G-A-Z-E

Gaze(n). a steady intent look.

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Warning: ada beberapa scene yang diambil dari manga/anime, but again, it's purely imagination, and I'm just thirsty for AkaKise interaction, typo masih terselip dibeberapa bagian.

.

.

.

Don't like, don't read, if you are kind enough, spare me a review if you like this fic xD And thank you for the previous reviews babies :* stay with me for AkaKise o/


Chapter 4: Solution


Ketika keputusannya sudah bulat, Akashi tidak pernah menunggu lama untuk merealisaikan pilihannya jadi kenyataan. Didukung kepribadiannya yang lain, sosok yang lebih arogan itu bahkan terlalu bersemangat dan berambisi untuk mengikat Kise Ryouta jadi milik Akashi Seijuuro.

Oleh karena itu, hari Minggu berikutnya, ia sudah duduk di belakang meja sebuah kafe klasik yang berlokasi di Kanagawa. Menatap mentari yang masih malu-malu keluar dari balik awan melalui jendela besar yang ada di sisi kiri. Cahaya lamat-lamat membawa suasana tenang dan menyejukan pagi. Akashi tersenyum kecil lalu melihat pada pantulan wajahnya di permukaan teh yang baru sampai beberapa menit lalu. Sebelah tangannya terselip ke saku jaket.

Delapan hari lalu, setelah hakim di kepalanya mengetuk palu, diikuti seringai tipis dari sosok gelap di belakang kepala, Akashi menghubungi si pirang untuk membuat janji bertemu.

Tentu saja dia tidak akan jadi pengecut dan menyuarakan perasaan yang baru dipahaminya via telepon.

Mereka akhirnya memutuskan untuk bertemu akhir minggu yang merupakan hari libur nasional. Kaijou kebetulan tidak ada latihan dan Akashi dengan sengaja membatalkan latihan Rakuzan. Lagipula, timnya itu sudah lebih dari siap untuk menghadapi perebutan nomor satu nasional, anggap saja istirahat sehari adalah hadiah untuk kerja keras mereka.

Pemuda beriris delima itu termenung dalam diamnya. Telapaknya agak basah oleh keringat, membuat genggaman tangannya agak licin di gagang cangkir. Cemas menjalar di bawah kulitnya, pemuda itu mendesah pelan.

Saat ia menyusuri benang memori yang menyajikan sosok Kise yang selalu jadi pusat perhatiaanya selain basket dan atribut pengiringnya, Akashi bisa merasakan jantungnya berpacu lebih cepat. Terutama ketika jarum panjang mendekti waktu janjian mereka. Sudut bibirnya terangkat sedikit merasakan semua sensasi baru yang sangat tidak Akashi.

Kasmaran itu aneh. Dan ia tidak bisa untuk menahan senyumnya mendapati suara di dalam kepalanya terdengar jengah, kesal, dan penuh penantian di waktu bersamaan.

Pada akhirnya, mahkotanya sebagai Kaisar Iblis akan tetap turun dari kepala ketika sudah berhadapan dengan cinta. Masalah perasaan memang tidak bisa sejalan dengan otak.

Di depan seorang Kise Ryouta, ia hanya seorang pemuda biasa yang bisa kenal kata kasmaran.

"Ah! Akashicchi!"

Bersamaan dengan suara dentingan bel yang tersambung pada pintu, si pirang menampakkan diri dengan senyum khasnya. Akashi menatap si pirang, memperhatikan sosok yang mendekat ke arahnya secara detail.

Dia dibalut satu set pakaian kasual. Helain pirangnya lebih panjang dari pertemuan terakhir mereka, dan sepasang mata coklatnya bersinar khas.

"Akashicchi sudah menunggu lama?" sapanya ramah. Kise langsung duduk di sebrang meja dan memesan coklat milkshake.

Kaos merah dan celana corduroy coklat agak gelap. Ia ingat merah pekat yang berpadu kuning-emas milik pasangan dansanya berminggu lalu. Warna ruby memang cocok dipadu dengan warna emas yang menghidupi wujud Kise. Akashi tersenyum, lalu menggeleng kecil. Menatap Kise seperti ini jauh lebih menyenangkan dari sekedar video-call. Menikmati keindahan aslinya membawa sensasi puas yang tidak bisa diukur.

Mata mereka bersipandang, Kise menunjukan cengiran lima jari sambil menggaruk belakang kepala yang tidak gatal. Terlihat agak gugup. "Jadi, apa yang ingin Akashicchi bicarakan?" tanya pemuda itu langsung ke inti.

Si kepala merah menahan seringai kecil yang bermain di ujung bibirnya. Sosoknya yang satu lagi mungkin sudah menyeringai lebar mendapati Kise yang terlihat penasaran dan sama cemas. Walaupun kecemasan yang masih terasa menyengat di titik-titik aliran darahnya bisa disembunyikan dengan baik.

Pesan yang dikirimnya pada si pirang itu memang sengaja dibuat ambigu. Jenis pesan yang membuat kebanyakan orang susah tidur karena terus menebak-nebak bingung.

Antisipasi di mata coklat Kise adalah kenikmatan tersendiri untuknya.

Tuan muda Akashi itu mempertahankan gestur tenang dan berwibawa miliknya. Poker face yang biasa dipasang untuk urusan bisnis dipakai seperlunya.

Untuk sampai ke titik ini dia sudah mempersiapkan dan memikirkan segala hal matang-matang. Tidak ada yang bisa menggoyahkannya saat ini.

Akashi menatap si pirang lurus di mata. Lagi-lagi ia terperangkap dalam kilat emas yang menyinari iris coklat terang si pirang. Pendar tegas yang penuh ingin tahu menyimpan sejuta terka –dan, kepolosan bocah kecil yang jadi kamuflase sisi gelap yang juga menaungi jiwanya.

Kise Ryouta adalah kompleksitas, absurditas dan keindahan yang dipadu satu.

"Aku akan memanggilmu Ryouta mulai sekarang." Ia memulai pertemuan mereka dengan suara rendah dan tegas, terdengar lebih lembut dari biasanya. Kemudian, ia membiarkan beberapa waktu berlalu dalam hening. Dua maniknya awas memperhatikan si pirang yang berkedip bingung. Kise menatap dalam mata Akashi yang satu warna dengan sebelah alis terangkat. Mendapati reaksi si pirang, ia tersenyum kecil, "Kami, sudah memikirkan hal ini."

Kise berkedip sekali lagi. Sepasang matanya melebar untuk beberapa waktu sebelum kemudian menyipit. "Akash—"

"Tolong jangan menyela sampai aku selesai."

Bibir merah muda yang tadi terbuka, tertutup rapat.

Kilat puas meraba manik merah Akashi yang lekat memandang manik coklat terang Kise.

Punggungnya tegap, dan senyuman di bibirnya dipatri dalam berbagai arti. Sorotnya tegas dan lurus pada sosok si pirang. Akashi menutup matanya sejenak. Ini adalah sesuatu yang sudah dipikirkannya sejak lama dan setelah semua pertandingan yang mereka hadapi. Ia yakin pada apa yang akan dikatakannya.

"Aku menyukaimu, aku ingin kau jadi pasangan hidupku." Dan begitulah, ungkapan itu keluar lancar. Tanpa ragu atau jeda. Dua bola matanya kembali terbuka untuk memperhatikan si pirang.

Pemuda di depan matanya tampak kaget, mulutnya menganga terbuka dan pipi putihnya bersemu agak merah.

"Hah?" Hanya ungkapan tidak jelas yang bisa keluar dari mulut itu. Kise mendadak merasa telinganya berdenging nyaring. Dia menatap Akashi tanpa tahu harus bereaksi semestinya.

Hening menyapa. Kise berkedip beberapa kali. Mulutnya terbuka, lalu tertutup lagi, lalu terbuka lagi, diulang berkali-kali seperti ikan yang sedang mencari air. Terjebak dalam pusara keterkejutan.

Akashi memandang sosok yang termangu kaget itu dengan senyum kecil. Perlahan, ia menggenggam tangan si pirang yang masih kaku, membawa sisi permukaan tangan itu ke bibirnya. Lalu, dikecupnya jari manis Kise tenang. Sebatas gerakan lembut yang bertahan dalam milisekon.

"Kau tidak perlu meragukan perkataanku, aku serius dan waras."

"Eh–" Wajah Kise yang agaknya bersemu kemerahan kini makin memerah.

Pemuda pirang itu mengerjap beberapa kali lagi untuk memastikan bahwa ia tidak berhalusinasi.

Namun, gengaman tangan Akashi di tangan terlalu nyata untuk dibilang mimpi belaka. Kise menarik tangannya dari genggaman si kepala merah dan menutup wajahnya. Berusaha menghentikan apapun yang akan dilakukan atau dikatakan Akashi berikutnya.

Dari sudut pandanganya, Akashi tidak bisa tidak menggumamkan kata 'manis' dalam hati, bersama dirinya yang lain (yang ingin langsung melumat bibir si pirang sampai lebam). Untuk Akashi, Kise benar-benar manis, diiring sorot emas yang memancarkan keterkejutan dan kebahagiaan. Akashi yakin itu. Ia mengamati Kise sejak mereka di Teiko, di tiap kesempatan, di tiap pertandingan, dan tiap sorot yang ditunjukkan.

Akashi cukup percaya diri dia tidak akan ditolak.

"Akashicchi- tidak salah bicarakan-" Sekalinya si pirang menemukan cara untuk bicara, dia kelabakan. Bingung dan senang yang terpadu utuh ditambah semburat yang makin nyata, "Ugh- but you see, pasangan hidup itu –Akashicchi, bukannya harusnya pacaran dulu?" Suara Kise lama-kelamaan hilang melihat Akashi yang hanya terdiam memandangnya.

Ketua Rakuzan itu mendengus geli. Ia menyentil kening si pirang ringan dan membuat pemuda itu menyipitkan matanya sedikit. Akashi tersenyum, lalu menyenderkan punggungnya ke kursi, dan menggeleng kecil sebagai jawaban.

"Aku –ugh, aku juga suka Akashicchi… tapi, maksudku –aargh. Aku–bukan berarti aku menolak akashicchi! Hanya saja—"

Akashi mencoba menahan tawanya ketika sepasang mata si pirang itu bergemilang terang di tengah kekacauannya. Dua manik itu benar-benar indah, dicampur kebingungan yang membuat Kise terlihat makin manis. Apalagi ketika dia mengacak rambutnya karena frustasi tidak bisa mengungkap isi kepalanya dengan benar.

Ia akhirnya tertawa kecil.

Kise cemberut begitu mendengar suara tawa Akashi. "Dan kau malah mau menteratawakanku, geez," sungutnya kesal. Ace Kaijou itu mendengus kecil, melihat ke sisi lain untuk meredakan rona merah yang mewarnai wajahnya. Berusaha menahan malu yang membumbung di dalam dada.

Ketika ada kesempatan dalam kesempitan, jangan pernah dilewatkan. Akashi merealisasikan motto itu ketika jemarinya ntuk pertama kali mengusap pipi Kise. Lembut. Pipi itu lembut, tekstur nyaman yang bertemu dengan ujung jarinya, tidak terlalu kasar atau berminyak. Sempurna.

"Kau pikir aku terlalu buru-buru karena aku langsung memintamu jadi pasangan hidupku?" Telapaknya mengusap lembut pipi porselen si pirang.

Kise mengangguk, perlahan ia kembali menatap Akashi. Reflek, ia mendekat pada sentuhan halus di pipinya, yang sejujurnya, memanjakan. Kise menghela nafas pelan. Secara tidak langsung menjawab pertanyaan tadi.

Akashi mempertahankan senyum di wajahnya, berharap bisa membantu Kise untuk meminimalisir kegugupan yang ada.

"Aku ingin Ryouta jadi milikku, bisa?" Ia bertanya ulang.

Kali ini, si pirang mengangguk kecil, masih menyisa ragu, tapi keyakinan terang membuat manik coklatnya bersinar emas. Kilap yang jauh lebih memikat dilengkapi sebuah senyum yang hanya untuknya. Akashi mengecup kening Kise lembut sebagai wujud awal keseriusan mereka saat itu.

Kise Ryouta benar-benar indah. Satu-satunya keindahan yang selalu diinginkan oleh Akashi Seijuuro.

Sekarang, pemuda itu miliknya, dan untuk selamanya.


THE END


a/n: Jadi begitulah ceritanya xD It's the end o/ udah lama banget gak buat multichapter yang finish dan demi apa ini kelar loh :') thank you for sticking with me! And for all the reviews and encouragement :D Dan special thanks for Kei xD maaf loh kurusuhin :') Makashi banyak masukannya!

Terus, ini sebenernya kaya promosi sih wkwkwk. Suka AkaKise? Susah cari teman berbagi inspirasi karena fandom pingiran ini kadang berasa sangat kering :'3? Yuk add line ku, id: scarlet201296 biar kita bisa ngobrol banyak sama bertukar asupan