Disclaimer: NARUTO © Masashi Kishimoto

Tittle : Beautiful Liar

Genre : Frienship, Angst, Drama, Family

Rating : M

Pairing: NaruIno, slight! NaruSaku and SasuSaku

Summary:Uzumaki Naruto adalah mantan berandalan, dan dia memiliki rahasia. Rahasia besar, yang tidak pernah ia ceritakan pada orang lain. Sementara itu, Haruno Sakura adalah seorang gadis berandalan yang keras kepala. Sahabat-nya melakukan yang terbaik untuk membuatnya berubah. Namun akankah Sakura bisa meninggalkan dunia gelapnya itu?

Warning! : AU, OOC, typo(s), maybe annoying,banyak kata2 kasar, dan kekurangan lainnya. Don't Like? Don't Read. Please Leave This Page.

Enjoy and Hope You Like It!

.

Chapter: 14 (Ending)

.

'The story it's just begin~'

.

~ 6 bulan kemudian ~

Makam itu tampak tak begitu asing bagi Sasuke. Ia tahu, ia sudah beberapa kali datang ke tempat ini. Menangisi orang yang ia cintai.

"Gomennasai..." Sepatah kata yang terdengar bergetar terucap dari bibir Sasuke. Meski matanya tak meneteskan air mata, hatinya terasa sedih dan sakit.

"Maaf karena aku tak bisa menolongnya."

Sakura mendesah panjang, ia berdiri tepat di sebelah Sasuke. Memandang makam yang sama, yang Sasuke tatap di hadapannya. Matanya menatap serius makam di hadapannya. Sebuah makam yang dulu memiliki arti bagi Sasuke.

"Gomennasai…" Ucapan yang sama terlontar dari bibir Sakura, meski raut wajahnya dengan Sasuke terlihat berbeda.

Sakura lebih terlihat menyesal, bukan merasa sakit. Ia menatap lekat sebuah foto yang terpampang di hadapannya.

"Maaf, aku tak bisa menolongnya juga."

Sakura mendesah panjang sebelum menepuk pundak Sasuke, membuat pemuda itu mendongakkan kepalanya.

"Saatnya kita pergi!"

Sasuke menatap Sakura sejenak, sebelum mengulas sebuah senyum di bibirnya.

"Wakatta~"

Sasuke menatap sekilas gundukan makam di hadapannya, sebelum membungkukkan tubuhnya sebagai penghormatan terakhirnya kepada pemilik makam. Segera setelah itu, ia berbalik dan berjalan meninggalkan makam, diikuti oleh Sakura di belakangnya.

"Sasuke-kun! Sakura!"

Sakura dan Sasuke berhenti melangkah. Mereka mendongakkan kepalanya, menatap sumber suara yang memanggil nama mereka berdua.

Mereka berdua tersenyum lebar secara bersamaan, saat melihat pemuda berambut hitam, melambaikan tangannya ke arah mereka.

"Lee!"

"Lei!"

Ketiga orang itu kini duduk di dalam mobil milik Lee. Lee menyetir, sementara Sakura duduk di sampingnya dan Sasuke di kursi belakang.

"Aku tak menyangka kalian masih mau melakukan penghormatan kepadanya," ujar Lee membuka pembicaraaan.

Sakura dan Sasuke hanya mengulas sebuah senyum tipis.

"Jika aku jadi kalian, aku bahkan tak sudi menginjakkan kakiku di makamnya."

Sakura terkekeh geli, sebelum menggeleng pelan. "Walau bagaimana pun, ini semua terjadi bukan karena kemauannya. Lagipula, aku merasa tak tenang jika terus menerus menyembunyikan fakta bahwa makam itu bukan milik Hyuuga Hinata, anaknya sendiri."

Sasuke tersenyum. "Kau benar Sakura, dia tak salah karena ia sendiri tak tahu bahwa kematiannya akan membuat anaknya menaruh dendam."

Sasuke kemudian mendesah panjang, matanya menerawang, menatap lurus ke arah jalan raya di depannya. "Aku bahkan tak habis fikir, bagaimana bisa Hinata membuat makam Ayahnya menjadi makam dirinya juga? Bukankah itu sama saja tak menghormati makam Ayahnya sendiri?"

"Yah, walau bagaimana pun aku tetap bersyukur semua ini terjadi. Aku bisa mendapat pengakuan darimu, Sakura…" Lee memasang senyum lebar di wajahnya, sementara Sakura hanya terkekeh geli.

"Well, sebenarnya aku tak mau mengakuimu… hanya saja—"

"Kau akhirnya jatuh cinta padaku?" sela Lee.

Sakura terkekeh geli. Ada nada bahagia dan malu dari suaranya. "Ya, aku akhirnya bisa move on dari Adikmu."

Lee dan Sasuke tertawa keras membuat wajah Sakura memerah.

"Oi! Kau tak berhak menertawakanku, Sasuke-kun! Kau sendiri sudah mulai bisa move on dariku, kan?"

Sasuke berhenti tertawa, matanya menatap Sakura beberapa detik sebelum tersenyum lebar.

"Ya. Aku sangat menyayanginya, sekarang."

Sebuah senyum bahagia terpancar dari wajah Sasuke. Matanya menerawang beberapa saat.

.

"Sudah sampai!"

Sasuke tersentak dari lamunannya sendiri, matanya berkedip beberapa kali, sebelum menatap Lee dan Sakura, bingung.

"Ah, benar. Sudah waktunya pergi. Salam untuk mereka!" kata Sasuke.

"Kau tak ikut menemui mereka?" tanya Sakura.

"Nah, aku ada janji bertemu seseorang!"

"Karin Uzumaki?" Lee berkata pelan namun cukup untuk didengar Sasuke. Ia bisa melihat wajah Sasuke yang memerah.

"Well, you've got Sakura. So, it's fair if God give me Karin, rite?"

Sasuke terkekeh pelan, ia melirik Sakura sekilas sebelum tersenyum. Ia tahu, Lee dan Sakura membutuhkan waktu berdua.

"Aku pergi duluan, Lee. Nah, I mean Lei."

"Hm. Hati-hati di jalan!"

"Terima kasih untuk tumpangannya."

Lee hanya tersenyum lebar saat Sasuke membuka pintu, meninggalkan mobilnya dan mulai berjalan menuju trotoar untuk menyetop taksi. Beberapa saat kemudian, ia bisa melihat Sasuke telah menghilang dari pandangannya.

"Ano… siapa itu Karin Uzumaki?" tanya Sakura pada Lee.

Lee terdiam beberapa saat. Ia menatap Sakura sejenak sebelum tersenyum heran. "Kau belum mengenalnya?"

"Sasuke-kun belum pernah memperkenalkannya padaku? Apakah dia gadis yang dimaksud Sasuke-kun? Pacar barunya?"

"Ya, begitulah."

Sakura terdiam beberapa saat. Matanya menatap Lee lekat, sebelum sebuah senyum kecil terpasang di wajahnya. "Aku ikut bahagia kalau dia sudah menemukan seorang gadis yang dicintainya~"

"Sasuke-kun pasti akan memperkenalkanmu pada Karin, suatu saat."

"Bagaimana mereka bertemu dan kapan mereka berdua mulai jadian?"

"Kau bertanya hanya karena merasa penasaran, atau kau menyesal karena lebih memilihku daripada Sasuke-kun?"

"Kau ini bicara apa, Lee? Aku tidak pernah menyesal untuk itu! Aku hanya penasaran, gadis seperti apa yang bisa membuatnya move on dariku?"

Lee tersenyum lebar mendengar jawaban Sakura. Ya, ia merasa puas dengan jawaban kekasihnya itu."

.

.

"Aku ingin melihatnya!"

"Kau belum boleh melihatnya!"

"Aish! Aku sudah tak apa! Aku ingin melihatnya!"

Gaara mendesah panjang, saat Suigetsu mencoba bangun dari tempat tidurnya. Ia tahu, ia takkan pernah bisa menentang Suigetsu.

'…tapi aku harus melakukannya!'

Gaara menahan tubuh Suigetsu, sebelum pemuda itu benar-benar bangun dari kasurnya. Mata Gaara menatap Suigetsu lekat. Ia bisa melihat raut kaget di wajah itu.

"Hozuki Suigetsu, kali ini saja, dengarkan perkataanku!"

Suigetsu terdiam. Matanya menatap Gaara lekat. Ia hendak melawan, tetapi tubuhnya terasa lemah. Perlahan, ia mulai merebahkan tubuhnya kembali di atas kasur. Ia memalingkan wajahnya dari Gaara. Setetes air mata jatuh dari sudut matanya.

"Sampai kapan dia akan mendekam di sana?" Suigetsu berkata pelan, mencoba mengeraskan suaranya. meski suaranya masih terdengar bergetar.

"Tidak tahu. Mungkin 10 tahun atau 15 tahun?"

Suigetsu memejamkan matanya. "Ini semua salahku. Seharusnya aku bisa menghentikannya sejak awal… sebelum semua itu terjadi."

Gaara menghela nafas, ia tahu cepat atau lambat Suigetsu akan mengetahui hal ini. Oleh karena itu, Gaara memberitahu keadaan Hinata yang sebenarnya.

"Kau tak perlu mengkhawatirkannya. Kau tidak meninggal. Kau hanya koma selama 6 bulan. Jadi, mungkin mereka akan meringankan hukuman Hinata."

"Lalu bagaimana dengan keluarga Sopir truk itu? Dan bagaimana dengan Namikaze Minato? Kau tahu sendiri, Hinata hampir membuat puteranya mati!"

"Itu…" Gaara tidak bisa melanjutkan perkataanya karena sebenarnya ia sendiri tidak yakin, apakah polisi akan meringankan hukuman untuk Hinata atau tidak?

"Kudengar, Zabuza-san bahkan harus mendekam di sana selama 5 tahun, hanya karena Sasuke yang menuntutnya. Sasuke yang bahkan bukan keluarganya. Sementara Namikaze-san, yang ikut melayangkan gugatan hukum pada Hinata adalah Ayah kandungnya Naruto dan dia juga seorang polisi!"

"Mungkin jika Naruto berbicara padanya—"

"Itu tidak akan berguna!" potong Suigetsu, membuat Gaara menundukkan wajahnya.

"Ngomong-ngomong bagaimana keadaannya?" tanya Suigetsu beberapa lama kemudian.

"Naruto?" tanya Gaara.

"Naruto dan Hinata."

"Yah, kondisi kesehatan Naruto sudah semakin membaik. Dia pasti akan segera sembuh total. Hinata… terakhir kali aku mengunjunginya, dia baik-baik saja. Aku akan mengunjunginya lagi dan mengatakan padanya bahwa kau sudah siuman, dua hari yang lalu. Aku yakin Hinata akan sangat bahagia sekaligus merasa lega mendengarnya."

"Neji?"

"Ah, Neji juga baik-baik saja. Dia hanya tangan kanan Hinata, jadi dia akan segera dibebaskan."

"Syukurlah! Lalu bagaimana denganku? Berapa lama mereka akan mengurungku di sel tahanan?"

"Um, karena kau juga hanya tangan kanan Hinata, mungkin hukuman mu akan sama dengan Neji. Yang beruntung itu Lee, dia hanya mendapatkan masa percobaan selama 4 bulan, bahkan beberapa waktu lalu… dia sudah jadian dengan Haruno Sakura."

"Tidak! Yang jauh lebih beruntung itu adalah kau, Gaara!"

"Eh? Aku memang tidak melakukan kejahatan apapun! Aku hanya seorang saksi! Tentu saja aku tidak perlu mengalami nasib yang sama dengan kalian ber-empat!"

"Meskipun kau adalah mata-mata berganda?"

"Tentu saja. Aku kan menjadi mata-mata dengan maksud baik."

"Yah, aku ikut senang. Seseorang yang memiliki rasa keadilan yang tinggi seperti dirimu… tidak pantas memiliki catatan kriminal apapun. Apalagi, cita-cita mu adalah menjadi seorang Jaksa."

"Terima kasih~"

"Jadilah seorang Jaksa yang adil dan bijaksana!"

"Ya, aku berjanji."

"Ngomong-ngomong, bagaimana dengan kisah cintamu?"

"Ya, kisah cintaku dengan Tenten tidak berjalan lancar karena dia hanya mencintai Neji, tapi itu tidak masalah. Sebenarnya sejak bulan lalu, aku mulai dekat dengan gadis lain!"

"Uwaah! Siapa?" tanya Suigetsu penasaran.

"Namanya Matsuri. Aku pasti akan mengenalkannya padamu setelah kau keluar dari rumah sakit nanti."

"Bukankah setelah keluar dari rumah sakit nanti, aku akan dipenjara?"

"Kalau begitu, aku akan mengenalkannya padamu setelah kau dibebebaskan saja!"

"Hn. Arigatou."

oOOo

.

.

"Kau tak mau pulang dulu?"

Ino menggeleng pelan, membuat Sakura dan Lee terdiam. Mereka saling bertatapan sebelum tersenyum kecil.

"Kami akan membawakan baju ganti dan makanan untukmu nanti malam~"

"Mm. Arigatou~"

"Kami pergi dulu!"

Ino tersenyum, saat melihat Sakura dan Lee beranjak keluar dari kamar Naruto.

"Hati-hati di jalan!"

.

"Apa dia akan baik-baik saja?"

Sakura menghela nafas panjang, sementara Lee hanya tersenyum kecil.

"Ino pasti baik-baik saja."

"Mengapa kau bisa seyakin itu?"

Lee tersenyum lagi, matanya menatap Sakura lekat sementara gadis itu hanya meliriknya sekilas, sebelum kembali menatap lurus ke depan.

"…karena Ino akan menunggu Naruto sehat sampai kapan pun. Ino sangat mencintai Naruto."

'Seperti aku yang mencintaimu!'

"Ya, kau benar! Aizawa-sensei juga mengatakan, Naruto akan segera sembuh setelah melakukan pengobatan beberapa kali lagi!"

"Hmm… aku benar-benar mengkhawatirkannya, selama enam bulan ini."

"Aku juga~" kata Sakura pelan.

.

Ino meregangkan tubuhnya. Nyaris 3 jam ia menemani Naruto hari ini.

Ia menatap jam tangannya sejenak, sebelum kembali meregangkan tubuhnya.

'Sebentar lagi Sakura dan Lee akan datang.'

Selama ini Ino selalu menemani Naruto. Mulai dari menemaninya berobat, mengajak ngobrol, sampai menceritakan lelucon yang tak jelas.

"Aku harap kau suka dengan semua yang aku lakukan selama ini."

Ino tersenyum, ia membelai rambut Naruto lembut.

"Tak terasa sudah 6 bulan Naruto, kau sakit seperti ini."

Ino menghela nafas. Jika ia mengingat kejadian setengah tahun lalu, rasanya ia ingin mengulang semua itu. 'Jika aku bisa, lebih baik aku yang berada di posisi mu saat itu.'

Ino mendesah. Ia tahu, tak ada gunanya menyesal sekarang. Semua memang sudah terlambat dan tak bisa diulang lagi. Yang Ino bisa lakukan kini hanya menebus semua kesalahannya, dengan tetap berada di sisi Naruto.

"Kau tahu? Aku menciptakan sebuah lagu untukmu? Walaupun aku bukan dari jurusan music sepertimu!"

Ino terkekeh pelan, ia mengecup kening Naruto dan menatap lekat wajah pemuda yang kini masih terbaring di tempat tidur itu.

"Aku membuat lagu itu khusus untukmu, akan kuberitahu jika kau sudah bangun tidur."

Ino mengulas sebuah senyum di bibirnya.

"...karena itu, cepatlah sembuh Naruto! Memangnya kau tidak bosan keluar-masuk Rumah Sakit terus?"

Ino tersenyum kecil, sebelum mengecup kening Naruto lagi dan berdiri dari tempatnya duduk. Ia melakukan peregangan sedikit, sebelum berjalan menuju kamar mandi.

'Well, aku mau mandi dulu~'

.

'Apa tadi?' Secara perlahan, Naruto membuka matanya. Ia mencoba menegaskan pandangannya beberapa saat, tetapi secercah cahaya membuat matanya terpejam lagi, beberapa lama, sebelum ia kembali membuka matanya.

'Ino?'

Naruto akhirnya bisa melihat punggung seorang gadis. Ia mengenal jelas punggung itu.

"Ino?"

Langkah Ino terhenti.

'Naruto?' Ino mempertegas pendengarannya. Ia merasa Naruto memanggilnya.

Beberapa detik hening, sebelum Ino menggelengkan kepalanya dan hendak kembali melangkah.

"Hei! Kau mau pergi ke mana, Ino?"

'Deg!'

'Suara ini...' Langkah Ino kembali terhenti, ia kenal betul suara ini.

Perlahan, Ino membalikkan tubuhnya, menatap lurus ke arah tempat di mana Naruto berada. Matanya menatap kosong sosok Naruto yang kini tengah menatapnya.

"Naruto?"

Ino menatap serius sosok itu. Ketika ia melihat sebuah senyum di wajah Naruto, seketika seluruh tubuh Ino terasa lemas dan di detik yang sama, kesadarannya pulih. Ia mulai berlari menuju tempat Naruto berada.

"Naruto?" Tangan Ino menyentuh pelan wajah Naruto. Matanya tak lepas menatap pemuda itu.

"Hey, kenapa kau bertingkah sama seperti 6 bulan yang lalu? Aku bukannya baru siuman dari koma seperti waktu itu. Aku hanya baru bangun tidur. Kau terlalu berlibihan, Ino."

"Itu karena aku merasa takut. Waktu itu… setelah kecelakaan itu terjadi, kau sampai koma. Aku takut hal yang sama akan terulang lagi."

"Maaf ya, aku selalu membuatmu khawatir. Maafkan aku juga karena aku tidur terus~"

"Mou! Jangan mentang-mentang karena kau sedang berada di rumah sakit, kau jadi tidur terus ya? Apa kau hanya ingin mencari-cari perhatian Suster – Suster cantik di sini?"

Naruto tertawa sejenak. "Apa yang kau katakan? Aku bukan Sasuke yang menyukai gadis yang lebih tua, setelah dia move on dari Sakura-chan!"

"Eh? Kau tidak menyukai gadis yang lebih tua? Aku sakit hati, secara teori aku ini kan lebih tua darimu!"

Kini tawa Naruto terdengar lebih kencang dari sebelumnya. "Haha… kau lucu sekali Ino! Kau merasa lebih tua walaupun hari ulang tahun kita hanya terpaut sekitar dua minggu saja?"

"Tetap saja ucapanmu itu menggangguku. Ayo tarik kembali ucapanmu!"

"Baiklah. Aku bukan Sasuke yang sudah mencintai 3 orang gadis, sejak ia mulai merasakan yang namanya 'cinta pertama' karena satu-satu gadis yang aku cintai sekarang, hanya kau Ino!"

"Bagaimana dengan Hyuuga Hinata?"

"Sudah menjadi sejarah!"

"Um… lalu, bagaimana dengan Sakura yang sudah mencintaimu selama bertahun-tahun lamanya?"

"Sakura-chan tentu saja adalah gadis yang special untukku juga, tapi Ino… kau lah yang membuatku bisa move on dari cinta pertamaku. Dan aku harap aku ini bukan cinta pertamamu!"

"Eh? Doushite?"

"…karena biasanya cinta pertama itu tidak pernah berhasil. Seperti Daddy yang mencintai Ibuku. Aku dan Sasuke yang mencintai Hinata, juga Gaara yang mencintai Tenten-senpai."

"Ano… sebenarnya kau bukan cinta pertamaku, Naruto!"

"Eh?"

"Aku ini tipe gadis yang mudah jatuh cinta, sebelum bertemu denganmu. Nara Shikamaru, nama cinta pertamaku. Terus, ada juga seorang Senpai di Sekolah ku yang lama dan namanya adalah Shimura Sai. Lalu…"

"Hentikan! Aku tidak kuat mendengarnya!" kata Naruto sembari menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.

Ino pun tertawa melihat reaksi Naruto tersebut. "Maaf ya, tapi aku tidak becanda. Yang aku katakan itu benar. Aku mencintai Shikamaru sejak aku Kelas 8, dan aku masih mencintai Sai-senpai saat Hozuki-kun pertama kali mengajakku kencan. Aku bahkan langsung jatuh cinta padamu setelah kau menyelamatkanku dari anak-anak berandalan musuh Sakura."

"Apa itu berarti kau akan jatuh cinta pada orang lain juga, setelah ini?"

"Tentu saja tidak, kan sudah kubilang.. kalau itu sebelum aku bertemu denganmu!"

"Nah, baguslah kalau begitu. Ngomong-ngomong, kapan kau datang Ino?"

Ino tersenyum, hingga ia merasa sesuatu menyentuh tangannya. Mata Ino perlahan menatap sesuatu yang menyentuh tangannya. Ino terdiam beberapa saat, tangan Naruto menggenggam tangannya, memberinya rasa hangat.

"Aku datang sepulang Sekolah!"

"Um, begitu. Lalu, apa kau melihat Dad?"

"Minato-san sudah kembali ke kantor polisi sebelum aku datang," jawab Ino yang kemudian memeluk Naruto. "Aku merindukanmu. Kita belum berkencan lagi selama satu minggu."

.

Lee dan Sakura tersenyum, saat melihat Ino yang merengkuh Naruto ke dalam pelukannya.

Sebenarnya, mereka ingin masuk. Namun mereka sadar, mereka harus memberi waktu kepada Ino dan Naruto.

Lee meletakkan paper bag berisi pakaian dan makanan di depan pintu, sebelum tersenyum ke arah Sakura dan menggenggam tangan kekasihnya itu.

"Ayo, biarkan mereka bersama!"

.

"Sudah berapa lama aku tertidur, hari ini?"

Naruto berkata pelan, namun cukup terdengar oleh Ino.

"Tidak lama."

"Benarkah?"

"Hai."

Naruto terdiam, matanya menatap Ino lekat.

"Naruto, kenapa kau menatapku seperti itu?"

Naruto hanya tersenyum mendengar ucapan Ino.

"Ano… sepertinya kau gemukkan," goda Naruto.

"A-apa?" kata Ino yang reflek memegang kedua pipinya sendiri.

"Aku becanda. Aku juga merindukanmu, Ino."

Naruto bisa melihat wajah Ino merona merah dan itu cukup membuat hatinya tergelitik.

Ino merasa bahagia. Amat sangat bahagia. "Aish, jangan menyebutku gemuk! Aku hampir saja mempercayai ucapanmu itu!"

"Bagaimana menurutmu tentang aku? Apa sekarang aku sudah gemukkan?"

Ino tidak menjawab, ia hanya tersenyum dan menatap Naruto. Ia tak mau melakukan apapun. Cukup menatap wajah Naruto dan melihat kondisi kesehatannya semakin membaik, bahkan sudah bisa menggodanya seperti tadi.. sudah membuatnya senang. Ia tak mau mengharapkan apapun lagi. Cukup Naruto.

"Ino?" tanya Naruto lagi masih memandang Ino.

"Kau masih kurus," jawab Ino kemudian.

Ino memalingkan wajahnya, tatapan Naruto yang tak henti-henti memandangnya membuatnya salah tingkah.

"Naruto..."

"Hm?"

"Berhenti menatapku!"

"Doushite?"

Ino mengerutkan keningnya. Jantungnya berdetak kencang. "Ermm, kau… membuatku takut."

"Abaikan saja, anggap aku tak sedang menatapmu!"

'Aish! Naruto no baka? Astaga, kenapa aku baru menyadarinya sekarang?'

Ino mendesah panjang, sesekali matanya melirik Naruto. Pemuda itu masih menatapnya lembut. Detak jantung Ino semakin cepat, bahkan Ino yakin seluruh penghuni rumah sakit bisa mendengar detak jantungnya.

'Aish! Kenapa dengan orang ini?'

"Kenapa diam?"

"Eh?"

Ino menatap Naruto. Pemuda itu masih menatapnya dengan ekspresi yang sama.

'Oh, God!'

"Bicaralah, aku mendengarkanmu."

"Kau ingin aku berbicara apa?"

"Apa saja, selama kau yang berbicara aku akan mendengarkannya."

'Deg!'

Ino terdiam. Matanya menatap Naruto kosong beberapa detik.

'Naruto...'

Ino masih terdiam. Matanya masih menatap Naruto, berusaha menebak jalan pikiran pemuda di hadapannya. Namun Ino tak bisa menemukannya, hingga akhirnya ia hanya bisa menghela nafas. Meski ia tak melepaskan tatapannya pada Naruto.

"Naruto..."

"Hm?"

"Cepatlah sembuh, ya! Aku ingin melihatmu sehat!"

"Hn. Aizawa-sensei bilang, aku akan segera sembuh setelah melakukan pengobatan beberapa kali lagi."

"Dada mu... Iie, lebih tepatnya paru-paru mu.. Apa masih suka sakit?"

"Tidak terlalu. Ngomong-ngomong, sudah berapa lama kau menunggu di sini?"

"Tidak lama."

"Tepatnya?"

"Aku baru tiba di sini sekitar pukul 15:40, berarti… tiga jam lima belas menit, 40 detik"

"Kau tidak pulang ke rumahmu dulu?" kaget Naruto.

"Tidak. Aku langsung datang ke sini karena ingin bertemu denganmu."

"Jangan-jangan, kau juga belum makan malam."

Ino mengangguk.

"Ya ampun, Ino! Jangan begitu! Seharusnya kau pulang dulu, makan malam, baru datang untuk menjengukku! Aku tidak mau kau sakit. Sakit itu tidak enak, tahu."

Ino mulai terisak, membuat tubuhnya sedikit bergetar. Ia bisa merasakan sebuah sentuhan lembut di tangannya, seperti seakan memberikannya kekuatan.

"Jangan menangis, Ino! Aku rutin menjalani pengobatan selama enam bulan ini, bukan untuk melihatmu menangis."

"Maaf. Aku hanya sangat merindukanmu karena aku tidak melihatmu di Sekolah selama satu minggu ini. Itulah kenapa, aku langsung datang ke sini."

Ino menatap lekat mata Naruto. Pemuda itu masih tak merubah ekspresinya, menatapnya lembut.

"Naruto, kenapa wajahmu masih pucat saja?"

Hening.

Naruto tak menjawab pertanyaan Ino. Ia hanya menatap Ino, sementara gadis itu balas menatapnya.

Detik demi detik berlalu, hingga tanpa sadar, semenit telah terlewati. Mereka masih dalam posisi yang sama hingga akhirnya, Ino merasakan sesuatu menyentuh kepalanya. Ino mengedipkan matanya.

"Setidaknya tidak sepucat enam bulan yang lalu, kan?"

Ino menyentuh tangan Naruto yang membelai lembut kepalanya. Ia meraih tangan itu kemudian mengecupnya.

"Ya. Sekarang sudah jauh lebih baik. Kau tahu Naruto, 6 bulan yang lalu… aku benar-benar sangat takut kehilanganmu. Aku sangat takut kau akan meninggal. Aku tidak mau Tuhan mengambilmu dari kami secepat itu. Aku bahkan berbohong padamu mengenai Zabuza-san karena aku tidak ingin kondisimu semakin drop."

Air mata yang masih tergenang di mata Ino, perlahan menetes melewati pipinya.

"Aku terus menunggumu. Aku akan selalu menunggumu sampai kapan pun. Bagiku, selama apapun aku harus menunggu… semua itu tak ada artinya, karena aku yakin.. suatu saat kau akan sembuh total. Kau akan kembali sehat dan menyambutku dengan senyuman mu yang hangat."

'Ino...'

Naruto bisa merasakan jari-jemari Ino membelainya lembut.

"Aku mencintaimu Yamanaka Ino. Sekarang dan selamanya. Terima kasih karena tidak pernah meninggalkanku meskipun aku sakit. Aku berjanji, setelah ini aku tidak akan mengabaikan kondisi kesehatanku lagi. Aku tidak ingin sakit lagi karena aku ingin melindungimu, Ino."

Seketika itu juga suara tangis Ino semakin kencang. Tanpa menghiraukan rasa sakit di hatinya, atau kepalanya yang sedikit pening karena belum makan, Ino menarik Naruto dan memeluknya erat. Dadanya terasa hangat dan nyaman. Ia bahagia, benar-benar bahagia.

"Aku juga mencintaimu, Naruto..."

'Untuk selamanya.'

"Ngomong-ngomong Naruto, apa kau sudah tahu?"

"Apa?"

"Gaara-kun sudah punya pacar baru lho…"

Naruto tertawa kecil. "Benarkah?"

"Ya. Nama pacarnya Matsuri Toda."

"Sejak kapan mereka mulai jadian?"

"Lee bilang sih.. beberapa hari yang lalu."

"Lei-Nii bilang begitu? He~ aku benar-benar ketinggalan banyak berita. Ini semua karena Dad dan Grandma selalu mengurungku di rumah. Uh, mereka menyebalkan."

Ino tertawa geli. "Jangan bilang begitu! Mereka berdua seperti itu 'kan karena mereka sangat mengkhawatirkanmu Naruto."

"Tetap saja—"

"Sasuke-kun juga akhirnya mendapatkan pengganti Sakura. Kira-kira siapa ya diantara kita semua, yang akan lebih dulu menikah? Ah, aku baru ingat! Aku belum pernah berterimakasih kepada Sasuke-kun!"

"Berterimakasih untuk apa?" Naruto mengerutkan kening.

"…karena dia telah menyuruhmu untuk mempermainkanku. Jika bukan karena rencananya, aku takkan mungkin berada di sisi mu saat ini, benarkan?"

Naruto tersenyum, tangannya menggenggam erat jemari Ino. "Ya, kau benar. Ah, bagaimana dengan Suigetsu?"

"Gaara bilang, dia sudah siuman dua hari yang lalu."

"Syukurlah~ Lalu, bagaimana dengan Hinata?"

Ino terdiam beberapa saat, senyum di wajahnya menghilang.

"Dia..."

.

.

"Hinata, Suigetsu sudah sadar. Sebenarnya dia sudah siuman dua hari yang lalu, maaf karena aku baru bisa memberitahumu sekarang!"

Gaara menatap sosok gadis di hadapannya. Gadis itu tampak kurus dan sedikit tak terawat, tetapi bias-bias kecantikan masih terlihat di wajahnya.

"Sungguh?"

"Ya, kau bisa tenang sekarang."

Hinata menghela nafas panjang. Kedua tangannya terkepal di dadanya. Ia mendesah penuh syukur.

"Syukurlah… apa dia tidak kenapa-kenapa? Maksudku, tidak ada yang salah dengannya?"

"Pisau itu menembus hingga mengenai jantungnya, untungnya tidak terlalu dalam. Mungkin hanya sedikit melukainya. Waktu itu dia juga mengalami shock karena pendarahan, tapi selain itu semuanya baik-baik saja."

Hinata terdiam beberapa saat, ia menundukkan kepalanya. Seketika dadanya terasa sesak, teringat apa yang telah ia lakukan terhadap Suigetsu.

"Semua ini salahku, Gaara. Aku menghancurkan segalanya. Aku nyaris membunuh Sui-Niisan. Aku mencelakakan semua orang hanya karena obsesi ku untuk membalas dendam. Aku orang yang jahat..."

Gaara terdiam, ia sedikit iba melihat air mata yang terus menetes dari wajah Hinata. Tangan Gaara menyentuh kaca yang menjadi penghalangnya dan Hinata.

"Nakanaide, Hinata!"

"…."

"Kau bukan orang jahat. Tak ada orang jahat di dunia ini."

"Berhentilah menjadi naïf, Gaara!"

Hinata kemudian menghapus air matanya. Ia mengulas sebuah senyum di wajahnya.

"Gaara, tolong sampaikan terimakasih ku pada Sui-Nii karena dia selalu ada di sisi ku!"

"Ya, pasti akan aku sampaikan padanya."

Hinata mendesah panjang.

"Aku... ingin bertemu dengannya. Aku juga ingin meminta maaf pada Naruto-kun dan yang lainnya. Apakah mereka akan memaafkanku?"

Gaara tersenyum kecil. Matanya menatap lekat gadis di hadapannya.

"Mereka pasti akan memaafkanmu Hinata... pasti!"

"Sungguh? Bahkan Sasuke-kun dan juga Yamanaka Ino?"

"Ya. Kalau Yamanaka Ino sih, aku berani menjaminnya. Kalau Sasuke… aku sendiri tidak yakin. Yah, tapi itu bukan masalah. Meskipun membutuhkan waktu yang lama... Sasuke pasti akan memaafkanmu pada akhirnya."

Gaara menatap lekat wajah Hinata yang kini tersenyum lebar. Tanpa membuang waktu, ia pun langsung memotret ekspresi Hinata itu dengan camera di ponselnya.

"Apa yang kau lakukan, Gaara?"

"Aku akan mengirimkan foto mu barusan pada Suigetsu. Kau sangat cantik saat tersenyum. Suigetsu pasti akan sangat bahagia melihatnya."

"Eh?"

Gaara bisa melihat Hinata menatapnya bingung, tetapi ia hanya mengulas senyum di wajahnya.

"Waktunya habis!" kata seorang Sipir.

Gaara mendesah kecewa. Matanya tak berhenti memandangi sosok Hinata yang kini berdiri dari tempatnya duduk.

"Terima kasih karena kau sering mengunjungi aku dan Neji-Niisan, Gaara. Terima kasih juga karena kau sering mengunjungi Sui-Nii di Rumah Sakit."

Gaara hanya tersenyum membalas ucapan Hinata. Hinata membalas senyum Gaara, sebelum Sipir membawanya meninggalkan ruangan tempatnya berada tadi. Gaara menghela nafas, senyum lebar terpasang di wajahnya.

"Aku percaya bahwa Suigetsu akan selalu berada di sisi mu Hinata. Tak peduli bagaimana pun keadaanmu."

.

.

Ino menceritakan banyak hal pada Naruto.

Naruto terdiam. Ia tak menyangka banyak yang telah berubah selama 6 bulan ini.

Lee yang sudah berpacaran dengan Sakura.

Neji dan Tenten yang semakin mesra, walaupun Neji belum dibebaskan dari penjara.

Sasuke dan Karin yang sudah seminggu ini telah resmi menjadi sepasang kekasih.

Pertemuan pertama Gaara dengan Matsuri.

Ayah tirinya—Zabuza yang harus mendekam di penjara selama 5 tahun karena Sasuke yang menuntutnya.

Meski ia tak ingin menuntutnya dan Minato juga tak menuntutnya, tetapi bukti dan kesaksian dari Sasuke, membuat polisi tak bisa melakukan apapun kecuali menahan Zabuza dan melanjutkan proses hukum.

Dan Hinata yang harus mendekam di penjara selama 10 tahun atas semua tindakan kriminal yang dilakukannya.

"Ne, Naruto! Menurutku Hozuki-kun mencintai Hinata…"

"Kenapa? Menyesal karena telah melepaskan Suigetsu?"

Ino menggeleng pelan, ia menatap lurus ke ruang kosong yang berada di depannya.

"Aku hanya merasa lega karena akhirnya tidak ada yang terluka lagi."

Naruto terdiam, ucapan Ino membuat hatinya terasa hangat. Naruto menghela nafas panjang, sebelum menatap Ino lekat.

"Na-naruto?"

Naruto hanya tersenyum saat Ino menatapnya bingung.

"Apa ada yang aneh dengan wajahku?" tanya Ino.

"Ano… sebenarnya, ada beberapa jerawat yang menghiasi wajahmu Ino!" kata Naruto bermaksud menggoda Ino lagi.

"Mungkin jerawat-jerawat itu muncul karena aku begitu mencintaimu."

Ino tersenyum dan menggenggam kedua tangan Naruto erat.

"Let me sing a song for you! Can I?"

Dada Naruto berdebar tak menentu. Matanya menatap Ino kaget beberapa detik, sebelum akhirnya ia mengangguk pelan.

Ino mengulas sebuah senyum di wajahnya. "This song is made for you~"

.

.
Block the light
When you leave, it has to be dark
Cover the sun
When you return, I might look foolish
I sit and think at the place where we made our promise
Will I be able to share the love I have for you?

.
Even if my mind was erased,
I wouldn't forget your face

Your face is clear when I am full of sad memories and tears

Even if I emptied my heart,
Our memories will still hold it's place

Because I'm so sad, so hurt,
You're the only one I can see

.

.

Ino tersenyum lebar, matanya menatap Naruto yang terlihat berkaca-kaca.

"Mungkin kau akan bosan mendengar ini, tapi..."

'Aku takkan pernah bosan untuk mengucapkannya kepadamu.'

"I love you Naruto. Don't leave me again, okay!"

Pandangan Naruto terasa kabur, ia tak bisa melihat Ino dengan jelas. Hatinya terasa sakit dan senang disaat bersamaan.

'Inikah yang kau rasakan selama ini Ino? Setiap kali aku menutup mataku?'

Naruto memejamkan matanya, ia tak tahu harus melakukan apa. Ia benar-benar merasa terharu dan sakit disaat bersamaan.

"Ino gomen… gomennasai~"

"Eh?"

"Aku selalu membuatmu khawatir selama ini. Aku akan sembuh, pasti."

Seketika Ino menjatuhkan air matanya lagi.

Naruto mendesah panjang, ia menghapus pelan air mata Ino.

"Nakanaide…"

Naruto menatap Ino lekat, sementara gadis itu masih terisak pelan. Naruto pun menggenggam jemari Ino erat, mencoba menenangkan gadis itu.

"Apapun yang terjadi, aku akan selalu berada di sisi mu… tak peduli apapun."

Naruto masih menatap lekat wajah Ino. Gadis itu mendongakkan kepalanya, menatap kedua mata biru Naruto.

"Naruto, kau... mau berjanji akan selalu berada di sisi ku? Takkan pernah meninggalkanku lagi?"

Ino memandang Naruto penuh harap, menunggu sebuah jawaban dari pemuda di hadapannya. Ia menghentikan isakannya. Matanya kini menatap lekat kedua mata Naruto.

"Kau fikir aku bisa menolak permintaanmu setelah semua yang kau lakukan padaku?"

Ino terdiam beberapa saat, sebelum menyadari arti dari perkataan Naruto.

"Kau mau berjanji?" Ino bertanya, mencoba menegaskan ucapan Naruto.

"Tentu saja! Mana mungkin aku menolak seorang malaikat yang di anugrahkan Tuhan kepadaku!"

Seketika senyum di wajah Ino terkembang saat Naruto berbicara. Tanpa basa basi, Ino langsung memeluk Naruto erat seakan Natuto akan menghilang dari hadapannya.

"Err… Ino! Tolong jangan terlalu erat! Paru-paru ku masih belum benar-benar kuat."

"Astaga, maafkan aku!" kaget Ino yang lekas melonggarkan pelukannya.

"Aku pernah menyia-nyiakanmu Ino dan aku berjanji takkan melakukan itu lagi!"

Ino tersenyum. Ia kemudian melepaskan pelukannya dan menatap Naruto lekat.

"Bisakah kau membuktikan ucapanmu juga?"

Naruto terdiam, matanya memandangi wajah Ino lekat. "Bukti?"

"Ya!"

Naruto mengedipkan matanya beberapa saat, sebelum sebuah senyum licik terpasang di wajahnya. "Aku akan membuktikannya padamu!"

"Sungguh? Kapan?"

Naruto mendekatkan wajahnya pada Ino, sehingga ia bisa melihat jelas pupil mata gadis itu.

"Sekarang~"

.

Ino menatap Naruto kaget, saat wajah pemuda itu semakin mendekatinya. Ia bisa merasakan hembusan nafas Naruto di wajahnya. Ino hendak melawan, tetapi matanya seakan terbius masuk ke dalam kedua mata Naruto. Seluruh tubuh Ino lemas, saat sesuatu terasa menyentuh bibirnya lembut. Dan detik itu, Ino memejamkan matanya. Membiarkan dirinya terbuai oleh perasaannya sendiri.

.

Even if my hearts hurt, it still beating for you
Even if my soul has gone, it still looking for you
Even if I lose my mind, I'll always thinkin' about you.

Loving you... Even pain, always haunting me
Loving you… Even pain is all I've got

Loving you... Forever and ever.

.

.

"Ehem!"

Mendengar suara deheman tersebut, Ino langsung melompat kaget. Sementara Naruto, ia lekas memalingkan muka dari Ino, walaupun ia tidak bisa menyembunyikan rona merah di pipinya.

"Ada apa? Mengapa tidak diteruskan?" tanya orang yang berdehem tadi.

Dengan menahan rasa malu dan sedikit takut, perlahan Ino memalingkan wajahnya pada sumber suara. Lalu, ia terkekeh kecil pada orang itu.

"Ehehe… gomennasai, Minato-san."

Minato menggeleng-gelengkan kepala, lalu berjalan pelan mendekati mereka.

"Naruto?"

"Hai?"

"Bagaimana perasaan mu sekarang? Dada mu tidak sesak?"

"Tidak."

"Bagus. Suster Hanare akan segera datang untuk mengantarkan makanan karena sebentar lagi waktunya kau minum obat. Mengapa kalian mesra-mesraan seperti tadi? Bagaima kalau dia melihatnya? Apa kalian tidak malu?"

"Sumimasen, Minato-san!" kata Ino cepat sambil membungkukkan badannya pada Minato.

"Baiklah Ino, aku mengerti. Angkat kepalamu!"

Ino pun mengangkat kepalanya. Saat itu ia melihat Namikaze Minato tersenyum.

"Kalian berdua… jangan lakukan hal seperti tadi di kamar rumah sakit lagi, ya!"

"Yes, Sir!" kata Ino dan Naruto serentak.

"Yah, intinya… aku senang karena Aizawa-sensei bilang, kau akan segera sembuh, Naruto."

"Benarkah itu Minato-san?" tanya Ino.

"Ya, hanya tinggal beberapa kali berobat jalan, Naruto akan kembali sehat. Ini semua berkat do'a mu juga, Ino. Terima kasih atas semua yang kau lakukan selama ini untuk anakku."

Ino tersenyum penuh haru mendengar ucapan Minato itu. Sementara Naruto tersenyum tulus pada Ino.

.

THE END

.

A/n: Aneh yah? Gomennasai! Kalau masih ada typo mohon dimaklumi, ini ngerjainnya ngebut soalnya saya lagi sibuk. Maaf kalau ga sesuai dengan apa yang kalian mau, saya sudah berusaha keras ~ XD

Jujur aja yah, seperti yang saya katakan di chapter sebelumnya… tadinya saya mau bikin sad ending di FF ini karena genre-nya 'Angst', tapi karena fanfiction ini saya dedikasikan buat sahabat saya, saya ga tega bikin sad ending. Ntar dia ngamuk, terus ngadu deh sama rumput-rumput yang bergoyang /kabur sebelum dilempar sepatu sama Dini.

So, bagi kalian yang sering baca FF saya, pasti menyadari sedikit keanehan di sini hehe, soalnya chapter kali ini terhitung 'pendek' kalau dibandingkan dengan chapter-chapter sebelumnya. Saya juga ga biasanya bikin FF bergenre 'Hurt/Comfort'… happy ending semua, apalagi yang ini kan genrenya 'Angst' ya. Biasanya ada yang gantung atau nelangsa /plak. Malah tadinya saya mau bikin Naruto dan Suigetsu mati. Terus Hinatanya saya jadiin gila, biar dia dimasukkan ke Rumah Sakit jiwa sama Sasuke.

Btw, ada yang penasaran dengan Karin kah? Ada yang nanya tentang Suigetsu dan Hinata? Atau Lee dan Sakura? Nah, jawabannya akan ada di Prequel and SequelBeautiful liar: Special Sasuke Story, Lee Story, and Suigetsu story!

.

P.S; Disclaimer: Opening Story (Korean Movie: Miracle of cell No. 7) but it's just opening. Hanya beberapa paragraf di chapter pertama. Song: Tohoshinki/DBSK – Love in The Ice (Lagu yang ceritanya diciptakan SasuNaru buat Hinata), and Always There (Lagu yang ceritanya diciptakan oleh Ino untuk Naruto) ~ Okay, Sankyuu for RnR, Follow, and Favorit, Minna! See you later! ^^