Ps : Bold; Flashback

.

.

Chapter 9

Jaehyun tidak tahu, apa yang membuatnya berakhir di sini. Matanya mengedar, menatap sekelilingnya yang nampak tidak asing dan cukup familiar. Jaehyun menahan nafasnya begitu berhasil mengingat di mana ia berada sekarang. Amazing café. Sebuah café sederhana yang tidak berubah bahkan setelah sekian tahun. Di café ini, pertama kali Jaehyun dan Johnny berkencan, di tempat ini pula, Johnny melamarnya dan membuat mereka terus bersama hingga sekarang. Bisa disimpulkan, jika café ini adalah café yang amat berarti bagi dirinya dan juga Johnny. Seharusnya.

"Sudah lama menunggu?"

Jaehyun tersentak kaget. Begitu suara rendah seseorang terdengar sangat dekat di telinganya. Menolehkan kepalanya pelan-pelan, Jaehyun menemukan Johnny yang berdiri tepat di sampingnya. Jaehyun lantas segera mengalihkan pandangannya tak mau bertatapan lama dengan sang suami.

"Aku minta maaf karena mungkin mengganggu waktumu," Johnny berkata dengan pandangan lurus ke depan. Menatap jendela café yang berhadapan langsung dengan jalan raya.

"Kenapa memintaku kemari?" Jaehyun bertanya dengan acuh. Pandangan matanya juga mengarah pada jalan di depan sana. Memperhatikan bagaimana kendaraan berlalu lalang.

Johnny menghembuskan nafasnya panjang, menutup matanya sebentar sebelum membukanya lagi, "Aku ingin memperbaiki semuanya, Jay. Meskipun ini sedikit terlambat, setidaknya aku ingin keluarga kita kembali seperti dulu lagi. Aku akan meminta maaf pada Mark nanti, setelah aku mendapatkan kepastian darimu."

"Kepastian akan apa?"

"Kepastian jika bukan hanya aku yang menginginkan keluarga kita kembali seperti dulu."

Jaehyun mengalihkan pandangannya, memandang Johnny dengan pandangan tak terbaca sebelum mendecih pelan. Ia berbalik, berjalan menuju kursi terdekat dan duduk di sana. Memanggil seorang pelayan dan memesan dua coffee yang berbeda rasa. Espresso dan Cappuchino. Dua minuman yang sering mereka pesan ketika berkencan dulu.

Johnny memandang punggung Jaehyun. Memandangnya sendu sebelum akhirnya menyusul Jaehyun. Menarik kursi di seberang Jaehyun dan duduk di sana. Memperhatikan wajah Jaehyun yang ekspresinya masih tidak terbaca.

"Aku bukan barang, hyung." Jaehyun berucap lirih dengan mata yang menatap penuh luka pada Johnny. "Aku punya hati dan saat ini hatiku begitu kecewa padamu, hyung. Dan kau dengan mudahnya bertanya padaku apakah aku masih menerimamu lagi? Setelah apa yang kau lakukan selama ini? Aku mungkin saja diam, tapi kau tak tahu hatiku bagaimana 'kan, Seo Young Ho?" Sambung Jaehyun dengan penekanan di akhir kalimatnya.

Nafas Johnny tercekat begitu matanya bertemu dengan mata Jaehyun yang menatapnya terluka dan beberapa air mata menetes dari mata yang beberapa tahun terakhir adalah mata yang teramat indah baginya. Dan bahkan Johnny berjanji untuk tidak membuat mata itu mengeluarkan air mata karenanya. Tapi apa yang terjadi sekarang? Johnny tidak bisa menepati janjinya. Dan mungkin mata itu sudah mengeluarkan banyak air mata karenanya. Johnny memang lelaki brengsek.

Jaehyun mengusap cepat air mata yang turun di pipinya. Matanya menatap datar pada Johnny yang tak mengucapkan sepatah katapun.

"Jika tak ada yang ingin kau katakan lagi, aku akan pulang. Kau tenang saja, aku akan menyuruh Hansol hyung untuk segera mempercepat perceraian kita." Kata Jaehyun dengan nada tegas dan segera bangkit dari duduknya.

Johnny menahan tangan Jaehyun hingga lelaki itu kembali menatapnya, "Duduklah kembali, Jaehyunie. Pembicaraan kita belum selesai," ujar Johnny lembut seraya menyembunyikan keterkejutannya akan kata-kata Jaehyun barusan.

Jaehyun berfikir sebentar, sebelum menghela nafasnya panjang dan kembali mendudukkan dirinya. Jaehyun lantas menatap Johnny masih dengan tatapan yang sama —yaitu tatapan datar— sebelum beralih menatap pelayan yang mengantarkan pesanan mereka tadi. Johnny mengucapkan 'Terimakasih' kepada pelayan tersebut yang dibalas anggukan kepala oleh pelayan tadi. Atensi Jaehyun kembali beralih, kini ia memperhatikan jemari tangannya yang sebelah kanan. Di mana di tangan itu, masih terdapat cincin pernikahan mereka berdua.

Jaehyun sangat ingin, sekali saja ia menjadi egois. Menahan seorang Seo Johnny untuk tetap di sisinya dan juga di sisi anaknya, Mark. Kesempatan itu kembali ada, Johnny menemui dirinya dan berbicara jika lelaki itu tidak ingin berpisah, seharusnya Jaehyun mengatakan iya secara langsung. Tapi hati Jaehyun menolak. Hati Jaehyun sudah terlanjur kecewa. Sangat sakit jika ia kembali mengingat kata-kata Johnny yang sempat suaminya itu lontarkan padanya.

"Jaehyun-ah, ayo berpisah." Jaehyun menghentikan kegiatan membacanya seketika begitu ia mendengar Johnny berujar dengan santai.

Jaehyun melepas kacamata bacanya. Ia lalu berdiri dari ranjangnya dan menatap terkejut pada Johnny yang kini berdiri membelakanginya. Johnny berdiri menghadap lemari pakaian mereka dan mengambil piyama yang akan dipakainya malam itu.

"Ke-kenapa hyung?" Suara Jaehyun tercekat di tenggorokannya. Matanya mulai berkaca-kaca hingga saat Johnny berbalik dan menatap dirinya dengan —sangat— datar, sontak satu tetes air mata turun begitu saja dari matanya. Beruntung, Jaehyun cepat menghapus air mata itu hingga Johnny gagal melihat air matanya. Karena Johnny segera mengalihkan pandangannya pada ponselnya yang berdering di meja nakas samping tempat tidur mereka berdua.

"Karena aku sudah tidak mencintaimu, Jaehyun-ah." Kata Johnny santai sembari mengetikan sesuatu di ponselnya. "Aku sudah bertemu dengan seseorang yang seharusnya memang menjadi cinta sejatiku," sambung Johnny yang membuat Jaehyun menangis di dalam hati.

"Apa itu, Taeil hyung?" Tanya Jaehyun dengan pandangan ingin tahu dan sedih yang ia arahkan pada suaminya itu.

Jelas, Jaehyun langsung menyebutkan nama itu. Karena bagaimanapun semenjak Johnny —atau lebih tepatnya mereka berduabertemu dengan Taeil dua bulan lalu, sikap Johnny perlahan berubah. Johnny mulai jarang makan siang bersama Jaehyun dan Mark, dan kerap kali pulang telat atau bahkan tidak pulang. Dan juga, Johnny akhir-akhir ini lebih sering memainkan ponselnya dibanding berbincang bersama Jaehyun maupun bermain dan membantu pekerjaan rumah Mark. Jaehyun tidak bisa menahan dirinya begitu melihat wajah Mark yang terlihat kecewa melihat sikap Daddy-nya yang semakin berubah.

"Iya." Jawab Johnny seraya menatap lurus mata Jaehyun. Jaehyun tertawa pelan, menertawakan dirinya yang kini merasa kalah telak. Benar, Johnny memang dulu seringkali bercerita tentang cinta tak sampainya pada kakak tingkat mereka berdua yang bernama Moon Taeil itu. Dari situ pula, Jaehyun bertekad untuk membantu Johnny agar tidak terpuruk dan menurut Jaehyun, dia berhasil membuat Johnny lupa pada cinta masa lalunya itu.

Tapi apa sekarang? Kenyataan yang baru saja terdengar dari bibir Johnny benar-benar menampar Jaehyun dengan begitu keras. Jadi selama ini, selama hampir dua puluh tahun mereka berdua hidup bersama, Johnny belum bisa melupakan seorang Moon Taeil? Sebegitu besarkah cinta Seo Johnny kepada seorang Moon Taeil, hingga bisa membuat seorang Johnny melupakan begitu saja cinta, perhatian, kasih sayang, dan kesetiaan seorang Jung Jaehyun pada dirinya? Juga melupakan anak mereka, Mark?

Tolong tampar Johnny sekarang juga!

"Kau serius hyung?" Jaehyun mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang ia dengar adalah salah.

"Aku serius, Jaehyun. Aku rasa, aku akan lebih bahagia jika aku bersama dengan Taeil hyung. Kau tahu 'kan, jika dia cinta pertamaku? Dan jujur, aku belum bisa melupakannya hingga sekarang." Johnny mengatakannya dengan nada senang di dalam kalimatnya, yang membuat hati Jaehyun berdenyut sakit saat itu juga.

Jaehyun menahan nafasnya beberapa saat sebelum ia memilih menarik nafasnya panjang yang kemudian ia hembuskan dengan pasrah.

"Jika itu memang keputusanmu, aku akan menghargainya, Johnnny hyung. Semoga kau bahagia," ucap Jaehyun pelan dan melangkah keluar dari kamar mereka berdua. Meninggalkan Johnny yang menatap punggungnya dengan tatapan yang tak terbaca.

"Aku mohon Jaehyun-ah, kembalilah padaku. Aku benar-benar menyesal telah membuatmu dan Mark kecewa. Aku berjanji, aku tidak akan mengulanginya lagi." Permohonan Johnny berhasil membuat Jaehyun kembali ke dunia nyata setelah beberapa saat lalu ia terlarut ke dalam lamunannya.

Jaehyun menatap kedua tangannya yang saat ini berada dalam genggaman tangan Johnny. Beralih ke wajah Johnny, Jaehyun menemukan suaminya itu tengah menatapnya dengan tatapan memohon dan juga sedih.

Izinkan Jaehyun untuk tertawa keras sekarang!

"Kau fikir aku tidak tahu hyung?" Jaehyun menarik tangannya dari genggaman Johnny dan membalas tatapan Johnny dengan sudut bibir kanannya yang terangkat. "Kau kembali mengejarku karena Taeil hyung sudah menemukan lelaki lain 'kan?" Sambung Jaehyun sembari menatap remeh Johnny.

Johnny tersentak. Matanya menatap Jaehyun dengan mata yang membulat dan mulut Johnny terbuka namun tidak ada suara yang keluar. Hingga Johnny kembali menutup mulutnya dan hanya menatap Jaehyun dengan tatapan sedihnya yang begitu kentara.

Jaehyun tersenyum miris, ia mengusap cincin yang masih berada di jari manisnya dan matanya menatap lurus ke mata Johnny.

"Bukankah ini konyol hyung? Kau sendiri yang mengatakan jika kau akan bahagia dengan Taeil hyung. Tapi, apa yang terjadi sekarang? Kau memohon kembali untuk bersamaku," kata Jaehyun dengan kekehan pelan. "Tapi, sebelum kau melakukan hal ini, pernahkah kau memikirkan perasaanku? Sedikit saja." Sambung Jaehyun yang masih menatap Johnny dengan tatapan yang sama.

Johnny diam. Ia menundukan kepalanya dengan kedua tangan mengepal di bawah meja. Johnny marah. Marah pada dirinya sendiri yang baru ia sadari, dirinya begitu egois selama ini. Ya, berkat perkataan Taeil beberapa hari lalu, akhirnya Johnny sadar. Bahwa cintanya pada Taeil hanyalah cinta terpendam sesaat. Ia hanya merasa penasaran karena belum sempat menyatakannya dulu. Dan sekarang, Johnny sadar. Cinta sejatinya adalah Jung Jaehyun. Seorang lelaki yang sedang duduk di hadapannya saat ini.

"Jaehyun-ah, aku—" Johnny mengangkat kepalanya. Ia menatap Jaehyun dengan wajah sedihnya, "—benar-benar minta maaf, Jaehyun-ah. Aku sangat menyesal." Sesal Johnny yang dibalas senyum sedih oleh Jaehyun.

"Ini sulit untukku hyung," ujar Jaehyun dengan senyum yang dipaksakan. "Aku bisa saja langsung mengatakan iya saat ini. Tapi hatiku tidak bisa, hyung. Hatiku terlalu sakit saat mengingat perbuatan dan perkataanmu akhir-akhir ini. Aku tidak bisa memaafkanmu semudah itu hyung," sambung Jaehyun sembari menundukan kepalanya. Membiarkan satu tetes air mata menuruni pipi mulusnya.

"Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk meyakinkanmu kembali, Jaehyun-ah. Aku mohon, bilang pada Hansol hyung untuk membatalkan perceraian kita." Johnny kembali meraih tangan Jaehyun dan menggenggamnya erat.

Jaehyun mengatur nafasnya sebentar sebelum kembali mendongak dan menatap Johnny. Hati Johnny mencelos begitu ia kembali melihat air mata turun di pipi Jaehyun.

"A-akan aku fikirkan nanti, hyung." Ujar Jaehyun dengan suara seraknya.

Johnny mengukir senyum tipis.

"Jaehyunie!"

Dan senyuman Johnny luntur saat melihat sosok pria lain yang saat ini sudah berdiri di samping kursi Jaehyun. Jaehyun mengusap pipinya yang basah dan dengan cepat mendongak untuk menemukan sosok pria yang tadi memanggilnya.

Dia, cinta pertamanya.

Oh Sehun.

...

Mark tertawa keras begitu melihat Dino yang sedang memukuli Hwiyoung di tengah lapangan sana. Saat ini, Mark dan kawan-kawannya —Lucas, Dino, Subin, Hwiyoung, Rocky, Chani, Haechan dan Jaemin— tengah berkumpul di lapangan basket dekat dengan komplek perumahan Mark. Mark masih tertawa melihat dua remaja yang memang sering bertengkar itu sekarang berganti menjadi berlarian saling mengejar satu sama lain. Atau lebih tepatnya Dino yang mengejar Hwiyoung untuk memberi pukulan lain di tubuh sahabatnya itu.

Lucas yang duduk di samping Mark pun merasa lega. Entah mengapa, melihat Mark tertawa sekarang, seperti mengangkat beribu ton beban yang Lucas tanggung. Karena jujur, Lucas sudah menyayangi Mark seperti adik kandungnya sendiri, selayaknya Haechan.

"Aku senang akhirnya ulangan kita sudah selesai. Artinya, time's to holiday!" Pekik Haechan senang. Remaja itu kini sedang bergumam tentang liburan yang ditanggapi oleh sahabat dari kecilnya, Jaemin, yang memang duduk tepat di samping kanan Haechan. Tak lupa, Chani yang duduk di depan Haechan pun ikut menimpali.

"Liburan? Mark, bukankah itu ide yang bagus?" Rocky yang duduk di depan Mark pun menatap Mark dengan mata yang berbinar. "Menurutku juga begitu. Apalagi kau Mark, kau sangat butuh udara segar, kau 'kan habis sakit." Timpal Subin yang duduk di samping Rocky seraya menunjuk Mark dengan jari telunjuknya.

Mark terlihat berfikir. Matanya melirik Lucas seolah meminta saran, namun sahabatnya itu hanya mengendikan bahunya.

"Hm? Boleh sih, tapi ke mana?" Tanya Mark dengan pandangan ingin tahu.

"Aku tahu tempat yang indah. Tempat itu dikelilingi bukit hijau yang bagus dan ada danaunya juga. Tempatnya dekat dengan rumah bibiku," ujar Hwiyoung yang kini duduk tak jauh dari Mark dan bersandar pada tembok di belakangnya.

"Kau serius Kim? Jangan bohong!" Dino yang sudah berbaring di atas lapangan tak jauh dari Rocky dan Subin pun ikut menimpali. Matanya melirik tajam pada Hwiyoung yang dibalas dengusan kasar.

"Aku serius! Sebentar, aku tunjukan foto-fotonya dulu." Hwiyoung pun mengambil ponselnya dan mengotak-atiknya sebentar. Ia lalu menyodorkan ponselnya itu pada Mark, "Lihatlah."

Mark mengambil ponsel Hwiyoung. Lucas pun merapatkan tubuhnya pada Mark begitu pula Rocky dan Subin. Keempatnya melihat foto-foto yang ada di ponsel Hwiyoung tentang tempat indah yang dimaksud Hwiyoung. Keempatnya tak berhenti berdecak kagum.

"Woah, ini keren. Ayo kita ke sana!" Komentar Lucas yang diamini oleh tiga temannya yang lain.

"Hyung, kami juga ingin lihat!" Seru Jaemin yang kini sudah berdiri tak jauh dari keempatnya. Dengan sedikit tak rela, Mark pun memberikan ponsel Hwiyoung pada Jaemin, "Ini."

Jaemin memekik senang. Ia lalu kembali pada Haechan dan Chani, yang lalu ketiganya —atau mungkin hanya berdua karena Chani tidak seheboh dua lainnya— memuji tempat indah yang ada di foto milik Hwiyoung.

"Kalau Yunho ada, pasti lebih seru." Gumam Mark pelan yang didengar oleh teman-temannya yang lain.

"Ah iya, kau belum tahu ya?" Mark menoleh pada Dino yang sekarang sudah duduk di antara dirinya dan Lucas. Membuatnya mendapat dengusan keras dari Lucas dan tatapan bingung dari Mark. "Tahu apa?" Tanya Mark bingung.

"Yunho dan keluarganya pindah ke luar kota. Katanya ayahnya dipindah tugaskan oleh atasannya, jadi dia tidak bisa berkumpul bersama kita lagi." Jawab Dino yang dibalas 'Oh' panjang dan anggukan kepala oleh Mark.

Dukk

Brakk

Suara berisik yang terdengar berhasil membuat sembilan remaja itu terkejut. Bahkan Hwiyoung yang tadi memejamkan matanya berniat untuk tidurpun kembali membuka matanya dan kini sudah berdiri dari posisinya. Begitupula dengan delapan remaja lain yang sudah berdiri seperti menyambut segerombol remaja yang baru datang.

Segerombol remaja itu terdiri dari enam orang. Salah satu di antara mereka membawa bola basket, dan ekspresi wajah mereka semua sama. Datar.

"Markeu, sepertinya kita harus pulang sekarang." Dino berbisik di telinga Mark. Lagi, Mark menatap bingung pada Dino. "Kenapa?" Tanya Mark dengan alis yang terangkat.

"Aku malas berhubungan dengan mereka. Mereka menyebalkan," jawab Dino dengan nada datar yang sangat jelas.

Mata Mark menatap satu-persatu remaja di depannya itu. Dari seragam mereka, mereka adalah anak dari sekolah lain yang bisa Mark pastikan adalah saingan dari sekolahnya. Dan Mark mencoba membaca satu-persatu nama yang ada di kemeja mereka.

'Joo Haknyeon'

'Park Jihoon'

'Park Woojin'

'Seo Changbin'

'Hwang Hyunjin'

'Bae Jinyoung'

Mark mengerjapkan matanya begitu ia berhasil membaca nama keenam remaja itu. Mata Mark bertemu tatap dengan mata dengan remaja yang tak salah bernama 'Bae Jinyoung' itu. Tatapannya sangat datar, tapi entah mengapa ada sesuatu yang membuat Mark tertarik dengan cara anak itu saat menatapnya.

"Ayo Mark, kita pulang." Lucas menarik tangan Mark dan berhasil membuat pemuda Seo itu mengalihkan atensinya. Dapat Mark lihat, teman-temannya sudah lebih dulu berjalan meninggalkan dirinya dan Lucas di belakang.

Namun, belum sampai di pintu, langkah Mark kembali tertahan karena Dino ditahan oleh seseorang bernama 'Seo Changbin'.

"Kau mau ke mana, Lee Chan?" Sosok bernama Joo Haknyeon membuka suaranya. Di wajahnya terdapat sebuah senyum lebar.

Dino berdecih pelan, "Kami mau pulang. Kami tidak ada urusan dengan kalian." Katanya dengan nada datar.

"Tapi urusan kita waktu itu belum selesai," kali ini Park Jihoon yang membuka suara. Wajahnya yang imut itu, tengah mengapa tak sesuai dengan nada suaranya yang terdengar datar.

"Urusan kita sudah selesai. Terima saja kekalahan kalian waktu itu," balas Hwiyoung tak kalah datar. Pemuda itu memang berdiri di samping Dino.

Mark yang tak tahu apapun hanya diam memperhatikan. Mata Mark bergulir ke sana ke mari hanya untuk menghilangkan rasa bosan akibat perdebatan tak penting yang ada di depannya itu.

"Ingat Seo Changbin, kita tak ada urusan apa-apa lagi. Ingat itu!" Dino memekik marah yang kemudian ia berlari cepat meninggalkan lapangan basket itu. Ia sengaja menabrakan bahunya pada orang-orang itu. Diikuti oleh teman-temannya yang lain.

Diperjalanan, Dino dan Hwiyoung memisahkan diri mereka. Katanya ingin menenangkan diri terlebih dahulu. Jaemin pun sudah pulang duluan karena ia dijemput oleh ibunya, Yuta. Sementara enam remaja yang tersisa kini hanya bisa berjalan gontai menuju rumah masing-masing.

"Pokoknya Mark, Lucas dan Haechan, apapun yang terjadi, jangan pernah berhubungan ataupun mencari perkara dengan enam anak brandal yang tadi." Ucap Subin tiba-tiba yang membuat tiga orang yang namanya disebut tadi mengernyitkan dahi mereka bingung.

Subin berbalik, karena ia, Chani dan Rocky memang berjalan di depan mereka bertiga. Subin menatap ketiganya dengan tajam.

"Apa maksudmu, Subin-ah?" Tanya Lucas bingung.

"Ya pokoknya dengarkan perkataanku saja. Aku tidak mau kalian terlibat atau menjadi salah satu di antara mereka. Mereka sangat berbahaya, meskipun umur mereka sama dengan kita." Jawab Subin yang membuat ketiganya bertambah bingung. Melihat raut wajah bingung mereka, Subin pun menghela nafasnya dan kembali berucap, "Pokoknya, jangan pernah mencari masalah dengan mereka. Dan jauhi mereka. Itu saja!"

Tiga orang yang dinasihati hanya saling berpandangan satu sama lain sebelum akhirnya menganggukan kepala mereka. Subin tersenyum senang dan kembali berjalan menghadap ke depan. Keenamnya pun kembali melanjutkan perjalanan mereka dan berpisah saat keenamnya sampai di perempatan jalan di mana mereka harus berpisah karena rumah mereka yang memang berjauhan itu.

Subin, Chani, dan Rocky berbelok ke arah kiri, Lucas dan Haechan berbelok ke arah kanan, serta Mark yang berjalan lurus ke depan. Tidak terlalu jauh memang, tapi tetap saja Mark merasa lelah. Coba saja, ada Daddynya.

"Hey, Baby Boy!"

Izinkan Mark untuk bermimpi sekarang!

...

Taeil menatap Johnny dengan senyum lebar yang mengembang di wajahnya. Ia mengusap bahu tegap milik Johnny sebentar dan berkata, "Ini memang yang terbaik Johnny-ah. Dan kurasa yang dilakukan Jaehyun itu benar. Kau hanya harus berusaha lebih besar untuk kembali mendapatkan hati Jaehyun. Kau orang yang kuat, aku yakin kau bisa."

Johnny menghela nafasnya pasrah dan menganggukan kepalanya. "Kau benar hyung. Aku sudah salah, dan aku akan menebus kesalahanku kali ini. Aku tidak akan melepaskan Jaehyun. Dia hampir lepas, dan aku tak akan membiarkannya benar-benar lepas. Aku akan tetap menahannya di sisiku." Tekad Johnny kuat.

"Kalau begitu, buktikanlah. Aku akan selalu mendo'akan yang terbaik untukmu dan Jaehyun. Semoga kalian cepat kembali bersama dan bahagia selalu dengan keluarga kecil kalian," ucap Taeil tulus lengkap dengan senyum manisnya.

Johnny membalas senyum itu dan menatap mata Taeil, "Kau juga hyung. Semoga kau bahagia dengan Dong Sicheng."

...

"Markeu~" Mark menoleh pada Appanya yang saat ini sedang berjalan ke kamarnya dengan segelas susu putih di tangannya itu.

Mark tersenyum dan menghampiri Jaehyun yang sudah duduk di atas ranjang berbed cover singa itu. Mark duduk di atas ranjang dan menerima susu pemberian Jaehyun yang lantas diminumnya cepat.

"Ada apa Appa?" Tanya Mark begitu ia selesai meminum susunya.

Jaehyun tersenyum manis dan mengusap rambut hitam milik anaknya dan bertanya, "Liburan kali ini, kau mau membantu Appa 'kan?"

Mark berfikir sebentar. Sebenarnya, Mark ingin memberitahukan rencana liburannya bersama teman-temannya yang lain pada Appanya ini. Tapi melihat wajah Appanya sekarang, Mark rasa Appanya memang membutuhkan bantuannya.

"Bantuan apa, Appa?"

"Begini, teman Appa istrinya sedang sakit dan istrinya itu sedang dirawat di luar negeri. Jadi, teman Appa meminta pada Appa untuk menjaga anaknya selama liburan sekolah ini, kau mau 'kan?" Tanya Jaehyun dengan tatapan penuh harap.

Mark meneguk ludahnya gugup ditatap seperti itu oleh Appanya. Dan Mark pun mau tidak mau menganggukan kepalanya, "Mau kok Appa. Apa sih yang tidak untuk Appa, hehe." Mark terkekeh kecil yang dibalas gelengan kepala oleh Jaehyun. Anaknya ini, dari siapa dia belajar menggombal.

"Anak teman Appa itu rada pemalu, tapi dia anak yang pintar kok Mark." Jelas Jaehyun. "Oh iya, anaknya itu namanya Bae Jinyoung." Tambah Jaehyun yang membuat Mark terkejut.

'Bae Jinyoung?'

Bukan Bae Jinyoung yang dimaksud Subin sebagai anak brandal 'kan?

Tolong katakan Tidak!

...

TBC

Note :

Hello! Kembali lagi sama Wi di ff ini. Udah berapa lama ini nggak dilanjut? Laaaamaa banget ya jawabannya, hampir discontinue juga, hehe. Maaf, Wi update tapi hasilnya begini. Tolong tampar Wi saja. Ini plotless, karena pas bagian Mark dkk, Wi hampir lupa jalan ceritanya mau dibawa kemana tadi. Salahin saja cerita yang Wi baca sebelum melanjutkan nulis ff ini /g.

Dan update spesial buat yang selalu nunggu ff ini! Love y'all!

Ps. Bagian flashback JohnIl chap depan!

Pss. Respon sesuai, fast update. Yay or Nay?

Psss. Selamat Berpuasa bagi yang menjalankan /telat.

Pssss. Buat yang lagi UKK, semangat terus ya!

Psssss. Bagi yg mau ngumpatin Wi, silahkan hehe.

Sampai Jumpa!

Wi!