Tak Ada Yang Spesial Dariku

.

.

.

.

.

.

.

Entah apa yang membuatnya bersedia melihatku. Dilihat dari penampilan aku hanya seorang pemuda 22 tahun yang biasa saja. Dilihat dari pekerjaan aku cuma seorang programmer biasa yang bekerja di Software House biasa juga. Sangat tak sebanding dengan dia yang dari keluarga bangsawan. Sempat terpikirkan olehku 'Bagaimana akhir dari hubungan ini nanti?'. Aku menduga kalau hubungan ku dengannya akan kandas karena terbentur restu dari pihak keluarganya. Aku memang sudah bisa menebaknya. Ya bisa menebaknya.

Kulihat fotonya yang terpampang di layar smartphone milikku. Bukan, ini bukan smartphone milikku. Ini pemberian pacarku, Hinata Hyuga. Dia sangatlah cantik, manis. Selain itu ia juga pintar atau lebih cocok dikatakan jenius, dan ia juga bisa memasak, skill yang sangat jarang mau dilakukan oleh gadis-gadis diera sekarang.

Disinilah aku sekarang, sedang berada di ruang tunggu bandara Konoha. Ya apalagi kalau bukan untuk menunggu pacarku 'Hinata Hyuga'. Dilihat dari kalender, akhir minggu ini merupakan jadwal Hinata libur kerja. Dan setiap libur kerja ia pasti menyempatkan untuk berkunjung menemuiku. Ya kami LDR, Hinata yang berada di pusat kota Tokyo, Jepang. Sedangkan aku berada di prefecture Hi tepatnya di Konoha. Jarak yang ditempuh menggunakan pesawat dari Tokyo-Konoha sekitar 4 jam.

"Sayang"

Aku mendengar suara yang familiar, segera kudongakkan kepala ku yang sedari tadi menunduk mengamati foto di smartphone yang aku pegang. "Hime" ucapku tersenyum lebar melihat siapa yang berada didepanku. Dia Hinata yang sedari tadi kutuunggu.

"Ayo kita pulang" ucapnya sambil menggandeng tanganku dan menariknya "Aku sudah sangat rindu kamu sayang" lanjutnya.

Aku tersenyum dan berjalan disampingnya menuju mobil.

Mobil? Iya mobil, dan kalian apakah tau dari mana aku bisa memilikinya? Kalau kalian menebak aku membelinya kalian salah. Mobil ini juga pemberian dari Hinata, kalian pasti berpikir pemuda macam apa aku ini yang tidak mampu membeli barang sendiri. Berarti pemikiran kita sama, dimana

kehormatan seorang pria disini.

"Kenapa melamun sayang?" kudengar suara lembut pacarku. "Apa terjadi sesuatu?"

"Hmmm, Tidak kok Hime" balasku sambil mencubit pipinya.

"Kalau begitu ayo cepat kerumah, aku ingin memasakkan makanan untukmu. Kamu pasti makan makanan instan 'kan?" ucap Hinata sambil memelototi aku.

"A-aaa-aa, kadang-kadang Hehehe" balasku mengelak sambil berlari memasukkan barang bawaan Hinata ke bagasi mobil.

Perjalan dari bandara menuju rumah sekitar 30 menit bila tidak macet. Sampainya di garasi mobil aku turun dan membuka bagasi mobil mengeluarkan barang-barang Hinata. Bisa kulihat Hinata menuju pintu rumah dan meng-inputkan sandi pintu untuk membukannya. Dan inilah rumah kami.

Kenapa aku menyebutnya rumah kami dan bukan rumahku? Karena rumah ini dapat dibeli dari hasil patungan kita berdua. Ya walaupun Hinata yang lebih banyak mengeluarkan uang, sekitar 70% dari harga rumah merupakan uang milik Hinata, sisanya uangku. 'Pemuda macam apa aku ini? Semua hal ditunjang oleh orang lain'. Dan hal itu selalu terlintas dibenakku hingga membuatku semakin tak pantas untuk Hinata.

"Sayang.. Ayo masuk" ajak Hinata dari dalam rumah.

.

.

.

.

.

TBC/END?

kalau jelek End saja ya.