I DON'T NEED A MAN

.

.

.

.

KAISOO FANFICTION

.

.

.

BY KAISOOLOVERS

.

.

.

ORIGINAL IDEAS. DONT PLAGIAT. DLDR. GS. EXO. KAISOO. MAINSTREAM STORY

.

.

.

HAPPY READING

.

.

.

ENJOY

.

.

.

.

Aku bangun malas dari kasurku. Setiap hari harus aku lalui dengan bangun pagi dan menyiapkan sarapan untuk adikku. Aku dan adikku tinggal berdua disebuah apartemen sederhana. Aku pegang kendali atas apa yang aku dan adikku butuhkan.

Aku beranjak menuju kamar mandi membasuh diri agar tubuhku lebih segar. Tak butuh waktu yang lama akhirnya aku menyelesaikan rutinitas pagiku. Aku bergegas menuju dapur dan menyiapkan sarapan.

Aku mengambil penggorengan dan mulai menyalakan kompor. Aku tuang sedikit minyak untuk melumasi penggorengan. Dua butir telur sudah aku siapkan untuk membuat telur goreng. Entah kenapa pagi ini aku terlalu malas memasak sesuatu.

Setelah menyelesaikan telurku, aku beranjak ke pemanggang roti dan mulai membuat roti panggang. Sarapan hanya dengan roti dan telur menurutku sudah cukup. Untuk sentuhan akhir aku tuang susu kedalam gelas.

"Pagi, eonnie" sapa adikku dengan seragam lengkapnya.

"Pagi" balasku sambil menata sarapan yang sudah siap.

Adikku duduk dibangkunya dan menungguku untuk duduk dikursiku. Ia memulai sarapannya dengan mengoles rotinya dengan selai strawberry.

"Apa kau perlu eonnie antar?" tanyaku sambil memakan rotiku.

Adikku menggeleng.

"Aku berangkat sendiri saja"

Adikku menegak susunya sampai habis. Ia ambil serbet yang sudah aku siapkan sebelumnya untuk menyeka mulutnya. Ia berdiri dan mengambil tasnya.

"Aku duluan, eonnie. Tak usah menjemputku. Aku ada les hari ini"

Aku mengangguk sebagai jawaban. Adikku mengambil piring dan gelas kotornya dan menaruhnya di wastafel. Ia mengecup pipiku sekilas dan langsung melesat keluar.

Aku menyelasikan sarapanku dengan pelan. Aku masih punya waktu sebelum bergegas ke kantor.

Suasana pagi yang sepi. Bertahun-tahun aku melaluinya. Aku sudah terbiasa. Tapi terkadang aku merasa ada yang kurang.

Aku segera menggelengkan kepalaku. Aku bangkit dari dudukku dan membereskan sarapanku yang masih tersisa sedikit. Aku segera mencuci piring dan gelas yang kotor. Aku tak suka meninggalkan barang kotor sebelum aku pergi.

Aku kembali ke kamar dan bersiap. Aku melihat kedalam lemari apa yang akan aku kenakan hari ini. Aku mengambil celana kain hitam dan jas blazer hitam.

Aku pakai tanktop berwarna putih sebagai pakaian dasar yang aku lapisi dengan kemeja putih panjang tanpa aku kancingkan dan blazer hitam sebagai luaran. Celana hitam yang membalut kakiku sebagai pelengkap penampilanku.

Aku sedikit menggulung lengan kemeja dan blazerku hingga sebatas siku. Aku melihat penampilanku didepan cermin. Gaya pakaianku memang sedikit unik untuk seorang wanita. Mungkin sebagian orang akan merasa aneh dengan styleku. Apalagi kemeja putih yang aku kenakan lebih panjang dan aku biarkan terlihat tak rapi. Tapi aku suka styleku.

Rambutku sengaja ku kuncir kuda. Setelah cukup aku menyambar tasku dan heelsku untuk segera berangkat. Untung saja jarak antara kantor dan apartemenku tak terlalu jauh. Hanya butuh waktu 10 menit menggunakan mobil dan aku bisa datang tepat waktu.

Aku merapikan penampilanku sekali lagi sebelum berjalan menuju gedung kantorku. Beberapa karyawan menyapaku yang aku balas dengan senyuman kecil.

Bagi para pegawai yang bekerja dikantor yang sama denganku mereka tak terlalu terkejut dengan penampilanku. Karena memang tak ada aturan khusus cara berpakaian dikantor. Asalkan kami tau situasi.

Aku mendudukan diri didalam ruang kerjaku. Aku memejamkan mataku sejenak sebelum memulai rutinitas kerjaku. Hal itu aku lakukan untuk mengumpulkan energy-energyku yang akan banyak aku keluarkan seharian ini.

Suara pintu ruang kerjaku diketuk pelan dan seseorang membukanya perlahan.

"Permisi, bujangnim. Anda dipanggil Lee Sajangnim diruangan beliau"

Aku menghela nafas lelah. Pagi hariku seketika langsung hancur karena bertemu dengan bosku. Aku menatap Personal Assistant-ku (PA) sekilas dan mengangguk tanda mengerti. Ia kembali menutup pintu dan meninggalkanku.

Aku berdiri dan bergegas menuju ruangan bosku. Sepanjang perjalanan beberapa pegawai menyapaku. Aku cukup berpengaruh disini karena aku termasuk dalam 5 petinggi perusahaan dibawah pemilik perusahaan.

"Do bujangnim!" sapa sang sekertaris yang kelewatan semangat.

Aku mengamati gadis itu yang tersenyum merekah begitu melihatku.

"Ada apa?"

"Anda akan langsung tau jika anda bertemu dengan Sajangnim. Mukanya terlampau khawatir" bisik sang sekertaris dikalimat terakhirnya.

Aku mengangguk dan berjalan kearah pintu. Aku mengetuk dua kali hingga samar-samar aku dengar teriakan dari dalam. Aku membuka pintu dan langsung disambut teriakan lega dari bosku.

"Oh..Do bujang! Aku senang melihatmu"

Tanpa disadari aku menaikkan satu alisku. Tak biasanya bosku bersikap seperti ini. Pasti ada sesuatu.

"Duduklah. Sini...sini"

Bosku melambaikan tangannya memintaku untuk duduk dikursi yang dipilihkannya. Aku menurutinya dan langsung duduk. Bosku duduk dihadapanku dengan wajah cemas dan gugup. Sebenarnya ada apa?

"Begini...Kau tau kan project kita di Gangnam?"

Aku mengangguk.

"Nah...pemiliknya ingin datang memantau kesana"

Aku mendengarkan dengan seksama.

"Dan sajangnimnya ingin salah satu dari petinggi perusahaan kita datang kesana dan menjelaskan langsung kepadanya"

Dahiku mengerut.

"Bukankah sudah ada Pak Hong disana?" heranku.

Bosku menggeleng.

"Dia hanya ingin bertemu dengan orang yang bertanggung jawab akan project itu"

"Jika begitu sajangnim saja kesana"

Bosku mengela nafas kesal.

"Jika semudah itu aku tak akan sefrustasi ini" gerutunya.

"Lalu?"

"Hari ini ada rapat penting pemegang saham. Aku tak bisa meninggalkan rapat itu" kesal bosku.

Bosku menatapku. Tatapan penuh permohonan.

"Kyungsoo-ya. Aku mohon kau yang kesana. Selain aku hanya kau yang tau tentang project itu. Itu adalah project terbesar kita yang melibatkan perusahaan besar di Korea Selatan. Jika sampai gagal reputasi kita akan terpengaruh"

Hah...aku tak tau harus menanggapi seperti apa. Aku bukannya ingin menolak tapi aku sangat jarang terjun ke lapangan bila bukan urusan yang penting.

"Baiklah. Kapan aku harus berangkat?"

Wajah bosku langsung sumringah mendengar pertanyaanku. Bahkan diumur yang tak muda lagi aku bisa melihat binar kekanakan dimata bosku.

"Kau berangkatlah sekarang. Dia menunggu disana"

Aku mengangguk lalu berdiri. Bosku mengahmpiriku dan menggenggam kedua tanganku.

"Kau penyelamatku, Kyungsoo-ya" girangnya.

"Ye...ye...Lee sajang"

Aku berjalan cepat kearah ruanganku. Aku tak boleh menyia-nyiakan waktuku sedetikpun.

"Minji, tolong siapkan semua berkas perkembangan project kita di Gangnam. Aku ingin kau meneleponku 15 menit dari sekarang" perintahku ke PA-ku.

Aku memasuki ruanganku dan mengambil tasku. Ku ambil ponsel dalam tasku dan mencari sebuah kontak disana. Ku pasang earphone one piece-ku dan bergerak menuju mobil.

"Bujangnim! Anda mau kemana?" tanya PA-ku terkejut melihatku pergi begitu saja.

"Aku akan kelapangan. Ada hal yang harus diurus. Aku tunggu reportmu" kataku langsung melesat meninggalkannya.

Aku mengendarai mobilku dalam kecepatan sedang. Setelah mendengar penjelasan dari pak Hong dan Minji tentang perkembangan disana aku sudah menyiapkan hal-hal penting apa saja yang akan aku sampaikan.

Ini memang bukan project terbesar pertamaku. Jadi aku tak terlalu cemas dengan berbagai pertanyaan yang nantinya akan ditanyakan oleh klienku. Aku juga jarang terlibat langsung dilapangan. Semua timku sudah aku beri arahan secara langsung untuk mengatur kegiatan disana.

Aku memarkirkan mobilku didekat site projectku. Aku melihat pak Hong menghampiriku dengan terburu-buru. Aku keluar dari mobil dan sedikit merapikan penampilanku.

"Akhirnya anda datang, bujangnim. Saya sudah tak tau harus bagaimana lagi"

Aku berjalan beriringan dengan pak Hong yang nafasnya masih memburu.

"Pemilik dari Kim Corp sudah menunggu sedari tadi. Dan sepertinya ia sudah mulai tak sabar" terang pak Hong.

"Bukan salah kita jika dia menunggu lama. Sebelumnya dia tak membuat janji jika ingin bertemu denganku atau petinggi yang lainnya"

Pak Hong mulai gigit jari mendengar ucapan bosnya. Oh semoga saja nanti bosnya tidak mengatakan apa-apa.

"Itu dia perwakilan dari Kim Corp" bisik pak Hong.

Aku melangkah dengan pasti menghampiri klienku. Ada beberapa orang berkumpul disalah satu meja yang biasanya digunakan untuk meeting para kontraktor.

"Pak Hong! Apa ini perwakilan dari Lee Construction?" tanya seorang pria yang berada disebelah kanan kursi.

Beberapa orang yang berdiri berbalik dan menatap kedatanganku. Aku simpulkan jika mereka adalah bawahan dari pemilik Kim Corp.

"Ne. Dia adalah Do bujangnim yang menangani bagian perencanaan project ini"

"Kami sudah menunggu silahkan" ucap pria tadi.

Aku berjalan melewati para pria yang berdiri rapi dibelakang kursi. Aku berbalik menghadap kursi dimana pemilik Kim Corp duduk membelakangiku tadi.

Seorang namja muda duduk santai dengan kedua kaki saling menyilang sedang mengamati gadget tersaji didepanku. Aku tak heran melihat pria muda menduduki jabatan sebagai CEO. Karena saat ini sudah banyak pemuda yang memiliki bakat luar biasa.

Pria itu meletakkan gadgetnya dan mendongak kearahku. Tatapan mata kami bertemu. Tatapannya menusuk dan sedikit mengintimidasi. Aku tau tatapan ini. Aku sering melihat tatapan mata itu saat bertemu dengan klienku yang lainnya.

"Selamat siang. Perkenalkan saya Do Kyungsoo yang bertanggungjawab dibagian perencanaan project ini"

Aku mengulurkan tanganku sopan.

Pria itu menatapku sebentar lalu berdiri. Ia membenarkan kancing kemejanya lalu meraih uluran tanganku.

"Kim Jongin. Perwakilan Kim Corp" jelasnya singkat.

Aku bisa merasakan tanganku digenggam erat. Tangannya yang besar melingkupi tanganku yang kecil.

Aku mencoba melepaskan jabatan tangan kami. Tapi entah mengapa rasanya sulit. Tanganku seakan digenggam erat tak bisa dilepaskan. Aku melirik tanganku kemudian beralih ke wajah klienku.

Aku mengeluarkan tatapan yang seakan berkata 'tolong lepaskan'. Aku benar-benar tak nyaman di situasi seperti ini.

Tangan kami akhirnya terlepas setelah ia melepaskan genggamannya. Aku berdehem pelan merasa suasana agak sedikit canggung.

"Penampilan anda berbeda dari kebanyakan kepala bagian"

Tatapan menilai terlihat dari wajahnya. Ia melihatku dari atas sampai kebawah yang ia ulangi berkali-kali.

"Kami memang tak mempunyai aturan khusus dalam berpakaian. Asal itu sopan dan rapi tak jadi masalah" jawabku.

"Sopan? Rapi?" ucapnya mencemooh.

Aku tak suka nada suara ini. Terkesan merendahkan dan menilai sesuai dengan apa yang ia lihat.

"Bukankah anda berada disini untuk menanyakan perkembanga project ini?" tanyaku mengalihkan pertanyaan tak sopannya.

"Bujangnim" bisik pak Hong ketakutan mendengar ucapanku yang terdengar berani.

Aku melihat ia mengangkat sebelah alisnya tertarik. Ia terlihat sedikit terhibur dengan kata-kataku.

"Aku ingin melihat langsung kesana" balasnya santai.

"Baik akan saya antar"

Aku menoleh ke pak Hong.

"Tolog siapkan beberapa alat pelindung diri untuk tamu kita"

Pak Hong mengangguk dan langsung pergi.

"Maaf apabila kurang sopan tapi saya tak mengijinkan banyak orang ikut dalam tur ini. Semakin banyak orang kejadian tidak diinginkan lebih besar terjadi"

"Tapi itu tidak mungkin. Beberapa orang ini adalah pengawal khusus presdir Kim. Kami tetap harus bawa serta mereka" sanggah seorang disamping kanan Jongin.

"Kalian adalah tanggung jawab saya. Disini saya yang memutuskan. Bila memang tidak bisa memenuhi apa yang saya tawarkan, saya tak mengijinkan tur ini berjalan" tegasku.

"Sudahlah Daehyun. Bawa saja salah satu dari mereka dan sisanya menunggu disini" ucap Jongin final.

Sekertarisnya seakan ingin berkata sesuatu tapi tak jadi. Ia tak bisa membantah perkataan bosnya.

Pak Hong kembali dan menyerahkan beberapa helm keselamatan. Masing-masing dari kami memakainya. Selain itu, pak Hong membawakan sepasang sepatu untukku. Aku memang mempunyai sepatu khusus untuk berjalan diproyek bila aku melakukan tur atau menginspeksi.

Aku melepas heelsku dan mulai memakai sepatuku. Setelah selesai aku melihat Jongin yang mengulum senyumnya melihatku.

"Aku tak menyangka anda akan melepaskan heels anda, nona Do" ucapnya pelan.

"Maaf mengecewakan ekspetasi anda, Tuan Kim. Tapi keselamatan nomer satu" balasku acuh.

Aku memberikan gesture untuk mempersilahkan para rombongan berjalan dahulu.

Selama tur aku berada disamping Jongin. Ternyata namja ini sangat profesional. Selama tur ia menanyakan berbagai pertanyaan kritis. Aku sempat gugup saat jawabanku kurang membuatnya puas. Untung saja aku tak menampakkannya.

Kami berjalan dibagian depan gedung apartemen yang baru jadi setengahnya. Ini kali kedua aku menangani proyek apartemen mewah. Kali ini proyeknya sangat besar dengan dana yang cukup fantastis. Mengingat orang yang mendanai adalah perusahaan sekelas Kim Corp, aku yakin dana segitu tak terlalu banyak.

"Dibalik penampilan anda yang 'sopan' dan 'rapi' ternyata anda seorang wanita yang smart" puji Jongin.

Aku hampir memutar kedua bola mataku saat ia menekankan kata sopan dan rapi. Ia benar-benar meledekku.

"Penampilan tak selamanya menunjukkan siapa anda sesungguhnya, Tuan Kim"

Ia tersenyum tipis menimpali kata-kata yang cukup mengena menurutku. Aku tak suka direndahkan.

"Aku suka itu"

Kami kembali berjalan menuju ruang meeting diawal pertemuan kami tadi. Saat dijalan aku melihat salah satu pekerja berada dibawah sebuah tumpukan kayu yang sedang diangkat. Aku melihat penyangga kayu itu tampak tak stabil. Dan orang yang dibawahpun tak menyadarinya.

Aku berlari kencang kearah pekerja itu dan menariknya menjauh. Aku mendengar teriakan kencang saat aku terjatuh tersungkur ditanah bersama pekerja tadi. Dan disusul suara debuman keras yang berada tak jauh dariku.

Aku melirik kearah kayu yang berserakan ditanah. Untung aku bisa lebih cepat menyelamatkannya sebelum tertimpa.

Tiba-tiba saja banyak kerumunan orang berdiri disekitarku. Mereka terlihat khawatir.

"Bujangnim! Anda tidak apa-apa?" tanya pak Hong panik.

"Aku tak apa"

"Anda tak apa-apa, pak?" tanyaku pada pekerja yang terduduk disebelahku.

"N-Ne" jawabnya gagap.

"Tolong bawa dia ke rumah sakit terdekat. Aku ingin laporan kejadian ini secepatnya berada ditanganku" perintahku.

"Bubar!" bentakku.

Perlahan semua orang membubarkan diri. Aku mencoba berdiri tapi rasa nyeri dipergelangan kakiku membuatku mati rasa. Tubuhku sedikit limbung dan langsung ditangkap oleh seseorang.

Aku menoleh. Jongin memegang kedua pundakku untuk membantu menopangku. Aku sedikit merintih saat ia menegakkan badanku. Aku rasa pergelangan kaki keseleo. Dan mungkin sedikit bengkak.

"Sebaiknya anda pergi kerumah sakit, nona Do"

Aku menggeleng.

"Tak perlu repot. Hanya dikompres dan semua kembali seperti semula" tolakku.

"Tapi akan semakin memburuk jika anda tidak memeriksanya" debat Jongin.

"Terima kasih perhatiannya. Saya baik-baik saja" sanggahku.

Tanpa diduga Jongin mengangkat tubuhku dari depan. Kedua tangannya melingkar disekitar belakang bahuku dan lipatan kakiku.

Guna menyeimbangkan tubuhku spontan aku melingkarkan lenganku disekitar lehernya.

"A-Apa yang anda lakukan?" tanyaku panik.

"Aku rasa kata-kata tak akan mempan untuk anda"

Jongin berjalan menjauhi site pembangunan.

"Siapkan mobil dan bawa aku ke rumah sakit terdekat" perintah Jongin.

Sang sekertaris -kalau tidak salah ingat namanya Daehyun langsung bergegas mengambil mobil. Sedangkan satu pengawal yang mengikutinya sedari tur tadi tetap berada dibelakangnya.

Saat mobil berada didepan Jongin, ia membantuku masuk kedalam mobil hingga duduk. Aku sedikit meringis saat kakiku tak sengaja aku gerakkan. Aku rasa lukanya lumayan parah mengingat sakitnya saat digerakkan.

Aku terperanggah saat Jongin ikut duduk dibelakang bersamaku. Kedua kakiku diangkat hingga menopang diatas pangkuannya.

"Apa yang anda lakukan?!" seruku panik.

"Tenanglah. Aku hanya ingin mengecek tingkat keparahan lukamu"

Aku memperhatikan Jongin yang demgan hati-hati melepas sepatuku. Saat tangannya tak sengaja menekan kakiku, aku memekik tertahan.

"Maaf" gumamnya.

Dia melanjutkan kegiatannya hingga sepatuku terlepas sempurna. Aku bisa melihat bengkakan kakiku dengan warna biru disekitar mata kakiku. Oh...aku rasa akan butuh waktu lama untuk menyembuhkannya.

"Aku rasa lukanya cukup parah. Dalam sekejab kakimu membiru dan membengkak"

"Istirahat beberapa hari dan sedikit kompres akan membuatnya lebih baik. Anda tak perlu berlebihan" ucapku.

Ia menatapku tajam. Tatapannya sangat menusuk dan lebih mengerikan dari sebelumnya. Kenapa dia terlihat begitu marah?

"Kapan kita akan segera sampai?" tanya Jongin kepada sopirnya.

"Sebentar lagi, Tuan"

Posisi dudukku sedikit canggung. Ini pertama kalinya dalam hidupku duduk dengan posisi kedua kakiku menopang paha orang lain. Jika saja lulaku tak terlalu sakit aku sudah duduk seperti biasa.

Sesampainya dirumah sakit, Jongin membantuku keluar dan meletakkanku diranjang yang sudah siap diluar mobilnya. Aku menahan sakit luar biasa saat kakiku terguncang karena perpindahan ini.

"Aku ingin dokter Park yang menanganinya. Katakan jika Kim Jongin yang meminta" daulat Jongin.

Wow...bahkan suster dirumah sakit ini tak melawan kata-kata seorang Jongin. Aku penasaran seberapa berpengaruhnya seorang Kim Jongin dirumah sakit ini. Setauku Kim Corp tidak bergerak dibidang kesehatan.

Aku diletakkan disebuah ruangan luas dan megah. Tunggu dulu! Ini tidak benar.

"Kenapa aku berada disini? Bukankah aku seharusnya berada di ER untuk diperiksa?" tanyaku heran.

"Setiap orang yang dibawa Tuan Kim akan dirawat disini, nona" jawab salah satu suster.

"Kenapa?" tanyaku penasaran.

Pertanyaanku teralihkan karena seorang dokter datang untuk memeriksaku. Dokternya masih muda dan tinggi. Ia tersenyum lebar melihatku. Aku hanya membalas senyum tanggung diwajahku.

"Ini pasiennya?" tanya sang dokter.

Suster yang membawaku mengangguk kemudian menyiapkan peralatan yang akan sang dokter gunakan.

"Hai...aku dokter Park. Aku akan menjadi dokter pribadimu saat ini"

Dokter Park mengedipkanmatanya kepadaku. Aku hanya memandangnya aneh. Dokter Park mulai melihat luka dikakiku. Dokter muda itu mulai memegang-megang kakiku.

"Aw!" teriakku.

Rasanya sungguh menyakitkan. Hanya disentuh begitu saja tapi membuatku kesakitan.

"Sepertinya kita harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap lukamu, nona Do" ucap dokter Park.

"Apa separah itu lukanya?" tanyaku sambil meringis.

"Kita akan tau setelah pemeriksaan selesai"

Dokter Park tersenyum kemudian keluar ruangan. Beberapa suster masih berada disini membereskan sesuatu. Aku mengehela nafas pasrah. Sepertinya pemeriksaannya tak akan bisa cepat.

"Kami akan memindahkan anda untuk pemeriksaan lebih lanjut, nona" ucap salah seorang suster.

Dua suster yang tinggal mendorong ranjangku untuk dibawa. Aku harap hari ini cepat berlalu dan aku bisa langsung pulang.

"Bagaimana kondisinya?" tanya Jongin.

Dokter Park mendongak dan tersenyum lebar. Jongin yang melihatnya hanya mendengus tak suka.

"Kau kelihatan mengkhawatirkannya, Tuan Kim? Apa ada sesuatu diantara kalian?" goda dokter Park.

"Jangan gila, Park Chanyeol! Dia hanya rekan kerja"

"Benarkah?" tanya Chanyeol sambil menaik turunkan alisnya.

"Terserah kau" jengah Jongin.

Chanyeol terkekeh melihat kelakuan Jongin. Sahabatnya itu benar-benar sangat tak terduga.

"Aku rasa dia harus dirawat selama beberapa hari. Lukanya tak terlalu parah tapi selama beberapa hari ini aku ingin dia istirahat penuh" jelas Chanyeol.

Jongin menganggukkan kepalanya.

Beberapa suster membawa ranjang Kyungsoo kembali ke ruang rawatnya. Jongin dan Chanyeol menunggu. Setelah selesai, suster yang membawa ranjang Kyungsoo keluar menyisakam Jongin dan Chanyeol.

Kyungsoo tertidur pulas diranjangnya akibat efek obat yang diberikan Chanyeol. Jongin melirik jam tangannya. Hari sudah semakin sore dan tanpa ia ketahui seharian ini ia menemani Kyungsoo.

"Aku tak tau kau punya sifat penolong juga" celetuk Chanyeol.

Jongin menoleh kearah Chanyeol.

"Ini pertama kalinya kau membawa seorang wanita dan menungguinya seharian" lanjut Chanyeol.

"Itu karena terjadi didepan mataku" elak Jongin.

Chanyeol mengangkat kedua alisnya.

"Mantan tunanganmu saja kau tak perlakukan seperti ini" tuntut Chanyeol.

"Sudahlah" kesal Jongin.

Jongin mendekatkan diri disamping ranjang Kyungsoo. Ia menelisik wajah damai Kyungsoo. Ia tak mengerti dengan apa yang terjadi pada dirinya. Awalnya ia merasa jengkel dengan gadis ini. Gadis ini sangat pintar dalam berbicara. Mulut mungilnya itu seakan bisa membalas seluruh perkataannya. Tapi dibalik itu semua ia suka dengan kepandaian Kyungsoo dalam bicara. Selama tur singkat tadi Kyungsoo dengan lancar menjelaskan tiap detail proyek mereka.

Lamunan Jongin buyar saat suara dering telepon terdengar. Jongin maupun Chanyeol mencari dimana ponsel yang berbunyi itu. Chanyeol merogoh saku celananya dan menemukan ponselnya dalam keadaan mati. Chanyeol menoleh kearah Jongin dan mendapati hal yang sama. Seketika pandangan mereka tertuju pada meja kecil didekat sofa simana tumpukan bau Kyungsoo diletakkan. DIbagian atas tumpukan itu ada sebuah ponsel.

Jongin mengambil ponsel itu dan langsung mengangkat panggilannya.

"YA!!" teriak Chanyeol saat Jongin dengan seenaknya mengangkat panggilan orang lain.

"Eonnie..."

Jongin mengernyit. Ia jauhkan ponsel itu dan mengecek siapa yang menelepon. Dilayar tertampil nama 'Nae Saengie~'. Jongin simpulkan jika yang menelepon adalah adiknya Kyungsoo.

"Eonnie...kau masih disana?"

"Hallo"

13.05.17

HAI..i'm back. Lama sekali kita tak berjumpa. Cerita ini sebenernya dadakan. Awalnya aku ragu mau nulis lagi. Apalagi aku masih belum kelarin 1 cerita.Untuk Bad Destiny sebenernya tinggal 1 chap lagi. Tapi berhubung aku dari tadi ngesave cerita lewat laptop ga bisa2 dan bikin BT ya udah aku biarin aja. Untuk cerita ini aku coba publish lewat HP. Ga tau deh nanti hasilnya kayak gimana. kkkk.Cerita ini juga aku publish di wattpad aku tadi sore. Kayaknya disana sambutannya kurang jadi aku coba beralih kesini. Cerita ini bakalan dilanjut atau ga tergantung respon. Banyak draft FF Kaisoo tapi ga tau knp pengen ngepublishnya yang ini.Review juseyo~~~