Chapter 1

Disclaimer: J. K Rowling

Warning: OOC, typo, slash, BL

.:.

Draco Lucius Malfoy. Putra kedua dari pasangan Lucius dan Narcissa Malfoy. Putra dari pemilik perusahaan terbesar di dunia, Malfoy Industries. Oh, dan jangan lupa kalau Draco tampan. Sangat tampan. Draco adalah alumni dari Hogwarts High School, sekolahnya orang-orang kaya dan makmur. Ia sedang berkuliah Fakultas Ekonomi di Harvard University. Dan Draco sudah semester akhir. Membuat ia makin sibuk belajar dan pusing karena banyaknya tugas yang tak henti berdatangan.

Seperti sekarang ini, Draco sedang mengerjakan tugasnya di sebuah cafe-berbuku yang bernama "Coffee Nerd", milik kakak perempuannya, Daphne Diggory neè Malfoy. Sejak 4 tahun yang lalu, kakak yang lebih tua enam tahun dari Draco itu merintis sebuah cafe yang menyediakan buku-buku, karena terinspirasi dari sang adik yang sering sekali belajar atau baca novel sambil minum kopi, di dalam maupun di luar rumah.

"Sekarang hari Jumat, Draco, ini sudah jam 6 sore, dan kau sudah seharian di sini. Aku khawatir kau akan terkena ambeien karena duduk terus. Mainlah keluar, Draco.." kata Daphne yang gelisah karena sudah seminggu Draco betah belajar non-stop di cafenya.

"Sist, kau lebih memilih aku kembali balapan liar dengan Blaise dan Theo seperti dulu daripada melihatku belajar? Lagipula, aku sudah semester akhir." Kata Draco dengan santai.

"Bukan begitu maksudku, Draco. Tapi, lebih baik jika kau belajar 4 jam sehari daripada 8 jam sehari tanpa henti seperti itu. Itu sangat membuatku khawatir kau akan sakit," Kata Daphne memelas.

"Tidak apa-apa, Daph. Aku baik-baik saja." Kata Draco berusaha meyakinkan.

"Tapi, Draco, kalau kau tidak mau melakukannya untukmu sendiri, setidaknya lakukan itu untukku.." kata Daphne tidak mau menyerah.

Draco menyerah, karena ia tahu Daphne tidak akan berhenti sampai Draco selesai.

"Oke, Daph, kau tidak usah pasang muka melas begitu, itu sangat tidak mempan untukku, tahu." Kata Draco sambil terkekeh.

Draco sangat sayang kakanya, Daphne. Daphne juga sangat sayang kepada Draco. Dulu, Daphne selalu membantunya keluar dari kantor polisi jika Draco sedang bermasalah dengan polisi. Ditambah saat Draco mengungkapkan kalau ia gay 4 tahun yang lalu didepan keluarga mereka, Daphne makin sayang. Walaupun Draco anak baik, pintar, gemar belajar, dan membaca buku, pemuda 25 tahun tersebut juga tidak menyia-nyiakan masa mudanya dengan belajar saja. Ia pun termasuk anak yang bandel dan pemberontak, yang sering membuat guru-guru di sekolahnya geleng-geleng kepala karena kelakuannya. Untung sekolah itu punya ayahnya.

"Oke, Draco. Karena kau sudah menurut, bagaimana kalau kau pergi dari sini, dan cari pacar sana! Aku bosan setiap melihat kau kesini, kau tidak juga membawa laki-laki menggemaskan bersamamu." Kata Daphne sok galak.

"Apa-apaan kau, Daph! Seenaknya mengusirku dari sini. Tempat ini kan punya aku juga." Kata Draco tidak mau kalah dan mengabaikan kata-kata "pacar" dari Daphne.

"Punya kau apanya? Aku yang membangun ini sendiri bersama suamiku tercinta, Cedric Diggory." Kata Daphne dengan bangga.

"Oh jangan lupa, sist, kau pernah mengatakan ini, 'Kau tahu, Drakie, aku membangun cafe ini bersama suamiku karena terinspirasi darimu,' dengan wajah sumringah seperti baru menang lotere," balas Draco sengit.

Daphne benar-benar lupa hal itu, ia kehilangan kata-kata. 'Benar juga dia,'.

"Oh sudahlah, bocah, kau membuatku pusing. Pergi sana, cari pacar! Kau sudah 25, Draco, for God's sake, even kau belum punya mantan satupun." Kata Daphne galak, kali ini beneran.

"Please, Daphne, jangan usir aku dari sini. Oke-oke, aku udahan belajarnya. Dan aku akan cari pacar. Tapi aku pesan satu cappuccino dan almond brownies, ya sist. Aku lapar sekali," Kata Draco sambil nyengir. Daphne langsung pergi ke dapur menyuruh anak buahnya untuk membuatkan pesanan Draco.

Draco membereskan buku-buku dan kertas-kertas yang berserakan di mejanya, meja khusus dibuatkan oleh kakaknya untuk Draco, karena Daphne sangat sayang kepada sang adik, dengan view terbaik dan spot yang cozy.

Memilah-milah banyak kertas essay bekas alumni-alumni Harvard kenalannya, memasukkannya ke dalam tas besar. Laptop ia biarkan di atas meja dalam keadaan menyala. Buku-bukunya ia taruh di sini, di cafe kakaknya, sebagian ia masukkan ke dalam tas untuk dibawa pulang.

Draco berencana nonton bioskop. Seingat dia ada film yang mendapat review bagus dari kritikus. Draco membuka website bioskop untuk melihat jadwal tayangnya. Memutuskan untuk menonton Wonder Woman dengan jam 9 nanti.

"Ini pesanan Anda, silakan dinikmati."

Pesanan Draco datang. Dan ia mendengar suara bariton asing yang baru didengarnya, karena Draco kenal dengan semua pegawai disini, beserta suaranya. Draco mendongakkan kepalanya dari layar laptop. Iris kelabunya bertemu dengan mata paling hijau yang sangat breath-taking. God.

"Tunggu, kau orang baru?" Tanya Draco buru-buru saat 'orang baru' itu mulai menjauhi mejanya.

"Aku sudah bekerja disini sejak dua minggu yang lalu, sebenarnya. Tapi, ya, aku orang baru disini." Kata si 'orang baru' dengan ramah.

Draco masih terpana dengan mata hijau itu dan segera tersadar saat 'orang baru' itu selesai bicara.

"Tapi kenapa aku baru tahu kau sekarang?" Tanya Draco penasaran.

"Itu karena kulihat kau sangat serius dan sibuk belajar, tuan. Dan kadang-kadang aku hanya bekerja saat cafe baru buka sampai jam 3," Kata Harry ramah.

'Orang itu benar. Aku sangat sibuk belajar sampai tidak sadar ada cowok cute menjadi pegawai kakakku,' ujar Draco dalam hati

"Oh, dan bolehkah aku tahu namamu? Karena aku sudah mengenal semua pegawai di sini dan aku berhak tahu namamu," Tanya Draco modus.

"Aku Harry Potter, sir, dan--"

"Aku Draco Malfoy, panggil aku Draco. Senang berkenalan dengamu, Harry, oh bolehkah aku memanggilmu begitu?" Seenak jidat Draco memotong perkataan Harry. Draco terlalu excited, rupanya.

"Ya, Draco, dan bisakah aku kembali bekerja?" kata Harry sambil tersenyum geli.

'Astaga, kenapa senyumnya manis sekali?' Draco berujar dalam hati.

"Oh! Ya, boleh, tentu saja, hahaha.., silakan kembali bekerja, Harry, hahaha..." kata Draco garing dan salah tingkah. Harry hanya tersenyum dan berjalan menuju meja kasir Daphne. Harry sudah hampir sampai di depan Daphne sampai...

"Harry! Well, aku berencana pergi nonton malam ini jam 9, kau mau ikut? Aku yang traktir, tenang saja, dan kapan kau selesai bekerja? Aku bisa menunggu. Lagipula aku tidak ada kegiatan lain setelah ini jadi aku bisa menunggumu--"

"Okay, Draco. Aku selesai jam 8," Kata Harry sambil tersenyum malu-malu. Ia tidak menyangka Draco mengejarnya.

"Okay? Oh, okay. Well, hanya itu saja yang ingin aku sampaikan. Aku kembali ke tempatku, ya.." kata Draco dan ia melihat Daphne tersenyum misterius padanya sebelum ia berbalik ke tempatnya.

Draco duduk kembali dan memakan cake yang hampir ia lupakan karena sesi berkenalannya dengan Harry, ia berpikir, 'Akhirnya, sebentar lagi aku akan dapat pacar, Daphne..' sambil bersorak riang dalam hati.

Draco iseng ingin pamer ke teman-temannya. Ia menyalakan ponsel pintarnya dan mulai mengetik ke group chatnya yang terdiri dari 3 orang laki-laki (termasuk Draco) dan 3 orang perempuan, teman seperjuangan Draco dari mereka duduk di bangku sekolah dasar sampai bangku kuliah.

DracoMalfoy: Guess what? Sebentar lagi aku tidak akan jomblo lagi.

Tidak disangka-sangka, balasan dari teman-temannya sangat cepat dan ponsel Draco mulai bergetar tanpa berhenti. Mereka kepo siapa yang akan menjadi pacar Draco.

BlaiseZabini: Jangan membuat lelucon yang sama, Malfoy.

PansyParkinson: Kau sulit dipercaya, Draco.

HermioneGranger: Siapa laki-laki kurang beruntung itu, Draco?

TheodoreNott: Aku ingin muntah karena sudah kenyang dengan bualanmu, Malfoy.

AstoriaGreengras: Aku berharap calon pacarmu baik-baik saja karena memilihmu, Draco.

Draco tertawa membaca balasan dari teman-temannya yang kelewat sarkatis itu. Ia pun membalas.

DracoMalfoy: Kali ini aku serius. Aku mengakui kalau waktu itu aku hanya mengerjai kalian karena kalian yang membuatku tidak tahan ingin melihatku dating dengan cowok.

Draco memang pernah mengerjai teman-temannya. Dua tahun yang lalu ia bilang ingin berkencan dengan salah satu adik kelas mereka waktu itu. Ia tahu teman-temannya akan menguntit karena mereka sangat kepo akan percintaan Draco yang tidak mulai-mulai padahal Draco sudah bangkotan dan berkepala dua. Dan benar saja. Mereka menguntit Draco kemanapun Draco pergi dari siang sampai malam. Tapi sampai Draco pulang pun teman-temannya tidak kunjung melihat Draco menggandeng seorang cowok, ia hanya jalan-jalan sendiran dari mulai ke mall, taman, bioskop, toko baju, taman bermain, Coffee Nerd, sampai kembali lagi ke Malfoy Manor. Draco tahu kalau teman-temannya menguntitnya sampai tumpang-tindih dan saling memaki satu sama lain karena takut ketahuan. Mereka tidak sadar kalau Draco sudah tahu tabiat teman-temannya yang sangat kepo.

HermioneGranger: Aku tetap tidak percaya.

BlaiseZabini: Theo, kau mau menguntit Draco?

PansyParkinson: Blaise, yang benar saja kau mengatakan itu terang-terangan.

TheodoreNott: Ogah, Blaise. Kau saja. Aku tidak mau kedudukan permen karet dijalan lagi karena kau mendorongku sampai aku jatuh terduduk. Pantatku sakit, tahu.

AstoriaGreengrass: Kurasa Draco hanya membual. Sudahlah. Kau membuang waktuku saja, Draco. Aku ingin luluran dulu. Bye

HermioneGranger: Astaga, Tori. Baru kemarin kau luluran, sekarang mau luluran lagi..

PansyParkinson: Kau pakai lulur merk apa, Tori? Kalau bagus aku ingin beli.

DracoMalfoy: Terserah kalian. Yang penting aku sudah bilang. Akan aku beri kalian bukti foto yang akan membuat kalian ngiler karena melihat cowokku dengan mata paling hijau dan senyum paling manis.

BlaiseZabini: Jangan asal main 'cowokku', Draco. Ia hanya milik orang tuanya, kecuali kau menikahinya, yang mana itu tidak akan terjadi, HAHAHA!

TheodoreNott: Draco, sepertinya aku percaya padamu, walaupun hanya 1% percaya sih.

DracoMalfoy: Aku sangat tidak sabar. Jam 8 masih lama ya...

Draco mematikan ponsel dan laptopnya yang maih menyala dan memasukkannya ke dalam tas, dan melanjutkan acara makannya. Ia mengamati Harry yang sibuk melayani pelanggan yang sangat ramai sore ini. Diam-diam ia memotret Harry saat ia sedang menulis pesanan di dua meja di depan Draco. Tiga foto, dan hasilnya sangat bagus. Ia melihat jam, masih jam 7. Satu jam lagi. Sabar, Draco.

Daphne yang melihat Draco memotret Harry segera menghampiri Draco, dan duduk di sebelahnya,

"Sekarang kau ingin menjadi fotografer dadakan karena ada objek yang menarik perhatianmu, Draco?"

"Daphne! Oh, sebentar lagi kau tak bisa menghinaku tidak punya pacar karena cowok cute itu, akan menjadi milikku." Kata Draco dengan sombong.

"Kau yakin, Draco? Kudengar ia punya kakak laki-laki yang sangat galak dan protektif dengan adiknya itu." Daphne memang sudah tahu latar belakang Harry. Harry adalah anak kedua dari pasangan James dan Lily Potter yang sudah meninggal ketika Harry masih berumur 5 tahun. Selama ini yang mengurus Harry adalah kakak laki-lakinya, Hugo Potter, yang seumuran dengan Daphne.

"Itu hal kecil, Daph. Aku siap dengan segala macam tantangan yang akan menghadapiku. Seorang Malfoy tidak kenal takut, sist," kata Draco sombong sambil mengedipkan sebelah matanya ke Daphne.

"Kau belum bertemu dengan kakaknya, Draco." Ujar Daphne sambil menghela napas.

"Aku sudah pernah bertemu dengannya. Ia mengantar Harry melamar kerja disini dan menunggunya sampai Harry selesai wawancara. Kami berdua berbincang sedikit. Saat Harry sedang melihat-lihat sekitar cafe ini, Hugo sempat bercerita padaku. Ini adalah informasi penting untukmu, Draco. Dua tahun lalu, Harry pernah punya mantan, namanya Tom Riddle. Mereka sudah berpacaran selama 2 tahun dan bahkan sudah tinggal bersama. Mereka belum bertunangan, Draco, tenang saja. Dan mantannya itu sangat brengsek pada Harry sampai ia dibawa ke kantor polisi karena melakukan penganiayaan di gang kecil, hingga wajah Harry mengeluarkan sangat banyak darah. Alasannya sepele, karena Harry tidak sengaja menjatuhkan gelas favorit Tom sampai pecah berkeping-keping. Tom kesal, Harry dibawa ke luar, mereka berhenti di gang kecil dekat rumah mereka, dan memukul Harry habis-habisan. Harry tidak melawan, sampai ia jatuh pingsan. Sampai kakak Harry, Hugo, yang saat itu baru datang ingin melihat Harry di rumahnya, memergoki mereka dan langsung menonjok Tom dan menelepon polisi karena ia sudah keterlaluan. Saat polisi menangkap Tom, Harry dibawa oleh Hugo ke rumah Harry. Setelah selesai merawat Harry, Hugo ke kantor polisi.

"Turns out, ternyata mantannya itu sudah sering menyiksa Harry setiap Harry melakukan kesalahan yang tidak disengaja, selama 2 tahun berpacaran dan sejak 1 tahun mereka tinggal bersama, tapi tidak separah sekarang. Hanya menampar dan menendang, terkadang meninggalkan bekas memar dan bahkan berdarah. Saat itu Hugo langsung memutuskan hubungan Harry dengan Tom, dan Harry tinggal bersama Hugo sampai sekarang. Anyway, itu sudah 2 tahun yang lalu." Jelas Daphne panjang lebar.

Draco menyimak cerita Daphne dengan kalem dan terkadang berbisik mengumpat 'shit' tanpa sepengetahuan Daphne. 'Kurang ajar sekali cowok itu. Berani-beraninya dia merusak wajah innocent nan adorable itu.'

"Sejak itu Harry trauma untuk berhubungan dengan seseorang. Saat itu usia Harry 21 tahun. Di usia semuda itu ia sudah trauma karena dianiaya layaknya suami istri bertengkar hebat. Harry sangat terpukul. Hugo pun berjanji untuk tidak kecolongan lagi, ia berniat menyeleksi pasangan untuk Harry. Ia bahkan minta tolong padaku untuk menjaga Harry selama bekerja. Well, aku fine-fine saja karena aku pun entah mengapa langsung jatuh sayang kepada Harry. Ia sangat rapuh, tapi berusaha membuat semua orang di sekitarnya bahagia." Kata Daphne bersedih.

Draco merenung. Untungnya ia bukanlah orang yang kasar. Untungnya ia bukanlah orang yang suka membully orang lemah. Mungkin ia memang nakal, tapi Draco tahu diri dan ia masih punya otak dan hati.

"Draco, woy, mau melamun sampai kapan? 15 menit lagi jam 8. Dan Harry sudah pergi ke ruang ganti untuk ganti baju," Daphne menyadarkan Draco dari renungannya.

"Oh, ya, jam 8 sebentar lagi ya, yasudah, Daph, terima kasih untuk informasinya, itu sangat berharga sekali, aku berhutang padamu, Daph.." kata Draco sangat berterima kasih.

"Sudahlah. Kalau kau menyakiti dia, aku akan mencincangmu, Draco. Aku serius," kata Daphne mengancam Draco sambil berjalan menjauhi tempat Draco.

Draco hanya tersenyum meledek ke arah Daphne. Ia lihat Harry keluar dari ruang ganti dan menghampiri Draco. Draco menyeringai. Ia mengenakan tas ranselnya di belakang punggung. Ia sudah sangat tidak sabar untuk jalan dengan Harry.

Harry terlihat gugup,

"Well..."

"Mari berkencan!" Kata Draco dengan semangat sambil berjalan keluar, tanpa peduli ekspresi melongo Harry.

.:.

Tbc?

.:.

Author's Note: Hai semua! Aku orang baru disini selama 7 tahun belakangan cuma jadi pembaca setia di fandom Drarry (Harpot). Ini fic masih banyak kekurangannya dan aku iseng gabut bikin ini karna galau bgt ga lolos sbmptn 2017 kemarin (13 juni 2017). Review kalian akan sangat bermanfaat buatku dan btw ini pertama kalinya aku bikin cerita:"D