Cinta? Perempuan? Semua menakutkan dan menjauhlah dariku bila perlu enyah dari hadapanku!

Uchiha Sasuke

Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto

Story by KiRei Apple

.

Waning: masih banyak keasalahan di dalamnya.

.

Romcom ( inginnya)

.

.

.

Let's Not Fall In Love

.

.

.

Uchiha Sasuke melonggarkan dasi yang sejak tadi terasa menyekiknya. Rapat mengenai pengembangan Mall yang akan dibangun di pusat kota sangat melelahkan. Tidak heran karena semua yang hadir adalah sebagian besar dari investor sang ayah.

Bunyi dering ponsel terdengar nyaring di meja kerjanya. Sengaja ia meninggalkan nya dan tidak membawanya. Tidak peduli siapa yang akan menghubunginya, karena itu semua urusan kepercayaannya, Kakashi dan ia tidak perlu mengurusi persoalan pekerjaan tanpa melewati orang kepercayaannya itu. Well, tidak penting juga sih. Inti dari semua ini adalah ia tidak ingin keluar kandang dan memperlihatkan wajah tampannya kepada musuh. Apa kau yakin Sasuke, karena itu?

Dengan helaan napas panjang, Sasuke meraih ponselnya dan mengangkatnya.

"Ya, Kaa-san."

Sasuke kembali menghela napasnya dan bergumam mendengar ucapan ibunya. Mengangguk ia menjawab, "baiklah aku akan pulang." Kemudian mengakhiri pembicaraannya.

Mererebahkan tubuh lelah dengan bersandar kepada kursi nyamannya, Sasuke menatap langit-langit ruangannya. Pikirannya entah mengelana kemana. Mencari kenyamanan dengan memejamkan matanya, ia kembali menghembuskan napas panjangnya.

"Sasuke."

Kakashi, sang asisstennya masuk setelah mengetuk pintu. Di tangannya, beberapa dokumen dibawanya untuk diserahkan pada Sasuke. Sesaat, Kakashi menaikan alisnya melihat Sasuke yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Tidak biasanya bertampang lelah dan terdiam seperti sedang melamunkan seseorang.

"Ada apa? Jatuh cinta kah?"tanya Kakashi santai tidak peduli akan apa yang akan di dapatnya dari pertanyaannya itu.

Sasuke memutar matanya bosan. Sudah kesekian kalinya Kakashi mengatakan hal konyol itu.

Ingat! Konyol dan benar-benar mustahil.

"Jadi?"'Kakashi sepertinya masih penasaran apalagi Sasuke tidak menjawabnya kali ini. "Benar?"

"Mustahil."

Kakashi tertawa kecil melihat reaksi Sasuke. Atasannya ini sangat tampan dan di gilai kaum hawa dan mungkin sebagian kaum adam pun ada, namun sampai saat ini ia belum pernah sekali saja terlihat dengan perempuan. Sekedar menyapa, berbincang pun Kakashi belum pernah melihatnya sama sekali. Mungkin pengecualian untuk Ibu Sasuke, Uchiha Mikoto.

"Kau tahu Sasuke... "Kakashi menghentikan perkataanya dan berdiri bersandar pada meja kerja Sasuke, "gosip menyebar kalau kau itu Gay."ucapnya lagi.

Sasuke mendengus. "Apa peduliku?"

"Apa itu benar?"

"Tentu saja tidak." Sanggah Sasuke yang sudah bosan dengan perkataan yang sangat tidak masuk akal. Lagi pula ia masih normal. Normal namun membenci wanita.

"Lalu?"

Menghembuskan napas panjangnya, Sasuke meraih ponselnya, mencari sesuatu setelah membuka menu album. "Ini." Ucapnya kemudian menyerahkan ponselnya pada Kakashi.

Dengan alis terangkat, Kakashi menerimanya dan terkejut dengan apa yang di tunjukan Sasuke.

Foto seorang perempuan tersenyum lebar dengan rambut yang tertiup angin. Mata hijau meneduhkan dan rambut merah muda itu sangat memukau. Tapi...

Tunggu!

... ia ingat pernah melihat sosok ini tapi dimana?

"Dia kekasihmu?" Tanya Kakashi dengan pandangan menelisik foto pada ponsel Sasuke.

Sasuke memutar matanya, "tentu saja." Tidak benar, jawabnya berbohong untuk terlihat meyakinkan.

"Hm." Kakashi berpikir keras menggali beberapa memori yang dilewatinya, kemudian senyumnya mengembang saat tahu sesuatu. Bukan kah dia itu...

"Haruno Sakura."

Sasuke lagi-lagi menaikan alisnya mendengar Kakashi menyebutkan nama seseorang.

"Hn, siapa dia?"

Kakashi mengeryit mendengar pertanyaan Sasuke. Heehh, sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan atau dimainkan Sasuke.

"Kapan kau kenal dia?" Kali ini Kakashi bertanya tanpa menjelaskan pertanyaan Sasuke. Kakashi tertarik dan terlihat sangat antusias dari mimik wajahnya.

"Apa maksudmu dengan dia? Dan aku bertanya tadi Kakashi."

"Tentu saja Haruno Sakura, kekasihmu itu." Dengus Kakashi yang sedikit geregetan dengan pikiran Sasuke yang entah kenapa melambat.

"Dari mana kau tahu namanya?" Tanya Sasuke yang terkejut ternyata Kakashi mengetahui nama perempuan itu.

Kakashi memutar matanya dibarengi helaan napas panjang. "Tentu saja tahu karena dia ada di majalah."

Sasuke mengangguk sekilas. "Hn."

"Jadi?" Tanya Kakashi yang masih tertarik tentang pembicaraan mereka kali ini. Ayolah, sudah sekian tahun dengan Sasuke dan baru pertama kali ini dia membicarakan tentang perempuan.

"Kau tidak perlu tahu." Tolak Sasuke.

"Sasuke." Kakashi terlihat merajuk dan itu membuat Sasuke merinding seperti melihat Naruto ke 2.

"Itu bukan urusanmu."

Mendapat jawaban Sasuke yang seperti itu membuat Kakashi menyeringai dan mengangkat kedua tangannya, menyerah.

"Baiklah, semoga hubungan kalian lancar." Do'a Kakashi kemudian berbalik menuju pintu, keluar dari ruangan Sasuke. Namun, seringai seksinya nampak dari balik maskernya dibarengi pintu yang kembali tertutup. Apa yang akan kau rencanakan Kakashi?

Sasuke menghela napas dan kembali bersandar kepada sandaran kursi.

Sial!

Pikirannya kembali tertuju kepada foto yang di ambilnya asal dari sebuah majalah. Dari berpuluh wanita yang ada di majalah entah kenapa ia memilih untuk memotret gambar dengan perempuan yang terlihat bahagia dan tertawa lepas. Entahlah ia pun bingung apa yang dilakukannya. Namun dengan apa yang dilakukannya ia hanya bermaksud berjaga-jaga dari pertanyaan orang tuanya seputar perempuan yang membuatnya merinding.

Kapan menikah?

Mana kekasihmu?

Masa kau tidak laku?

Kau normal kan?

Pertanyaan yang membuatnya jengah itulah membuatnya harus menyimpan senjata ampuh. Namun sialnya kenapa Kakashi tahu siapa perempuan yang di fotonya. Tapi, ia berharap jika siapapun tidak menyadari dan membuatnya tenang tanpa pertanyaan-pertanyaan konyol lagi.

Mengambil ponsel yang terletak di atas meja, ia membukanya dan kembali memandangi foto seorang perempuan yang Kakashi sebut...

"Haruno Sakura."

Menyebut namanya saja kini berefek dahsyat. Keringat mulai nampak di wajah tampannya, dan tangannya bergetar. Bunyi lemparan benda di lempar kembali ke meja. Ponselnya ia lempar begitu saja.

"Ugh," Sasuke melengkuh dan kembali bersandar dengan mata terpejam.

"Tarik napas, pelan, terus keluarkan perlahan." Gumamnya pada diri sendiri.

Sial!

.

.

.

.

.

Suna

Deringan ponsel yang meraung-raung semenit yang lalu mulai mengusik tidur ala bangsawan -tengkurap dengan mulut terbuka- dari seorang yang kini mulai meraba-raba mencari keberadaan benda persegi yang ingin ia kutuk saat ini juga.

Dapat!

Ponsel yang diambil dari tangan yang kini masuk kembali kedalam selimut yang mengurungnya dan senantiasa melindunginya dari sinar matahari yang menyilaukan. Ayolah, ia baru saja tidur sekitar dua jam yang lalu.

"Hmm." Jawabnya malas.

"Hmm." Orang dibalik selimut masih enggan menjawab dengan berkata apapun. Ia hanya bergumam sebagai jawaban dan mata masih senantiasa tertutup.

"Aku tidak ada rencana ke Konoha, ada apa?" Kini ia mulai menjawabnya walau posisi masih enggan untuk duduk dan membuka matanya.

"AAPAAA?!"

Bagai terkena tekanan listrik berkekuatan tinggi, kini orang itu langsung terduduk dengan mata on. Oh ayolah, siapa yang tidak terkejut dengan kejutan yang menurutnya mengerikan ini.

"AKU TIDAK!" Teriaknya tidak terima atas ucapan sang penelpon di seberang sana. "Aku tidak tahu, Ino sungguh." Jelasnya dengan memijat pangkal hidungnya yang berdenyut. Ugh, pusing menyerangnya mungkin karena ia tidak tidur dengan cukup.

Terdengar Ino, sahabatnya tertawa dan entah kenapa membuatnya kesal namun tersenyum. Ugh, sepertinya ia merindukan sahabatnya itu.

"Baiklah Ino sampai jumpa dan ingat aku tidak tahu siapa yang kau maksud itu oke!" Ucapnya kemudian memutuskan sambungan telepon. Melemparkan ponselnya asal, ia berniat merebahkan kembali tubuh dan berniat meneruskan tidur manisnya yang tertunda.

Mata yang sudah ditutupnya kembali terbuka saat perkataan tadi mengusiknya.

Sial!

Akan aku bunuh jika bertemu orang itu.

.

.

.

.

.

Tiga orang berdiri dan menatap rumah yang lumayan besar di depan mereka.

"Apa benar ini alamatnya Itachi-kun?"

Seorang wanita paruh baya bertanya saat melihat rumah di depannya kini kepada pria yang lebih muda darinya yang kemungkinan anak lelakinya.

Pria tampan dengan rambut panjang dan di ikat satu mengangguk. "Ya, Kaa-san." Ucapnya membenarkan. Lagi pula tidak mungkin ia salah dalam melacak sesuatu yang sangat mudah seperti ini. Lagipula, setelah ia mendapat kabar dan kebetulan ia sedang berada di rumah bersama Ayah dan Ibu langsung mencari info.

Kalian pasti tidak akan menyangka, sosok Uchiha Mikoto yang berwibawa, anggun berubah drastis setelah mendengar kabar tentang anaknya mempunyai kekasih. Mungkin sang Ibu lupa jika anak sulungnya pun masih menjomblo. Tapi, pada dasarnya kondisi Sasuke sudah sangat mengkhawatirkan. Dengan raut bahagianya, Mikoto pun sangat antusias ingin bertemu sosok yang sedang mereka lacak itu. Begitu dapat semua informasi, ia pun mengajak anak dan suaminya langsung terbang menuju gadis yang sepertinya sudah mengambil hati sang ibu. Oh, alangkah baiknya sang ibu tidak ingin menyianyiakan kesempatan ini.

'Jika tidak secepatnya Sasuke bisa dalam bahaya.'

Lihatlah Uchiha Mikoto terlihat tidak sabaran saat menyentuh tombol yang ada pada dinding, menekannya beberapa kali dan tidak lama seseorang menjawabnya.

"Ya, siapa di sana?"

Seseorang bertanya melalui interkom.

"Kami ingin bertemu Haruno Sakura, apa dia ada?" Uchiha Mikoto bertanya dan menyebut nama yang ingin mereka temui.

"Oh, baiklah silahkan masuk."

Pintu terbuka setelah orang itu mempersilahkan mereka.

Itachi, sang Ibu dan Ayahnya yang sejak tadi diam mengamati, masuk meninggalkan mobil mereka. Ayolah, ini lingkungan aman dan kawasan rumah ini tidak main-main seperti rumah mereka di Konoha, jadi tidak perlu khawatirkan hal kecil seperti ini.

Sang pelayan membungkuk dan mempersilahkan pada mereka untuk masuk.

"Ah, selamat siang."

Seorang wanita berambut pirang menyambut saat sang tamu sudah berada di dalam. Wanita yang sepertinya sebaya dengan Uchiha Mikoto tersenyum dan mempersilahkan mereka untuk duduk.

"Jadi, ada perlu apa dengan putri kami, Nyonya, Tuan?" Haruno Mebuki memandang ketiga tamu dengan seksama. Orang yang akan menemui putrinya dan apa lagi yang putrinya lakukan kali ini sehingga berurusan dengan orang yang sepertinya bukan orang biasa.

Itachi dan Mikoto tersenyum sedangkan Fugaku berdehem menanggapinya.

"Ah, maaf sebelumnya atas kedatangan kami." Mikoto meminta maaf karena memang kali ini kedatangan mereka adalah dadakan.

Mebuki tersenyum dan mengibas-ngibaskan tengannya dan tertawa kecil. "Jangan sungkan, ah kalian ingin bertemu Sakura bukan? Apa dia mencari masalah kepada anda sekalian?"tanya Mebuki yang ingin tahu dan di jawab Mikoto dengan senyuman dan berkata,

"Tidak. Kami datang unt..."

"Diam kau onii-chan atau aku bunuh saat kau kembali,eh!"

Perkataan Mikoto terhenti saat suara seseorang menginterupsi. Seorang gadis dengan rambut berantakan, baju longgar dan celana pendek yang di pakainya terlihat kesal dengan lawan bicaranya di telpon.

"Sakura!"

Mebuki memanggil gadis itu dan ketiga orang di hadapannya mengedipkan matanya melihat penampilan gadis itu.

Gadis yang masih sibuk mengomel dan menuruni tangga menoleh dan menganggukan kepalanya sebelum kembali turun menuju dapur.

"M-maafkan putri saya."

Mikoto tersenyum dan mengibaskan tangannya. "Tidak apa-apa, dia sangat manis."

Mebuki menatap wanita itu seksama. Bukannya mereka tamu putrinya? Tapi melihatnya seperti baru pertama kali melihat Sakura.

"Aku yakin kalian tidak mengenal Sakura. Jadi, apa yang membuat kalian ingin bertemu dengannya?" Mebuki tahu dan ternyata benar dugaannya jika mereka ada sesuatu alasan yang membuat mereka ingin bertemu Sakura.

Ketiga tamu itu -ah, minus Fugaku- tersenyum mendengar pertanyaan sang calon besan.

"Kami datang ke sini untuk melamar kekasih adik saya, nyonya." Kini Itachi menjelaskan tujuan mereka dengan jujur.

"Kekasih? Adik? M-melamar?" Mebuki tergagap mendengar perkataan tadi. Apa telinganya bermasalah? Jika iya, secepatnya ia harus pergi ke doter tht.

Fugaku berdehem. "Putra ke dua kami saat ini menjadi kekasih putri anda dan kami ingin melamarnya, itu saja." Ucap Fugaku terus terang.

Sakura berjalan dengan membawa segelas jus jeruk berniat ke kamar dengan menaiki tangga dan tidur kembali. Namun, langkahnya harus terhenti saat sang Ibu memanggilnya. Alisnya mengeryit melihat tamu yang baru pertama kali di lihatnya.

"Ada apa Okaa-chan?"

"Ke marilah, Sakura."

Sakura mendengus karena tetap harus menghampiri mereka. Sebenarnya ada apa? Kenapa para tamu ibunya melihatnya sampai seperti itu. Menurutinya ia pun menghampiri sang Ibu. Duduk di samping Ibunya, netra klorofilnya tertuju kepada ketiga orang yang menyapanya dengan senyuman dan wajah datar.

"Ya, Okaa-chan."

Mebuki menatap Putrinya dengan seksama. Sejak hari itu, Sakura tidak pernah menunjukan jika ia menyukai seseorang dan kini ia sudah punya kekasih?

Jika benar, Mebuki berharap sesuatu...

"Apa kau mengenali mereka? Meraka dalah orang tua dan Kakak kekasihmu." Tanya dan jelas Mebuki pada Putrinya.

... kebahagian putrinya.

Sakura memandang ketiga orang asing itu dengan seksama. Lelaki yang usianya mungkin sama dengan sang ayah, di tengah seorang wanita cantik tersenyum kepadanya dan terakhir seorang pria yang mungkin seusia Kakaknya pun tersenyum tipis saat pandangannya bertemu tatap.

"K-Kekasih? Yang benar saja aku tidak sedang berkencan dengan siapa pun." Ucap Sakura sambil menggelengkan kepalnya tidak percaya akan kenyataan saat ini yang benar-benar seperti jakpot. Ayolah, keluarga di depannya ini sangat menjamin dan jelas pasti anaknya tidak diragukan kualitasnya. TapI, sungguh ia tidak sedang dekat dengan siapapun keculai Kakaknya.

Mebuki menghela napas pelan. Jadi, ada apa ini sebenarnya? Jangan bilang mereka akan menculik- ah itu terlalu berlebihan. Tapi, ia harus waspada untuk hal yang tidak di inginkan, mungkin.

"Sakura-chan." Wanita yang sejak tadi memandang Sakura dengan senyuman cantiknya memulai pembicaraan.

Sakura mengangguk dan membalas senyumannya. Tidak sopan jika ia pergi begitu saja, apalagi orang ini seperti ingin mengatakan sesuatu yang penting kepadanyan.

"Perkenalkan, aku Uchiha Mikoto dan ini suamiku, Uchiha Fugaku." Mikoto memperkenalkan diri dan menunjuk pria di sampingnya yang merupakan suaminya. Kemudian, jarinya menunjuk pria di sebelahnya lagi. "Ini Putra sulung kami, Uchiha Itachi." Ucapnya.

Uchiha.

Uchiha.

Seperti ia ingat tapi apa, pikir Sakura berusaha mengingat.

Makanan? Sepertinya bukan.

Minuman? Ughh bukan.

Uchiha, Sakura terus mengingat nama itu, karena sepertinya telinganya pernah mendengar nama itu.

Tunggu!

Ingatannya kembali kejadian tadi. Tidak mungkin kan mereka...

Sakura memandang ketiga orang di depannya dengan mata hijaunya berkedip berkali-kali.

"Uchiha Sasuke."

Mikoto, ah ketiga orang itu tersenyum saat nama salah satu anggota terkecil di sebut gadis ini.

"Ya, itu putra bungsu Ibu, Sakura-chan."

Bagai petir yang menyambut yang kedua kalinya hari ini. Kenapa hal yang ingin ia tidak pedulikan kini muncul. Musibah kah? Atau...

"K-kalian tahu aku?" Sakura gelagapan menunjuk dirinya. Ayolah, ia tidak mengenal mereka dan mereka sepertinya kenal bahkan nama yang disebutnya tadi ada hubungannya dengan mereka.

"Hn."

"Ya."

"Aa."

Ketiga orang itu menjawabnya dan meyakinkan jika mereka benar mengenali dirinya.

"Maaf, saya tidak tahu apa tujuan kalian menemui saya. Tapi, sungguh saya tidak mengenali Uchiha Sasuke itu." Sakura menjelaskan kebenaran.

"Kami tahu."

Jawaban sang nyonya Uchiha sungguh di luar perkiraan. Mereka tahu tapi kenapa menemuiku? Pikir Sakura.

Mebuki yang sejak tadi diam memperhatikan akhirnya angkat suara. "Jadi, sebenarnya apa yang terjadi?"

Sakura menggeleng menjawabnya.

"Bisa meminta waktumu untuk berbicara berdua saja, Sakura-chan?" Mikoto meminta untuk berbicara secara pribadi. Netra kelamnya berbinar saat menatap Sakura seolah gadis ini adalah cahaya dalam kegelapan.

Menimbang, Sakura mengangguk mengajak Nyonya Uchiha menuju halaman belakang rumahnya.

Mebuki melihat kemana putrinya dan wanita tadi pergi. Kini, tatapannya tertuju kepada kedua pria yang duduk dengan tenang dengan wajah datar. Ayolah, suasana ini sangat mencekam.

"Silahkan di minum, tuan."

Itachi mengangguk dan meraih cangkir teh dan meminumnya.

"Terima kasih." Ucapnya yang dibalas senyuman dan anggukan Mebuki.

"Apa kalian kenal Uchiha Madara?"

Itachi maupun Fugaku mengangguk.

"Tentu saja. Dia adalah Orang tua kami." Kami yang di maksud Itachi adalah Kakek dari sang ayah dan dia adalah cicit Madara.

Mebuki terkejut dan tertawa kecil. "Dunia memang sempit." Ujarnya. "Aku cucu Hashirama." Jelas Mebuki.

"Hn, aku kenal Paman Hashirama." Kini Fugaku yang menjawabnya.

"Ah, ya. Mereka kan bersahabat."

"Nyonya Haruno, aku mempunyai permintaan..."

.

.

.

.

Itachi tersenyum. Rencana yang sudah dan mereka inginkan semoga berjalan dengan baik. Demi adiknya...

Uchiha Sasuke.

.

.

.

.

.

Sasuke menghempaskan tubuhnya pada ranjang setelah melepas jas dan menaruhnya. Melonggarkan dasi dan membuka beberapa kancing kemejanya, ia menghela napas lelah. Beberapa rapat dan pekerjaan yang membuatnya harus segera menyelesaikannya sesegera mungkin.

Ingat akan undangan sang Ibu yang entah angin apa yang berpihak kepadanya, tiba-tiba di batalkan. Sasuke menyeringai mensyukuri apa yang terjadi hari ini hingga ia bebas dari pertanyaan yang menyakitkan pendengarannya.

Dasar anak kurang ajar!

Suara ketukan membuyarkan acara santainya di tempat kebebasan. Bangkit, ia berjalan menghampiri pintu dan membukanya.

Terlihat sang kepala pelayan rumahnya menunduk.

"Ada apa Ebisu?"

Sang kepala pelayan merundukan kepalanya lagi dan berucap. "Ada tamu untuk anda, Tuan."

"Tamu?"

"Ya Tuan."

Ebisu menelan ludahnya dan jelas sekali keringat nampak di wajahnya.

Tidak memperdulikan itu, Sasuke langsung turun dan menghampiri siapa yang datang saat malam seperti ini.

"Piyuuhhh, selamat." Ebisu bernapas lega karena Tuan nya tidak menanyai lebih detail siapa tamu yang datang tengah malam dan cuaca mendung seperti ini.

Sebelah alis Sasuke terangkat melihat warna rambut asing di balik sofa tamu. Yang biasa dan berani datang hanya Kakaknya,orang tuanya dan teman pirang bodohnya.

"Siapa?"tanyanya dan sontak orang yang sejak tadi duduk manis menolehkan kepalanya.

"Hai."

Sasuke membulatkan kedua matanya.

Tidak! Tidak mungkin itu dia, kan?

Rambut merah muda, mata hijau, senyuman yang sama itu...

"Kau..."

Orang itu berdiri dan membalikan badan sehingga kini berhadapan dengan Sasuke.

"Aku?" Perempuan bermahkotakan merah muda menunjuk dirinya dan Sasuke masih diam di tempat dengan tatapan tajamnya yang menusuk siap untuk membunuh saat ini juga.

"Per-" perkataan Sasuke terhenti saat deringan ponselnya berdering.

"Hallo."jawabnya setelah menekan tombol answer.

"Kalian bercanda?!"Sasuke menggeram karena perkataan orang tuanya dan kemungkinan Itachi juga terlibat. Lihat saja kau aniki akan ku buat perhitungan denganmu!

"Kalian tahu itu mustahil," Sasuke mngehala napas kasar. Memijit terasa pening, ia kembali berucap. "Aku tidak bisa." Ucapnya kemudian dan langsung menutup sambungan telepon dari Ibunya.

Gadis dengan pakaian dress baby blue yang dipakainya tersenyum atau bisa Sasuke lihat dengan jelas jika gadis itu menyeringai. Dengan perlahan, gadis itu memajukan langkahnya menghampiri Sasuke.

"Sudah tahu alasan aku di sini?"tanyanya yang terus melangkah maju.

Sasuke memudurkan langkahnya menuju teras belakang. Bisa dan sangat jelas gadis itu tersenyum lebar dengan kedua tangan bertautan dan menimbulkan bunyi dari tulang. Wajah yang ia lihat di majalah kini berubah menjadi wajah sadis dan melihat itu saja Sasuke brigidik ngeri.

"Pergi kau!"

Gadis itu mengeryitkan alisnya dan menampilkan senyuman termanisnya -senyuman menyeramkan-.

"Kenapa?"

"Pergi!" Bentak Sasuke yang semakin memundurkan langkahnya ke luar dan gadis itu semakin melangkah maju mendekatinya.

"Kenapa? Bukan kah aku kekasihmu, S-a-s-u-k-e."

"EBISU!"

"Kenapa? Apa kau mau ganti popokmu itu,hm?"

"DIAM KAU PINKY!"

Gadis itu semakin maju dan terkekeh. "Kenapa? Kau ingin kita berenang bersama?"

Sasuke berkeringat di sekujur tubuhnya yang bergetar. Sungguh ingin ia membunuh perempuan yang sepertinya menantangnya itu. Tapi itu...

"Ada apa, hm?"

... mustahil.

"Pergi atau aku akan-"

"Akan apa, hm?"

Ugh, sial!

Langkah Sasuke terhenti saat kakinya berada di tepian kolam.

"Aku belum memperkenalkan diri," perempuan itu mengulurkan tangannya yang tidak di sambut Sasuke sama sekali karena ia masih diam di tempatnya.

"Pergi!"

"Ah atau kau mau ini?!" Perempuan itu merentangkan kedua tangannya dan berlari menghampiri Sasuke dan...

Byur

Sasuke terjatuh atau lebih tepatnya menjatuhkan dirinya ke dalam kolam.

Perempuan itu menghela napas kasar dan menyeburkan diri ke kolam dimana Sasuke terjatuh.

Jangan takut bodoh!

Kau akan baik-baik saja.

Karena itu alasan aku di sini...

... untuk membunuhmu.

.

.

.

.

.

To be continued

Maaf fict baru lagi padahal banyak utang fict. Udah lama sih daripada diam di drap hehe. Mungkin akan di usahakan yang MP kalo yg lain tidak tahu. Sungguh sudah lama gak nengok pergi ngebolang jadi stuck begini.

Tetep SasuSaku aku jatuh cinta abadi haha

Wyd Rei Kuran Gilg Tanaka