Itu Park Chanyeol.
"C–Chanyeol?" Mata Baekhyun membola kaget. "K–kenapa—"
"Kau benar di sini rupanya."
"Eh?"
"Kyungsoo?"
Kyungsoo tersentak oleh panggilan Chanyeol. "Y–ya, Saem?"
"Kau boleh pulang duluan, saya ada perlu dengan Baekhyun."
"Eh? T–tapi—"
"Tidak perlu khawatir, nanti saya akan mengantar Baekhyun pulang."
"Ah, begitu. Baiklah, Saem." Kyungsoo mengusap tangan Baekhyun sebelum pergi dari sana. "Aku duluan ya?"
Setelah Kyungsoo pamit, tinggal Baekhyun dan Chanyeol berdiri saling berhadapan. Untuk beberapa saat, ada atmosfer canggung yang menyelimuti keduanya. Baekhyun sendiri tak tahu harus berkata apa. Melihat Chanyeol yang tiba-tiba muncul di hadapannya menghasilkan perasaan berkecamuk di dalam hatinya. Antara kaget, senang, tapi juga bingung. Ia pasti terlihat begitu bodoh sekarang.
"Aku mencarimu ke kampus." Chanyeol memecah keheningan itu. "Tuan Ryu bilang kau pergi begitu tahu aku akan berangkat ke Jerman."
Alih-alih menanyakan sederet pertanyaan yang sedari tadi berputar dalam kepalanya, Baekhyun justru memeluk Chanyeol. Begitu erat, seolah jika dia tidak melakukan itu, Chanyeol akan menghilang dari pandangannya dalam sekejap.
"Kupikir.." Suara Baekhyun bergetar ketika panas menjalari bola matanya. "Kupikir..aku sudah terlambat.."
"Baek, dengar—"
Baekhyun menggeleng kuat saat Chanyeol hendak melepaskan pelukannya. "Tidak, kumohon.." ucapnya sambil terisak. "Jangan pergi. Tetaplah di sini, Chanyeol.."
Merasakan dengan jelas kekalutan itu, Chanyeol pun membalas pelukan Baekhyun. Diusapnya surai dan punggung si mungil agar lebih tenang, kemudian berbisik dengan suara husky-nya, "Maaf, sudah membuatmu kebingungan begini." Chanyeol mengecup lembut dahi Baekhyun. "Aku ada di sini, Baekhyunnnie.."
.
.
.
###
AEIPATHY (BL VERSION)
Chapter 19 (end) – Entirely Yours
Main Casts : Park Chanyeol & Byun Baekhyun
###
.
.
.
Café Sip of Coffee. Di sinilah Baekhyun dan Chanyeol berada sekarang, duduk berhadapan dengan secangkir americano dan mocca latté terhidang hangat di atas meja.
"Minumlah dulu." kata Chanyeol. Baekhyun menurut.
Beberapa kali pria mungil itu melirik Chanyeol yang juga sedang menyesap americano-nya, sebelum meletakkan kembali cangkir mocca latté itu dan beralih memainkan jemari-jemari lentiknya untuk mengusir kegugupan.
"Maaf." Satu kata itu meluncur dari lidah Baekhyun. "Untuk semuanya." lanjutnya, menatap Chanyeol tepat di onyx itu. "Kau benar soal Sehun. Kau juga benar soal diriku. Tak seharusnya aku meragukan kata-katamu dan malah menuduhmu macam-macam. Karenanya, aku minta maaf, Chanyeol.."
Chanyeol terdiam sejenak, lalu membalas lirih, "Tidak apa."
Dan kembali hening.
"Lalu," Baekhyun mengemut bibir bawahnya sebentar. "Apa kau benar-benar akan pergi ke Jerman?"
Satu helaan napas Chanyeol hembuskan, sebelum menganggukkan kepalanya. "Ya, sore ini."
Ada perasaan ngilu yang menyiksa hati Baekhyun karena jawaban Chanyeol. Sekelebat memori pertengkaran mereka tiba-tiba memenuhi kepala Baekhyun, membuatnya merasa begitu buruk. Dan kenyataan bahwa Chanyeol mengambil jarak di antara mereka, hanya memperburuk pemikiran Baekhyun.
"Apa..kau pergi karena hubungan kita?"
Baekhyun tahu ini terdengar miris saat ia menyebut 'hubungan kita' padahal mereka sudah tak menjalin hubungan apa pun. Namun Baekhyun tetap ingin tahu isi hati Chanyeol, sekalipun itu akan menyakiti hatinya.
"Tidak, ini murni karena pekerjaanku."
Sedikit banyak Baekhyun merasa senang mendengarnya. Setidaknya ia bisa bernapas lega untuk satu hal. "Kapan kau akan pulang lagi ke Seoul?"
"Entahlah," Chanyeol membuang muka. "Dalam beberapa bulan kurasa."
Di bawah meja, Baekhyun meremat kuat jaketnya. Melihat raut muka Chanyeol, entah bagaimana memunculkan firasat tak mengenakkan di hati Baekhyun. Seolah Chanyeol akan pergi jauh lebih lama dari 'beberapa bulan'.
Meski begitu, Baekhyun takkan menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia akan menjawab pertanyaan Chanyeol waktu itu. Mengesampingkan kemungkinan terburuk, Baekhyun hanya ingin Chanyeol tahu bahwa ia tak pernah membagi hatinya.
"Apa kau masih ingat? Waktu itu, kau bertanya padaku apakah aku membagi hatiku."
Seketika jantung Chanyeol berdentum keras. Gugup dan kaget bercampur jadi satu. Namun belum sempat Chanyeol berkata, Baekhyun sudah menahan suaranya dengan sebuah senyuman tulus.
"Jawabanku adalah tidak." tandas Baekhyun, tanpa keraguan. "Aku tidak pernah membagi hatiku. Tidak pada Sehun atau siapa pun, hanya padamu aku memberikannya." Senyuman tulus itu terkembang kian cantik, menghasilkan hentakan tak beraturan di balik rongga dada Chanyeol. "Seutuhnya, hanya milikmu, Chanyeol.."
Selama ini Chanyeol bertanya-tanya, sebenarnya bagaimana cara kerja cinta? Yang mampu menyulut emosinya dalam hitungan detik, juga mampu meluluhkan hatinya hanya melalui sorot mata yang penuh akan ketulusan. Ke mana perginya rasa kecewa yang dirasakannya beberapa jam yang lalu? Kenapa kini kepalanya justru dipenuhi keinginan menggebu untuk memeluk pria mungil di hadapannya dan tak mengizinkannya barang sedetik untuk menatap ke arah lain selain dirinya?
"Aku akan bersabar menunggumu pulang. Karenanya—"
"Kau curang."
"Eh?"
"Kalau begini caranya," Chanyeol beranjak dari duduknya, menghampiri Baekhyun untuk dibawa ke dalam dekapannya. "Bagaimana aku bisa berkata 'tidak'?"
Diameter bola mata Baekhyun melebar. Mulutnya menganga kecil karena aksi Chanyeol. "A–apa?"
"Kenapa kau membuatku jatuh cinta padamu lagi, Byun Baekhyun?"
Tak elak satu bulir airmata melewati pelupuk mata Baekhyun. Ia menggigit kuat bibir bawahnya, menahan gejolak dalam dada yang meronta ingin dikeluarkan.
"Kau harus bertanggung jawab, Baek." Chanyeol mendekap Baekhyun lebih erat. "Karena aku tak mau kehilanganmu lagi.." bisiknya dengan suara bergetar.
Membalas pelukan itu sama erat, airmata Baekhyun pun mengalir lebih deras. "Aku berjanji.." ucapnya di antara isak. "Aku sangat merindukanmu, Yeol.."
"Aku juga sangat merindukanmu, Baekhyunnie.."
Lepas sudah semua beban yang semula menyiksa hati keduanya. Tak ada lagi senyum yang dipaksakan atau raut sedih yang disembunyikan. Hanya airmata kebahagiaan dan senyum tulus yang menghiasi paras Baekhyun dan Chanyeol. Sebuah euforia yang lama mereka rindukan.
"Aku akan pulang secepat yang kubisa." kata Chanyeol seraya melepaskan pelukan itu. Ditangkupnya pipi Baekhyun, menghapus sisa airmatanya dengan lembut. "Jaga dirimu, oke?"
Baekhyun mengangguk patuh. "Kau juga..jaga dirimu di sana ya? Sering-sering kabari aku."
Chanyeol terkekeh. "Pasti." Dikecupnya dahi Baekhyun, sebelum ia bawa kembali tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. "Aku akan merindukanmu, Muffin.."
"Aku akan jauh lebih merindukanmu, Chanyeollie.."
"Kau takkan bisa mengalahkan rasa rinduku."
"Kata siapa? Tentu saja bisa!"
"Aku akan langsung menerkammu saat pulang nanti."
"A–apa?!" seru Baekhyun. Pipinya semerah tomat.
"Aku bercanda, hahaha~"
Baekhyun mencebikkan bibir sebal. Jantungnya hampir copot karena candaan kekasihnya itu.
"Kau jangan main lirik pria dan wanita lain ya di sana. Aku akan meneleponmu setiap hari."
"Oh? Kau mulai bisa bersikap posesif rupanya."
"Biar saja! Kau juga sama posesifnya, tahu?"
"Tentu saja tahu, aku kan stalker-mu, DJ Byun."
"Eyy~ dasar!" Baekhyun melonggarkan pelukan mereka untuk menatap Chanyeol. Bibirnya melengkung ke bawah, persis seperti bocah SD yang hendak ditinggal orangtua. "Cepatlah pulang ya?"
Chanyeol menarik sudut bibirnya membentuk senyuman. Satu tangannya mengusuk surai Baekhyun. "Aku bahkan belum benar-benar pergi."
"Tetap saja."
Tawa Chanyeol pun meledak karena rajukan Baekhyun. Ah, kekasih mungilnya ini memang sangat menggemaskan. Ia jadi semakin tidak tega pergi lama-lama ke Jerman.
"Bagaimana kalau seperti ini? Kau selesaikan skripsimu di sini dan aku akan pulang sebelum kau wisuda?"
"Eh? Sungguh?"
Anggukan mantap itu Chanyeol berikan. "Mm-hm. Jadi kita bertemu lagi saat kau wisuda nanti. Bagaimana?"
"DEAL!" seru Baekhyun, kembali bersemangat. Ia hendak menjabat tangan Chanyeol sebagai tanda perjanjian, tapi ia urungkan dan beralih melemparkan picingan mata. "Tapi janji ya? Kau harus pulang sebelum aku wisuda!"
"Aku berjanji, Muffin." Chanyeol mengecup sekilas bibir Baekhyun. "Jadi cepat dapatkan gelarmu, oke?"
Baekhyun berjinjit sedikit untuk membalas kecupan singkat itu di bibir Chanyeol, lalu tersenyum lebar setelahnya. "Pasti~"
###
Kemudian seperti itulah semuanya berjalan. Chanyeol pergi ke Jerman hari itu dan Baekhyun melepasnya dengan tangis yang mati-matian ia tahan. Namun waktu terus berjalan, Baekhyun pun melanjutkan kesehariannya dengan menyelesaikan skripsinya dengan sungguh-sungguh. Beruntung ia mendapatkan Gong Yoo sebagai pengganti Chanyeol dan bukan dosen killer lainnya.
Dalam kurun waktu empat bulan, tepat seminggu sebelum pendaftaran sidang skripsi ditutup, Baekhyun berhasil menyelesaikan skripsinya dan mendapatkan izin dari Gong Yoo untuk mendaftarkan diri di sidang skripsi. Baekhyun tentu langsung menghubungi Chanyeol soal ini. Kekasihnya itu turut senang mendengarnya dan memberi Baekhyun semangat serta beberapa tips untuk menghadapi sidang skripsi nanti.
"Pokoknya kau tidak boleh kelihatan gugup, jawab saja dengan mantap. Biasanya dosen penguji akan mengincar mahasiswa yang tidak konsisten dalam menjawab."
"Begitukah? Woah, aku jadi semakin gugup!" seru Baekhyun sambil menepuk-nepuk jantungnya yang berdentum keras.
"Aku yakin kau bisa, Baek." Chanyeol tersenyum di seberang sana. Pandangannya tertuju pada langit Jerman yang dihiasi beberapa kilau bintang. "Kita sudah membuat janji, bukan?"
Baekhyun tersenyum tipis. Tentu saja ia ingat janji yang mereka buat sebelum berpisah. Janji untuk kembali bertemu saat Baekhyun wisuda nanti. Maka dari itu, Baekhyun harus bisa melewati proses sidang skripsi ini dan ia akan berusaha sekuat tenaga agar keluarganya juga Chanyeol bangga padanya.
"Ya, aku pasti akan berusaha keras. Apa pun yang terjadi, akan kupastikan janji itu terpenuhi."
"Terus semangat, My Sweet Muffin~"
"Hm. Terima kasih, Chanyeollie~"
###
Hari sidang adalah salah satu hari paling menegangkan yang pernah Baekhyun alami. Berbekalkan skripsi yang telah ia buat susah payah selama enam bulan terakhir, pria mungil itu melangkah menuju ruang sidang skripsi.
Ada berbagai perasaan yang dirasakan Baekhyun, terutama saat bertatapan langsung dengan tiga dosen penguji yang duduk di depannya. Namun keinginannya untuk memenuhi janji pada Chanyeol membuatnya tenang hingga sidang skripsi berakhir.
Lalu pada pukul empat sore, di hari yang sama, Baekhyun mendapatkan hasil dari kerja kerasnya. Ia dinyatakan lulus cum laude, dengan nilai sidang skripsi tertinggi di fakultasnya. Pria bermata sipit itu tak henti mengembangkan senyumannya dan tak sabar untuk segera memberitahu Chanyeol berita menggembirakan ini melalui video call.
"Hey, Muffin. Bagaimana—"
"AKU LULUS~" Baekhyun memekik senang segera setelah Chanyeol mengangkat panggilannya. "Aku lulus cum laude, Chanyeol! Bukankah itu hebat? Oh, rasanya aku masih belum percaya ini!"
Chanyeol tersenyum bangga. Seandainya saja ia berada di sana, sudah pasti ia akan memeluk erat Baekhyun. "See? Sudah kubilang kau pasti bisa."
"Apa kau tidak akan memberikanku selamat?"
Tawa Chanyeol terdengar melihat Baekhyun mengerucutkan bibirnya. "Tentu saja. Selamat ya? Aku sangat bangga padamu, Baekhyunnie."
"Sungguh?"
"Mm-hm."
"Lalu kapan kau akan memenuhi janjimu? Aku sudah tidak sabar!"
"Aku juga sama tidak sabarnya, Muffin. Tapi masih ada beberapa urusan yang belum kuselesaikan di sini."
"Eh? Lalu bagaimana? Kau akan tetap pulang, kan?"
"Masih ada waktu dua bulan sebelum acara wisudamu dilaksanakan, bukan? Aku akan pulang begitu semua urusanku selesai. Sabar sedikit ya?"
Merasa sedikit kecewa, bibir Baekhyun melengkung ke bawah. Padahal ia sudah sangat berharap Chanyeol akan segera pulang begitu ia memberitahu berita ini, tapi ternyata ia masih harus menunggu.
"Hey, jangan cemberut begitu. Aku pasti pulang sebelum kau wisuda kok, aku sudah berjanji, ingat?"
"Tapi kau harus tepati janjimu ya? Aku akan marah kalau kau sampai tidak datang ke acara wisudaku."
"Mana mungkin aku melewatkan hari besar kekasihku yang manis ini, hm? Jangan khawatir, aku pasti datang, oke?"
Satu helaan napas Baekhyun buang, sebelum mengangguk sebagai jawaban. "Baiklah."
Chanyeol tersenyum. Dalam hati ia bersyukur Baekhyun tidak banyak bertanya tentang urusan yang sedang ia lakukan di sana.
###
Dua bulan telah berlalu semenjak Baekhyun menyelesaikan sidang skripsi. Kini telah tiba acara wisuda yang ia tunggu-tunggu. Namun bukannya merasa bahagia atau semacamnya, raut muka pria bermarga Byun itu malah dipenuhi awan mendung.
Pasalnya sejak kemarin Chanyeol tak bisa dihubungi, sederet pesan yang Baekhyun kirim pun tak ada yang dibaca. Ini membuatnya khawatir. Padahal hari ini adalah hari besar di mana Baekhyun resmi mendapatkan gelarnya, tapi Chanyeol seolah ditelan bumi. Berbagai pemikiran buruk pun menghantui Baekhyun. Ia takut Chanyeol masih sibuk di Jerman atau yang paling buruk terjadi sesuatu pada Chanyeol hingga tak bisa dihubungi sampai detik ini.
"Bagaimana ini?" Baekhyun menggigit bibir bawahnya gelisah. Ia tak kenal kerabat Chanyeol kecuali Sehun dan Sehun bahkan tidak ada di Seoul. Kepada siapa ia harus bertanya? Di saat seperti ini, para dosen juga pasti sedang sibuk-sibuknya.
"Kau kenapa, Hyung?" Samuel tiba-tiba muncul di samping Baekhyun.
"Uh..t–tidak apa-apa, Sam. Appa dan Mum sudah siap berangkat?"
"Ya, kami justru sedang menunggumu. Kau tidak apa-apa? Wajahmu agak pucat."
"Aku tidak apa-apa, hanya saja Chanyeol tak bisa dihubungi. Padahal dia bilang akan menghadiri acara wisudaku."
"Mungkin ponselnya mati?"
"Tidak mungkin mati, Chanyeol tak bisa dihubungi sejak kemarin. Sekalipun ponselnya rusak, dia pasti akan menghubungiku dengan cara lain, tapi ini tidak. Aku takut terjadi sesuatu padanya, Sam."
"Apa dia bilang kapan akan berangkat ke Seoul?"
"Uh..tidak, tapi dia sudah berjanji."
"Mungkin dia masih sibuk di Jerman? Kita tunggu saja, bagaimana?"
Menatap ponselnya sebentar, Baekhyun tampak menimbang-nimbang saran Samuel. Sepertinya tidak ada salahnya menunggu sebentar lagi.
"Baiklah."
Samuel tersenyum. Ia genggam tangan Baekhyun, membawanya keluar dari rumah.
.
.
Acara wisuda di SNU berlangsung lancar dan meriah. Setelah selesai mengikuti upacara dengan khidmat sampai akhir, para wisudawan segera disambut arak-arakan dari masing-masing fakultas dan mengabadikan momen tersebut dengan mengambil banyak foto. Tampak raut bahagia dari setiap orang yang hadir di sana. Terkecuali Baekhyun.
Alih-alih ikut berbahagia bersama yang lain, pria bermata sipit itu malah menunjukkan raut khawatir dan tak henti menatap layar ponselnya. Baekhyun tak bisa berhenti memikirkan Chanyeol. Kekasihnya itu melewatkan upacara wisudanya, bahkan sampai sekarang belum kelihatan juga batang hidungnya. Apa yang sebenarnya terjadi? Baekhyun sungguh berharap tak terjadi sesuatu yang buruk pada Chanyeol.
"Hey, ada apa? Kenapa kau murung begitu?" tanya Nyonya Byun, meleburkan lamunan Baekhyun. Putra sulungnya itu melengkungkan bibir ke bawah, tak mampu menyembunyikan kekhawatirannya.
"Chanyeol tak bisa dihubungi, Mum.."
"Chanyeol? Kekasihmu itu?"
Baekhyun mengangguk lemas. "Padahal dia sudah berjanji akan datang saat aku wisuda, tapi ponselnya bahkan tidak aktif sejak kemarin. Bagaimana ini?"
"Eyy~ jangan berpikiran buruk begitu. Mungkin ada hal penting yang harus diselesaikannya sehingga ia datang terlambat."
"Semoga saja begitu. Aku hanya berharap dia baik-baik saja."
Nyonya Byun tersenyum lembut. Diusapnya puncak kepala Baekhyun, berusaha menenangkannya. "Aku yakin Chanyeol baik-baik saja dan akan segera datang kemari begitu urusannya sudah selesai."
Baekhyun mengangguk pasrah. Yang bisa dilakukannya hanyalah menunggu.
"Hey, Bee."
Suara seorang pria di belakang sana tiba-tiba mengejutkan Baekhyun. Ia tahu betul suara siapa itu. Hanya ada satu orang yang selalu memanggilnya 'Bee'.
"Se..hun?"
Itu sungguh Oh Sehun, berdiri di hadapan Baekhyun dengan sebuket bunga mawar kuning di tangan.
"Selamat atas kelulusanmu." ucapnya tulus sambil memberikan buket mawar itu. Tapi respon Baekhyun justru terdiam di tempat. "Sudah kuduga." Sehun tersenyum masam. "Kau masih marah padaku ya?"
Tak bisa memungkiri perkataan Sehun, Baekhyun mengalihkan atensinya ke arah lain. Walau bagaimanapun, pertemuan terakhir mereka bukanlah kenangan yang indah.
"Aku tahu aku salah waktu itu, karenanya aku minta maaf, Bee." Sehun mengambil satu langkah dan—sekali lagi—memberikan buket mawar itu pada Baekhyun, berharap ia mau menerimanya. "Aku berjanji takkan mengganggumu lagi setelah ini, tapi setidaknya izinkan aku memperbaiki kesalahanku padamu. Hm?"
Dahi Baekhyun mengerut tak simetris. Jujur, ia agak meragukan ucapan Sehun. "Sungguh? Kau berjanji?"
"Ya."
"Sedikit pun, kau takkan mengganggu hubunganku dan Chanyeol lagi?"
"Aku sedang belajar melupakan perasaanku padamu, Bee. Jadi kau bisa pegang janjiku."
Menyaksikan bagaimana Sehun meminta maaf dengan tulus begitu, Baekhyun jadi tidak tega untuk bersikap dingin. Pikirnya, Sehun pasti sengaja datang kemari untuk menghadiri acara wisudanya, dengan niatan meminta maaf padanya.
"Baiklah." Baekhyun akhirnya menerima buket mawar itu. Senyumannya terkembang tipis di sudut bibir. "Aku memaafkanmu, Hun-ah.."
"Terima kasih, Bee.." Sehun mengusuk surai Baekhyun. "Omong-omong, kau melihat Owl?"
"Owl?"
"Do Kyungsoo."
"Kyungsoo?" Baekhyun menggeser pandangannya ke arah kanan, menunjuk Kyungsoo yang sibuk berfoto dengan keluarganya. "Itu di sana. Kenapa kau tiba-tiba menanyakannya?"
"Apa lagi?" Sehun mengeluarkan buket mawar lainnya yang ia sembunyikan di balik punggung. Kali ini warnanya merah. "Tentu saja untuk memberinya selamat."
Baekhyun mengerjap kaget dibuatnya. Ia tak menyangka Sehun juga datang untuk menemui Kyungsoo, bahkan sampai mempersiapkan buket mawar merah. Satu hal yang Baekhyun tahu tentang arti mawar merah dan itu jelas berbeda jauh dengan mawar kuning. Apa yang sebenarnya ia lewatkan?
"Jangan-jangan mereka..?"
"Sepertinya bocah itu sudah move on darimu ya?"
"Ya, kurasa begitu, Chan—"
Dan detik itulah, bola mata Baekhyun melebar sempurna. Ia menoleh cepat ke samping. Untuk sesaat, bisa ia rasakan jantungnya seperti berhenti berdetak karena mendapati sosok yang sedari tadi dinantikannya. Ya, itu Park Chanyeol.
"C–Chan..yeol? Sejak kapan kau..?"
Chanyeol tersenyum jenaka, puas melihat reaksi Baekhyun. "Surprise, Baekhyunnie! Selamat atas kelulusanmu ya?"
"T–tapi..bagaimana—"
Lagi, Chanyeol menahan suara Baekhyun. Kali ini dengan kehadiran sebuah kotak kecil yang Chanyeol berikan padanya. "Maaf ya? Aku sengaja mematikan ponselku demi mempersiapkan kejutan ini untukmu. Tentu saja dengan bantuan keluargamu juga."
Baekhyun menoleh pada ayah, ibu, dan Samuel yang tersenyum penuh makna ke arahnya. "Eh? Mereka sudah tahu?"
"Mm-hm. Aku harus memastikan mereka memberiku restu."
"Restu?" Baekhyun mengernyit kebingungan. "Restu untuk apa?"
Chanyeol membuka kotak kecil tersebut, memperlihatkan sepasang cincin perak dengan ukuran dan ukiran yang berbeda. Ukiran 'C for B' tertera cantik di cincin yang lebih kecil, sementara ukiran 'B for C' ada pada cincin yang lebih besar.
"Chanyeol, i–ini..?" Baekhyun terbata, masih belum percaya dengan apa yang indra penglihatannya tangkap, terutama ketika Chanyeol bersimpuh di hadapannya.
"Byun Baekhyun, will you marry me?"
Mulut Baekhyun menganga kecil. Kaget, tak percaya, dan senang, berbaur menjadi satu sampai airmatanya menggenang di pelupuk mata. Apa ini hanya halusinasinya saja atau Chanyeol sungguh sedang melamarnya?
"So, is that a 'yes'?"
Baekhyun menangis. Ternyata ini bukan halusinasi. Chanyeol memang sedang melamarnya.
"Yes.." Baekhyun berbisik di antara isaknya, lalu memeluk Chanyeol begitu erat. "Yes, I will.."
Keduanya pun menyalurkan kebahagiaan itu melalui pelukan penuh rindu. Sesak karena cukup lama dipisahkan jarak, semuanya terobati dalam sekejap. Tak ada lagi halangan bagi keduanya untuk terus bersama.
Namun tanpa disadari Baekhyun dan Chanyeol, Sehun sedang menyaksikan kejadian itu dari kejauhan. Kyungsoo yang berdiri di sampingnya tak bisa berbuat apa-apa selain menggenggam tangan Sehun agar tetap kuat. Ia tahu pria tinggi itu sedang terluka.
"You okay?" tanya Kyungsoo.
"I guess." Sehun menghela napas, lalu membalas genggaman tangan Kyungsoo. "Aku hanya senang dia bisa tersenyum lagi."
Kyungsoo tersenyum bangga. "Kau akan menemukan penggantinya."
Sehun menoleh. Senyum penuh makna tersungging di sudut bibirnya, sebelum berbisik di telinga Kyungsoo. "Sepertinya aku sudah menemukannya."
"Eh?"
CUP~
"Get ready, Owl~"
Yang terjadi berikutnya adalah wajah Kyungsoo merona sampai ke telinga.
.
.
Setelah acara wisuda di SNU benar-benar dinyatakan selesai, keluarga Byun bertemu keluarga Park di sebuah restoran untuk acara makan siang bersama. Mereka memperbincangkan banyak hal, termasuk rencana pernikahan Baekhyun dan Chanyeol nanti. Semuanya diputuskan secara kekeluargaan.
Acara makan siang itu berakhir ketika waktu hampir menunjukkan pukul tiga sore. Chanyeol dan Baekhyun tidak langsung pulang, mereka menghabiskan waktu bersama terlebih dahulu dengan berjalan-jalan di taman dekat sungai Han. Hanya untuk sekedar berfoto dan membeli cemilan.
Saat matahari mulai tenggelam, barulah keduanya memutuskan pulang. Bukan ke kediaman Byun, melainkan ke rumah Chanyeol.
"Nghh.."
Baekhyun menyerang bibir Chanyeol begitu mobil Tesla kekasihnya berhenti di depan rumah Chanyeol. Pria mungil itu tak memberikan kesempatan pada si jangkung untuk menolak ciumannya dan langsung duduk di pangkuannya begitu tangan-tangan kekar itu menariknya untuk mendekat.
Ciuman itu begitu menggebu, sedikit tergesa-gesa karena rindu yang meletup-letup, namun intensitas di antara mereka juga sama besarnya. Tak memedulikan ruang gerak yang terbatas di dalam mobil, baik Chanyeol maupun Baekhyun malah tampak menikmati tautan basah itu dan sepertinya akan berlanjut ke sesi berikutnya dalam waktu dekat.
"Mnhh.." Baekhyun mendesah dalam kecupan basah mereka saat merasakan tangan Chanyeol meremas bokongnya. Ia berusaha meredam suara menjijikan itu, namun Chanyeol malah memanfaatkannya dengan meremas lebih kuat bongkahan kenyal itu untuk membalas serangan ciuman tadi.
"Hari ini kau begitu agresif, Baekhyunnie. Apa ini efek karena terlalu merindukanku, hm?"
Seolah tuli, Baekhyun abaikan pertanyaan Chanyeol dan kembali meraup habis bibir tebal di hadapannya. Hell, daripada mengakui hal memalukan itu, lebih baik ia salurkan sirat kerinduannya melalui sentuhan memabukkan.
"Ahh..Yeolhhh.."
Tubuh Baekhyun refleks bergetar karena sentuhan basah lidah Chanyeol di sekitar dadanya yang masih tertutup kemeja. Pria bersurai ash grey itu menyesap tonjolan merah muda Baekhyun dengan rakus, sambil sesekali menggigit-gigit kecil untuk menggoda si mungil. Sementara tangan Chanyeol mulai berjalan nakal masuk menuju celana dalam Baekhyun, mengusap lingkaran berkedut di antara bongkahan kenyal itu.
"Aku menginginkanmu, Baek.." bisik Chanyeol di ceruk leher Baekhyun.
"T–tapi..mnhh..tubuhku berkeringat, Yeolhh.."
"Kalau begitu," Chanyeol menyesap kuat leher jenjang tak bernoda itu. "Kita lakukan di kamar mandi saja, bagaimana?" godanya dengan seringaian tampan.
Mengalihkan wajahnya yang sudah semerah tomat siap panen, Baekhyun mengangguk malu-malu.
"Good boy~" Chanyeol beranjak dari posisinya, kemudian menggendong Baekhyun menuju kamar mandi pribadinya. Tentu saja sambil memberi tanda kemerahan di leher yang lebih muda. Ha.
.
.
Suara shower datang segera setelah Chanyeol mengunci pintu kamar mandi. Tak ada lagi kain yang melekat di tubuhnya, juga di tubuh Baekhyun. Hanya libido yang sudah memuncak yang melingkupi kedua anak adam itu.
Chanyeol memulai pergumulan panas mereka dengan mendorong Baekhyun ke dinding, tepat di bawah shower. Dilumatnya bibir tipis yang agak membengkak itu, menuntut sebuah balasan yang sama menggairahkannya.
Sementara tangan Chanyeol kembali bermain di bokong Baekhyun, si mungil pun turut berperan dengan mengocok kejantanan mereka. Semakin keras Chanyeol meremas bongkahan kenyal itu, semakin cepat pula tangan Baekhyun bekerja di kejantanan mereka. Namun tentu saja yang lebih cepat mengeluarkan cairan pre-cum adalah Baekhyun. Kekasih jangkungnya memang terlalu handal memanjakan titik-titik sensitifnya.
"Ahh..Chanyeolhhh.."
Baekhyun refleks menghentikan kegiatannya ketika dua jari Chanyeol memasuki lubang senggamanya. Mereka bergerak membuat gerakan zig-zag dan sesekali menusuk lebih dalam. Belum puas dengan itu, Chanyeol menarik kedua tangan Baekhyun untuk ditahan di atas kepala, lalu menyerang nipple-nya yang mencuat minta diemut.
Seketika desahan erotis memenuhi kamar mandi itu. Dan percaya atau tidak, itu memotivasi Chanyeol untuk melakukan fore-play lebih lama. Jadi alih-alih langsung masuk ke acara utama, Chanyeol justru menyelipkan batang kebanggaannya di antara bokong Baekhyun sambil menarik-narik nipple si mungil dari belakang.
"Anghh..Chan—shhh~"
Melihat trik-nya berhasil memancing libido Baekhyun, seringaian Chanyeol pun muncul ke permukaan. Ia beri tanda kemerahan lainnya di punggung Baekhyun, tanpa melonggarkan permainannya di nipple juga belahan bokong itu. Ah, pemandangan di mana sang kekasih merona di antara lenguhan manja, memang sungguh menyenangkan untuk disaksikan.
"Yeolhh..ahhh..c–cepatlah~"
"Cepat apanya, Muffin?"
"Mnhh.." Baekhyun memaju-mundurkan bokongnya, lalu melirik Chanyeol dengan puppy-eyes-nya. "Cepat..lakukan.."
Chanyeol tentu saja tidak bodoh untuk mengartikan gelagat Baekhyun, tapi mengerjainya juga tak pernah membosankan. "Lakukan apa, hm?"
"M–masuki aku..cepatlah.."
Membentangkan seringaiannya lebih lebar, Chanyeol pun melebarkan belahan bokong Baekhyun, bersiap untuk menancapkan kejantanannya di lubang berkedut itu.
"Aku takkan berhenti sebelum aku puas, oke?"
Bersamaan dengan anggukan kepala Baekhyun, Chanyeol memenuhi lubang itu dengan kejantanannya. Pria tinggi itu tidak langsung bergerak, ia akan menunggu aba-aba Baekhyun agar tidak berakhir dengan menyakitinya.
"Yeol?" Baekhyun memanggil tak lama kemudian.
"Ya?"
Baekhyun mengecup bibir Chanyeol, lalu berkata, "Bergeraklah.."
Tersenyum manis, Chanyeol membalas kecupan Baekhyun seraya memaju-mundurkan pinggangnya. Hentakannya tidak terlalu keras di satu menit pertama, namun itu tak berlaku lagi ketika Baekhyun mengetatkan lubangnya. Kini pergerakan Chanyeol menjadi liar, nyaris merubuhkan tubuh Baekhyun jika saja ia tak segera menahannya.
"Ahhh..ahh..enghh.."
"Ssh..Baekhyun.."
"Chan—yeolhh..nyahhh~"
Baekhyun datang dengan cepat. Ia sedang berusaha mengatur napasnya, namun Chanyeol mengagetkannya dengan membalikkan tubuhnya dan kembali menusuk titik manisnya.
"Ohh..Yeolh..p–pelan-pelan..ahhh.."
"Tidak bisa, Muffin. Aku terlalu merindukanmu dan desahanmu membuat libidoku tersulut." Chanyeol mengusap bibir delima Baekhyun. Kedipan jahil matanya sukses memunculkan rona menggemaskan di wajah sang kekasih. "Bukankah sudah kubilang aku takkan berhenti sebelum aku puas? Maka bersiap-bersiaplah~"
Kemudian berlanjutlah pergumulan panas itu hingga Chanyeol benar-benar membuktikan ucapannya dan Baekhyun tak tahu lagi sudah berapa kali ia mencapai klimaks.
###
Pagi ini, Baekhyun membuang napas kasar untuk yang ke-sekian kalinya. Bibirnya tak henti mengerucut karena pantulan lehernya yang penuh dengan kissmark yang Chanyeol torehkan kemarin. Well, Baekhyun takkan sekesal ini jika saja kissmark itu berada di tempat yang bisa ditutupi pakaian, tapi si jangkung Park itu malah terkekeh di sampingnya tanpa raut bersalah sama sekali.
"Sudahlah, Baek. Kau pelototi pun, kissmark itu takkan hilang."
Baekhyun mendelik Chanyeol. "Yeah, thanks to you."
"You're welcome, Muffin—AUWW!" Chanyeol meringis karena cubitan Baekhyun di perutnya. Itu cukup perih untuk ukuran jemari lentik.
"Aish, apa yang harus kulakukan? Tidak mungkin kan jika aku harus memakai syal setiap hari?"
"Kenapa harus ditutupi segala? Apa kau tidak tahu kissmark ini adalah tanda bahwa kau itu milikku?"
Baekhyun merengut sebal dengan pipi bersemu. Ia sungguh tak habis pikir, kenapa Chanyeol pintar sekali membuatnya kesal dan malu di saat bersamaan?
"Tapi aku bisa diejek habis-habisan oleh teman-temanku, Yeol."
"Bawa saja mereka padaku, akan kumarahi mereka."
"Ck, tingkahmu seperti Ahjussi saja!"
"Biar saja dipanggil Ahjussi, toh kau tetap mencintaiku."
Baekhyun merotasikan bola matanya. "Percaya diri sekali kau."
"Kenapa? Apa aku salah?"
Lagi, Baekhyun mengerucutkan bibirnya. Ia benci kalau sudah mati kutu di hadapan Chanyeol begini.
"Ya, ya, ya, kau tidak salah."
Chanyeol tertawa puas. Ia mengusuk gemas surai Baekhyun, lalu membawa tubuhnya agar merapat lebih dekat. "Tidak usah pedulikan perkataan orang lain, yang penting faktanya tidak berubah."
"Fakta bahwa aku memiliki tunangan yang menyebalkan?" sindir Baekhyun.
"Tunangan yang tampan dan pintar memasak. Kau seharusnya bersyukur karena memilikiku, Baek." Chanyeol mengoreksi dengan narsisnya, yang langsung dibalas raut pura-pura muntah oleh Baekhyun. "Omong-omong, kau punya rencana apa setelah ini? Melanjutkan pendidikanmu atau langsung bekerja?" Chanyeol mengubah topik pembicaraan.
"Sebenarnya aku ingin bekerja dulu sebelum melanjutkan pendidikanku, aku ingin mencoba tak bergantung pada uang orangtuaku."
Lamat-lamat Chanyeol berpikir. Satu ide brilian terlintas dalam benaknya tak lama kemudian.
"Bagaimana kalau kau bekerja sambil melanjutkan pendidikanmu?"
"Kurasa itu akan sulit."
"Aku belum selesai, Baek." Chanyeol mengubah posisi mereka menjadi duduk, lalu melanjutkan, "Bagaimana kalau kubilang aku akan memberimu pekerjaan dan di saat bersamaan kau juga bisa melanjutkan pendidikanmu di Jerman?"
"Eh? Jerman?"
"Ya, aku mendapat tawaran mengajar di Freie Universität Berlin. Kalau kau mau, aku bisa mencarikanmu beasiswa S2 di sana. Kau juga bisa bekerja sebagai asistenku. Lagipula aku tak bisa membawa Jieqiong ke sana, bukan? Jadi aku harus menemukan penggantinya dan kurasa kau-lah orang yang tepat."
"S–sungguh? Aku boleh?"
Chanyeol terkekeh melihat Baekhyun yang membelalakkan matanya. Si mungil itu terlihat begitu lucu. "Tentu saja boleh. Itu justru akan mempermudahku dalam mengambil keputusan. Bagaimana?"
Tak berpikir dua kali, Baekhyun pun mengangguk setuju. "Aku mau! Aku akan ikut ke Jerman denganmu, Yeol!" Namun tak lama setelahnya ia malah mengerucutkan bibir. "Tapi bagaimana jika orangtuaku tidak mengizinkan?"
"Aku akan membujuk mereka. Kau jangan khawatir."
"Benarkah?!" Mata Baekhyun kembali berbinar saking bersemangatnya.
"Mm-hm. Aku akan mengatur semuanya untukmu. Tapi sebagai gantinya," Chanyeol menggigit daun telinga Baekhyun. Seringaiannya terbentang sempurna. "I want my morning sex~"
"PERVERT!"
"HAHAHA~"
THE END
HAH! Akhirnya tamat juga FF sinetron ini. Makasih banyak ya kalian sudah bersabar menunggu dan bahkan baca dari awal sampe akhir, tentunya review dan like kalian adalah mood-booster terbesar saya buat melanjutkan FF ini sampe tamat. Karenanya, GOMAWOOO~
Terlepas dari beberapa typo yang saya lewatkan, saya bener-bener berharap kalian suka endingnya. And last but not least, ada bonus epilog buat kalian, enjoooy~
.
.
.
EPILOGUE
"Kita on air dalam tiga, dua, satu."
Baekhyun mengangguk. Ia memasang headphone-nya, bersiap untuk melakukan siaran. "90,2 FM XOXO Radio. Selamat malam, DJ Byun kembali menemani kalian di acara live phone call 'Tell Me Your Feeling'. Ah~ rasanya sudah lama aku tidak mengisi acara ini, aku jadi penasaran siapa penelepon beruntung kali ini? Apa kalian siap?" seru Baekhyun. "Langsung saja hubungi nomor XOXO Radio di 01044601120. Sekali lagi, nomornya 01044601120. Dan—wow! Penelepon pertama sudah datang rupanya. Halo?"
Ada suara tak jelas di seberang sana, sebelum suara lirih seseorang menjawab, "H–halo?"
"Hai, selamat malam. Dengan siapa aku bicara?"
"Uh.." Si penelepon menimbang sesaat. "Panggil saja aku 'D'."
"Oke, D, bisa kau bicara sedikit keras? Suaramu tidak terlalu jelas."
"M–maaf, aku sedang tidak enak badan." Si penelepon berdehem pelan. "Apa suaraku sudah cukup jelas sekarang?"
"Ah, begitu. Baiklah, tidak apa-apa, ini sudah cukup jelas. Semoga kau lekas sembuh ya, D?"
"Hm, terima kasih."
"Kau sudah siap?"
"Kurasa begitu."
"Oke, D, tell me your feeling." Baekhyun pun memulai acara rutin Minggu malam di XOXO Radio itu.
Satu hembusan napas terdengar di seberang sana, yang kemudian disusul oleh suara si penelepon. "Sebenarnya aku ingin bertanya. Aku memiliki seorang teman, dia lebih muda dariku. Dulu kami sering bertengkar dan terakhir kali kami bertemu, dia sedang patah hati karena cintanya ditolak. Tapi setelah beberapa bulan dan kami bertemu lagi, tiba-tiba saja dia mengatakan sesuatu yang aneh."
"Hal aneh seperti apa?"
"Dia bilang.." Suara si penelepon tiba-tiba berubah menjadi berat. "Dia telah menemukan seseorang, tapi dia mengatakannya sambil melihat ke arahku. Menurutmu apa maksudnya itu?"
Daripada menjawab pertanyaan si penelepon, Baekhyun justru berfokus pada suara berat si penelepon yang tak asing itu. Ia merasa sering mendengar suara itu di telepon dan ini bukan hanya perasaannya saja. Lalu cerita yang barusan dikatakan si penelepon, Baekhyun juga merasa tidak asing. Mungkinkah si penelepon ini adalah orang yang ada dalam pikirannya?
"Kau.." Baekhyun mulai menebak-nebak. "Apa ini kau, Kyungsoo-ya?"
"A–apa?"
"Ini kau, kan? Do Kyungsoo?"
"S–siapa itu Do Kyungoo? Aku tidak kenal!"
Baekhyun tak bisa lebih yakin lagi ketika suara si penelepon kembali berubah lirih. Ini sudah pasti Do Kyungsoo yang meneleponnya. Dan orang yang dibicarakannya pasti Oh Sehun.
"Yak, aku tahu ini suaramu, tidak usah berkelit lagi. Lalu, apa ini? Kau sedang curhat tentang Oh Sehun?"
"K–kubilang aku bukan Do Kyungsoo! Kenapa kau bersikukuh, hah?!" Suara si penelepon lagi-lagi berubah menjadi berat. Ah, dari intonasinya saja Baekhyun tahu ini suara sahabatnya.
"Eyy~ sudahlah. Sekarang cepat beri tahu aku apa yang sudah bocah itu lakukan padamu? Dia bilang suka padamu? Kapan? Lalu kau bilang apa padanya?"
Baekhyun tidak tahu bahwa di seberang sana Kyungsoo sedang mati-matian menahan malu. Padahal ia sudah berusaha menyamarkan suaranya, tapi pada akhirnya ia ketahuan. Sialnya, Baekhyun tahu siapa yang sedang ia curhatkan dan malah mengatakannya dengan sangat jelas juga sangat lantang di radio. Habis sudah image-nya gara-gara si mata sipit yang super tidak peka itu.
"Halo? Kyungsoo-ya, kau masih di sana? Bagaimana dengan Oh Se—"
"AISH, BYUN BAEKHYUN, KAU SANGAT MENYEBALKAN!"
Baekhyun berkedip bingung begitu sambungan telepon ditutup Kyungsoo.
THE END
Monggo dijamah kotak review-nyahh~
