Daddy's Baby

.

Characters belong to Masashi Kishimoto.

.

This Is SasuHina Story!

Alternative Universe! SUPER Out Of Character! Plot Rush! Unbetaed! Grammatical Errors! Typical Errors!

You've been warned!

.

.

.

"Kau brengsek! Aku menunggumu semalaman!"

Begitulah permulaan di setiap hari Minggu Sasuke, selalu begitu, selama hampir setahun ini.

Sasuke berjalan dengan separuh nyawanya menuju dapur untuk berhadapan dengan mesin kopi yang telah ia sediakan disana. Dengan secangkir kopi di tangannya ia kembali bergerak ke meja makan, ponselnya masih setia menempel di telinga. Dan dengan mata separuh tertutup itu, hanya Tuhan yang tahu apakah Sasuke benar-benar masih mendengarkan apapun yang dikatakan orang di seberang telepon.

"Aku tidak memintamu untuk menungguku, Sayang," ujarnya enteng.

"Ya Tuhan! Kau bahkan tidak ambil pusing untuk tak mengatakan maaf?!" lawan bicara Sasuke terdengar murka.

Sasuke menghela nafas panjang sambil menguap. "Baiklah, baiklah. Aku minta maaf."

"Urrgg!" Sakura mengerang di ujung telepon. "Kau menyebalkan!"

"Tidak. Aku hanya mengantuk. Bisakah kau lanjut mengomeliku lagi nanti, Sayang?" tanyanya, masih dengan nada yang seringan kapas.

"Brengsek!"

"Ya, aku juga mencintaimu," Sasuke menunggu Sakura memutuskan sambungan teleponnya sebelum meletakkan ponselnya di meja makan dan menyuapi dirinya sendiri dengan sesendok sereal yang entah kapan ia buat.

Uchiha Sasuke memiliki hidup yang sempurna. Well, mungkin tak begitu sempurna namun cukup memuaskan. Ia tak memiliki hal apapun untuk dikomentari dan ia juga cukup senang dengan apa yang ia jalani. Ia memiliki pekerjaan bagus dengan bayaran yang cukup tinggi juga kebebasan dalam hidupnya. Jadi apa lagi yang kurang untuk ia minta? Soal cinta, Sasuke bukanlah orang yang akrab dengan hal romantis tanpa bantuan alkohol, ia berasumsi bahwa tak ada hubungan yang akan bertahan selamanya, jadi buat apa berusaha bertahan? Mungkin itu yang membuat Sakura, kekasihnya, mudah meledak.

Bunyi bell apartemennya membuat Sasuke mengangkat kepala, matanya menatap kesal ke arah pintu masuk. Siapa manusia yang memiliki pemikiran untuk mengganggunya di Minggu pagi ini? Apa mungkin iblis kesayangannya, Sakura, memutuskan untuk menghadapi Sasuke langsung dan akan mencoba memecahkan kepala Sasuke karena telah melupakan janji makan malam dengan orang tuanya? Sasuke berdiri dan berjalan menuju pintu, membukanya untuk kemudian menemukan sosok asing di hadapannya.

"Hai, Sasuke," seorang wanita bersurai indigo, mungkin seumuran dengannya dan tinggi–setidaknya hampir setinggi Sakura, tersenyum ke arahnya.

Sasuke mengangkat alisnya tak paham sebelum matanya mendarat pada makhluk lain yang wanita itu bawa di gendongannya. Gemuk dan bantat. Tidak, sejujurnya makhluk itu manis. Hanya saja Sasuke memiliki alergi yang berlebihan terhadap bayi ataupun anak-anak. Mengingat bahwa ia pernah menjadi salah satu makhluk seperti mereka sudah cukup untuk membuatnya bergidik.

Sasuke mengembalikan pandangannya ke arah wanita asing itu. Dan saat itu Sasuke tak dapat membohongi dirinya sendiri bahwa ia sudah mutlak menilai wanita itu dengan kata 'seksi'.

"Hai. Ada yang bisa kubantu?" tanya Sasuke, alisnya menukik heran.

Senyum wanita itu sedikit memudar. Dan perhatian Sasuke sedikit teralihkan saat bayi yang digendong wanita itu bersuara.

"Chupunyuu," Sasuke menyadari perhatian makhluk bundar itu tertuju padanya melihat cara makhluk itu menyodorkan jari-jari gemuknya ke arah Sasuke.

"Uhh... kau tidak mengingatku?" wanita asing itu balik bertanya.

"Apa aku harus mengingatmu?" Sasuke memutar bola matanya, melawan dirinya sendiri agar tak maju dan menggigit jemari si bayi yang sejak tadi menantangnya.

"Aku... Hinata," wanita itu mengangkat separuh alisnya.

"Nyuututupu," si bayi kembali bersuara, namun Sasuke tetap mencoba memberikan perhatiannya kepada Hinata–atau siapapun namanya– dan mencoba menemukan apa yang ingin wanita itu sampaikan padanya.

"Oh hai, Hinata. Tapi sepertinya aku memang tidak mengingatmu," Sasuke memiringkan kepalanya ke samping, tangan menyilang di depan dadanya. "Omong-omong, bayi yang lucu," tambah Sasuke.

"Oh yah, terima kasih," balas Hinata. "Omong-omong, dia bayimu," tambah Hinata lagi.

Sasuke berkedip tiga kali kemudian... "Hahahaa! Kau lucu!" tawanya cukup keras. "Kupikir tadi aku mendengar kau mengatakan bahwa dia adalah bayiku!" Sasuke menyeka sudut matanya yang berair karena tertawa.

Ekspresi yang Hinata berikan tak berubah, tetap serius, membuat tawa Sasuke perlahan semakin mengecil dan akhirnya menghilang.

"Bisakah kita membicarakan hal ini di dalam?" tanya Hinata setelah Sasuke berhenti tertawa.

"Tidak! Apa maksudmu?! Apa kau gila?!"

"Aku memberimu pilihan. Kita bicarakan hal ini di dalam rumahmu atau di kantor polisi."

"Apa... shit!" pandangan Sasuke otomatis tertuju pada makhluk gemuk yang kini tengan menghisap kepalan tangannya sendiri.

Tidak. Tidak mungkin. Tidak mungkin bahwa makhluk gemuk berlemak itu adalah bayinya! Tidak mungkin!

..

...

..

"Baiklah. Bagaimana... ini bisa terjadi?" Gaara menatap bayi yang kini tengkurap di atas karpet apartemen Sasuke. Nada pertanyaannya sungguh menyuarakan kebingungan, ditambah dengan ekspresi wajahnya yang memperlihatkan keningnya yang berkerut hampir menyambungkan kedua alisnya—yang sangat tipis itu.

Sedangkan Sasuke, yang juga kebingungan atas hidupnya yang baru saja berputar ke arah yang sama sekali tak ia duga, masih duduk seakan tak meladeni pertanyaan Gaara. Matanya juga masih lekat menatap makhluk kecil di hadapannya dengan tatapan tak percaya.

"Uh, kau tahu, Gaara," Sasuke bergumam kecil, seakan detik itu adalah detik penghabisan jiwanya. Matanya masih menatap antara bingung dan geli terhadap si bayi yang kini tengah menguyah mainan karet miliknya. "Aku bermain dengan tongkat ajaib milikku, meletakkannya dengan begitu cerobohnya di lubang donat dan-"

"Ya Tuhan! Aku tidak bertanya bagaimana kau membuat bayi ini! Aku tahu proses pembuatan bayi," Gaara memutar bola matanya mendengar penjelasan tak rampung Sasuke. "Yang aku tanyakan adalah, memangnya apa yang salah di sini?" Kini mata Gaara melebar, bebarengan dengan lekung bibirnya yang memanjang menahan seringaian.

Sasuke melempar tatapan tajam. "Kau pikir ini lucu?"

"Mwehh," si bayi melenguh, berhenti mengunyah mainan karet yang ada di genggamannya lalu menyodorkannya ke arah Sasuke.

"Urrrggghh!" Sasuke mengangkat tangannya hanya untuk menjambak rambutnya sendiri. "Aku ingin membunuh diriku sendiri!"

"Jangan mati sekarang," timpal Gaara. "Kau masih harus mengganti popok bayimu," lagi, Gaara menahan kikikannya.

"Dia bukan bayiku!"

..

...

..

"Itu kenyataannya!" Hinata berteriak di hadapan Sasuke, kehilangan kontrol dirinya setelah lebih dari satu jam bercekcok dengan lelaki itu. "Berhenti mengatakan bahwa dia bukan anakmu!"

"Baiklah. Bukan! Bukan! Bukan! Dia bukan anakku!"

Hinata memicingkan matanya. "Sungguh kekanakan," gumamnya tajam, setajam tatapan mata ametisnya ke oniks Sasuke. "Apa kau ingin aku menyeretmu ke pengadilan? Melayangkan gugatan bahwa kau yang tak bertanggung jawab atas anakmu sendiri?"

"Pichucoo," Sasuke hampir terlonjak saat sesuatu menyantuh kakinya. Pandangannya turun ke bawah dan mendapati makhluk berlemak itu kini bergelayut di kakinya. Sasuke ingin berlari, sungguh, tapi tentu ia tak bisa menendang begitu saja makhluk lemah yang bahkan belum bisa berjalan itu.

Sasuke kembali mengangkat pandangannya untuk menatap Hinata. "Dengar. Aku bahkan tidak mengenalmu dan kau tiba-tiba muncul membawa seorang bayi dan mengklaim bahwa dia adalah anakku?" Sasuke mengangkat sebelah alisnya. "Baiklah, mungkin di salah satu fase hidupku, aku pernah terlibat hubungan satu malam denganmu tapi aku tidak begitu bodoh untuk tidak menggunakan pengaman," jelas Sasuke percaya diri.

"Baiklah," Hinata berdiri, meraih bayinya dan mengangkatnya dari lantai. "Seperti yang kukatakan sebelumnya, kita lakukan tes DNA. Dan kita akan tahu Kazu benar-benar anakmu atau bukan."

"Chuuchuu!" Kazuki berguncang senang secara tiba-tiba mendengar namanya disebut.

Sasuke melirik Kazuki sekilas kemudian kembali menghadap Hinata. "Apa alasanku mau melakukannya?"

"Karena aku yakin kau tak ingin menguras rekening tabunganmu untuk membayar tuntutanku nantinya."

..

...

..

"Dan?" Gaara cukup terhibur dengan cerita dramatis babak baru dari kehidupan Sasuke.

"99,8% cocok," Sasuke mendesah, menenggelamkan wajah di telapak tangannya sendiri sedangkan Gaara kehilangan kendali untuk tak melepas tawanya.

"Lalu apa yang terjadi?"

"Kau pikir aku sedang mendongeng?" Sasuke memicingkan matanya, melempar tatapan kesal ke arah Gaara. "Si jalang itu! Aku tidak tahu apa rencananya tapi aku akan menyingkirkannya secepatnya."

Gaara mengangguk ringan. "Lalu apa yang dilakukan bayi ini sekarang di apartemenmu. Ah tunggu... apa dia punya nama?"

"Aku tidak peduli siapa namanya!" Sasuke menatap tajam Kazuki yang tengah mengetukkan mainan figur yang dipeganggnya ke lantai. Ini baru hari pertama dan Sasuke hampir kehilangan akal sehatnya karena bayi itu. "Aku memanggilnya Dumpy-chunky-dam-bup," gumam Sasuke menambahkan.

"Oh... jadi kau menamainya Uchiha Dumpy-chunky-dam-bup?" suara tawa Gaara kembali mengisi ruangan. "Omong-omong, Hinata–uh aku tidak salah menyebutkan namanya bukan?–meninggalkannya bersamamu?"

"Diam! Dia tak mengatakan apa sebenarnya yang dia inginkan, dia hanya mengatakan padaku untuk menjaga gumpalan lemak ini untuk beberapa saat. Ya Tuhan, sungguh, aku ingin membunuh wanita itu!"

"Chupi," gumam Kazuki namun masih dapat didengar baik oleh Sasuke maupun Gaara.

Kedua perhatian orang dewasa tersebut tertuju pada Kazuki. Dan mata Sasuke seketika melebar melihat jemari kecil Kazuki menyentuh 'jari lain' yang dimilikinya sebagai anak laki-laki dan mulai memainkannya.

"Ya Tuhan! Apa yang dia lakukan?!" Sasuke menatap bayi itu dengan tatapan horor, dalam hati ia merutuki dirinya sendiri yang tak segera memasangkan Kazuki popok baru.

"Aku harus mengatakan ini, tapi sepertinya kelakuannya akan mirip denganmu," Gaara menjawab Sasuke.

"Puchucho," Kazuki mulai merangkak menjauh, memperlihatkan bokongnya yang memang belum dilapisi apapun untuk menutupinya.

"Uh," Sasuke memiringkan kepalanya, matanya mengikuti gerakan Kazuki yang semakin menjauh. Ia berkedip dua kali sebelum akhirnya memekik. "Dia kabur!"

"Uh.. Sasuke.. dia hanya merangkak.. kau masih bisa mengejarnya," Gaara memutar bola mata melihat Sasuke yang mendadak bertransformasi menjadi drama queen.

"Bayi itu mencoba kabur!" pekik Sasuke lagi, kini ia sudah berlutut di lantai siap ikut merangkak mengejar Kazuki. "Gaara! Bantu aku! Dia lebih sulit ditangkap daripada seekor ayam!"

"Kau berlebihan, brengsek!"

Sasuke pada akhirnya menangkap Kazuki dan mengangkatnya sebelum medudukkannya di sofa. "Kurasa aku harus menelpon Sakura. Dia pasti tahu sesuatu untuk menjinakkan bayi."

"Oh... kau sudah memberitahukan Sakura?" tanya Gaara.

"Begitulah."

"Bagaimana reaksinya?"

..

...

..

"Ya Tuhan, Sasuke! Itu menakjubkan!"

"Uh... apa?" Sasuke merasa salah mendengar respon kekasihnya itu karena ia benar-benar sudah memprediksikan Sakura akan memutuskannya dengan bumbu drama yang agak berlebihan setelah mendengar pengakuannya ini.

Sakura tersenyum lebar dan menguncikan lengannya di lengan Sasuke. "Aku hampir tidak mempercayai ini," ujarnya, masih dengan senyum lebarnya, membuat Sasuke semakin bingung atas keadaan kala itu. "Akhirnya. Setidaknya aku tahu kau bisa menjadi lelaki yang bertanggung jawab, Sasuke."

"Sayang, kurasa kau salah memahami semua ini," Sasuke mengangkat alisnya heran. "Aku membuat seorang bayi. Bersama orang asing. Dua tahun lalu. Dan kau berbahagia atas itu?"

"Lalu? Intinya adalah kau memiliki seorang anak. Dan kau akan menjadi ayah yang baik untuknya, bukan?"

Sasuke berkedip dua kali. "Apa?"

"Sasuke," Sakura menghembuskan nafas panjang, kemudian kembali tersenyum. "Orang tuaku berpikir kau terlalu bebas dan tak bertanggung jawab. Dan kupikir sekarang adalah kesempatanmu untuk mematahkan asumsi mereka. Buktikan kau bisa mengatasi masalah dengan serius. Jadilah ayah yang baik, aku takkan melarangmu. Aku juga menginginkan pendamping hidup yang bertanggung jawab, kau tahu."

..

...

..

"Kau benar-benar hancur, Sasuke," untuk kesekian kalinya Gaara menertawakan kisah sahabatnya itu.

"Chunky! Diam!" Sasuke mulai mengomel kepada Kazuki yang tak mau berhenti berguncang di atas sofa.

"Chuuupoo," balas Kazuki, seakan memprotes Sasuke.

Sasuke memutar bola matanya kemudian menghadap Gaara. "Dan aku harus menjaganya setiap sore hari!" ujar Sasuke kesal dilegkapi dengan bahasa tubuh menunjuk ke arah Kazuki.

"Bagaimana jika kau tidak mau?"

"Itu artinya aku harus bermalam di penjara."

"Nyunyehh," protesan kembali dilayangkan Kazuki dan Sasuke merasa telah kehilangan seluruh energinya hanya dengan mendengar bayi itu bersuara. "Nyuuuuh," Kazuki menyodorkan tangannya menunjuk tablet milik Sasuke yang sengaja diletakkan di atas meja.

Kazuki merangkak ke arah Sasuke dan Sasuke hanya menatapnya, membiarkannya melakukan apapun yang dia inginkan. Kazuki kemudian menyentuh kaki Sasuke yang tengah bersila di atas karpet, ia mendongakkan kepalanya, seakan ingin melihat reaksi Sasuke. Dan setelah beberapa detik Sasuke tak melakukan apapun, Kazuki mulai memanjat naik dan duduk di pangkuan Sasuke.

"Ewwhh... Gaara! Jauhkan benda ini dariku!"

Tak mengerti apa yang Sasuke katakan, Kazuki tertawa senang sampai berguncang di pangkuan Sasuke.

"Oh baiklah. Akan kubantu kau memakaikan popok anakmu. Kau sebaiknya membuatkannya susu dan mencoba membuatnya tertidur," saran Gaara.

"Oh tentu. Aku akan dengan senang hati membuatnya tertidur. Selamanya," Sasuke menyeringai ke arah Kazuki. Dan Kazuki, yang awalnya tertawa girang perlahan berhenti, senyumannya kian menghilang dan matanya berkaca-kaca. Detik itu Sasuke menyadari bahwa Kazuki, bayi yang diklaim sebagai anaknya itu, seakan ketakutan melihatnya tersenyum lebar. Dan sebaliknya, Kazuki akan sangat berbahagia melihat Sasuke dalam kesulitan. Sial!

Kazuki merangkak lebih ke atas, dan menjatuhkan tubuhnya di tubuh Sasuke. "Chuu," gumamnya lagi, tangannya mengibas-ngibas di udara sebelum menyentuh leher Sasuke.

Gaara yang semula hanya menatap keduanya dalam diam mulai berkomentar. "Sepertinya hidupmu akan berubah, Sasuke."

Tatapan Sasuke tak teralihkan karena asumsi Gaara. Matanya kini mengamati mata Kazuki. Dan seberapapun ia benci mengatakannya, harus ia akui bahwa Kazuki memiliki mata yang sama dengannya. Hitam, lebar dengan bulu mata panjangnya.

"Tutu," Kazuki kembali berbicara secara tiba-tiba dan hal lain yang Sasuke rasakan adalah kehangatan di dadanya, dan juga agak basah. Sasuke berkedip sekali dan baru menyadari apa yang terjadi. Kazuki mengencinginya.

Gaara yang juga melihat apa yang terjadi mendadak meledakkan tawanya.

"UGGHHH! HINATAAAA!"

..

...

..

"Menghubungiku di tengah waktu kerjaku bukanlah bagian dari perjanjian," dan itu, kalimat itu, adalah hal pertama yang Hinata lemparkan seketika Sasuke membuka pintu untuknya.

"Oh, senang juga berjumpa lagi denganmu, Nona Sadako," desis Sasuke sarkatis. "Apa kau lupa siapa yang meminta bantuan kepada siapa di sini?" tambah Sasuke.

"Sadako?" Hinata mengangkat alis tak terima.

"Apa yang salah? Aku bisa memanggilmu sesukaku. Lagipula rambutmu memang mirip Sadako."

"Oh benar, terserah saja," Hinata mengangkat bahunya pelan, mejawab tanpa niat sedikitpun dan mulai memasuki apartemen Sasuke tanpa aba-aba dari si pemilik. "Terima kasih atas panggilan sayangnya, Duck Head," tambahnya saat melewati Sasuke tanpa mengirim sederajatpun lirikan ke arahnya.

"Apa?" mulut Sasuke ternganga.

"Well, aku bisa memanggilmu sesukaku. Lagipula gaya rambutmu itu terlihat seperti pantat bebek jika kau mau tahu," ujar Hinata, menjiplak kalimat Sasuke sebelumnya sembari terus berjalan ke ruang tengah tanpa berniat menengok untuk melihat ekspresi Sasuke.

"Oh ya Tuhan. Aku bisa gila," gumam Sasuke seorang diri sebelum menutup pintu dan kembali ke ruang tengah.

"Oh, hai. Siapa ini?" sapa Hinata dengan senyum lebar saat menemukan Gaara tengah memperhatikan Kazuki bermain di hadapannya.

Gaara mengirimkan kembali senyum lebarnya. "Aku Gaara, teman Sasuke."

Hinata mengangguk pelan. "Aku Hinata. Dan sepertinya seseorang sudah menceritakan sedikit tentang aku padamu."

"Kau benar," Gaara tertawa kecil. "Omong-omong, kau benar-benar memiliki bayi yang lucu."

"Jujur saja, aku sangat bersyukur telah menurunkan genku padanya sehingga gen ayahnya tak terlalu dominan membentuk figurnya," Hinata terkekeh pelan, disusul desisan tajam Sasuke yang merasa tersindir atas kalimat Hinata.

Sasuke berjalan ke tengah ruangan, tepat di belakang Kazuki duduk kemudian menunjukkan jari telunjuknya ke bawah, ke arah Kazuki. "Benda. Ini. Menggangguku," ucapnya dengan penekanan di setiap katanya.

Hinata melemparkan tatapan tajam ke arah Sasuke. "Dia punya nama."

"Oh ya, benar. Aku lupa. Siapa tadi namanya? Oh, tunggu. Aku tidak peduli," serang Sasuke yang seketika mendapat respon tatapan tajam dari Hinata dan gelengan kepala dari Gaara.

Kepala si bayi mendongak ke atas, menatap Sasuke, hanya sebentar sebelum tertuju pada Hinata. Seketika, Kazuki tersenyum lebar, memamerkan gigi-gigi kecilnya yang baru tumbuh di bagian tengah gusinya. "Ma nyuu," tangannya terulur ke arah Hinata, meminta Hinata meraihnya.

"Hai, Sayang," Hinata berjalan mendekat untuk mengangkat Kazuki dari karpet. "Kenapa dia tidak berpakaian?"

"Masih untung aku bisa memakaikannya popok," gumam Sasuke, seakan membela dirinya.

"Chocho," Kazuki bersuara sambil menjatuhkan kepalanya ke dada Hinata, matanya memberat.

"Dimana dotnya?" tanya Hinata.

"Dot apa?" sahut Sasuke polos, balik bertanya.

"Oh ya ampun. Kau benar-benar..."

Sasuke menahan seringaiannya. Bagus. Ini permulaan yang bagus. Buat Hinata kesal padanya dan mungkin Hinata akan menyerah. Kemudian agenda mengurus bayi ini akan hilang dari hidup Sasuke dan hidupnya akan kembali normal.

"Benda itu sangat nakal, kau tidak tahu betapa menderitanya aku menghabiskan waktu bersamanya," ujar Sasuke lagi, seakan mengadu dan lagi-lagi membela diri. "Aku tidak percaya aku sendiri yang telah membuatnya."

"Nakal?" Hinata mengangkat sebelah alisnya menatap Sasuke heran sebelum beralih ke Kazuki yang kini sudah ada di dekapannya. "Benarkah? Apa kau nakal, Sayang?" Hinata bertanya kepada Kazuki seakan bayi itu mengerti dan akan menjawabnya. Sebuah pemandangan yang bagi Sasuke begitu... menggelikan.

Kazuki tak merespon Hinata. Ia malah menyandarkan kepalanya di dada Hinata, terlihat lelah dan mengantuk. Kepalan kecilnya kembali ia tujukan ke mulutnya sendiri untuk dihisap. Hinata membiarkannya dan hanya sedikit mengubas posisi gendongannya, hanya untuk membuat Kazuki merasa lebih nyaman.

"Mana tas bayinya?" tanya Hinata kepada Sasuke akhirnya.

Sasuke hanya berdiri di tempat awalnya dan membiarkan Gaara yang mengambil tas bayi yang memang datang bersama Kazuki.

"Terima kasih," Hinata tersenyum kepada Gaara dan mendapatkan anggukan serta senyum kecil lain sebagai balasannya dari Gaara sebelum akhirnya berjalan menuju pintu, hendak pulang.

"Jadi... selamat tinggal," ujar Sasuke dari belakang, diam-diam mengikuti Hinata sampai ke pintu. "Kuharap takkan bertemu denganmu lagi."

Hinata menghela nafas lelah mendengar kalimat terakhir Sasuke. "Kau adalah ayahnya, Sasuke," ucapnya jelas, tegas. " Tidak akan ada yang bisa merubah kenyataan itu. Setidaknya kau harus mencoba untuk peduli terhadapnya."

Sasuke berkedip dua kali, pandangannya jatuh ke lantai, hanya sesaat sebelum ia kembali mengangkat dagunya menatap Hinata kemudian Kazuki lengkap dengan seringaian di bibirnya. "Hai, Chunky. Aku ingin mencoba menjadi papa untukmu, tapi tidak lagi, karena kau menyebalkan," ujar Sasuke kepada Kazuki yang telah terlelap sebelum kembali memberikan Hinata sekilas pandangan.

Hinata mengabaikan Sasuke dan melanjutkan langkahnya keluar bersama Kazuki yang nyenyak di pelukannya.

"Lihat? Dan begitulah seharusnya," ujar Sasuke kepada Gaara setelah pintu kembali tertutup. Gaara menatap Sasuke dengan alis terangkat namun terlihat jelas ia terhibur oleh situasi yang baru saja diciptakan Hinata dan Sasuke. "Aku yakin dia akan menyerah untuk memintaku mengurus bayinya, dan semuanya akan kembali seperti semula," tambah Sasuke.

"Entahlah, Sasuke. Hinata itu... dia terlihat seperti sama persistennya sepertimu."

"Persisten? Dia hanya menyejar sesuatu dariku, dia memiliki agenda lain. Aku bahkan tak meragukan dia akan lepas tangan dan meninggalkan anaknya padaku jika dia sudah mendapatkan apa yang dia inginkan," silat Sasuke.

"Uh terserah."

..

...

..

"Aku ingin sekali bertemu dengannya, kau tahu," ujar Sakura sebelum menyesap frappucino-nya.

Keduanya memustukan untuk membuat kencan singkat mengingat Sasuke yang begitu sibuk akhir-akhir ini. Dan hari itu, saat dimana pekerjaannya hampir membuat Sasuke gila, Sakura disana, tak pernah berniat untuk berhenti membicarakan betapa inginya ia menemui iblis kecil bernama Kazuki itu. Sungguh, itu membuat suasana hati Sasuke semakin kelam.

"Apa dia mirip sepertimu?" tanya Sakura lagi.

"Entahlah, apa aku terlihat seperti gumpalan awan gemuk?" Sasuke menjawab asal, tanpa gairah. "Karena jika ya, mungkin kau bisa bilang dia mirip denganku."

Nada bicara Sasuke terdengar lebih gusar dari yang ia perkirakan, namun sepertinya Sakura tak menangkap itu melihat respon wanita itu yang hanya terkekeh atas lelucon tak disengaja yang Sasuke lontarkan.

Sasuke memangkukan dagunya dengan kedua tangannya sebelum ponselnya bergetar. "Shit," Sasuke mengumpat pelan saat cukup merasa kesulitan untuk meraih ponselnya yang ia selipkan di saku celananya.

"Kenapa?" tanya Sakura, menyadari wajah terganggu Sasuke.

"Apa?" ujar Sasuke ketus setelah menjawab panggilan ponselnya, mengabaikan pertanyaan singkat Sakura. "Kenapa kau menghubungiku?"

"Dimana kau sekarang? Aku terlambat untuk pekerjaanku!" suara Hinata dengan cepat merambat dari ujung sambungan, membalas pertanyaan ketus Sasuke.

"Apa? Tunggu, apa kau mengantar Chunky ke rumahku?!"

"Tidak, aku meminta Kazu merangkak sendiri menuju apartemenmu dan sekarang dia menunggumu di depan pintu," umpat Hinata dalam ironi. "TENTU AKU MENGANTARNYA, BODOH!"

Sasuke berdecak. "Cih... aku benar-benar membencimu."

"Aku tidak peduli. Cepat kemari!"

Sasuke melirik ringan ke arah Sakura dan memaksakan seulas senyum, seakan mengatakan permohonan maaf. "Baiklah, aku akan tiba dalam lima menit."

"Sebaiknya begitu."

"Ada apa?" tanya Sakura lagi setelah Sasuke menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Bukan apa-apa, hanya..." Sasuke menghela nafas pasrah. "Hanya panggilan tugas mengasuh bayi untukku."

..

...

..

Saat Sasuke dan Sakura tiba di apartemen Sasuke, mereka mendapati Hinata berdiri di depan pintu, menunggu sembari bermain kecil bersama bayinya.

"Chuu chuu," Kazuki tertawa atas entah apa yang dikatakan Hinata. Tangannya mencoba mengalungkan diri di leher Hinata. Sasuke mendapati dirinya memperlambat langkah melihat pemandangan itu. Satu kata lewat di kepalanya. Tapi tidak, Sasuke tidak akan menyuarakan kata itu. Ia tidak akan menyuarakan bahwa pemandangan di hadapannya begitu manis.

"Ini semua menggangguku," Sasuke bergumam pada diri sendiri sambil menggelengkan kepalanya.

"Oh, akhirnya," ujar Hinata sebagai sapaan, lengkung kecil di bibirnya menjadi datar menyadari seorang datang bersama Sasuke. "Siapa lagi ini?" tanyanya mencoba tetap ramah.

"Pacarku," jawab Sasuke singkat sembari segera membuka pintu apartemennya.

"Oh, baiklah," Hinata mengangguk dengan senyum kecil, mencoba menghiraukan Sakura yang terlihat jelas tengah menelitinya dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Kemana saja kau tadi?" tanya Hinata kepada Sasuke lagi.

"Aku sibuk, mengerti. Aku juga memiliki kehidupanku sendiri. Aku berkencan dengan pacarku dan tiba-tiba seseorang mengatakan bahwa ada seorang bayi merangkak seorang diri menuju apartemenku," jelas Sasuke enteng.

"Nuupi," Kazuki memekik sedang, mengulurkan tangan pendeknya ke arah Sasuke seakan menginginkan Sasuke menggendongnya. "Chuu nuupi."

Sasuke menatap Kazuki sejenak. Tangan gemuk. Jari gemuk. Pipi gemuk dan... mata berkilapnya.

Ah tunggu! Tidak! Sasuke tidak akan terpikat oleh iblis kecil ini!

"Sungguh, Sasuke? Kau pernah tidur dengannya?" Sakura mencibir, jelas tengah memprovokasi Hinata meski tak menunjuk langsung ke wajahnya.

Salah satu ujung bibir Hinata terangkat, terhibur oleh tuduhan nyata Sakura. "Maaf jika kenyataan itu mengganggumu, tapi ya, sekitar dua tahun lalu saat dia masih memiliki standar tinggi untuk mencari seorang untuk bersenang-senang."

Pupil Sasuke melebar mendengar jawaban Hinata. Woah, benar-benar serangan balik yang keren, menurutnya. Sasuke memaksakan diri untuk tak tersenyum mendengar jawaban Hinata meskipun itu begitu menghiburnya. Karena bagaimanapun, Sakura adalah kekasihnya, ia tak mungkin memihak musuh kekasihnya secara terang-terangan. Sedangkan Sakura, dengan wajah kesal memilih masuk ke dalam apartemen Sasuke.

"Kemarilah, Chunky," tangan Sasuke terulur untuk mengangkat Kazuki dari Hinata tanpa aba-aba terlebih dahulu. "Kau bisa pergi sekarang."

"Ini," Hinata menyodorkan tas bayi yang semula tergeletak di lantai. "Pakaikan Kazu losion ini setelah mandi. Dan dia sangat suka menjilat kulitnya sendiri setelah diolesi losion, jadi jangan gunakan losion apapun selain yang ini. Dia juga senang jika seseorang meniup perutnya setelah mandi, kau mungkin bisa mencobanya."

"Kenapa aku mau melakukan hal menggelikan itu," protes Sasuke terhadap Hinata, namun kemudian perhatiannya teralihkan oleh tangan Kazuki yang tiba-tiba menjewer telinganya. "Oh shit! Diamlah," protes Sasuke lagi, kini terhadap Kazuki.

"Nyehwehweh," Kazuki kembali tertawa dan terus menarik daun telinga Sasuke.

"Kenapa kau bekerja pada malam hari?" tanya Sasuke tiba-tiba. "Orang yang bekerja pada malam hari biasanya bekerja dalam bayangan, kau tahu... maksudku apa kau..." Sasuke tak menyelesaikan kalimatnya hanya mengedikkan bahunya ringan, berasumsi Hinata mengerti apa yang ia maksudkan.

Tapi Hinata mengabaikan pertanyaan Sasuke. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Kazuki hanya untuk mencium pipi bayi itu sebelum mengucapkan selamat tinggal. "Buhbye, Kazu. Ini dia chocho-mu," ujar Hinata sambil memasukkan dot di mulut Kazuki kemudian berbalik pergi.

Sasuke menghela nafas panjang sebelum masuk ke apartemen.

"Dia sangat manis," suara Sakura memecah keheningan. Ia mendekati Sasuke kemudian mengusap kepala Kazuki ringan. "Tapi... kenapa wanita itu?" tanya Sakura, matanya melayangkan tatapan tajam ke arah Sasuke.

Sasuke tak menjawab pertanyaan Sakura karena ia sendiri tak tahu jawabannya. Ia dak dapat mengingat apapun situasi yang melibatkannya bersama Hinata dan itu membuatnya penasaran tentang bagaimana mereka menghabiskan malam saat itu.

Lamunannya soal Hinata buyar saat Kazuki tiba-tiba menyodorkan karet dot yang masih berlumuran liurnya ke bibir Sasuke, memaksakan benda itu masuk ke mulut Sasuke.

"Ewwhh."

"Chocho," Kazuki masih berusaha memasukkan dotnya ke dalam mulut Sasuke dan Sasuke mendongakkan kepalanya ke belakang, sejauh mungkin dari jangkauan tangan pendek Kazuki. Kazuki menyerah terhadap Sasuke, namun kemudian ia kembali menyodorkan dotnya, kali ini ke arah Sakura.

Sakura berkedip dua kali menyadari gerakan Kazuki, menghela nafas lelah. "Kau memiliki seorang bayi, Sasuke," gumamnya sembari mendudukkan diri di sofa, namun tak melepas tatapannya dari Sasuke dan Kazuki. "Kupikir aku akan baik-baik saja tapi sekarang... aku merasa... cemburu," tambahnya.

"Chocho chocho," ujar Sasuke kepada Kazuki dalam bahasa bayinya sambil mencoba memasukkan dot yang ia rampas dari tangan Kazuki agar kembali bersarang di mulut bayi itu.

"Sasuke," panggil Sakura.

"Hisap chocho-mu, jangan nakal dan aku akan memberimu susu," tambah Sasuke.

"Apa kau mendengarkanku?" tanya Sakura lagi, kali ini dengan nada agak gusar.

"Uh, apa katamu? Ah, maksudku... tentu saja."

.

to be continued...

..

.

Padahal masih punya hutang ff ongoing, tapiiiii~~~ *sigh*, gapapa kan yaaa hhehe. I'll try to update this regularly without neglecting the other stories if you want to read this.

But yeah... kali ini saya bawa SasuHina dengan karakter yang sama sekali terbalik dengan canon-nya, RTN mungkin (tapi agak beda sedikit juga kayanya sama RTN).

Anyone interested with this one?
Mind to Review?