DISCLAIMER : Masashi Kishimoto

Pairing : NaruSaku always. Rated : T slight M. Genre : Romance, Hurt/Comfort & Family. Warning : OOC. AU. Typos. Boring cz mainstream theme.

Story by Hikari Cherry Blossom24

DON'T LIKE DON'T READ


Kesalahan [Chapter 1]

x

X

x

Kaki jangkung itu melangkah secara bergantian. Dengan tergesa-gesa kaki yang berbalut sepatu hitam mengkilap itu menapakan setiap tapak sepatu pada lantai licin yang menjadi tempat pijakan.

Decakan kesal terdengar. Lolos dari belah bibirnya yang tipis dan merah itu serta paras rupawan miliknya tampil kusut, sekusut penampilannya saat ini.

Tak peduli dengan kerumunan orang-orang yang saling berdesakan, lelaki itu dengan angkuhnya meloloskan diri dengan kekuatan yang melebihi batas normal.

Dia asal menubruk orang, sehingga tanpa sengaja membuat seorang wanita meringis karena mendapat hantaman keras di bahu.

Tapi pria itu tak peduli akan hal tersebut, sebab masalahnya kali ini jauh lebih penting dari apapun.

Saat tiba dipemberhentian kereta api, shappire miliknya langsung tersuguhi oleh sosok wanita dengan mahkota merah muda yang menjadi arah tujuannya.

Naruto bergegas menyusulnya. Dalam perjalanan, amarah menyelimuti dirinya melihat sang kekasih tengah bersama seorang pria.

Sakura melanggar larangan yang pernah Naruto ingatkan.

"Huwahh... ini melelahkan." Sakura regangan sederhana, cukup menarik tangan ke udara. Terlalu lama duduk dalam kereta api membuat tubuhnya kaku saat keluar.

Sai Shimura meletakan barang-barang milik mereka. Sakura membawa koper sementara dirinya cukup menggendong tas, karena kebutuhan seorang pria tidak semerepotkan wanita.

"Satu taksi berdua saja bagaimana?" Tawar si lelaki pucat yang terlihat seperti mayat hidup itu.

Sakura berpikir sejenak. Kalau pulang berdua dengan Sai lalu tiba-tiba ada Naruto di rumah, pastinya akan terjadi perang dunia keempat.

Naruto akan mengamuk sejadi-jadinya.

"Masing-masing saja." Tolak wanita itu dengan halus. Ia tersenyum hingga menyipitkan kedua mata.

Sai membalas senyum tersebut. "Baiklah." Jawabnya.

Senyuman singkat diakhiri dan saat mata Sakura terbuka normal seperti sebelumnya, sosok lelaki bertubuh tinggi dan tegap menyapa pandangan matanya, bahkan dia terlihat sedang menuju kemari.

Perempuan itu menelan ludah. "Mampus!"

Sesampainya Naruto, datang-datang ia langsung menarik tangan Sakura untuk bicara. "Kau melanggar laranganku!" Tudingnya langsung tanpa basa-basi.

Mata sipit itu menatap dengan pandangan tajam. Terlalu tajam.

"Na-naruto..." Sakura kelabakan. Ia tidak tahu entah darimana Naruto mendapat kabar mengenai dirinya sehingga memergoki mereka di Stasiun ini.

"Apa kau sadar dengan kesalahanmu!?" Kepala pink itu menunduk.

Sai bingung sendiri melihat sang partner tengah ribut dengan tunangannya. Ia tidak tahu dimana letak kesalahan Sakura, dan berpikir Naruto saja yang terlalu melebih-lebihkan masalah sepele.

Tidak salah Naruto untuk murka atau mengamuk. Sejak awal ia sudah melarang keras kepada Sakura untuk tidak menerima tugas praktek diperdesaan Konoha, apalagi kalau pergi hanya berduaan dengan Sai yang merupakan seorang pria.

Sai hanya kurang tahu masalah mereka yang sebenarnya.

"Da-dari mana kau tahu?"

Pertanyaan itu semakin membuat Naruto murka. Ia muak dengan keadaan ini. "Kau pikir sampai kapan kebohonganmu akan terjaga." Ia memarahi Sakura karena sudah sepantasnya dilakukan.

Sering kali larangan darinya tidak di dengarkan, namun Naruto masih cukup bersabar untuk menghadapi sifat keras Sakura. Tapi kali ini tiada kata sabar lagi.

Ribuan kali Naruto menyuruh Sakura untuk meninggalkan impiannya menjadi Dokter, karena sebagai pria sejati ia mampu mencukupi semua kebutuhan Sakura mulai dari sekarang hingga menjadi keluarga.

Sayang sekali wanita itu terlalu keras kepala hingga mengabaikan hal-hal yang menjadi pemicu kemarahan Naruto.

"Aku disini bekerja keras untukmu, tapi apa yang kau lakukan? Kau malah pergi dengan laki-laki lain tanpa sepengetahuanku." Kesabaran Naruto benar-benar kandas. Ia marah dan merasa terkhianati.

"Dengarkan aku dulu."

"Aku tak butuh penjelasan lagi!"

Dengan beraninya Sai menepuk-nepuk bahu Naruto. Menyadarkan pria itu dari ketidaksadaran, membuat dia menolehkan kepala.

"...tenanglah Tuan, kami tak melakukan apa-apa walaupun tinggal di satu atap yang sama." Sai tersenyum, namun senyum palsu.

Penjelasan itu terlalu blak-blakan sehingga membuat Naruto merasa dirinya selaku tunangan Sakura tidak dihargai oleh si pemilik mulut yang tak pernah disekolahkan itu.

"Bodoh!"

Batin Sakura merutuk kebodohan Sai. Selalu tidak bisa menjaga omongan, dan kali ini tanpa disadari oleh Sai dia sudah salah bicara dengan seseorang.

Tangan Naruto terkepal erat, dan Sakura melihat kepalan penuh tenaga dalam itu.

Nyaris berhasil menyentuh hidung Sai dengan kepalan tangan, sialnya ada Sakura yang menghentikan.

"Cukup Naruto!" Sakura menahan tangan Naruto yang mengeras. "...kendalikan dirimu." Ia bahkan baru pertama kali ini melihat Naruto benar-benar murka.

Nafas Naruto memburu karena amarah yang sulit dibendung. "Kau membela laki-laki sialan ini!?"

Sakura mendesah.

"Tapi aku tak sebangsat dirimu." Sai menjawab sambil tersenyum yang tampak memuakan di mata Sakura.

BAM!

Akhirnya tinjuan Naruto benar-benar mencium wajah pucat Sai, membuat lelaki itu jatuh terduduk usai mendapat satu pukulan telak di hidung.

Hanya satu pukulan tidaklah cukup, ketika Naruto hendak kembali menghajar Sai, pelukan Sakura menghentikan niatnya.

"Berhentilah... aku mohon." Pelukan Sakura erat sekali.

Naruto mencoba mengendalikan diri. Ia menganggap yang Sakura lakukan ini sebagai pembelaan terhadap Sai, bukan untuk membuat dirinya tenang.

"Lepaskan aku!"

Pelukan Sakura lepas ketika mendapat tarikan kasar pada tangannya. Naruto membalik badan hingga mereka saling berhadapan.

"Selama ini aku sudah cukup bersabar dan mengalah menghadapimu Sakura."

Rasa sakit yang kelewat ngilu terhadap hati sampai membuat Naruto gelap mata dan mengambil keputusan. Entah salah atau benar, yang jelas ia sudah lelah dengan semua ini.

"Kau nikahi saja laki-laki sialan itu, tidak usah lagi mengharapkan diriku. Jalani profesi yang kalian cintai hingga sepuasnya!"

Kedua mata Sakura membulat.

Dasi itu seakan mencekik lehernya, dengan begitu Naruto tarik-tarik secara kasar untuk melonggarkan.

Sakura memaklumi perkataan Naruto tadi. Dia seperti itu pasti karena emosi semata, setelah reda semua akan baik-baik saja.

Terlalu sibuk dengan urusan masing-masing, tidak penting untuk menyaksikan keributan yang terjadi. Mereka yang berlalu-lalang bersikap acuh dan tak peduli, hanya melirik sekilas dan berpikir semua baik-baik saja.

Kerumunan orang-orang menyelamatkan mereka dari tontonan publik.

"Daripada diriku, kau lebih mencintai cita-cita muliamu itu bukan?"

"Naruto!" Kalau yang ini sudah sangat keterlaluan. Sakura marah bila cintanya diragukan, padahal jelas sekali bahwa ia sangat mencintai Naruto.

"Untuk apa kau marah? Itu memang benar 'kan?"

"Itu tidak benar!"

Naruto mengangkat bahu tanda acuh. "Apapun alasanmu aku sudah tidak mau dengar lagi, sekarang semuanya sudah berakhir sampai disini." Ia melorotkan cincin yang tersemat dalam jari manis kemudian memberikannya kepada Sakura.

Membentang telapak tangan wanita itu untuk menaruh cincin tunangan mereka yang terbuat dari emas putih.

"Nikmati hari barumu bersama si sialan itu." Lantas Naruto melenggang dan meninggalkan Sakura dalam kebisuan.

Sai terpaku. Tanpa sengaja ia telah menghancurkan impian terbesar seorang wanita, dan dia adalah Sakura Haruno yang merupakan calon Dokter.

Masih calon.

Sakura terkejut. Tiba-tiba ia sadar Naruto telah pergi, dengan segera ia berlari untuk menyusulnya dan ditemani oleh deraian air mata.

Sai masih setia terduduk di tempat asalnya usai mendapat hadiah pukulan dari tinju penuh tenaga. Hidungnya berdarah sejak tadi, namun ia tak peduli akan hal tersebut.

"Naruto, kau tak boleh lakukan ini padaku..."

Sakura masih berlari— mengejar Naruto yang sudah jauh sembari berseru-seru, tapi lelaki itu bahkan sudah tiba di tempat mobil miliknya terparkir.

Sakura menangisi atas apa yang telah terjadi saat ini.

Baru terasa sekarang. Kini Sakura menyesal semenyesal menyesalnya karena tidak pernah mau mendengarkan apa yang menjadi larangan Naruto, dan akhirnya ia menerima balasan yang bahkan lebih menyakitkan dari pada yang pernah Naruto rasakan.

Pria itu lelah menghadapi sikap kekanakan Sakura.

Wanita itu terlambat. Mobil hitam tersebut telah membawa Naruto jauh darinya dan sulit baginya untuk mendapatkan dia kembali.

Sakura tak berdaya kemudian ambruk. Menjatuhkan diri pada aspal yang kasar tanpa peduli terhadap diri sendiri. Ia terduduk disana dan pasrah terhadap apa yang sudah terjadi.

Wanita itu menangisi keadaan hingga tersedu-sedu, membuat beberapa mata memandangnya dengan heran dan penuh akan pertanyaan yang membebani benak.

Pertengkaran mereka kerap sekali bermula dari keinginan Sakura untuk menjadi seorang Dokter. Naruto tidak pernab setuju namun ia bersikeras untuk meraih cita-citanya itu, dan beginilah akhirnya.

Hubungan mereka berakhir karena ketidaksanggupan Naruto dalam menahan rasa sabar.

Sia-sia sudah hubungan yang mereka bina selama enam bulan ini— baru satu bulan bertunangan.

Semuanya telah usai.

x X x

BLAM!

Pintu tak berdosa itu sengaja dibanting dengan keras, cara Naruto melampiaskan amarah yang sulit ia bendung. Ia mengacak rambut karena frustasi bukan kepalang.

Getaran dalam saku celana membuat Naruto lekas merogoh, lantas mengeluarkan ponsel dari dalam sana. Ia mendapat panggilan dari nomor yang sangat dikenal.

Sakura yang memanggil.

Untuk apa lagi perempuan itu menghubunginya?

Setelah yang Sakura lakukan kepada Naruto apa dia masih punya muka untuk mengemis.

Ada beberapa hal yang membuat Naruto sangat marah.

Pertama, sering kali Sakura berbohong jika itu menyangkut tugasnya sebagai calon Dokter. Contohnya seperti yang terjadi belakangan ini.

Sebagai pria tentu saja Naruto murka saat tahu Sakura yang merupakan tunangannya pergi keperdesaan bersama laki-laki asing baginya, sialannya Sakura menjalankan tugas praktek itu tanpa sepengatuhuan darinya.

Katanya pergi keluar kota bersama sang Ibunda untuk liburan, tapi nyatanya dia berbohong. Naruto bertemu dengan Mebuki pada saat berbelanja di minimarket, dan disanalah ia baru tahu mengenai kebohongan yang Sakura utarakan setelah bertanya.

Tepat di hari kepulangan Sakura, Naruto baru tahu selama dua minggu berpisah ternyata Sakura sedang bersama laki-laki lain.

Pergi berdua, diperjalanan berdua, menjalankan tugas berdua bahkan tinggal dalam satu rumah yang sama hanya berdua.

Bayangkan saja bagaimana jadinya mahluk berlawanan jenis hidup dalam satu atap yang sama. Makan, mandi dan tidur berdua meski tidur di kamar yang berbeda.

Naruto tidak bisa menyimpulkan mengenai tidur mereka, sebab ia tidak tahu apa saja yang mereka lakukan disana.

Hanya pikiran-pikiran negative yang menghantui benak. Seolah mereka sudah melakukan sesuatu disana.

Membayangkan semua itu malah semakin membuat Naruto marah.

"ARGHH!

PRAKK!

Ponsel genggam itu dilemparkan dengan kuat lalu menghantam lantai sekeras mungkin, menjadikan pecahan-pecahan kaca dari layar ponsel tersebut.

Naruto muak dengan Sakura. Muak dengan laki-laki sialan itu dan muak dengan keinginan terbesar Sakura.

Hal kedua yang Naruto benci dari sifat Sakura ialah dalam keteguhannya memilih profesi, seakan lebih mencintai profesi daripada dirinya— selaku calon Suami dimasa depan.

"BERHENTI MENGGANGGUKU!"

Lelaki itu mengamuk seperti sedang kesetanan. Merusak isi ruangan mulai dari meja ruang tamu, vas-vas bunga dan barang-barang lainnya yang ada disekitar.

Hatinya terlampau sakit karena perbuatan Sakura. Seakan tak mengganggap dirinya berarti, padahal ia sendiri mencintai Sakura melebihi nyawa sendiri.

Naruto lelah.

Lelah melarang Sakura, lelah mendapat perlawanan dan lelah menghadapi sikap egois Sakura bila menyangkut cita-cita.

Cita-cita mana yang lebih unggul?

Menjadi Istri dari Naruto Namikaze serta ibu dari anak-anak Naruto Namikaze?

Atau menjadi seorang Dokter yang setiap saat merawat orang-orang sakit. Entah itu anak-anak, orang tua, perempuan atau laki-laki.

Diantara semua gender pasien, kaum adam yang paling Naruto benci. Itu artinya kalau resmi menjadi perawat maka Sakura akan mengurus banyak laki-laki daripada dirinya.

Terdengar memuakan.

Sakura kesulitan untuk memilih antara Naruto dan menjadi perawat, maka dari itu Naruto sendiri yang mengambil keputusan yaitu menyudahi hubungan mereka.

Jika ada orang saling mencintai namun tidak sepemikiran, maka lebih baik mencari yang lain karena darisanalah keegoisan dalam hubungan akan terlihat.

Sakura selalu egois, dan Naruto lelah terus-terusan mengalah.

Pengalahan Naruto selama ini sia-sia.

Bila hati sudah tersakiti, apapun yang melukai fisik tak memberi rasa sakit. Sedikitpun tidak terasa.

Naruto hanya menatap pergelangan tangannya yang berdarah sehabis ia sayat menggunakan pecahan kaca bekas vas bunga. Banyak darah yang keluar dari sana, namun tak sedikitpun terasa sakit.

Rasa sakit itu lebih mendominasi ke hati.

Kehidupan asmara memang kejam.

x X x

"Naruto... maafkan aku sayang."

Sakura mengiagu dalam tidurnya. Memanggil-manggil nama Naruto dan terus minta ampunan sembari memohon.

Rasa bersalah terhadap Naruto sampai terbawa ke alam mimpi. Sakura sadar dirinya memang bersalah, dan sudah sepantasnya ia mengemis ampunan.

Naruto tidak bisa dihubungi sejak kembali dari Stasiun. Telah mencoba mendatangi kediaman sang Namikaze, namun sayang pintu apartement-nya terkunci dari luar yang mengartikan Naruto sedang tidak di rumah.

Malam harinya Sakura kembali dengan harapan kosong. Naruto menghilangkan diri entah kemana, sebab sudah ia datangi ke kantor dan hasilnya nihil.

Dia menghilang begitu saja seperti di telan bumi.

"Naruto..."

Panggilan itu terdengar setiap beberapa detik berlalu.

"Aku mohon Naru..."

Kepala Sakura bergerak gelisah. Ke kiri dan ke kanan selama ber-ulang-ulang. Peluh membasahi wajah hingga leher, lalu dadanya tampak berpacu karena nafas yang memburu.

"NARUTO...!"

Sakura terbangun. Ia tidak sanggup lagi melanjutkan mimpi buruk itu.

Dalam mimpinya Sakura melihat Naruto pergi bersama seorang wanita, dan meninggalkan dirinya yang tengah menangis tanpa henti sambil terus memohon permaafan.

Siapa sangka masalah ini menjadi biang penghancur hubungan mereka. Jika tahu sejak awal maka tiada kesempatan bagi Sakura untuk membantah larangan Naruto.

Cita-cita ingin menjadi Dokter telah menghancurkan mimpi-mimpi indah Sakura bersama Naruto. Hubungan mereka kandas dijalan yang sedikit lagi mencapai kebahagiaan.

Sakura menggeser duduk ke sudut ranjang, lantas meringkuk disana sembari menyembunyikan sebagian wajah dikedua lutut.

Lagi-lagi menangis.

Sejak sore tangisan Sakura tidak berhenti, bahkan dalam tidur sekalipun. Ia tidak mau kehilangan Naruto. Tidak pernah mau.

"Maafkan aku..."

Berkali-kali minta maaf, namun sayang orang itu tidak ada disini. Hanya bisa berkata kepada diri sendiri yang Sakura lakukan.

Dalam kesedihan yang melanda, rasa mual tiba-tiba saja datang menghampiri Sakura. Perut kosongnya bergemuruh seperti air mendidih.

Mungkin 'kah masuk angin?

"Huekk— hmppt!"

Dengan cepat Sakura membukap mulut menggunakan kedua tangan. Ia lakukan sekuat mungkin agar tidak muntah di tempat tidur sebelum tiba di kamar mandi, tempat yang pantas untuk membuang isi perut.

Wanita itu berlari menuju kamar mandi.

"Huekk! Huekk!"

Hanya air yang keluar karena seharian ini Sakura tidak makan apa-apa.

Ketika sampai di rumah ia mendapat tawaran makan dari Ayah, Ibu, kakak serta kakak ipar, tapi ia menolak dengan mulut bungkam kemudian langsung masuk ke kamar tanpa menyapa mereka.

"Huekk!"

Wajah Sakura memerah hingga menyeluruh. Muntah kali ini membuat kepalanya sakit, juga dada. Perlu menyingkirkan rambut ke samping agar tak terkena muntahan.

Perempuan itu mengerang. Ia pikir karena terlalu lama menangis sampai membuatnya mual dan muntah-muntah.

Sakura terduduk lemah di dekat kloset. Bersandar disana dengan mata sayu. Rasa mual itu masih ada tapi masih bisa ia tahan untuk sementara waktu.

Kelopak milik wanita itu terbuka setengah dari seratus persen. Benaknya kembali membayangi kejadian yang baru belalu beberapa jam tadi, dimana saat itu Naruto memutuskan ikatan mereka tanpa berpikir untuk kedepannya.

Tadi itu pelukan terakhir yang bisa Sakura lakukan, setelah itu tidak akan ada lagi kecupan di bibir maupun kening, apalagi untuk berpelukan mesra.

DEG.

Sesuatu menyadarkan Sakura.

"Ti-tidak mungkin."

Mengenang pelukan serta kecupan, sesuatu yang tak biasa membuatnya terkejut seketika.

Malam itu mereka pernah bercinta tanpa Naruto sadari, sebab saat itu Naruto sedang mabuk setelah melewatkan pertengkaran pasal profesi lagi dan lagi.

Sakura mencari Naruto dan menemukan sang kekasih disebuah Bar bersama seorang wanita, lantas ia menghampirinya untuk dibawa pulang.

Sempat terjadi keributan kecil bersama wanita yang menemani Naruto, hingga kemudian harus menggunakan bukti agar Sakura bisa membawa Naruto pergi meninggalkan Bar.

Sakura mengantarkan Naruto sampai ke apartement, saat itulah Naruto menariknya dan mendekap dirinya dalam kehangatan.

Ia dicumbu dari pucuk kepala hingga ujung kaki. Kesuciannya di renggut oleh Naruto yang tengah mabuk, dan bodohnya ia menerima dengan lapang dada ketika rahimnya di tanami benih yang tidak pantas dilakukan sebelum pada waktunya.

Kejadian yang berlalu baru lima hari sebelum Sakura menjalankan praktek di desa Konoha.

Siapa sangka benih itu menghasilkan buah dalam waktu yang tidak lama, penyebabnya adalah disaat masa subur yang membuat rahim Sakura cepat berbuah.

Sentuhan Naruto memabukan Sakura sehingga dirinya lepas kendali dan menikmati persatuan mereka dengan pikiran melayang jauh, terlebih lagi mereka sudah bertunangan dan mendapat kepastian mutlak untuk melanjutkan hubungan sampai ke jenjang pernikahan.

Sakura membekap mulut. Ia shock setelah tahu kenyataan yang lagi-lagi di luar nalar. Rahimnya tengah mengandung janin yang merupakan Bayi Naruto, namun hubungan mereka telah kandas baru beberapa jam yang lalu.

Kebohongan yang mengakhiri segalanya.

Sayangnya Naruto tidak tahu-menahu bahwa sebelumnya mereka sempat bercinta.

Harusnya Sakura tidak pulang waktu pukul lima pagi demi menjaga gengsi, harusnya Naruto melihat dan menyadari yang sudah mereka lakukan sepanjang malam dan tak seharunya hubungan mereka berakhir seperti ini.

"Hiks..."

Wanita yang telah ternodai itu terisak pelan. Dirinya telah hancur dari raga hingga jiwa. Hatinya terluka sangat parah, ada satu obat namun sangat mustahil untuk didapatkan.

Naruto lah obat untuk luka dalam hati Sakura.

x X x

Pria tampan itu senantiasa menampilkan wajah kusut. Alis saling bertaut, tatapan sangat tajam seolah dapat membunuh siapa saja yang melihat shappire tersebut.

Bayangan Sakura terus menghantui benak Naruto sejak perpisahan mereka. Senyumnya yang manis, tatapan menggoda yang penuh akan cinta, paras cantik yang kerap sekali membuatnya pangling.

Naruto menunduk lalu mencengkeram rambut. Kepalanya sakit setiap kali membayangkan Sakura, di tambah lagi dengan efek minuman yang ia komsumsi sebagai pelepas stress.

Alih-alih menikmati keadaan dalam Bar, justru sebaliknya. Naruto merasa terganggu dengan kebisingan di tempat ini, hal itu membuat ia memutuskan untuk beranjak usai meninggalkan beberapa lembar uang di meja.

Tiba-tiba seorang wanita menghampiri Naruto.

Baginya pria itu pangeran tampan yang datang dari dunia dongeng yang meluluhkan hatinya untuk menyerahkan seluruh jiwa, raga dan tubuh tanpa pamrih.

Dia sangat tampan dengan rambut pirangnya yang tumbuh agak panjang sehingga bagian pony menutupi dahi. Selain tampan tentunya juga seksi.

Shion menyukai tubuh tinggi yang terbentuk dengan sempurna itu.

"Kau tidak suka kebisingan?"

Naruto berhenti untuk melirik keberadaan wanita pirang disebelahnya. "...untuk kali ini saja." Balasnya dingin.

Shion tertawa pelan. "Menurutku itu sangatlah aneh."

"Tidak seaneh dia yang menyebalkan itu." Senyum tipis tersungging di bibir merah menggoda milik Naruto.

"...aku pernah melihatmu dalam sampul majalah." Shion tahu dengan lelaki muda itu. Seorang pengusaha muda yang terkenal akan kehebatannya.

"Sekarang kau bisa melihatku secara langsung."

"Terlihat sama saja."

"...karena yang ada di majalah itu real diriku sendiri."

Di mata Shion, mau di sampul majalah atau orangnya langsung mereka tidak ada bedanya. Terlihat tampan dan eksotis, sekalipun dalam kondisi kacau.

"Naruto Namikaze." Itu nama yang unik. Pikir Shion begitu.

"Lalu nama-mu?"

"Shion."

Naruto mengusap tengkuk dengan sikapnya yang acuh serta tak peduli dengan apapun. "...nama yang indah." Sedikit memberi pujian bentuk dari basa-basi.

"Butuh teman?" Shion ingin mengenal seorang Naruto Namikaze lebih dekat, atau kalau bisa sejauh yang mampu ia raih.

Tapi sangat disayangkan, impian Shion musnah ketika mendapat jawaban datar yang tidak diharapkan.

"Tidak."

Singkat dan jelas, kemudian Naruto melanjutkan langkah untuk meninggalkan Bar.

Mengurus satu wanita saja sudah kewalahan, apalagi kalau dua. Sudah cukup karena untuk saat ini Naruto ingin mengasingkan diri dari yang namanya wanita.

Seolah trauma dengan kaum hawa.

Naruto menekan remote mobile yang bersatu dengab kunci, kala itu juga menyalakan alarm yang membuat dirinya berhasil menemukan kendaraan kesayangan miliknya tanpa celingukan mencari.

Paling tidak mobil bisa berguna daripada mereka.

Naruto melenyapkan diri dibalik pintu mobil, meninggalkan Bar beserta Shion yang jelas sekali tidak ia inginkan.

Persetan dengan wanita asing itu. Mereka sama memuakannya dengan wanita yang bernama Sakura Haruno.

Naruto muak dengan kaum hawa, terutama Sakura. Ia bahkan membencinya karena rasa lelah setelah berkali-kali dibohongi.

Benci dan cinta bersatu dalam hati yang terluka.

x X x

Sakura baru kembali dari Rumah Sakit, dan ternyata benar yang ia duga sejak semalam bahwa dirinya tengah berbadan dua. Darah daging Naruto yang saat ini sedang ia kandung.

Mungkin dengan mengatakan kebenarannya kepada Naruto hubungan mereka dapat terselamatkan dan keadaan mereka kembali seperti semula berkat kehadiran janin dalam rahim Sakura.

Semoga harapan itu menjadi kenyataan. Harapan Sakura hari ini.

Emerald itu memerhatikan bangunan gedung apartement yang terdiri di depan mata. Di pandangi dari atas ke bawah, setelah itu terdengar hembusan nafas.

Sakura menghembuskan nafas guna mengurangi rasa gugup yang berlebih, lantas ia mulai melangkahkan kaki— memasuki gedung dengan lantai beberapa tingkat itu.

Sosoknya hilang di telan lift kotak, membawa tubuh kurus itu menuju lantai empat— tempat yang menjadi tujuan utama.

Di dalam lift yang panas itu jantung Sakura terus berdegup kencang. Ia takut hal buruk akan terjadi, terlebih lagi kemarahan Naruto kemarin benar-benar terlihat mengerikan.

Awalnya terus bersabar dan selalu bersabar, tapi saat kesabaran itu telah sampai pada level maksimal maka disanalah sosok iblis Naruto terlihat.

Sakura tak pernah tahu bila marah Naruto akan terlihat menakutkan. Bahkan awalnya ia tak percaya jikalau dia memang benar Naruto.

Kalau marah sampai seperti itu seakan bukan diri Naruto.

Tokk tokk.

Hanya dua ketukan yang berani dilakukan oleh Sakura. Di depan pintu coklat itu ia tengah berdiri— menanti sambutan dengan perasaan cemas tak karuan.

Detak jantung Sakura berpacu kala indera pendengarannya dapat mendengar suara derap langkah kaki di dalam ruangan itu. Tubuhnya menegang seolah terserang stroke mendadak.

Ceklek.

Surat kehamilan dalam tangan digenggam erat oleh Sakura. Ia takut akan mendapat kemarahan lagi, namun sangat diperlukan menyatakan yang sebenarnya jika memang masih ada kesempatan kedua.

Setelah ini Sakura berjanji akan patuh pada semua larangan Naruto. Mulai hari ini dan sampai kapanpun ia tak lagi menjalani latihan sebagai Dokter, karena sudah cukup gara-gara cita-cita itu orang yang sangat ia cintai pergi.

Sakura masih ingin bersama Naruto. Ingin menjadi Istri dan Ibu anak-anak Naruto, juga ingin dicintai dan diperhatikan seperti dulu. Ia ingin Naruto yang dulu kembali dalam pelukannya.

"Untuk apa kau datang kesini!?"

Sakura menggigit bibir. Itu bukan sambutan melainkan pengusiran tanpa kata-kata frontal, cukup dimengerti oleh si pendatang yang kehadirannya sangat tak disukai dan tak diharapkan.

Kembali Sakura menghembuskan nafas namun kali ini begitu pelan, kemudian setelah itu ia serahkan surat di tangan kepada Naruto tanpa menatap wajah dinginnya.

Naruto menerima sodoran tersebut. Ia sobek amplop putih itu lalu mengeluarkan isinya yang merupakan selembar kertas.

Sakura masih menundukan kepala. Tak punya keberanian untuk menatap wajah tampan sang mantan, cukup mendengar suara tajamnya yang dapat menusuk hati ketika berbicara.

Mata Naruto melebar. Surat itu menyatakan Sakura sedang mengandung, dan ia tidak tahu maksud dan tujuan Sakura dengan memberikan surat kehamilan itu karena ia tak merasa pernah meniduri wanita itu.

"Oh, jadi kau datang hanya untuk memberiku kabar soal kehamilanmu."

Kepala merah muda itu masih setia menunduk.

Naruto melipat kertas dalam genggagamannya lalu ia sobek-sobek, setelah itu menghamburkannya diudara. Serpihan-serpihan kertas berjatuhan di depan mata Sakura.

"Selama dua minggu kalian bersama, ternyata rahimmu membuahkan hasil."

Kata-kata aneh itu berhasil menaikan pandangan Sakura. "Apa maksudmu?"

Sebelah sudut bibir Naruto tertarik ke atas dan membentuk seulas senyum tipis nan angkuh.

"Jangan sok tidak tahu, kau datang padaku untuk mengabari soal kehamilanmu dan berpikir aku akan cemburu. Tapi sayang sekali, yang terjadi justru sebaliknya Sakura."

Naruto menarik lengan kurus itu. Ia tarik tangan Sakura hingga masuk kemudian mendekatkan wajah mereka.

"...aku malah membenci kalian berdua, darah daging laki-laki sialan itu yang kau beri kesempatan untuk tumbuh dalam rahimmu."

Amarah Sakura tersulut. "Ini darah dagingmu!"

Naruto terpaku sesaat, namun ia tidak percaya dengan kebohongan ini. Sakura wanita pembohong.

"Aku tak pernah menodaimu."

"Kau mela—"

"Jangan menagih tanggung jawab kepadaku. Laki-laki sialan itu masih hidup, dia yang menodaimu maka dia pula yang harus berganggung jawab."

Sakura bahkan tak diberi kesempatan untuk menjelaskan. "Apa yang membuatmu berpikir seperti itu, Naruto..." Ia terpukul mengenai perubahan dalam diri Naruto.

Sekejap sekali jati diri Naruto tergantikan oleh setan yang langsung berkuasa.

"Sudah menjadi fakta kau dan laki-laki sialan itu bermain dibelakangku. Selama ini aku tak pernah menyentuhmu, lalu bagaimana bisa kau mengandung anakku selama kita tidak pernah melakukan hubungan intim..."

Dia benar-benar tidak ingat. Sama sekali tidak ingat, dan kata-katanya kali ini sudah kelewat menyakiti Sakura.

"Yang sedang kau kandung itu bukan darah dagingku."

Sakura menggigit bibir. Naruto keterlaluan.

"Aku tidak punya anak darimu, Sakura!"

Masih ada kesabaran dalam hati Sakura hingga saat mendapat cercaan ia masih diam dan mengalah.

Namun, akan sampai kapan kesabaran Sakura bertahan setelah kalimat baru yang Naruto tuai kali ini.

"Kau berkhianat dan menumbuhkan anak haram!"

PLAKK!

Naruto tertegun. Itu tamparan yang cukup keras.

"Kandungan ini memang bukan darah dagingmu... bukan darah daging siapapun... janin ini darah dagingku sendiri."

Sakura menyentuh perut rata miliknya tanpa berhenti menatap Naruto dengan sorot tajam.

"Anakku tidak punya Ayah. Ayahnya sudah tiada dan aku bisa menjadi Ibu sekaligus Ayah dari anak yang saat ini sedang aku kandung."

Hanya bisa melihat ketika air mata wanita yang pernah di cintai menetes karena dirinya. Hati Naruto menolak keras untuk mendekap atau sekedar menghapus liquid di mata Sakura.

Hati yang tersakiti sangat sulit untuk mengertikan perasaan seseorang.

Naruto tidak tahu apa yang saat ini Sakura rasakan, hanya hatinya sendiri yang terluka parah setelah mendapat kebohongan demi kebohongan.

Harusnya Sakura tidak pergi bersama laki-laki lain dan untuk melakukannya harus menuai kebohongan kepada Naruto.

Itu kesalahan yang sudah sangat fatal.

"Ingat satu hal." Sakura menunjuk wajah Naruto. "...kupastikan kau akan menyesal." Ini sumpahnya untuk Naruto, setelah meninggalkan peringatan iapun langsung melenggang.

Naruto masih terdiam sehabis mendapat tamparan. Diam membisu dengan mulut terbuka kecil, sementara mata biru miliknya terus menatap punggung Sakura.

Wanita itu semakin jauh dan jauh hingga tak terlihat lagi.

Kebersamaan hanya mereka menyisakan kenangan manis dan pahit yang tidak terlupakan. Sakura akan menyimpannya serapat mungkin di dalam hati, entah kalau dengan Naruto sendiri.

Dari sinilah semua itu bermula. Penyelasan yang menghantui Naruto karena kemurkaan yang kelewat batas hingga memutus ikatan yang terjalin. Ia melepas Sakura tanpa pikir panjang.

Kini amarah Naruto semakin tak terkendali saat tahu mengenai kehamilan Sakura.

Dengan siapa wanita itu Hamil?

Mustahil dirinya yang menghamili, sebab mereka tidak pernah berbuat hubungan intim berdasarkan janji yang pernah Naruto ucapkan.

Pantang bagi mereka menyatukan tubuh tanpa ikatan yang sah.

Naruto tidak tahu bahwa ia sendiri telah melanggar janji. Dalam keadaan tidak sadarkan diri ia telah merenggut masa-masa gadis Sakura, lalu dengan nikmatnya menanamkan benih dalam rahim sang gadis.

Sesuai peringatan Sakura.

Kelak Naruto akan menyesal.

CHAPTER 1 END


Fanfic ini langsung END di satu chapter, lalu berlanjut di chapter dua dan bakalan END di chapter dua dengan kisah yang berbeda dari sebelumnya, begitu juga chapter 3.

Seperti kumpulan one-shoot yg dipecah menjadi perchapter, n tentunya dalam satu chapter isi kisahnya ga sama. Semisal, chapter 1 Saku Hamil trus chapter 2 anak Saku lahir dan chapter 3 anak Saku udah gede, begitu :3

Udah, cuma sampe chapter 3 aja XD #piece