Disclaimer: Naruto (c) Masashi Kishimoto


.

.


-Lie With You-

(Berbohong Dengan Mu)


.

.


16


Sasuke POV

-Sab'tu-

"Hai," Sapaku untuk menghindari kecanggungan, aku tak tahu harus berkata apa padanya untuk mengawali percakapan.

Matanya berkeliaran, lalu ia kembali menatapku lewat bulu matanya. "Hai," Balasnya, Sakura menipiskan bibirnya, aku bersyukur ia tak menggigitnya jika tidak, aku tak tahu lagi apa yang akan terjadi untuk menahan diri, "maaf membangunkanmu." Kepalanya menunduk penuh penyesalan.

Aku tertawa, aku sudah memikirkan cara terbaik untuk menghadapinya berjam-jam yang lalu, sekarang ia menemukanku dalam keadaan yang konyol, jujur saja aku malu tapi ini lucu. Dan bertambah lucu karena ia meminta maaf karena membangunkanku, seharusnya ia meminta maaf karena telah mengacaukan rencanaku. "Aku tak mengira akan begini jadinya." Ucapku masih tak bisa menghentikan tawaku, Uchiha Sasuke mempermalukan dirinya sendiri. Namun hanya beberapa detik saja. Tiba-tiba rasa takut kembali menyerang relung hatiku. Tawaku perlahan menyurut, aku menatap langsung kedalam matanya.

"Aku merindukanmu Sakura." Kata-kata itu keluar tanpa dapatku kendalikan lagi. Mata Sakura membulat, ia membisu. Aku senang saat menyadari pipinya merona. Ia terlihat sangat cantik sekarang.

Aku merasakan dorongan kuat untuk memeluk Sakura. Dengan cepat aku menarik tangannya, menenggelamkan wajahku di perpotongan lehernya, kehangatan menjalar dari dadaku hingga wajahku. Kenyamanannya membuatku ingin mencari lebih.

Aku mengeratkan pelukanku memastikan tak ada lagi jarak yang tersisa. Tangan kananku bergerak mengelus rambutnya yang lembut. Wangi tubuh Sakura menguar, tangan kiriku menariknya lebih rapat dan lebih dalam lagi.

Selama beberapa menit kami dalam posisi seperti ini, aku tak berniat untuk melepaskannya, kami berdua begitu menikmati moment ini. Sakura bahkan tak melawan, ia seperti mengerti bagaimana perasaanku. Perasaan rindu yang memuncah yang menyesakkan dadaku kini telah pudar digantikan kehangatan Sakura.

Dinding baja yang telah aku bangun selama bertahun-tahun untuk melindungiku dari perasaanku sendiri kini semua telah runtuh. Yang ada hanya rasa takut kehilangan dan cinta yang semakin lama, semakin berkembang pesat.

Tubuhku bergetar, "Aku pikir, aku akan kehilanganmu." Aku semakin mengeratkan pelukanku, seakan-akan Sakura akan menghilang jika aku sedikit saja melonggarkannya.

Tanpa sadar air mata mengalir dari sudut mataku tanpa terkendali, aku menangis dalam diam. Menyesali waktu yang telah terbuang dan segala hal yang telah kulakukan kepada Sakura. Aku tahu jika Sakura sering menangis karenaku. Tapi aku selalu berusaha mengabaikannya. Ia ingin menyerahkan dirinya secara suka rela demi kebahagiaanku tapi aku selalu saja menolaknya mentah-mentah dan mencari pelampiasan yang lain. Aku tahu betapa brengsek dan jahatnya aku. Akhirnya kini aku bisa menghentikan semua itu untuk mulai melindunginya dan mencintainya secara tulus.

Tangan Sakura bergerak mengusap kepalaku penuh sarat akan kasih sayang, aku dapat merasakannya. "Maafkan aku, tapi aku sudah berada disini."

Aku menggeleng, masih menenggelamkan wajahku di perpotongan lehernya untuk menyembunyikan tangisku. Sekarang aku terlihat seperti anak delapan tahun yang menyesali perbuatanku. "Jangan minta maaf Sakura, aku pantas mendapatkan ini. Perasaan tersiksa ini. Aku pantas mendapatkannya." Sangahku dengan suara serak.

Sudah ku putuskan aku akan menyatakannya tanpa memikirkan banyak hal lagi,semua bisa diatur belakangan. "Aku mencintaimu Sakura." Ucapku tulus, matanya berkaca-kaca.

Tubuhku merosot kebawah, aku akan mengulangi segalanya. Aku akan membuat semuanya sebagaimana mestinya. Aku mendongak, mataku menerobos masuk kedalam matanya yang sehijau daun. Aku mengenggam kedua telapak tangannya lembut dan perkataanku selanjutnya sukses membuat air mata Sakura jatuh, kini bukan lagi air mata kesedihan yang biasanya terjadi karena kesalahanku melainkan kebahagiaan. "Haruno Sakura maukah kau menikah denganku?" Sakura tersenyum tipis.

Lalu ia terkekeh, air mata menganak di pelupuk matanya, "tapi kita sudah menikah Sasuke." Balasnya. Aku tak dapat menahan senyum.

Aku tahu ini terlihat konyol tapi aku ingin mereset ulang segalanya. Aku ingin pernikahan kami benar-benar disertai cinta.

"Aku tahu, tapi kita belum menghadap tuhan dalam keadaan penuh cinta seperti ini."

Suara Sakura bergetar, "tapi aku sudah Sasuke."

Hatiku luluh, "tapi aku belum Sakura. Dan sekarang kita berdua akan mengulang semuanya dari awal. Membuat segalanya berjalan sebagaimana seharusnya."

Tanpa komando aku mendekatkan wajahku pada Sakura untuk mengecup bibirnya lembut. Ia tak menolak. Awalnya aku hanya memberi kecupan ringan. Melihat reaksi Sakura, perlahan aku melumat bibirnya dan memperdalam ciumanku, menariknya lebih dekat.

Sakura membalas, ia menjilati sudut bibirku dengan sensual. Aku menyeringai.

Darimana wanitaku ini belajar untuk menggoda. Tangannya menyelusup ke sela-sela rambutku.

Lidahku menjelajahi mulutnya, menggoda langit-langit mulutnya. Lidahnya mencoba melawanku, mengusirku dari wilayahnya. Tapi tentu saja sudah bisa ditebak siapa yang akan menang.

Sakura memukul dadaku, aku sadar bahwa Sakura tak bisa bernafas. Aku menjauhkan wajahku tak rela.

Wajahnya memerah, masih ada saliva diujung bibirnya, menggodaku untuk menjilatinya. Tanpa pikir panjang aku kembali memotong jarak antara kami. Sakura sedikit terkejut namun ia kembali mengikuti permainan kami.

Aku menjatuhkan semua barang-barang yang bertumpuk diatas meja, lalu mengangkat tubuh Sakura untuk duduk di atasnya. Tanpa melepaskan ciuman kami. Sakura terkekeh pelan didalam ciuman kami. Bibirnya bergetar.

Tanganku dengan lihai melepaskan pakaiannya. Jari-jemari Sakura dengan terlatih melepaskan kancing kemejaku satu persatu, aku bahkan tak sadar ia melakukannya.

Aku memberikan sedikit jarak untuk kami, membiarkan Sakura menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Kulitnya nampak berkemilauan dibawah sinar lampu. Benar-benar pemandangan yang indah.

Dahi kami saling bersentuhan. Senyum lembut terukir di wajahnya membuat jantungku seakan ingin meloncat dari tempatnya.

Ku harap perasaanku seperti Escherian Stairwell, tangga tak berujung. Aku tak ingin berhenti mencintainya. Jika aku mulai berhenti aku akan kembali lagi mencintainya, seperti itu seterusnya.

Melukainya adalah hal yang paling tak ingin ku lakukan, sejak perasaan ini ada.

Aku berbisik pelan didepan bibirnya, "Aku mencintaimu, Sakura."

Senyumnya melebar sehingga menampilkan gigi putihnya, matanya menyipit, "Aku juga, mencintaimu Sasuke."

Sakura POV

-Minggu-

Cahaya mentari menerobos masuk melewati celah tirai. Membangunkan ku dari mimpi indahku.

Hal pertama yang ku lihat adalah mata hitam jelaga Sasuke yang memandangiku lembut.

Ia tersenyum tipis, telapak tangan nya mengusap pipiku penuh sarat akan kasih sayang. Aku memejamkan mataku, menikmati belaian Sasuke.

"Pagi Sasuke." Aku balas mengusap pipinya menelusuri garis rahangnya yang kokoh.

"Hn"

Aku menelan ludah, entah mengapa aku merasa gugup. Ia menatapku intens.

"Ini jam berapa?" Tanyaku mengalihkan kegugupanku.

Ia melirik jam yang berada di belakangku. "09:50." Jawabnya singkat.

Sejenak aku terdiam, memikirkan apa yang mengganjal sejak tadi.

Kerja.

Secara tiba-tiba aku bangun, "Aku sudah terlambat, kenapa kau tak membangunkanku?" Omelku, belum sempat aku turun dari ranjang, tangan Sasuke dengan cepat menarik pergelangan tanganku hingga aku kembali terjerembab diatas tubuhnya.

"Ini minggu Sakura."

"Hehh?" Sesaat aku baru sadar, Sasuke sudah tertawa keras meledekku. Aku memukul dadanya pelan, malu akan keleletan otakku mencerna.

Ia memelukku diiringi dengan tawa, aku bahkan bisa merasakan getaran tubuhnya menular membuatku ikut tertawa. "Lagi pula, kau takkan lagi bekerja disana." Katanya santai, sambil menepuk punggungku.

Tawaku seketika berhenti, aku melepaskan diri dari pelukkannya lalu duduk diatas tubuhnya. "Kenapa?" Alisku bertaut.

"Kau akan dipindah kerjakan Sakura, ke perusahaan ayah."

Aku memicingkan mataku pada Sasuke, tak percaya dengan apa yang ia katakan. "Kenapa aku harus bekerja disana?" Balasku tak terima.

"Karena aku tak ingin ada lagi kejadian seperti semalam." Aku menganga tak percaya. Sasuke terus melanjutkan, "lagipula kau akan menjadi sekretarisku. Tenang saja, kau tak perlu khawatir, aku memperkerjakanmu bukan hanya karena kau istriku, tapi karena kau profesional dan kau cerdas. Jadi apa yang kurang? Lebih baik aku memperkerjakan istriku sendiri daripada orang lain." Wah, aku tak percaya betapa protektifnya Sasuke. Tapi setelah dipikir-pikir bukan masalah, lagipula aku juga sudah tak betah lagi berkerja disana ditambah pangkatku tak pernah naik-naik sekeras apapun usahaku.

"Kau selalu membuat keputusan sepihak." Tudingku.

Ia menyeringai, "Baiklah sekarang aku akan meminta pendapatmu, kau mau?" Tanyanya main-main, seakan-akan ia tahu apa jawabanku.

Aku menyelipkan helaian rambutku kebelakang telinga, seolah-olah sedang berpikir keras. Sasuke masih menunggu jawabanku dengan sabar.

Aku tersenyum lebar lalu memeluk tubuh Sasuke, "Tentu saja." Sasuke terkekeh, memangnya siapa yang tak ingin menghabiskan banyak waktu dengannya. Lagipula pekerjaanku menyita waktuku, membuat kami jarang bertemu. Dan sekarang aku akan lebih sering bersama Sasuke.

Ini membuatku senang, sangat senang.

Jika berkenan, maukah kalian memberikan review.. Aku harap kalian memberikan masukan yang membangun dan membantu aku memperbaiki kesalahan yang ada.

Salam hangat, Lolipop Cherry.