," goda Jihoon
"Manager Kim dan pesonanya. Tentu saja kau akan takluk jika mendapatkan perhatiannya secara langsung."
Wonwoo mengangkat salah satu sudut bibirnya.
"Ck! Seringaian macam apa itu!" Jeonghan berdecak kesal melihat Wonwoo yang masih saja menutup-nutupi sesuatu dari mereka. "ceritakan saja Mingyu itu telah melakukan apa saja denganmu? Jangan cuma cerita kalau kalian hanya mengobrol mengenai pekerjaan."
"Jadi aku harus bercerita apa? Haruskah ku katakan jika aku telah bercinta dengannya? Sempat menikmati ranjang yang sama, hm?" cecar Wonwoo tanpa mempedulikan perkatannya yang semakin membuat panas suasana di meja itu.
"Benarkah?" tanya Jihoon dengan bola mata melebar.
"Kau percaya padaku, Jihoonie?" sahut Wonwoo sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Yak!" pekik Jihoon kesal, melempar tissue bekas makannya.
"Kalian kira semudah itu berdekatan dengan seorang manager, hm?" tanya Wonwoo heran.
"Tidak. Tapi kalau kau sih tidak mengherankan. Manager Kim pasti buta kalau sampai menolakmu?"
Wonwoo terkekeh kecil, "Memangnya aku anak presiden atau artis terkenal?"
"Bukan. Tapi kau salah satu cheonsa di perusahaan kita," goda Seungkwan.
"Tidak ada bukti aku dekat dengan manager Kim."
"Kau sering terlihat berbicara dengannya akhir-akhir ini."
"Tentu saja." Wonwoo mengangguk singkat, "posisiku dalam pengawasannya. Berbeda dengan manager yang dulu. Kau tahu bukan selain dengan Jihoon, sekarang aku masih harus memberikan laporan harian?"
"Ditambah sedang banyak masalah akhir-akhir ini di lapangan," terang Jeonghan.
"Jadi kita sudahi perbincangan tentang seberapa dekatnya aku dengan manager Kim," ucap Wonwoo seraya membuat tanda kutip dengan jarinya. "sudah hampir jam sembilan. Ayo cepat kita selesaikan ini dan pulang ke rumah. Aku lelah ingin istirahat."
Serentak keempat wanita itu terdiam. Namun tanpa Wonwoo sadari, ketiga sahabatnya saling melirik antara ingin percaya atau tidak.
.
.
.
.
.
Pagi ini Wonwoo sepertinya sedang disenangi oleh dewa sial atau sebut saja dewa kurang beruntung. Karena Wonwoo tidak mau hari ini berlanjut dengan tidak keberuntungan. Wonwoo telat tapi sempat memberitahu keterlambatanya kepada sang atasan. Dan sedikit sisa keberuntungan di pagi hari yang sibuk ini, Wonwoo dimaklumi.
Wonwoo yang telah terduduk di kursi kerjanya dengan keringat mengalir di sekitar leher dan bagian-bagian tertentu yang hanya terasa olehnya. Mulai mencoba menyamankan diri. Beruntunglah air conditioner dipasang pada posisi yang sangat strategis. Wonwoo yang paling merasakan nyamannya udara yang berhembus. Bahkan sempat menyuruh salah satu office boy untuk membuatkannya teh hangat untuk menemaninya bekerja.
Baru saja Wonwoo merasa mood-nya membaik untuk bekerja. Tiba-tiba saja Jihoon datang dengan wajahnya yang terlihat serius, lebih terlihat galak.
"Wonwoo. Tolong kau urus ini."
Wonwoo mengerang kecil. Ia tahu hal apa itu. Jihoon memberikan daftar aplikasi yang menurutnya bermasalah. Ini lah salah satu yang Wonwoo anggap penyebab badmood. Aplikasi kontrak dari para surveyor.
Wonwoo mengerti ini lah pekerjaannya. Hanya saja ia sedang malas untuk menghubungi orang-orang. Telinganya sedang sedikit sakit, lebih tepatnya seperti berdengung karena semalaman lupa waktu saat ditelpon oleh seseorang. Bahkan ponselnya sampai terasa panas saat menyentuh daun telinganya.
"Oke."
Tidak ada yang bisa Wonwoo katakan selain itu.
"Jangan terlalu lama. Aku tunggu sampai jam 3 sore ini. Harus sudah ada perkembangan info ya."
"Siap, Jihoonie."
"Kalau ada yang sudah lengkap segera kirim ke mejaku."
"Perintah diterima." Wonwoo mengangguk, tersenyum meyakinkan. Selepas itu, Jihoon pergi dengan sedikit terburu.
"Kau jangan ikutan badmood, Won."
Wonwoo sontak menengok ke meja sebelahnya. Dimana Jeonghan sibuk melakukan input data. Berhenti sejenak, merenggangkan jari-jemari lentiknya. Wonwoo pikir ini masih pagi dan sudah banyak yang merasa lelah.
"Kenapa?" Tumpukan aplikasi ditaruh di sudut mejanya. Masih belum ingin menyentuhnya sedikitpun.
"Jihoon sedang ada masalah. Tadi pagi baru terdengar kabarnya."
"Masalah apa? Kenapa aku tidah tahu?"
Jeonghan berdecak kecil, "Kan kau telat Wonwoo sayang. Ada kesalahan transfer saat pencairan. Memang tidak banyak, Jihoon dapat menanggung biayanya. Hanya saja itu termasuk fatal."
"Surat peringatan?"
"Kudengar akan turun nanti siang."
"Pasti karena ditambah kejadian sebelumnya, saat salah satu lembar tagihan yang sempat menghilang entah kemana itu."
Wonwoo dan Jeonghan hanya dapat menghela napasnya. Berdoa semoga si mungil Jihoon nanti malam tidak menangis. Karena keesokkan harinya menjadi hari yang lebih buruk, dimana Jihoon jauh lebih ganas dibandingkan Wonwoo yang suka tidak peduli sekitar.
Wonwoo memutuskan kembali dalam mode bekerja. Kacamata minus sudah bertengger indah menghiasi matanya yang tajam. Tapi tidak bertahan lama. Wonwoo sudah merasa jenuh setelah lewat 2 jam.
Wonwoo sempat bermain game yang baru saja di download. Wonwoo sekarang punya ponsel khusus bermain game. Mingyu yang membelinya. Karena suasana hati Wonwoo cepat sekali berubah.
Benar itu Kim Mingyu. Manager marketing yang baru bertugas sekitar 3 bulan di kantor pusat ini. Pria Kim yang kata para wanita, tampannya keterlaluan.
Wonwoo kira akan memperbaiki rasa bosannya. Tapi entah kenapa malah terasa frustasi. Hingga terdengar nada khusus dari ponselnya. Panggilan dari Kim Mingyu.
"Sibuk?"
"Malas."
Entah sejak kapan Mingyu terbiasa menerima jawaban yang tidak sesuai. Tergantung mood dari Jeon Wonwoo yang cantiknya melebihi princess Disney.
"Lagi apa?"
"Bermain game," jawabnya dengan suara yang dikecilkan. Tidak ingin teman sekantornya tahu. Bisa jadi ada yang melaporkannya ke para atasan jika ia tidak serius bekerja. Di dunia ini banyak orang bermuka seribu. Baik di depan. Tapi jika di belakang jangan ditanyakan. "Susah. Aku menyerah," lanjutnya.
"Cari yang lebih mudah."
"Nanti saja. Ada apa? Tidak sibuk?"
"Merindukan seseorang bernama Jeon Wonwoo."
"Ingat ini di kantor," geram Wonwoo yang memang tidak suka percakapan seperti itu dimana banyak telinga yang siap mendengarkan.
"Aku sedang turun ke lapangan. Menjauh dari yang lain. Duduk di bawah pohon sambil meminum ice coffee," ujar Mingyu yang memang sedang menunggu Seokmin partner hari ini. Pria dengan hidung kelewat mancung itu sedang membeli cemilan lainnya.
"Aku lapar," rengek Wonwoo membayangkan jika Mingyu bebas kalau ingin makan sesuatu.
"Belum masuk jam makan siang."
"Kurang 2 jam lagi. Harus ditahan."
"Mau kubawakan sesuatu?"
"Hotdog dan choco cake dari toko biasanya," sahut Wonwoo cepat.
"Oke. Asal nanti bagian bawahmu juga memakan penisku," tawar Mingyu seraya menarik salah satu sudut bibirnya.
"You wish!" seru Wonwoo dengan wajah yang merona.
Lupa dengan sekitar yang telah memandangnya heran. Apalagi Jeonghan yang menatapnya dengan sebuah senyum tipis. Wonwoo dapat mendengar gelak tawa Mingyu yang langsung diputus sambungannya sepihak oleh Wonwoo.
"Dasar. Kenapa bicaranya jadi tidak bisa dikontrol begitu?" gumam Wonwoo mendadak sakit kepala.
Bukan, bukan karena godaan Mingyu barusan. Tapi lebih karena pikiran Wonwoo yang malah melayang jauh. Teringat dengan apa yang sudah mulut pria Kim yang sialnya sungguh sangat panas saat menyentuh dirinya itu.
Ciuman dan jilatan.
Ugh! Berhenti sekarang Jeon Wonwoo!
Batin Wonwoo terus berteriak agar segera menenangkan diri. Dan yang Wonwoo tahu agar terlepas dari bayangan Mingyu hanyalah tugas yang masih menumpuk.
Saat itu lah Wonwoo menghela napas lelah kembali.
.
.
.
.
.
Mingyu menepati janjinya. Sebuah kotak dengan nama salah satu toko kue terkenal di Seoul sudah tersaji manis di atas meja kerja Wonwoo dan bungkusan lain berisi hotdog. Tepat sebelum waktu istirahat, salah satu office boy yang sebenarnya sudah berumur 40-an itu mengantarkan bungkusan tersebut. Panggil saja dengan pak Lee.
Pria tua itu tidak mau menjelaskan siapa yang menyuruhnya. Pak Lee hanya tersenyum dan berlalu pergi. Meninggalkan tanda tanya dari orang-orang yang melihatnya. Kecuali Wonwoo tentu saja.
Dan Jeonghan sudah gatal ingin bertanya, "Itu pasti dari salah satu penggemarmu."
Wonwoo hanya mengangkat bahunya ringan dengan seulas senyuman terukir. "Bisa jadi. Apa kau mau, Hannie?" tawarnya seraya mengangkat kotak kue.
Walau Jeonghan masih penasaran tapi wanita berambut blonde itu menganggukkan kepalanya. "Bawa saja ke kantin. Kita makan di sana bersama yang lain."
"Oke. Cepat. Aku tidak sabar ingin memakan hotdog ini dulu."
Jeonghan mengikuti langkah Wonwoo dengan pelan. Dahinya mengernyit. Tanda seorang Jeonghan tengah berpikir keras. Entah mengapa ia ingin mengingat sesuatu yang penting. Ada hubungannya dengan Wonwoo dan makanan.
Akhirnya selang beberapa menit Jeonghan memekik kecil. Menutup mulutnya dengan kedua tangan dan bola mata yang melebar.
'Saat Wonwoo menerima telpon tadi!' seru batin Jeonghan. Matanya menatap sosok Wonwoo yang berjalan terburu-buru di depannya. 'Tapi dengan siapa?'
.
.
-o0o-
.
.
"Apa yang kau lakukan?"
Wonwoo melenguh pelan, melirik kesal pada pria yang sedang menggerayangi tubuhnya. Dimana kulit halusnya hanya terbungkus oleh kemeja putih pria itu yang Wonwoo ambil dari lemari pakaian tanpa perlu meminta ijin. Ya, Wonwoo sedang berada di apartement sang pria.
Pria dengan tubuh berotot yang mampu membuat para wanita meleleh melihatnya, ingin merasakan dengan jari-jemari lentik mereka bagaimana keras dan liatnya. Apalagi jika melihat ukuran kejantanan yang dapat membuat mereka mendesah bahkan sebelum dimasuki.
"Aku hanya ingin menyentuhmu," sahut pria itu dengan santainya, kini mulai merubah posisi berada di atas tubuh sintal Wonwoo yang sangat membangkitkan gairahnya. Wonwoo memang lebih senang mengenakan kemeja miliknya, khususnya berwarna putih tanpa mengenakan underwear.
Polos.
Meski saat ini Wonwoo dan sang pria telah melewati beberapa menit berada di atas ranjang, tapi belum ada yang memulai aktifitas malam mereka.
"Aku lelah."
"Hm? Mianhe, aku tidak melihat jika tubuhmu lelah. Aku bisa merasakan jika puncak payudaramu telah mengeras, Sayang."
"Sialan kau Kim Mingyu," desis Wonwoo dengan tatapan tajamnya.
Benar, pria sialan si Kim Mingyu yang menjadi bahan gosip Wonwoo dan teman-temannya dari kemarin kini tengah terkekeh kecil kemudian menatapnya dengan seringaian menggoda. Kedua tangan Wonwoo telah terkunci di atas kepala, digenggam erat hanya dengan satu tangan pria itu. Sedangkan tangan lainnya masih bermain dengan menyentuh seluruh aset pribadi Wonwoo yang begitu menggairahkan hasratnya.
"Tenang saja ini tidak akan lama. Ranjangku dingin karena kau jarang menginap di sini, Wonie," bisik Mingyu di samping telinga Wonwoo, mengirimkan hawa panas yang sedikit menggetarkan tubuhnya.
"Asal kau ingat. Aku masih punya tempat untuk pulang," ucap Wonwoo dengan menahan desahan.
"Tapi kau tempatku pulang," balas Mingyu mencium bibir merah Wonwoo, melumatnya keras sesaat. Mingyu mengunci tatapan Wonwoo yang mulai terlihat sayu. "jangan menghindariku saat di kantor, Nona Jeon. Kau tidak tahu apa saja fantasi liar para pria ketika melihat kau berjalan sendirian dan jangan lupakan yang mereka tahu kau berstatus single."
"Aku tidak menghindarimu. Kita saja yang memang jarang bertemu, Tuan Kim."
Wonwoo balas mengecup bibir Mingyu kemudian melepaskannya cepat, hampir saja Mingyu membalas dengan ciuman panasnya.
"Hanya berbeda lantai. Aku di atas. Kau di bawah. Seperti posisi kita saat ini."
"Akkhhh!" pekik Wonwoo saat Mingyu tiba-tiba dengan sedikit kasar menggerakan tubuh bawahnya. Wonwoo dapat merasakan kejantanan Mingyu yang telah mengeras walau pria itu pun masih memakai pakaian lengkap.
"Kau merasakannya bukan? Hanya denganmu aku langsung bereaksi begini," ucap Mingyu sedikit menggeram.
Tatapan Mingyu menggelap kemudian terlihat menyala diiringi hasrat meledak. Wonwoo yang melihat hal tersebut merasakan area sensitifnya merasa lembab membuatnya merasa tidak nyaman. Mingyu memejamkan matanya, menempelkan bibirnya, menekannya tepat di atas bibir Wonwoo yang hampir protes akan tindakannya.
Tepat di saat mulut Wonwoo membuka, lidah Mingyu menyusup masuk dan dengan lincah membelit lidah Wonwoo yang tanpa sadar mengerang tertahan. Mingyu terus melumat kedua bibir Wonwoo bergantian. Ciuman keduanya semakin dalam dan panas. Gerakan yang begitu tergesa-gesa, menuntut dan tanpa ampun. Seakan-akan apa yang mereka lakukan masih belum cukup untuk menikmatinya.
Dan Mingyu sungguh merasa semakin bergairah kala Wonwoo turut membalas perlakuannya. Tangan Wonwoo kini sudah terlepas dari genggaman Mingyu dan lebih memilih melingkar di leher pria itu. Sesekali menarik kasar rambut Mingyu. Melampiaskan betapa nikmatnya ciuman Mingyu.
"Oh, sial! Ya ampun bibirmu, Wonwoo—hhh," geram Mingyu tersengal, napas keduanya memburu saat Mingyu melepaskan ciuman panas mereka. Mingyu sungguh puas melihat bibir Wonwoo yang membengkak dan begitu merah.
Wonwoo menggeliat ketika ciuman Mingyu turun ke lehernya, menciumi dan menghisapnya. Lidah Mingyu membuat tubuhnya semakin terbakar gairah. Panas penuh hawa ingin bercinta. Mingyu telah melepaskan penutup tubuh Wonwoo satu-satunya itu. Maka saat Wonwoo yang telanjang bergerak liar membuat gesekkan antar kedua tubuh itu terasa semakin intim.
Erangan Wonwoo kini berubah menjadi desahan. "Gyu~ ahhh~"
Namun Mingyu membiarkannya, bahkan ia semakin terbakar mendengar Wonwoo menyebut namanya dalam desahan wanita itu. Mingyu semakin bersemangat memainkan bibir dan lidahnya berpindah ke area paling sensitif, di sekitar tengkuk dan belekang telinga wanitanya.
Wonwoo menggila.
Kini jari jemari Mingyu turut mengusap perlahan perut datar Wonwoo mengirimkan sensasi menggelitik di kulit halus tanpa noda itu. Hingga tangan Mingyu memainkan dadanya. Meremasnya sedikit kuat. Wonwoo mendesah hebat.
Tubuhnya terasa lelah karena selepas bekerja. Kini ditambah lemas dan bergetar untuk alasan lainnya. Kenapa ia tidak bisa menghentikan ini semua? Wonwoo menggeram frustasi antara ingin beristirahat dan menyelesaikan siksaan penuh ledakan libidonya. Seluruh sentuhan Mingyu sudah sangat dihafal oleh tubuhnya. Hingga bisa membuatnya melayang seperti ini.
Panas di tubuh keduanya, serta deru nafas mereka yang memburu, membuat gejolak mereka semakin menggebu. Mingyu menarik wajahnya dari leher belakang Wonwoo yang sudah terhiasi beberapa tanda darinya. Menempelkan dahi mereka, menatap Wonwoo yang matanya terlihat sayu.
"Apa yang kau inginkan, hm?"
"Melihat tubuh telanjangmu," ucap Wonwoo cepat, mencoba memasang ekspresi polosnya. Membuat Mingyu dengan tidak sabar membuka satu per satu pakaian yang membalut tubuh atletisnya. Dengan rakus Wonwoo menatap tubuh pria itu, mendesah senang saat melihat kejantanan Mingyu yang telah membesar.
"Lakukan apa yang kau inginkan sekarang."
Matanya mengawasi Wonwoo dengan tajam, memperhatikan setiap gerak gerik wanita itu saat mendekatinya. Mingyu kini duduk di hadapan Wonwoo, masih di atas ranjang bersprei putih yang telah kusut.
Wonwoo membungkuk di atas kejantanan Mingyu, salah satu tangan Wonwoo menahan rambut panjangnya yang tergerai indah jatuh menghalangi pandangan Mingyu yang sangat menyukai wajahnya saat melakukan ini. Dengan lembut Mingyu membantu menahan rambut Wonwoo dan semakin mengerat cengkramannya, mendesis nikmat saat Wonwoo mengulum batang kejantanannya masuk dalam mulutnya. Suara-suara desisan muncul dari Mingyu saat sesekali lidahnya menjilati bibirnya sendiri.
Wonwoo benar-benar ahli melakukan blow job. Mingyu selalu puas akan hal itu. Tapi Mingyu tidak ingin membuang-buang sperma begitu saja.
"Oh, sial. Mulutmu benar-benar nikmat, Sayang."
Mingyu mengangkat tubuh Wonwoo ke atas pangkuannya.
"Aku akan memasukannya sekarang," ucap Wonwoo dengan napas terengah, terdengar tidak sabar untuk segera merasakan kenikmatan duniawi yang hanya bisa didapatkannya dari seorang Kim Mingyu.
Kejantanan Mingyu diarahkannya pada lubang vaginanya sendiri, menuntun kepala yang telah licin itu masuk dengan mulus ke dalam tubuhnya. Sontak erangan Wonwoo terdengar keras merasakaan betapa keras dan penuh. Sontak tangan Wonwoo melingkar erat pada bahu tegap Mingyu.
Mingyu mengangkat tubuh Wonwoo tanpa merasa sulit. Mingyu berdiri, masih dengan posisi seperti memangku, kaki Wonwoo mengunci di atas pinggangnya. Dengan cepat Mingyu menggerakan tubuhnya. Kejantanannya menghujam keras, kemaluan keduanya bertubrukan dengan berisik.
"Ahhhh~ Gyu!"
Napas Wonwoo memburu, vaginanya berdenyut nikmat. Wonwoo mencoba bertahan disela-sela ciuman panas keduanya. Mingyu mengerang, keringat membanjiri wajah dan dadanya. Mingyu begitu seksi di mata Wonwoo.
Mingyu berhenti sejenak kemudian berjalan ke arah meja kerja yang masih berada di dalam ruang tidurnya.
"Gyu—hhh?"
"Aku akan melakukannya lebih cepat dan keras. Sesuai kesukaanmu, Sayang."
Tubuh Wonwoo diletakan di atas meja kerja. Mingyu membuka selangkangan Wonwoo lebar-lebar, kedua kakinya dipegang dengan kuat oleh kedua tangan Mingyu. Memberikan akses lebar bagi Mingyu untuk masuk lebih dalam. Kejantanannya masih di dalam vagina Wonwoo, namun ia mengeluarkan setengahnya. Kemudian mendorongnya keras dalam sekali hentakan.
"Akkhhh!"
Lalu pinggangnya bergerak lagi, maju mundur semakin cepat menghujam. Cairan putih keluar dari lubang vagina Wonwoo, membantu melicinkan jalan keluar masuk kejantanan Mingyu.
"Ouhh vaginamu sungguh ketat, Sayang..."
Wonwoo hanya bisa mengerang nikmat merasakan kejantanan Mingyu bergerak mengenai rahimnya, menggesek dinding kemaluannya bahkan di klitorisnya pun terasa dengan intens. Tangan Wonwoo merasakan hentakan yang semakin menjadi-jadi. Lebih kasar. Lebih liar dan cepat.
"Aarrgghhh Mingyuuu!" jerit Wonwoo tidak dapat mengendalikan dirinya lagi.
Bagian dalam kemaluannya mulai berdenyut-denyut, mencengkram kejantanan Mingyu lebih erat hingga membuat pria itu melenguh senang. Mingyu semakin menggila untuk mencapai klimaks. Saat aliran gelombang kenikmatan menerpa keduanya. Mingyu mengejang diatas tubuh Wonwoo. Mengeluarkan seluruh cairan spermanya di dalam rahimnya.
"Ugh..." Mingyu mengerang. Matanya terpejam menikmati sensasi orgasme yang dirasakannya. Wonwoo memandanginya dengan mata yang hampir tertutup. Rasa hangat dari sperma membuat dirinya lemas.
Mingyu kembali dari sensasi orgasmenya. Ia menarik keluar kejantanannya secara perlahan. Seketika cairan keduanya mengalir hingga di belahan pantat Wonwoo.
"Kau sungguh menakjubkan, Sayang."
Mingyu mengecup dahi dan bibir Wonwoo. Menarik beberapa helai tissue yang terletak tidak terlalu jauh dari mereka. Dengan gemas membersihkan cairan yang terlihat masih mengalir sedikit. Keringat di pelipisnya masih menetes. Mingyu terlihat sungguh menggairahkan saat berdiri dengan tubuh berototnya yang lengket.
Begitu pula dengan Mingyu yang memperhatikan kondisi Wonwoo yang jauh lebih berantakan, tubuh telanjang penuh keringat membuatnya semakin mengkilat, posisi kaki jenjangnya masih terbuka lebar memperlihatkan vagina dan wajah cantiknya seakan-akan memanggil hasrat seksnya kembali. Tapi tidak, Mingyu akan membiarkan Wonwoo beristirahat sebentar.
Mingyu kembali mengangkat Wonwoo, kali ini dengan bridal style. Wonwoo mendesah nyaman saat menyentuh permukaan ranjang. Berbaring tanpa ingin membersihkan dirinya lebih lanjut. Yang Wonwoo inginkan hanyalah tidur dengan nyenyak tanpa adanya gangguan.
Dengan mata setengah terpejam Wonwoo memperhatikan Mingyu yang kini berbaring di sebelahnya. Merapikan selimut untuk menutupi tubuh keduanya. Setelah itu memeluk tubuhnya, merengkuh Wonwoo dengan lembut. Mencium keningnya sebelum ikut terlelap.
.
.
.
.
.
"Ugh, malas," rengek Wonwoo sambil mengunyah sarapannya.
"Istirahat saja hari ini," ucap Mingyu mengerti keadaan Wonwoo yang masih kelelahan.
"Pekerjaanku menumpuk. Kenapa tiba-tiba kau jadi seganas itu sih?" Wonwoo berdecak kesal mengingat Mingyu menggarapnya pada jam 2 dini hari dan yang terakhir saat keduanya mandi pagi bersama.
"Kenapa kau susah sekali dihubungi, hm? Kedua ponselmu tidak aktif. Aku hanya takut terjadi sesuatu."
"Apa yang terjadi? Aku hanya bekerja."
"Tapi saat aku sudah di kantor, kau malah keluar dengan Jihoon bertemu owner dealer."
"Aku tidak ingat jika ponselku sudah mati kehabisan daya. Dan ponsel darimu aku pakai bermain game terus saat istirahat sampai terasa panas."
Mingyu masih menunggu kelanjutan ucapan Wonwoo yang terhenti saat menenggak habis jus jeruk.
"Aku nonaktifkan, takutnya meledak nanti aku yang kesusahan juga. Lagipula aku tetap pulang denganmu, 'kan?" lanjut Wonwoo, kini mengambil sebuah pisang yang tersedia di atas meja. Wonwoo membuka kulit pisang namun tak sampai habis, lalu memberikan lelehan susu kental putih di atasnya. Kemudian memakannya dengan nikmat.
Mingyu yang melihat tingkah Wonwoo yang begitu menggoda, ditambah cara makan Wonwoo membuat kejantanannya tiba-tiba saja meronta minta dibebaskan.
"Vanilla, hm?"
"Aku kehabisan stok susu coklat di dapurmu. Lagipula ini juga enak." Wonwoo melirik Mingyu dari balik bulu mata lentiknya. Lidahnya terjulur menjilat lelehan susu yang hampir mengenai tangannya. Ke atas ke bawah, berulang kali bahkan sempat mengulum buah pisang itu sesaat. Hanya menyisakan buah pisang tanpa susu.
Mingyu perlahan meneguk salivanya sendiri.
"Apa kau masih menginginkan susu vanilla? Kurasa itu susu terakhirmu juga."
"Apa kau punya?" tanya Wonwoo dengan nada polos, memakan cepat pisangnya hingga tak bersisa.
"Tentu saja. Yang ini aku jamin lebih nikmat."
"Oh, ya?"
Wonwoo bergerak menjauh dari meja makan untuk membuang kulit pisang dan membereskan peralatan bekas makan mereka.
"Mumpung masih jam segini. Kita tidak akan telat kalau kau ingin mencobanya," rayu Mingyu masih mencoba bertahan di posisi duduknya. Walau merasa celananya semakin mengetat.
Wonwoo bergerak menuju meja makan kembali. Mengambil blazer yang ia taruh di sandaran kursi kosong.
"Tidak. Ayo pergi sekarang," tolak Wonwoo tanpa melihat Mingyu yang langsung menggeram rendah.
"Kau benar tidak ingin ini? Aku bisa saja memberikannya kepada wanita lain kalau susu vanilla ini terbuang percuma," ucap Mingyu datar, mencoba melihat reaksi dari wanita cantik itu.
Wonwoo yang mendengarnya langsung berhenti. Tubuhnya menegang. Lalu dengusan beserta kekehan kecil bernada sinis keluar dari belahan bibir berwarna merah itu.
"Memang kau siapa, Kim Mingyu?" tanya Wonwoo sedikit menoleh ke belakang dimana kini pria dengan setelan jas yang membuatnya bertambah tampan itu berbalik menegang.
"Terserah kau saja. Kita memang baru bertemu kembali belum lama ini. Tapi kalau kau ingin hubungan kita kali ini hanya sekedar sex partner saja. Kau boleh mencari wanita lain. Yang pasti kau tidak bisa memaksaku untuk melakukan sex denganmu kecuali aku menyetujuinya." Suara Wonwoo terdengar begitu dingin.
Mereka saling bertatapan sesaat tanpa ada yang ingin memulai pembicaraan. Namun Mingyu dapat melihat jika sorot mata Wonwoo yang tajam tersirat kekecewaan.
Sialan!
.
.
.
.
.
To Be Continued
-o0o-
.
NB:
Another ff enceh yg cuma berisi 2chapter. Dari kemarin otak lagi yadong setelah kakak sepupu bikin ff enceh duluan. Wkwkwk. Dan dasarnya emang lagi stress karena kerjaan.
Yang pasti ini ga HOT, susah buat adegan enaena. Lebih gampang ngebayanginnya aja LOL.
Gomawo yang uda baca, kalau bisa sekalian review ya~
.
.
.
Malam minggu yang melelahkan, 18 Maret 2017
.
Cha ChrisMon
