Chapter 1 – Naruto


"Naruto…. Apa pun yang terjadi… Aku… Aku dan ayahmu… Kami mencintaimu..."


Bola mata biru langit terbuka, menatap atap kamarnya dengan wajah yang lelah. Mimpi itu lagi. Suara feminin itu selalu membuatnya terbangun. Ia tidak tahu apakah itu mimpi, memori, atau lainnya. Yang ia tahu, setelah mimpi itu, ia akan terbangun dengan perasaan melankolis. Merenung, merasakan ketenangan yang hampa menghampirinya. Ia tidak merasakan sedih, tidak merasakan apa-apa. Hanya ketenangan melankolis yang membuatnya tidak bisa tidur lagi, menanyakan siapa, kenapa dan apa.

Satu hal yang ia pikirkan, mungkin itu adalah ibunya. Pesan terakhirnya kepada dirinya. Ia tidak pernah mengetahui ibunya, ia adalah seorang yatim piatu sejak bayi. Pengurus panti asuhan juga tidak tahu orang tuanya, melihat ia diberikan kepada panti asuhan, beberapa hari setelah penyerangan Kyuubi, menandakan bahwa mungkin orang tuanya terbunuh dalam penyerangan itu, begitu pun juga puluhan anak yatim piatu yang diberikan kepada panti asuhan saat itu.

Tetapi ia meragukan itu. Ia tidak tahu kenapa, tidak tahu apa ini hanya insting, mencoba mengingat memori yang sudah terpudar, atau hanyalah harapan. Tetapi ia tahu, pada saat itu, ia merasakan kehangatan pelukan ibunya. Sesuatu yang basah menyentuh hidungnya, lalu menurun ke mulutnya. Rasa pahit, beserta asam, ia mengingatnya. Apakah itu sebuah tangisan? Tangisan seorang ibu yang akan meninggalkan anaknya?

Ia tidak tahu apakah orang tuanya memang meninggal dunia, atau meninggalkannya, sendirian di dunia ini.

Ia menggelengkan kepalanya, mencoba menghapus memorinya dari semua itu. Berusaha mengabaikan perasaan melankolis yang ia rasakan, mencoba fokus dengan hari besok, atau bisa dibilang, nanti pagi (karena ini sudah tengah malam, ia yakin).

Besok adalah ulang tahunnya yang ke-7, dan ia akan mencoba memberikan dirinya sendiri sebuah hadiah, dengan mencoba mendaftarkan dirinya ke dalam Akademi Ninja.


Konsep ulang tahun di sebuah panti asuhan yang kebanyakan anak-anaknya bahkan tidak tahu kapan mereka lahir, adalah hal yang aneh, menurut Naruto. Ada beberapa anak yang memang, mempunyai akta lahir lengkap dengan tanggal lahir dan nama orang tua mereka (walaupun itu sangat jarang), dan ada juga anak yang sama sekali tidak ada informasi tentang dirinya sama sekali, seperti dia, dan mayoritas anak di sini.

Walaupun begitu, mayoritas dari anak-anak panti asuhan di sini adalah korban dari serangan Kyuubi, membuat mereka menjadi yatim piatu, atau korban dari memiliki orang tua seorang Shinobi, menjadi yatim piatu karena orang tua mereka terbunuh dalam misi. Walaupun begitu, banyak dari mereka yang diadopsi oleh beberapa orang yang sepertinya mengenal orang tua mereka dan mencari mereka.

Di sebuah desa dimana seluruh Shinobi hampir mengenal satu sama lain, jadi tidak mengagetkan ada beberapa dari mereka yang mengadopsi beberapa anak di sini karena mengenal orang tua mereka.

Itu membuat Naruto berpikir, bahwa mungkin orang tuanya bukan seorang shinobi. Atau hanyalah wisatawan dari negri luar, dan berada pada tempat dan waktu yang salah. Naruto merasa teorinya yang akhir yang lebih benar, karena berasal dari karakteristiknya, ia merasa bahwa ia bukan dari Hi no Kuni, karena karakteristiknya sangat jarang di sini.

Kulit yang putih, rambut pirang yang cerah, dan wara mata biru langit bukanlah karakteristik yang umum di negri ini yang dipenuhi dengan orang-orang yang mempunyai karakteristik warna rambut dan mata yang gelap. Satu-satunya keluarga yang setidaknya mempunyai karakteristik yang sama dengan dirinya mungkin adalah keluarga Yondaime Hokage, -ia menggelengkan kepalanya, mustahil ia adalah bagian dari keluarga Yondaime-, atau Klan Yamanaka. Dan warna rambut Klan Yamanaka lebih seperti pirang cerah yang hampir seperti putih, tidak seperti rambut pirangnya yang lebih ke warna kuning.

Naruto menggelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan pemikiran untuk mengetahui siapa orang tuanya. Ia kini sudah 7 tahun, dan akan mencoba memasuki Akademi Ninja. Ia akan menjadi seorang Ninja, jadi ia harus bersikap dewasa. Tidak lagi mencoba memikirkan hal seperti itu.

"Naruto-kun, ingin kemana pagi-pagi seperti ini?"

Mendengar suara feminim yang familiar itu, Naruto memalingkan kepalanya ke belakang. Ia sedang dalam proses memakai sendalnya sebelum suara seorang wanita memberhentikannya. Ia memberikan senyuman hangat kepada wanita itu.

"Aku akan jalan-jalan sebentar. Mungkin mencoba meregistrasikan diriku ke dalam Akademi Ninja, tapi aku tidak tahu apakah aku bisa atau tidak." Ia berkata sambil menggarukan lehernya, merasa malu, mungkin tanpa alasan, mengatakan semua itu kepada wanita di depannya.

Kaede Yukimura-san, adalah wanita yang dimaksud Naruto. Ia adalah wanita tua, Naruto berpikir mungkin umurnya setara dengan Sandaime Hokage sendiri atau lebih tua. Kadang Naruto merasa bersalah, menjadi yatim piatu, menyusahkan Kaede-san yang harus mengurusnya, dan puluhan anak lain dalam panti asuhan. Karena itu, jika bisa, Naruto selalu mencoba mandiri dan tidak mengandalkan Kaede-san. Ia tidak ingin merepotkan Kaede-san, yang sudah mengurusinya sejak bayi. Karena itu juga, ia kadang mencoba membantu Kaede-san mengurus anak lain. Panti asuhan ini dikelola oleh Kaede-san sendiri, dan sepertinya tidak ada yang ingin melanjutkannya, melihat Kaede-san tidak mempunyai anak sama sekali, dan tidak ada yang tertarik untuk mengurus panti asuhannya.

Mendengar perkataan Naruto, Kaede-san, melebarkan matanya sedikit. Seolah baru menyadari sesuatu. Ia kemudian memberikan Naruto senyuman hangat.

"Ah ya, ini ulang tahunmu bukan, Naruto-kun? Maaf aku melupakannya," Kaede berkata, benar-benar merasa bersalah. Naruto hanya memberikan senyuman malu. Ia bahkan agak merasa lega Kaede-san melupakan ulang tahunnya, karena setidaknya, Kaede-san tidak perlu memberikannya kado atau mencoba memberikannya pesta ulang tahun, seperti yang selalu ia lakukan pada anak lain, untuk membuat mereka bahagia.

Naruto terkekeh. "Tidak apa-apa, Baa-san. Aku sudah terlalu tua untuk pesta ulang tahun dan kado, kau tahu?"

Walaupun mendengar itu, Kaede menggelengkan kepalanya. "Kau akan selalu menjadi seorang anak dimataku, Naruto-chan." Kaede berkata sambil terkekeh sedikit. Ia melihat kearah Naruto. "Jangan pulang terlalu malam, oke? Aku akan mencoba membuat makanan kesukaanmu sebagai makan malam."

Mendengar itu, Naruto tersenyum malu, merasa bahwa ia menyusahkan Kaede. "Baa-san, aku tidak perlu—"

Sebelum bisa menyelesaikannya, ia sudah dipotong oleh Kaede yang menggelengkan kepalanya.

"Tidak, tidak, Naruto-chan. Ini yang bisa setidaknya aku lakukan. Walaupun kau berpikir bahwa kau sudah dewasa, kau masih anak-anak, kau tahu? Aku ingin kau bersenang-senang juga, tidak memikirkan banyak hal ataupun mengira bahwa kau menyusahkan diriku. Tidak usah memikirkan diriku yang sudah tua ini, aku ingin membuat hari ini spesial untukmu." Kaede berkata, membuat Naruto tersenyum mengalah.

Naruto berdiri dari tempatnya, kini sudah menyelesaikan memakai sendalnya, dan memberikan sebuah senyuman hangat kepada Kaede.

"Kalau begitu, aku harap kau masih bisa memasak ramen yang enak, Obaa-san!" Dengan kata itu, Naruto berlari keluar halaman panti asuhan, tidak sabar untuk mendaftarkan namanya kedalam Akademi Ninja, meninggalkan Kaede yang hanya tersenyum melihat Naruto dari belakang.

Sebuah anak yang juga berambut pirang dan bermata biru yang sama seperti Naruto terlintas di memori Kaede, membuat Kaede tersenyum.

'Ah… Dia mengingatkanku padamu, Minato-kun.' Ujar Kaede dalam hatinya. Mengingat dengan jelas, seorang anak dengan rambut pirang berantakan, dan mata berwarna biru, yang selalu menhabiskan waktunya membaca sebuah gulungan, atau buku, dan berlatih di halaman panti asuhan.

Kaede mengalihkan perhatiannya lagi, kearah sebuah tebing yang mempunyai ukiran empat kepala. Lebih tepatnya lagi, ke kepala yang ke-empat.


Ketika Naruto sampai di Akademi, ia merasa seperti sebuah kucing yang sedang berjalan diantara singa. Ia tahu, agak jarang seorang penduduk biasa, apalagi seorang yatim piatu, untuk mendaftarkan dirinya ke dalam Akademi Ninja. Tetapi ia tidak tahu akan seperti ini.

Kemanapun ia melihat, ia bisa merekognasi lambang klan yang dipakai orang-orang sekitar. Atau bahkan Hitai-ate beberapa ninja yang mengantarkan anak mereka. Walaupun masih di bagian halaman, halaman ini penuh dengan para anggota klan, atau shinobi. Walaupun ia bisa melihat beberapa anak dari penduduk biasa, yang merasa gerogi juga, ditemani oleh orangtua mereka, ia satu-satunya seorang anak yang terlihat…. Salah tempat.

Dengan pakaian baju tanpa lambang klan (ia hanya memakai sebuah t-shirt berwarna putih yang dilapisi oleh jaket berwarna hitam dengan strip orange di bagian tangan), lalu juga tanpa dampingan orang tua, Naruto sangat merasa seolah ia salah tempat. Seolah beda dari yang lain. Ia bahkan sudah mendapatkan beberapa pandangan penasaran, beberapa mengira ia salah tempat, dan yang lainnya hanya mendengus dan mengabaikannya.

Walaupun begitu, Naruto mengambil nafasnya dalam-dalam, dan mengeluarkannya lagi pelan-pelan. Determinasi kini berada di wajahnya. Ia tidak perduli. Ia tidak perduli kalau mungkin ia tidak punya pengetahuan atau pengajaran dalam area Ninja sebelumnya. Ia tidak perduli kalau hampir 80% dari anggota kelasnya adalah anak dari ninja atau anak anggota klan. Ia akan memasuki Ninja akademi, dan ia akan lulus. Ia yakin tentang itu. Walaupun kemungkinan ia lulus adalah 1%, selama masih ada kemungkinan, ia tetap akan berusaha.

Mengambil nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya lagi, Naruto melangkahkan kakinya, memasuki gedung Akademi dengan determinasi di wajahnya, mengabaikan pandangan aneh yang lain.

Ketika ia masuk ke dalam gedung Akademi, ia langsung tahu kesalahannya.

.

.

Ia sama sekali tidak tahu ia harus kemana. Naruto melebarkan matanya. Ia kira ketika ia akan masuk Akademi, ia hanya harus tinggal menulis namanya, mengambil jadwal, dan lalu selesai. Ia tidak mengira kalau ini akan sangat…. Sangat sulit. Ia berada di dalam Akademi yang dipenuhi dengan banyak orang dewasa, dan anak-anak. Ia tidak tahu harus kemana, dan ke siapa ia harus mendaftarkan dirinya. Ia kira ini akan sangat mudah.

Naruto mengambil nafasnya lagi.

'Tenang Naruto, ini simpel.' Naruto mengatakan pada dirinya sendiri, dan mulai menganalisis sekitarnya. 'Yang aku tahu pasti adalah, pasti ada sebuah ruangan, ruangan administrasi untuk pendaftaran. Pertanyaannya adalah, dimana ruangan itu?´ Ia berkata dalam hati, melihat sekeliling, Ia sepertinya ada di dalam koridor kelas, karena kemanapun ia melihat, ia hanyalah melihat kelas, yang diisi ramai oleh orangtua dan anaknya.

'Apakah semua ruang ini ruangan pendaftaran?' Ia berpikir. Naruto sudah mulai ingin masuk ke dalam salah satu kelas, sebelum sebuah tangan memegang pundaknya.

Terkejut, karena ada seseorang yang memegangnya, Naruto memalingkan kepalanya ke belakang, dan matanya semakin melebar karena terkejut.

Memegang pundaknya dan dengan senyuman hangat yang melapisi wajahnya, adalah Yondaime Hokage. Kiroii Senko. Salah satu Shinobi terkuat yang Konoha pernah produksi, seseorang yang dengan mudahnya membantai satu batallion prajurit Iwa dalam waktu singkat, yang membuat Iwa kalah dalam Perang Dunia ke-3. Sang legenda dan Hokage sendiri, Minato Namikaze.

"Yondaime-sama!" Ia berseru, dengan senyuman besar di wajahnya dan pandangan yang penuh kagum. Ia, dan hampir seluruh anak di Konoha, mengidolakannya. Yondaime Hokage sudah bagaikan seorang legenda dimata orang-orang.

Naruto bahkan masih bisa mengingat kisahnya yang sering dikatakan oleh Kaede-san tentang kehebatannya 7 tahun yang lalu, bagaimana ia mengalahkan seorang Bijuu, Kyuubi sendiri dan menyegelnya kedalam putri tunggalnya, Narumi Namikaze, membuat ia dianggap sebagai pahlawan karena menyelamatkan desa.

Pandangan kagumnya sepertinya sudah tertangkap oleh Yondaime sendiri, karena ia kini menggaruk-garuk lehernya dengan malu. Walaupun sudah bertahun-tahun ia menjadi Hokage, ia masih tidak terbiasa melihat pandangan kagum yang ditujukan padanya, ia masih tidak terbiasa dengan pemikiran bahwa seluruh anak-anak di Konohagakure mengidolakannya.

Naruto masih melihat kearah Yondaime dengan pandangan kagum di matanya. Bertemu dengan idolanya sendiri, Naruto tidak tahu harus apa. Naruto tidak pernah memikirkan bahwa ia akan bertemu dengan idolanya dan harus melakukan apa.

Keheningan mereka berdua dipecahkan oleh Yondaime Hokage sendiri.

"Tersesat?" Yondaime bertanya, dengan senyuman hangat di wajahnya.

Mendengar itu, Naruto tertawa dengan malu sambil menggarukan leher belakangnya. "Ah… I-iya. Aku berencana untuk mendaftarkan diriku kedalam Akademi, Yondaime-sama." Naruto berkata, mencoba untuk menampilkan dirinya dengan sopan dan hormat di depan idolanya.

Yondaime terkekeh mendengar itu. Naruto tidak tahu apa ini hanya perasaannya saja atau apa, tapi ia menangkap sebuah pandangan nostalgia dalam mata Yondaime Hokage, seolah mengingat suatu momen yang sama seperti ini.

"Ah, kau ingin mendaftar untuk Akademi, bukan?" Melihat anggukan dari Naruto, Yondaime melanjutkan. "Ruangannya ada di paling ujung sana untuk pendaftaran murid tahun pertama. Aku juga sedang ingin pergi kesana, bagaimana kalau kita kesana bersama?"

Naruto dengan cepat memproses perkataan Yondaime. Tidak butuh seorang jenius untuk mencoba mendeduksi kenapa seorang Hokage, Yondaime Hokage, sedang ingin menuju ke ruangan pendaftaran murid baru.

Naruto menganggukan kepalanya, menyetujui tawaran idolanya. "Ah, Narumi-san juga akan mendaftar tahun ini?" Tanya Naruto penasaran, sekaligus excited. Ia bisa sekelas dengan putri idolanya sendiri? Ini akan sangat menyenangkan, pikir Naruto.

Yondaime menganggukan kepalanya. "Yep. Narumi-chan akan mendaftar tahun ini juga." Ia berkata. Ia kemudian melihat kearah Naruto dan tersenyum malu, "Omong-omong, maafkan aku, tetapi aku sepertinya belum mendapatkan namamu?" Ucapnya.

Naruto merasa sedikit malu, melihat idolanya meminta maaf pada dirinya, tetapi ia dengan cepat mengambil komposurnya. "Namaku Naruto, Yondaime-sama." Naruto berkata, dengan sedikit nada malu.

Yondaime menaikan alisnya sedikit, melihat Naruto tidak memberikannya nama keluarga. Walaupun jarang, tidak aneh untuk seseorang tidak mempunyai nama keluarga. Biasanya karena memang orang itu tidak tahu nama keluarganya (biasanya terjadi pada yatim piatu), atau orang itu dibuang atau tidak diakui oleh keluarganya.

Seolah seperti membaca pikirannya, Naruto kembali melanjutkan perkataannya.

"Aku yatim piatu, Yondaime-sama." Ucap Naruto.

"Ah maafkan aku." Minato memberikan Naruto senyuman malu.

Naruto menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa dengan itu, Yondaime-sama."

Yondaime tersenyum. "Kalau begitu, Naruto-kun, aku harap kau dan putriku bisa menjadi seorang teman yang baik."

Naruto hanya mengangguk bahagia mendengar itu.


Hari ini adalah hari bahagia seperti biasa untuk Minato Namikaze. Ia bangun disamping seorang istri yang ia cintai, sarapan dengan putrinya dan istrinya, lalu pergi ke kantornya di ruangan Hokage, tentu sebelum menjajikan putrinya, Narumi, bahwa ia akan datang saat pendaftaran, tentunya setelah ia menyelesaikan beberapa urusan penting yang harus dikerjakan seorang Hokage.

Ketika ia berada di kantor, seperti biasanya, ia memulainya dengan menanda tangani, atau menolak beberapa usulan dokumen yang ada di mejanya, sebelum membuka informasi harian yang ia terima dari intel yang dipunyai desanya.

Tidak banyak yang berubah, Kumo dan Iwa masih tidak melakukan apa-apa, Kiri masih tertutup seperti biasa, walaupun sepertinya ada kabar bahwa Zabuza Momochi, salah satu dari Kiri no Shinobigatana Shichinin Shū menjadi missing-nin.

Ia lalu memberikan beberapa ANBU misi untuk mengumpulkan informasi dari Kirigakure, mencoba untuk mengetahui situasi perang saudara disana.

Lalu setelah itu, ia langsung menuju Akademi untuk menemani Kushina dan Narumi untuk pendaftaran.

Ketika ia sampai di Akademi, tentunya, ia disapa banyak orang dan tentunya ia balik menyapa semuanya. Ia bisa melihat hampir semua ketua klan Konoha datang, membuat Minato ingat bahwa hampir semua anak ketua klan Konoha akan berada di tahun yang sama.

Ino-Shika-Cho, Klan Uchiha, Klan Hyuuga, Klan Aburame, dan juga anaknya…

'Generasi ini akan menjadi generasi yang spesial. Aku tahu itu.' Pikirnya.

Ketika ia masuk ke Akademi, seperti yang ia kira, gedungnya sangat penuh. Hari ini tepat sekali hari dimana pendaftaran murid baru terbuka, dan hari evaluasi bersama orang tua, untuk murid yang sudah berada di Akademi. Hari dimana masing-masing sensei tiap kelas memberikan laporan mereka tentang potensial anak mereka kepada orang tuanya, mengatakan apa yang harus anaknya pelajari lebih lanjut, kelebihannya, kekurangannya, dan yang lainnya.

Ia mengingat, waktu dulu yang mendatangi pertemuan seperti ini, mewakilinya, adalah Sandaime Hokage sendiri. Ia tersenyum mengingat semua itu. Awalnya ia bingung, kenapa orang sepenting Sandaime Hokage mewakilinya dalam pertemuan seperti ini, tetapi ia kemudian sadar kalau Sandaime Hokage sendiri mempunyai ketertarikan padanya. Melihat potensial yang ada dalam dirinya, sampai-sampai memasukinya kedalam tim dibawah Jiraiya sendiri.

Mengingat semua itu memberi kenangan kepada Minato.

Ia akan langsung menuju ke ruangan pendaftaran, bergabung dengan Kushina dan Narumi sendiri, jika ia tidak menemukan sesuatu yang menarik. Di tengah-tengah koridor, terlihat seorang anak. Dari pakaiannya yang tidak mempunyai insignia sebuah klan, memberikan Minato petunjuk bahwa anak ini bukan termasuk anggota klan.

Penduduk biasa, Minato pikir. Memikirkan itu, Minato mulai melihat sekeliling, mencoba melihat seseorang yang mempunyai karakteristik yang sama dengan anak itu, untuk mengetahui apa anak itu mempunyai orang tua atau tidak.

Walaupun tidak ada peraturan yang mengatakan kalau yatim piatu tidak boleh memasuki Akademi, jarang sekali ada yatim piatu, yang berasal dari panti asuhan, mempunyai keberanian untuk masuk Akademi Ninja. Kebanyakan yatim piatu lebih memilih kehidupan yang aman, kehidupan menjadi penduduk biasa, dan berbisnis. Kebanyakan bersekolah di Akademi untuk penduduk biasa, banyak juga yang akhirnya berakhir di jalanan.

Jadi, melihat anak ini, yang kemungkinan besar adalah seorang yatim piatu, membuat Minato merasa déjà vu. Apalagi dengan karakteristik anak itu yang sangat mirip dengannya. Rambut pirang berantakan…. Warna mata biru… kulit putih….

Minato pucat.

Ia… ia tidak mempunyai anak haram, bukan? Seingatnya, ia selalu loyal kepada Kushina. Dan pertama kalinya ia melakukan… uh.. itu-pun juga bersama Kushina. Hasil dari.. uh… perlakuan mereka itu adalah Narumi sekarang.

Minato menggelengkan kepalanya. Pastinya, bukan ia satu-satunya orang di dunia ini yang mempunyai kombinasi rambut pirang dan mata biru.

Melihat anak itu lagi, Minato membiarkan senyuman terukir di wajahnya. Ia tahu benar betapa sulitnya menjadi seorang yatim piatu yang tidak berasal dari klan ternama, untuk masuk ke dalam Akademi Ninja sendiri.

Iapun memutuskan untuk membantu anak itu.

Mengobrol dengan Naruto, membuat Minato lagi-lagi merasa déjà vu, tetapi kali ini, merasa melihat kejadiannya dengan perspektif orang lain. Ketika ia pertama kali masuk Akademi, ia juga sama seperti Naruto, melihat ke sekeliling dengan bingung, tidak tahu harus apa, sampai akhirnya, Sandaime-sama menghampirinya dan membantunya.

Ia kini merasa berada di posisi Sandaime-sama sekarang.

Ia masih ingat betul, bagaimana ia melihat Sandaime-sama dengan penuh kagum dan takjub, sama seperti bagaimana Naruto melihatnya sekarang.

Pada waktu kecil, ia sangat mengidolakan Nidaime Hokage. Kejeniusannya dalam membuat jutsu, kepintarannya, dan strateginya. Minato mengidolakan semua itu. Karena itu juga, ia menggunakan teknik yang dibuat oleh Nidaime sendiri, dan menyempurnakannya.

Teknik itu adalah Hiraishin.

Iapun bertanya-tanya, apakah sejarah akan terulang lagi.

Mengantar Naruto sampai ruangan pendaftaran, ia tidak terkejut melihat Naruto memandang sekelilingnya dengan penuh perhatian, sudah menyimpulkan bahwa ini pertama kalinya Naruto melihat bagian dalam Akademi Ninja.

Mereka yang berjalan satu sama lain juga menarik perhatian beberapa orang, karena kemiripan mereka berdua. Beberapa yang melihat lebih dekat lagi langsung menggelengkan kepala mereka, langsung menyadari walaupun dari jauh penampilan mereka lumayan mirip, jika dilihat lebih jelas lagi, penampilan mereka berdua sangat berbeda.

Rambut pirang Minato terlihat mempunyai nuansa lebih tua, sementara Naruto lebih cerah keemasan.

Mata biru Minato lebih seperti biru langit cerah di siang hari, sementara mata biru Naruto lebih terlihat seperti biru langit malam.

Wajah Minato yang berbentuk oval, dan wajah Naruto yang lebih mempunyai fitur yang tajam, walaupun masih mempunyai apa yang orang bilang 'lemak bayi'.

Sampai di depan ruangan pendaftaran, Naruto melihat kedalam ruangan yang terbuka itu dengan penasaran, ia melihat kearah Minato dengan ekspresi bingung sekaligus malu. Minato terkekeh sedikit, mengetahui bahwa Naruto masih tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Ruangan yang dimaksud terlihat seperti ruangan kelas seperti yang lainnya. Dengan meja dan bangku yang menaik ke atas seperti tangga, papan tulis di depan ruangan dan juga meja guru.

"Pergi ke orang yang berambut silver itu, dan isi formulirnya." Ucap Minato, menunjukan jarinya ke seorang Chuunin berambut silver yang mempunyai ekspresi bosan di wajahnya, ia sedang duduk di bagian kiri meja guru. "Setelah selesai, berikan formulirnya kepada pria di sampingnya," Minato menunjuk kepada lelaki berkulit coklat yang berada di samping orang berambut silver yang tadi. "Dia akan mengecek semuanya. Jika tidak ada yang salah, kau akan disuruh duduk untuk menunggu untuk dipanggil. Ketika dipanggil, kau akan diberikan formulir tes, tidak susah, hanya menyangkut beberapa pertanyaan medikal dan perjanjian."

Mendengar semuanya dengan penuh perhatian, Naruto mengangguk. Ketika sudah mengerti, Naruto memberikan Minato senyuman besar yang hangat. Ia lalu membungkukan badannya, memberikan hormat kepada Minato.

"Terimakasih, Yondaime-sama!"

Dan dengan itu, Naruto berjalan, dengan penuh determinasi kedalam ruangan. Minato tersenyum, kembali merasakan déjà vu, karena situasi yang sama pernah terjadi sebelumnya.

Iapun menggelengkan kepalanya, membersihkan pikirannya lagi. Menangkap figur Kushina dan Narumi dari jauh, Minato langsung menuju kesana.


Ketika Naruto memasuki ruangan, ia agak merasa lega karena semuanya sepertinya tidak menghiraukannya. Terlalu sibuk mengobrol dengan satu sama lain untuk melihat dirinya. Ia bisa merekognasi beberapa orang karena insignia klan mereka, atau ciri fitur klan mereka yang mencolok, seperti mata putih seorang Hyuuga.

Tidak menghiraukannya lagi, Naruto menuju kearah seorang chuunin yang dimaksud Yondaime-sama tadi. Sesampainya disana, ia melihat chuunin itu melihat kearahnya, dan kemudian menghiraukannya dan menguap.

Alis Naruto berkedut, merasa kesal atas perlakuan chuunin di depannya yang seenaknya menghiraukannya saja. Ia menghempaskan nafasnya dengan sabar.

"Ano…. Aku ingin mendaftarkan diriku kedalam Akademi." Ujarnya sambil menatap mata chuunin itu.

Chuunin itu hanya melihat Naruto, mengobservasinya, seolah ingin mengetahui ia berasal dari klan mana. Ketika tidak menemukan insignia sebuah klan, dan tidak melihat orang tua yang mendampinginya, chuunin itu mendengus.

"Yakin tidak salah tempat? Akademi Publik ada di pusat kota sana." Ucap chuunin itu, memberikan Naruto pandangan bosan.

Merasa kesal, Naruto hanya memberikan chuunin itu wajah impasif. Tidak ingin memperlihatkan ketidak sukaannya dengan chuunin itu secara terang-terangan.

Dengan singkat, Naruto menjawab, "Ya, aku yakin aku berada di tempat yang benar."

Chuunin itu melihat Naruto lagi, mengobservasinya, sebelum akhirnya menaikan pundaknya dan memberikan Naruto sebuah formulir.

"Isi semuanya dengan lengkap dan benar. Pastikan tidak ada kesalahan kata, dan periksa lagi sebelum memberikannya." Ucap chuunin itu dengan automatis, seolah sudah mengucapkan kata-kata ini beratusan kali, yang, jika dipikir-pikir, mungkin benar.

Mengambil formulir yang diberikan, Naruto membiarkan senyuman terukir di wajahnya. Mengambil pulpen yang disediakan, Naruto langsung saja mencoba melihat ke bangku yang masih kosong untuk ia isi formulirnya.

Melihat ada sebuah spot kosong disamping sebuah keluarga, Naruto langsung saja menuju kesana.

Sampai disana, Naruto bisa melihat lagi dengan jelas keluarga yang tadi ia maksud. Insignia di pakaian mereka menandakan bahwa mereka dari Keluarga Nara. Naruto berkedip dengan bingung, sekaligus terkejut, melihat keluarga Nara ini.

Anak lelaki mereka, yang Naruto asumsikan akan menjadi teman kelasnya, terang-terangan sudah tidur di meja. Ayahnya mempunyai postur santai dan menyender di bangku dengan kepala ke belakang, seolah ingin tidur. Ibunya, sedang berbicara sesuatu kepada sang ayah, tetapi jelas sekali sang ayah hanya mengabaikannya.

"Uh…." Gumam Naruto, mendapat perhatian penuh dari sang ibu, sementara sang ayah hanya melihat kearahnya dari ujung matanya.

Anak lelaki mereka masih jelas-jelasan tidur.

"Boleh aku duduk disini?" Tanya Naruto dengan senyuman malunya, menggesturkan kepada bangku kosong di samping mereka.

Sang ibu memberikan Naruto senyuman, sementara sang ayah hanya mengabaikannya, mencoba kembali tidur.

"Tentu saja!" Seru sang ibu. Ibu itu kemudian melihat menjitak anaknya, yang masih tertidur dengan keras, membuat anak itu terbangun. "Shikamaru! Jadilah anak yang sopan dan perkenalkan dirimu kepada anak manis ini!"

Naruto hanya sweatdrop melihat itu, sebelum ia kemudian duduk di bangku di samping anak yang bernama Shikamaru itu.

Mengusap-ngusap kepalanya yang tadi dijitak oleh ibunya, Shikamaru hanya memberikan ibunya sebuah glare, yang dibalas dengan glare yang lebih tajam 10 kali lipat, membuatnya menghela nafasnya dan menggumam, 'Mendokusei…'

Naruto hanya menaikan alisnya melihat antik keluarga di sampingnya.

"Mendokusei…." Ucap Shikamaru, sambil melihat kearahnya. Walaupun dengan mata yang malas, Naruto mengetahui Shikamaru kini sedang mengobservasinya, dari bagaimana matanya melihat ke wajahnya, lalu ke tubuhnya, mencoba mencari tahu apa yang spesial dari figur yang di depannya. Melesaikan observasinya, Shikamaru memperkenalkan dirinya. "Namaku Shikamaru Nara, senang berkenalan denganmu."

Sepertinya 'senang' yang ada di perkataan Shikamaru hanyalah sebuah kata biasa, karena terlihat sekali, Shikamaru tidak senang, lebih tepatnya, tidak perduli jika berkenalan dengannya. Dilihat bagaimana ia menguap setelah itu dan mengusap-ngusap matanya.

Walaupun begitu, Naruto tetap memberikan sebuah senyuman hangat kepada Shikamaru. "Namaku Naruto. Senang berkenalan denganmu juga, Shika." Ucap Naruto dengan ramah, sebelum akhirnya kembali fokus mengisi formulirnya.

Tidak melihat bahwa Shikamaru menaikan alisnya mendengar nama panggilan dari Naruto, sebelum akhirnya ia hanya menaikan bahunya, dan kembali mencoba berusaha untuk tidur.

Melihat formulirnya, isinya hanya dipenuhi oleh pertanyaan biasa, seperti nama, tempat tanggal lahir, letak tempat tinggal. Walaupun begitu, ada beberapa kolom pertanyaan yang unik, seperti 'mempunyai anggota keluarga Shinobi?' Naruto hanya mencentang kolom 'Tidak tahu'. Ada juga pertanyaan tentang kesehatan, sejarah penyakit yang pernah ia dapatkan, dan yang lainnya.

Selesai mengisinya, Naruto permisi dari Keluarga Nara, dan memberikan formulirnya kepada chuunin di samping chuunin berambut silver yang tadi, sebelum akhirnya kembali duduk di samping keluarga Nara.

Menunggu namanya dipanggil, Naruto melihat ke sekelilingnya, mencoba mengingat wajah teman sekelasnya nanti, jika ia diterima, dan ia harap ia diterima.

Yang paling menarik perhatiannya, tentu saja keluarga Yondaime-sama sendiri. Konoha bukanlah sebuah kerajaan, tetapi, keluarga Namikaze adalah keluarga yang paling dekat bisa dibilang sebagai keluarga royalty.

Karena kepopuleran Yondaime sendiri, yang, tidak seperti Hokage sebelumnya, lebih sering berada di publik dan menyapa penduduknya, Yondaime sangat populer di kalangan masyarakat. Begitupun juga keluarganya. Ketika mereka berada di luar, mereka selalu hampir dikerumuni oleh masyarakat yang ingin melihat mereka, bagaikan selebriti.

Namikaze Narumi sendiri, putri dari Yondaime-sama, sudah dianggap sebagai seorang… Ah.. apa namanya? Princess.

Disamping keluarga Namikaze, ada Keluarga Uchiha, dilihat dari insignianya. Naruto tidak tahu banyak tentang Klan Uchiha, hanya pengetahuan umum yang ia ketahui sepertti penduduk lainnya, tetapi, yang ia tahu, adalah gosip bahwa Itachi Uchiha, adalah seorang jenius yang hanya muncul seratus tahun sekali. Dalam umurnya yang masih 11 tahun, ia kini sudah menjadi chuunin, dan mencoba untuk memasuki ANBU atau dipromosi menjadi Jounin.

Keluarga Namikaze dan Uchiha sedang mengobrol dengan satu sama lain, diklihat dari postur mereka, mereka sudah akrab dengan satu sama lain. Terlebih lagi, ibu dari masing-masing Keluarga, sepertinya sedang berbicara pada satu sama lain seolah mereka adalah sahabat.

Putri mereka, sepertinya, lain ceritanya. Walaupun dari belakang pun, ia bisa mendengar pertengkaran antara Namikaze Narumi dan Uchiha Satsuki, dan dilihat dari ayah dan ibu masing masing yang sepertinya tidak khawatir atas perlakuan mereka, memberikan Naruto kesimpulan bahwa ini sudah menjadi kejadian sehari-hari.

Naruto menghela nafasnya.

Ia harap ia tidak tersangkut di tengah-tengah argumen mereka, melihat jika ia diterima, ia mungkin akan menjadi teman sekelas mereka berdua.

Di masa depan, ketika ia melihat balik lagi pada hari ini, ia akan berpikir kalau Kami mempermainkannya.


Keluar dari gedung Akademi, Naruto mempunyai senyuman puas. Ia diterima di Akademi, dan besok, ia resmi akan menjadi murid Akademi. Senyuman besar terukir di wajahnya. Ia sudah tidak sabar. Menjadi ninja…

Perasaan melankolis itu lagi menghampiri Naruto.

Kenapa? Kenapa ia berpikir menjadi Ninja? Menjadi Shinobi? Shinobi adalah karir yang berbahaya. Setiap hari mereka mempertaruhkan nyawa mereka demi desa. Mereka rela mati demi desa mereka. Demi melindungi desa mereka.

Kenapa Naruto memilih karir itu?

Ia bisa ke Akademi biasa, belajar menjadi pebisnis, hidup kaya, dan pensiun kaya. Tetapi ia tahu ia tidak akan bahagia dengan begitu.

Seolah… ia ditakdirkan menjadi Shinobi.

Naruto bukanlah orang yang mempercayai takdir.

Kalau begitu, kenapa? Kenapa ia mencoba melindungi desa ini?

Sesungguhnya, Naruto tidak tahu. Saat ini, ia hanyalah melakukan apa yang ia rasa benar. Ia hanya mengikuti instingnya. Instingnya mengatakan ia harus menjadi Ninja, dan ia mengikuti itu.

Go with the flow, kata mereka.

Naruto tidak tahu. Ia seperti berjalan tanpa tujuan, hanya tak perduli mengikuti jalan yang ada di depannya.

"Naruto-kun!" Renungannya terhenti, ketika ia mendengar suara familiar memanggilnya. Menengok kearah sumber suara itu, ia melihat Yondaime-sama, bersama keluarganya, menghampirinya.

Menghapus ekspresi melankolisnya, Naruto memberikan senyuman hangatnya kepada Yondaime-sama dan juga keluarga.

Ketika mereka sudah dekat, Naruto membungkukan badannya, memberikan hormat kepada Yondaime dan keluarganya.

"Yondaime-sama, Kushina-sama," Ucap Naruto dengan formal. Melihat Narumi, ia tersenyum ramah, "Dan tentu saja, Ojou-sama." Lanjut Naruto dengan canda, membuat Minato tertawa kecil, dan Kushina terkekeh sambil menutup mulutnya, mendengar seorang lelaki seumuran anaknya memanggil putrinya 'Ojou-sama', panggilan yang biasanya diberikan khusus untuk seorang putri kerajaan.

Sementara Narumi sendiri, ia kini memberikan Naruto glare, walaupun wajahnya yang memerah karena malu tadi membuat glare Narumi tidak semenakutkan seharusnya.

Oke, Naruto pikir. Mengejek putri dari Yondaime Hokage sendiri yang akan menjadi temen sekelasnya nanti bukanlah ide yang bagus, menurut Naruto.

"Siapa dia, Minato-kun? Kau mengenalnya?" Tanya Kushina penasaran, melihat anak di depannya dengan teliti.

Pertama kali melihat anak itu, Kushina langsung teringat dengan Minato waktu kecil. Postur tubuh yang ramah dan sopan, aura dewasa yang ia punyai walaupun masih seumuran dengan anaknya. Oh, dan juga, karakteristiknya yang mirip dengan Minato.

Jika Kushina tidak mengancam satu populasi wanita di Konoha yang mencoba merebut Minato darinya, ia sudah akan mengira bahwa anak ini adalah anak Minato sendiri. Tetapi melihat lebih dekat lagi, Kushina bisa melihat kalau anak ini, berbeda dari Minato saat kecil.

Pertama, anak itu tidak girly. Impresi pertama yang Kushina dapat ketika pertama kali bertemu dengan Minato pada saat itu di Akademi adalah fiturnya yang agak feminin. Tidak seperti Minato yang memanjangkan rambut pirangnya saat ia kecil, anak ini mempunyai rambut pirang yang pendek dan spiky, walaupun tidak terlalu jabrik kemana-mana seperti Minato. Rambut jabrik berantakannya lebih seperti perpaduan rambut Minato dan seorang Shisui Uchiha.

"Dia adalah Naruto. Aku bertemunya di koridor Akademi. Dia ingin mendaftar Akademi, tetapi tidak tahu ingin kemana. Jadi aku membantunya sedikit," Ucap Minato, mendapatkan pandangan 'O' dari Kushina.

"Idiot." Sela Narumi, yang berdiri di antara Minato dan Kushina dengan tangan yang terlipat di dadanya. Ia masih memberikan Naruto glare.

Jika mereka mengira Naruto akan membalas selaan Narumi, mereka sedikit terkejut melihat Naruto hanya menggaruk-garukan leher belakangnya sambil tersenyum dengan malu kearah Narumi.

Narumi, walaupun mempunyai penampilan yang mirip dengan ayahnya, mempunyai sifat seperti Kushina. Ia adalah orang yang blak-blakan, lebih memilih menyampaikan apa yang ia maksud dengan blak-blakan dan tanpa basa basi, kadang juga tidak memikirkan situasi keadaannya. Karena itu, kadang Narumi sering dibilang arrogant dan kasar, walaupun sebenarnya, ia hanyalah orang yang blak-blakan, seperti Kushina sendiri saat ia kecil.

"Ahahaha," Naruto tertawa dengan malu kearah Narumi. "Begitulah, Narumi-san. Tanpa ayahmu ini, aku tidak tahu aku akan bagaimana." Ucap Naruto.

Narumi, pertama kalinya melihat orang yang sepertinya tidak tersinggung atas ucapan blak-blakannya, hanya memalingnkan kepalanya dari Naruto sambil menggumam 'hmph!'

Pertama kalinya ia sangat dekat dengan seorang Narumi Namikaze, Naruto mengobservasinya. Dari fisik, Narumi sangat mirip dengan ayahnya, Minato. Mereka berdua mempunyai rambut pirang dan warna mata biru yang sama. Naruto mungkin masih 7 tahun, tetapi ia bisa melihat, kalau perempuan di depannya ini bisa dibilang mempunyai paras yang cantik. Dengan wajah yang bisa dibilang perpaduan antara kawaii dan cantik, rambut pirang sebahu, dan juga poninya yang dijepit agar tidak menghalangi wajahnya, Namikaze Narumi, Naruto dengan percaya diri bisa bilang, adalah salah satu perempuan tercantik yang pernah ia lihat.

"Ja-jangan melihatku seperti itu, idiot!"

Naruto mengedipkan kedua matanya, menyadari bahwa perempuan di depannya kini melihatnya lagi dengan glare yang lebih kuat, membuat Naruto tertawa dengan gerogi.

"Ahahaha, hanya saja, kau adalah salah satu perempuan tercantik yang pernah aku temui, Narumi-san." Ucap Naruto dengan penuh keluguan.

.

.

Hening.

Kata-kata itu tidak disampaikan dengan nada seolah ia ingin merayu, atau memuji Narumi. Ia mengatakannya dengan sopan dan jujur, seolah ia hanya sekedar mengatakan bahwa langit itu biru. Seolah mengatakan sebuah fakta yang sudah diketahui semua orang.

Naruto mengedipkan kedua matanya bingung, melihat wajah Narumi memerah seperti tomat. Matanya memandang Naruto sambil menganga, seolah tidak percaya dengan apa yang Naruto katakan.

Kushina terlihat menyeringai jahat sambil menggumam 'Fufufufufu…..'

Sementara Minato hanya terdiam terbeku. Tidak menyangka putri kesayangannya sudah akan diambil darinya di umur yang sangat dini seperti ini.

"A-APA M-MAKSUDMU MENGATAKAN I-ITU TIBA-TIBA I-IDOT?! ME-MENGATAKAN ITU KEPADA O-ORANG YANG BA-BARU KAU TEMUI! I-IDIOT! T-TIDAK TAHU MALU! GENIT!"

Naruto melebarkan matanya, melihat Narumi kini berlari kearahnya dengan kepalan tangan yang dinaikan, jelas sekali mencoba memukul Naruto.

Mengandalkan instingnya, Naruto hanya melakukan satu hal yang ia ketahui ketika melihat perempuan marah.

.

.

Lari.

Beberapa menit kemudian, terlihat Narumi yang masih sedang meencoba memukul Naruto, wajahnya masih memerah, sementara tangannya dengan liar mencoba memukul Naruto yang mencoba lari menghindari pukulannya, sekaligus memikirkan apa yang ia katakan untuk membuat Narumi sangat marah.

Menatap mereka berdua dari kejauhan, Kushina menempelkan tanganya ke mulutnya, mencoba menutupi tawanya melihat kelakuan dua anak itu.

"Fufufufu… Anak kita sudah besar, eh, Minato-kun?" Kushina berkata, sambil menengok kearah Minato, mendapatkannya bengong, dengan mata melebar dan mulut terbuka, seolah tidak percaya pada apa yang terjadi.

Mengambil komposurnya, Kushina melihat kearah Naruto dengan penasaran. Walaupun ramah pada anak-anak, ini pertama kalinya Minato terlihat mempunyai sebuah ketertarikan pada seorang anak, tidak mempunyai hubungan apa-apa dengannya. Naruto bukanlah anak dari temannya, bukan saudaranya, bukan anaknya. Hanya seorang anak biasa.

Ia melihat kearah Minato dengan penasaran, "Apa ada yang spesial dengan anak itu, Minato-kun? Ini pertama kalinya kau repot-repot membawa kita hanya untuk berkenalan dengan seorang anak, anak yatim piatu juga, lagi. Apa yang spesial dengannya?" Tanya Kushina penasaran.

Minato hanya melihat Kushina sebentar, sebelum akhirnya memandangi langit dengan mata nostalgia.

"Tidak ada yang spesial dengannya," Ucap Minato dengan senyuman. "Dia hanya mengingatkanku pada diriku sendiri saat aku seumurannya. Seorang yatim piatu tanpa afiliasi klan, mencoba masuk Akademi Ninja." Minato berhenti, melihat kearah Naruto lagi, yang masih lari dari kejaran Narumi sendiri. "Ya, tidak ada yang spesial dengannya…" Gumam Minato.


Hari masih siang, ketika Naruto pulang dari Akademi. Melihat dari posisi matahari, Naruto menduga kalau ini masih sekitar jam 2 siang. Setelah menyelesaikan kesalah pahamannya dengan Narumi (sampai saat ini ia masih tidak tahu apa yang ia katakan yang membuat Narumi marah), ia mengobrol sebentar dengan keluarga Yondaime-sama.

Mereka adalah definisi dari keluarga yang sempurna, Naruto bisa bilang. Ketika mereka bersama satu sama lain, Naruto bisa melihat kebahagiaan yang memancar dari mereka bertiga.

Kadang, itu membuat Naruto iri, melihat mereka sangat bahagia, sementara dirinya hanya sendiri, tidak mempunyai seorang keluarga satupun.

Setelah itu, ia mengobrol sedikit dengan Narumi. Naruto menyadari, setelah kau melewati fase 'Narumi yang kasar', seperti apa yang ia bilang, Narumi adalah perempuan yang sangat pemalu, dan tidak tahu caranya bergaul, sepertinya. Terlihat jelas dari bagaimana ia kadang bingung mengatakan apa, dan seolah berpikir apakah ia harus mengatakan ini atau tidak. Naruto menyadari, Narumi adalah orang yang blak-blakan. Lebih suka berkata tanpa basa-basi, daripada menghaluskan kata-katanya.

Hanya dari berbicara sebentarpun, Naruto mengetahui banyak tentang Narumi.

Dari bagaimana ia kadang berbicara dengan cepat dengan gerogi ketika ia ditanyakan sesuatu yang sensitif, pertanda bahwa ia tidak percaya diri.

Dari bagaimana Narumi sama sekali tidak ingin melihat matanya ketika ia mengobrol.

Naruto hampir mengira ia bipolar, karena kadang Narumi bisa kasar dan blak-blakan, dan kemudian menjadi pemalu beberapa menit kemudian.

Menggeleng-gelengkan kepalanya, Naruto melihat kearah langit lagi, bingung apa yang harus ia lakukan untuk menghabisi hari-harinya. Berpikir bahwa besok ia akan masuk ke Akademi, Naruto mengira, mungkin tidak ada salahnya untuk mampir ke perpustakaan, untuk belajar beberapa hal lebih dahulu, agar ia tidak terlalu kebingungan ketika sensei menjelaskan sesuatu.

Perpustakaan publik di Konoha hanyalah mengandung informasi dasar biasa. Mereka hanya mengandung buku- buku dasar biasa, tidak mempunyai buku-buku yang terlalu bahaya untuk penduduk biasa. Buku-buku yang mendetilkan tentgang cara membuka chakra, melakukan ninjutsu, dan lainnya, ada di perpustakaan Shinobi yang, tentu saja, hanya boleh dimasuki shinobi.

Sesuatu yang logikal, menurut Naruto.

Karena itu, ketika masuk perpustakaan, Naruto tidak berekspektasi banyak. Ia hanya ingin mengetahui dasar chakra, dan sebagainya.

Pada akhirnya, ia hanya mengambil beberapa buku. Satu tentang sejarah Shinobi secara keseluruhan (Naruto mempunyai keyakinan, jika ia ingin menjadi atau belajar sesuatu, ia setidaknya harus tahu kenapa suatu itu diciptakan atau dasar dari suatu itu), lalu buku tentang penjelasan apa itu chakra, sistem militaristik desa ninja (ia rasa ia harus mengetahui tentang sistem sebuah desa ninja jika ia ingin menjadi seorang ninja sendiri), beberapa buku pengertian dasar tentang macam-macam teknik ninja, seperti ninjutsu, genjutsu, taijutsu, dan yang lainnya.

Naruto berpikir, jia ia ingin menjadi ninja, ia harus mengetahui segala hal tentang ninja. Apa itu chakra, bagaimana jutsu terbuat, bagaimana suatu jutsu bisa menjadi suatu justu. Apa yang membuat ninjutsu dan genjutsu sangat berbeda, walaupun mereka sama-sama memakai chakra.

Tanpa Naruto ketahui, tidak banyak orang yang menyibukan dirinya untuk mengetahui dasar dari dasar, seperti Naruto. Tidak banyak orang yang ingin mengetahui bagaimana chakra terbuat, dan bagiamana ninjutsu terbuat. Majoritas orang hanya mengasumsikan bahwa itu sudah menjadi pengetahuan umum, dan tidak ingin mengetahuinya. Majoritas orang hanya melakukan jutsu seperti bagaimana mereka diinstrukan, tidak pernah berpikir kenapa mereka harus melakukan itu.

Naruto tidak menyadarinya, tetapi Nidaime Hokage, Sandaime Hokage, dan juga Yondaime Hokage sendiri, memulai jalan ninja mereka seperti Naruto sendiri. Dengan rasa penasaran apa yang membuat seorang Ninja itu, Ninja.


Ketika Naruto membaca buku tentang Jutsu, ada sebuah paragraf yang menarik perhatiannya.

Tanpa pengendalian chakra yang baik, seorang ninja akan memproduksi teknik yang tidak efektif dan lemah, yang akan membuat mereka kehabisan chakra dengan cepat. Untuk memudahkan memanipulasi chakra, bisa digunakan segel tangan (hand seals). Dengan segel tangan ini, pengguna bisa mengontrol chakra dan teknik mereka agar lebih efisien. Teknik yang berbeda membutuhkan segel tangan yang berbeda.

Naruto tahu ninja membutuhkan segel tangan untuk melakukan teknik. Itu adalah pengetahuan umum. Tetapi ada sebuah kalimat spesifik yang menarik perhatiannya.

Untuk memudahkan memanipulasi chakra, bisa digunakan segel tangan (hand seals).

Kalimat itu membuat Naruto berhenti sejenak. Entah ini hanya kebetulan, atau memang penulisnya tidak mempunyai inten seperti itu, tetapi kalimat ini seolah menandakan sesuatu.

Bahwa ninja bisa memanipulasi chakra mereka tanpa segel tangan. Melakukan jutsu tanpa segel tangan. Jika segel tangan hanyalah digunakan untuk memudahkan, berarti tidak ada indikasi sama sekali bahwa teknik yang menggunakan segel tangan akan menjadi lebih kuat. Memakai segel tangan hanya membuat penggunanya lebih mudah memanipulasi chakranya untuk melakukan teknik tersebut.

Berarti, jika seseorang mempunya chakra control yang sangat sempurna, berarti mereka bisa melakukan sebuah jutsu tanpa melakukan segel tangan?

Itu sangat efektif, menurut Naruto. Ketika membaca semua ini, Naruto mengasumsikan, karena ketika menggunakan jutsu seorang ninja harus memakai segel tangan, pada saat itulah dia terbuka untuk serangan. Ketika ninja mencoba melakukan sebuah jutsu, mereka tidak terlindungi. Tangan mereka terpakai, mereka tidak bisa apa-apa. Naruto kemudian mengasumsikan, karena itulah banyak Shinobi yang berlatih untuk menurunkan sekuensi segel tangan yang dibutuhkan oleh sebuah teknik, atau mencepatkan kecepatan tangan untuk melakukan sebuah teknik.

Tetapi jika seorang shinobi mempunyai control yang sangat sempurna atas chakranya, mereka, dengan theory, bisa melakukan sebuah jutsu tanpa harus mengandalkan segel tangan.

Sangat efektif, menurut Naruto.

Dan untuk mempunyai control chakra yang sempurna, harus sudah terlatih mengontrol chakra sejak kecil, agar lebih terbiasa. Itu membuat Naruto menghela nafasnya. Ia bahkan belum membuka chakranya. Ditambah lagi, tidak ada instruksi untuk membuka chakra di perpustakaan publik ini. Buku seperti itu mungkin berada di perpustakaan Shinobi Konoha, membuat Naruto menghela nafasnya lagi. Sepertinya ia harus mengambil buku tentang undang-undang dan hukum yang ada di Konoha, untuk setidaknya mencari tahu, apa seorang murid Akademi sudah mempunyai akses ke perpustakaan Shinobi.

Naruto sudah memutuskan, hal yang pertama yang akan ia lakukan setelah membuka chakranya adalah, belajar untuk mengendalikannya dengan efektif. Jika ia mempunyai chakra control yang sempurna, ia, dengan theory, bisa menggunakan sebuah jutsu tanpa harus menggunakan segel tangan. Keuntungan seperti itu terlalu bagus untuk dilewatkan.

Ketika Naruto sudah keluar dari perpustakaan, ia menyadari, kalau hari sudah mulai ingin gelap. Naruto tidak terkejut. Ia menyelesaikan 3 buku sekaligus, dan harus meminjam beberapa buku untuk ia pelajari nanti di kamarnya di dalam panti asuhan.

Untung saja pustakawannya cukup berbaik hati untuk memberikannya tas untuk membawa buku-buku yang ia pinjam. Jika tidak, ia akan kesulitan membawa 4 buku yang cukup besar dari perpustakaan sampai ke panti asuhan.

Melihat langit yang senja, Naruto tersenyum. Hari ini adalah hari yang bagus. Ia masuk ke akademi, bertemu dengan idolanya, Yondaime Hokage, dan belajar sedikit tentang dunia ninja.

Berjalan dengan sebuah senyuman, Naruto mulai menuju ke arah panti asuhan, bingung ingin begadang untuk membaca buku-bukunya, atau tidur cepat agar besok tidak telat untuk hari pertamanya di Akademi.

To Be Continued….


Ah, selesai juga. Udah berapa lama saya gak mampir ke Fanfiction? 2 tahun? Damn.

Pertama, ya. Ini untuk kalian, kalian yang saya tahu adalah seorang author expert, ya, chapter pertama ini sangat… bland. Kosong, bisa dibilang. Terlalu banyak deskripsi, dan sama sekali tidak ada pengembangan atau pengenalan karakter utama. Ya, aku tahu. Ini adalah prolog, aku berencana untuk memulai segala pengembangan karakter dan storyline di chapter selanjutnya. Ini hanya sebuah introduksi ke sifat dan tujuan Naruto.

Seorang anak yatim piatu biasa yang ingin menemukan jalannya di dunia ini.

Aku mendapatkan ide untuk menulis fic ini ketika melihat, lama-lama, Kishimoto mengubah inti cerita Naruto.

Aku gak tahu apakah Cuma aku doang, tetapi aku menganggap inti cerita Naruto adalah cerita tentang bagaimana walaupun kita terlahir dengan keadaan yang buruk, bukan siapa-siapa, kita masih bisa berjuang untuk melampaui mereka yang sudah terlahir dengan talenta dan keadaan yang bagus.

Sebuah cerita yang memakai inti, kerja keras mengalahkan talenta.

Tetapi lama kelamaan, keliatan banget kalau Naruto punya banyak bantuan. Dari chakra Kyuubi, sampai bahwa ternyata dari awal, ia adalah reinkarnasi dari Ashura, anak dari Rikudou Sennin sendiri.

Itu membuat inti cerita Naruto, bagi saya, hancur. Harusnya ini cerita yang mengkisahkan tentang seorang shinobi yang tidak bertalenta, bukan siapa-siapa, yang melawan segala rintangan, untuk menjadi shinobi terbaik. Tetapi ternyata dari awal Naruto adalah reinkarnasi Ashura. Dia adalah anak dari Yondaime Hokage. Dia mempunyai Jiraiya, sebagai 'paman'nya.

Karena itulah, terbentuk cerita ini. Naruto disini hanyalah yatim piatu biasa. Ia tidak mempunyai keluarga yang spesial, tidak mempunyai orang spesial yang berhubungan dengan keluarganya. Ia hanyalah Naruto, anak yatim piatu biasa. Ini kisah tentang orang yang bukan siapa-siapa, mencoba salah satu shinobi terhebat di eranya, dengan kerja kerasnya, dan kejeniusannya.

Seperti kisah Minato, seorang yatim piatu tanpa nama, yang kini menjadi Yondaime Hokage. Cerita ini akan seperti itu.

Tenang, ya, Naruto akan kuat. Ia tidak akan menjadi lemah. Tetapi 'kuat' Naruto disini adalah bagaimana 'kuat'-nya Shikamaru ketika melawan Temari. Naruto ga mempunyai chakra yang besar seperti Narumi, dia tidak mempunyai stamina yang gak habis-habis, dan dia juga gapunya ribuan Kage Bunshin yang bisa ia jadiin jalan pintas buat memasteri suatu teknik.

Oke, berarti lemah, kalian bilang.

Tidak. Satu kata untuk mendeskripsi kuatnya Naruto disini adalah:

Efektif. Naruto akan bertarung dengan efektif, karena itu, seperti yang kalian lihat, aku merencanakan Naruto untuk memasteri chakranya sampai dipoin bahwa ia bisa melakukan jutsu tanpa segel tangan, karena itu efektif. Semua yang ia lakukan ketika bertarung sudah dikalkulasikan, tidak ada gerakan yang tidak berguna, dan membuang-buang waktu, semua gerakan sudah terhitung.

Itu. Aku ingin membuat Naruto sebagai petarung yang efektif.

Oke sekedar itu saja yang ingin saya sampaikan, dan selanjutnya


Frequently Asked Question:

Umur? – Mengikuti canon. Naruto dan Konoha 12 sekarang 7 tahun. Perbedaan umur mereka dengan karakter lain sama seperti di cannon, tidak ada yang diubah.

Pairing? – Ah, pertanyaan yang paling ditanyakan. Seperti yang kalian lihat, aku merencakan pairing Naruto/Fem!Naru disini. Pairing itu sudah pasti. Tapi akan ada beberapa perempuan yang suka sama Naruto, tentunya tanpa Naruto tahu untuk comedic purposes, tentu saja. Aku berencana untuk menambahkan Satsuki (Fem!Sasuke) ke pairingnya. Bagaimana menurut kalian?

Orang tua Naruto? – Yang pastinya, mereka bukanlah karakter penting atau berasal dari salah satu klan kuat. Mereka hanyalah orang biasa.

Keadaan di desa? – Sandaime Hokage masih hidup. Danzo dan para tetua masih ada. Ada Jiraiya, dan Tsunade masih di luar desa. Orochimaru missing-nin, seperti biasa. Jadi, secara dasar, sama seperti canon.

Fokus genre cerita? – Cerita ini akan fokus ke genre Adventure, dengan beberapa adegan romcom (romance comedy) di sela-selanya.

Kenapa Yondaime tertarik dengan Naruto? – Naruto hanya mengingatkannya dengan dirinya sendiri ketika ia masih kecil dan yatim piatu.


Kotak (meminta) Saran:

Ah, aku masih bingung untuk memberikan sifat apa kepada karakter Satsuki (Fem!Sasuke). Awalnya aku merencanakan membuat Satsuki sebagai cewek Kuudere (Karena ditambah dengan Narumi yang Tsundere, bakal lucu jika mereka berdua memperebutkan Naruto), tapi aku masih bingung. Gimana menurut kalian? Atau akan sama aja seperti cannon Sasuke? Gimana pendapat kalian? :/

Dan yang lainnya, aku berencana untuk memberikan Naruto figur adik perempuan. Mereka ga berhubungan darah, hanya saja Naruto melihat dia sebagai adik, dan dia melihat Naruto sebagai kakak, agar setidaknya, Naruto tidak terlalu kesepian. Gimana menurut kalian?


Spoiler kecil untuk setidaknya membuat kalian penasaran dengan kelanjutan cerita ini (desperate box :')):

Naruto akan spesialis dalam Jikukan Ninjutsu, atau bisa disebut, jutsu ruang dan waktu. Dan tidak, aku tidak merencanakan mencoba membuat ''''Hiraishin''''' versi Naruto.


Hal tidak penting yang aku ingin komplain:

Fandom Fanfic Naruto sepertinya sudah mati. Jarang sekali saya liat fanfic bergenre adventure yang berkualitas di fandom Naruto, inggris maupun indonesia. Sekarang hanya dipenuhi romance…

Semoga saja fic abal saya ini bisa membangkitkan fandom Naruto bergenre action adventure..


See ya later