Spring Lover God and Devil Prince (Chapter 2)

Main cast: Mark Lee, Lucas Wong, Jung Jaehyun, etc

Lenght: twoshoot

.

.

Happy Reading

.

.

Jeno menatap lurus refleksi wajah rupawannya yang terpantul lewat gelas minuman di meja di hadapan matanya. Terlihat sekali dari wajahnya bahwa remaja itu tengah mengerahkan setiap lapisan sel dari otaknya untuk memikirkan sesuatu. Kilasan memorinya bersama sang hyung dan juga kilasan saat benaknya harus mengingat bagaimana dirinya mendapati pemuda yang dua tahun lebih tua darinya itu terbaring tak bernyawa di pangkuan Mark bagai sebuah rol film family dengan sad ending.

Marah, kesal, kecewa, sedih, juga perih, semuanya tercampur menjadi satu. Setiap hembusan nafasnya terasa sesak mengingat bagaimana hyung-nya meregang nyawa karena dua makhluk bukan manusia yang tak seharusnya menginjakkan kaki mereka ke bumi.

Dewa? Omong kosong. Baginya Mark dan Lucas adalah makhluk yang egois yang harus bertanggung jawab atas kematian Taeyong. Entah benar atau tidak. Ia sudah terlalu lelah untuk mencari kebenarannya. Karena bagi Jeno, kebenarannya hanya satu.

Mark dan Lucas-lah yang telah membunuh Taeyong.

Atensinya teralihkan ketika telinganya menangkap suara dentingan gemericing lonceng pintu masuk kafe yang penuh aroma kopi dan pastry ini.

Jung Jaehyun.

Pemuda tampan yang sedikit mengingatkan Jeno akan sosok sang hyung, Taeyong. Pemuda bodoh yang jatuh dalam pesona seorang Mark Lee hingga menantang kematian bersama Lucas Wong.

.

.

Suara decitan sepatu menggema di lapangan basket indoor itu. Pelakunya adalah seorang pemuda bersurai coklat dalam balutan jersey hitamnya, tengah sibuk dengan bola oranye di tangannya. Tatapan fokus pada ring yang dua meter jauhnya, namun hal itu tetap tak membuatnya tak menyadari kehadiran seseorang dari arah tribun.

"So, setelah mengetahui semuanya kini kau juga menantangku seperti Lee Taeyong huh...

... Jung Jaehyun-ssi?"

Seringaian tercetak jelas di wajah tampannya, membuat Jaehyun tak kuasa menahan kepalan tangannya.

"Kenapa kau membunuhnya Wong Yukhei?", tanya Jaehyun.

Lucas terkekeh. Sepertinya bocah bernama Jeno itu tahu banyak mengenai dirinya.

"You mean Taeyong? I ain't killed him. He killed himself"

Jaehyun mengernyit tak mengerti akan jawaban Lucas. Tak tersasa langkahnya telah berhasil membawanya ke hadapan pemuda ber-jersey.

"Curiousity kills the cat, Jaehyun-ssi. You shouldn't be that curious about us. Or it'll kill you.", ujar Lucas seolah memberi ancaman pada Jaehyun.

.

.

"Mereka berdua bukan manusia. Mereka sejenis Dewa. Entah apa tujuan mereka kemari, tapi yang jelas, mereka sanat kuat. Mereka abadi dan belum diketahui kelemahannya.", jelas Jeno sambil mengeluarkan amplop berisi kumpulan foto lama yang di dalamnya terdapat Mark dan Lucas juga beberapa headline koran dan file tentang kiamat, dewa, alien, dan sebagainya. Sulit dipercaya memang, namun begitulah kenyataannya.

"Lalu apa hubungannya dengan kematian hyung-mu?", Jaehyun tak dapat menampik rasa penasarannya mengenai hal ini. Ia tak yakin Mark membunuh orang seperti yang bocah ini katakan tadi siang.

"Hyung-ku , pemuda yang kau lihat di foto di loker Mark tadi, jatuh cinta pada Mark , sama seperti Lucas." - dan sama sepertimu, lanjut Jeno dalam hati.

"Malam itu, aku menyusul hyung lewat GPS karena penasaran dengan kencannya. Tapi saat aku sampai di sana, aku hanya mendapati Taeyong hyung terbaring di pangkuan Mark yang sibuk menangis. Juga Lucas yang tangannya penuh oleh darah.", jelas Jeno dengan mata memerah menahan tangis.

"Lucas .. Membunuhnya?", tanya Jaehyun. Ia tampak begitu terkejut namun juga sekaligus bingung saat Jeno mengangguk mengiyakan.

"Lalu kenapa kau meneror Mark?"

Jeno mendengus. Pemuda ini benar-benar mirip Taeyong.

"Karena bagiku mereka berdua sama saja. Jika Mark memang kuat, harusnya dia bisa melindungi hyung-ku. Jika dia memang mencintai hyung-ku dia akan melindunginya. Jika saja dia tak mengenal hyung-ku mungkin si bodoh itu masih hidup!" , Jeno meninggikan suaranya. Jaehyun terdiam. Hatinya berteriak tak setuju akan ucapan Jeno. Ini bukan salah Mark. Pemuda manis itu sama sekali tak bersalah.

"Hanya itu?"

Jeno mengernyit. "Maksudmu?", tanyanya tak mengerti.

"Hanya karena itu kau membuatnya menangis?! Mark sama sekali tak bersalah! Jika ada yang ingin kau salahkan, itu adalah Lucas dan takdir yang membuat hyung-mu mencintainya!", kesal Jaehyun sebelum beranjak darisana.

.

.

Jaehyun bolak-balik melirik Mark di sampingnya, mencoba mencari saat yang tepat untuk bertanya mengenai Taeyong. Ia sedikit ragu mengingat Mark pernah menangis karena ini.

"Kenapa kau begitu penasaran tentang Taeyong?", tanya Mark tiba-tiba membuat Jaehyun terperangah. Apa Mark bisa membaca pikirannya?

"Ya, aku bisa. Jadi bisa jelaskan kenapa kau ingin bertanya tentang Taeyong? Jeno menyuruhmu?"

Jaehyun terkesiap lalu menggeleng. Bocah itu tak pernah memintanya bertanya apalagi bertanya sendiri. Itu sebabnya dia salah paham.

"Aku hanya ingin tahu kebenarannya, Mark. Kumohon. Tak seharusnya kau menyimpannya sendirian.", ujar Jaehyun dengan begitu lembut.

"Aku yakin Lucas sudah memperingatkanmu tentang ini, kenapa kau masih begitu penasaran?", Mark yakin Lucas sudah bertemu dengan Jaehyun dan memperingatkannya. Tapi kenapa? Kenapa Jaehyun begitu ingin tahu?

"Karena aku mencintaimu"

Desau angin yang berhembus dari jendela di samping Mark menemani pengakuan mengejutkan Jaehyun. Mark terdiam. Ia memang sudah menduganya sejak mereka pertama kali bertemu. Dan kali ini Mark harus melakukannya.

"Kau ingin tahu apa yang terjadi pada Taeyong? Aku membunuhnya. Karena dia mencintaiku. Tak ada manusia yang boleh mencintaiku, Jaehyun-ah. Atau para Dewa akan mengirimkan penghukumnya dan membunuhku. Jadi kumohon, hapuslah perasaanmu itu karena aku takkan bisa membalasnya.", tak semua yang Mark katakan itu salah. Kecuali bagian ia membunuh Taeyong. Mana mungkin ia melakukannya. Tapi tentang para penghukum dewa, itu adalah kenyataannya.

Jaehyun mematung. Kalimat Mark mengiang di benaknya. Ia berharap semua konklusi yang dikumpulkan otaknya ini tidak benar. Ia menyangkalnya. Ini pertama kalinya ia ditolak. Lagipula, ia benar-benar mencintai Mark. Kenapa Mark tak bisa membalas perasaannya?

"Tidak. Ini tidak benar. Tidak mungkin. Lucas pasti mengancammu bukan? Ya, pasti Lucas mengancammu.", racau Jaehyun. Ia seolah sakau setelah Mark menolak perasaannya.

"Lucas sama sekali tidak mengancamku. Ini keinginanku sendiri, Jaehyun-ah. So please, keep away from me.", ujar Mark. Raut wajah Jaehyun datar dan dingin. Ia tak menginginkan hal ini. Ia ingin selalu dekat dengan Mark.

"Tapi ceritakan apa yang terjadi hari itu. Setelah itu aku akan menjauh darimu."

.

.

Mark meringis menahan sakit. Mereka membuat luka di seluruh tubuhnya hingga nyilu dapat ia rasakan setiap ia menarik nafas. Ia menatap tajam tiga orang pemuda di hadapannya. Jika saja kedua lengannya tak dicekal oleh dua teman mereka mungkin Mark sudah menyerang mereka tanpa peduli kalah jumlah. Tetapi ada yang lebih menyakitkan dari semua lukanya. Eksistensi Taeyong yang berada tak jauh dari mereka.

Harusnya pemuda itu berbahagia setelah berkencan. Bukan malah berakhir terluka sama seperti Mark masih dapat menahannya, namun tidak dengan Taeyong. Terbukti dari mata pemuda tampan itu yang terpejam. Mungkin pingsan.

Mark mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan hanya bunga soba dan pepohonan lah yang ia dapati. Namun semua itu tak bertahan lama karena detik selanjutnya, ia dapat merasakan kehadiran seseorang.

"Here we come, Lucas Wong. Wanna save your love, handsome?", tanya salah satu dari kelima pemuda tadi tanpa takut meskipun Lucas berada tepat di belakang punggungnya.

"Let him go", ujar Lucas sambil melirik kearah Taeyong yang tampak mulai terbangun dari pingsannya. Mereka berlima tersenyum remeh.

"Kenapa dia? Tak ingin menyelamatkan Mark lagi?"

"Johnny, Yuta, Ten, Hansol and Doyoung. Tidakkah berlebihan mengirim kalian berlima sekaligus hanya untuk kami. Atau para Dewa dunia atas mulai takut padaku karena telah menculik salah satu kesayangan mereka?", tanya Lucas remeh. Ya, dia memang menculik Mark lalu membawanya ke bumi.

Johnny,sang ketua dari kelompok itu tertawa. "Ya, para Dewa dunia bawah mulai memberontak karenamu. Terjadi sedikit kekacauan di atas sana hingga voila, keluargamu dihukum."

Ucapan Johnny tentang keluarga Lucas membuat Mark sontak menatap khawatir kearah Lucas. Pemuda itu hanya menatapnya lembut seolah berkata agar jangan khawatir.

"Terserah, tapi yang jelas, i'll kill you all after this.", ujar Lucas dingin. Sejujurnya, ini pertama kalinya Lucas mau menolong manusia yang jatuh cinta pada Mark sepanjang pengetahuan Mark sendiri. Karena biasanya yang terjadi ialah Lucas yang membunuh mereka tanpa perasaan sebelum para penghukum dewa seperti Johnny dan kawanannya datang. Pemuda itu terlalu mencintainya.

Mark tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa bersalah karena berkencan dengan Taeyong. Ia melihat kearah Taeyong dan Lucas. Tampak Lucas tengah menanyakan keadaan Taeyong.

"Kau baik-baik saja?"

Taeyong mengangguk, "Ya, aku tak apa-apa.", ujarnya sambil melangkah mendekati Lucas. Tak ada yang menghentikannya hingga ia berhasil sampai di sisi kanan Lucas.

"Kau yakin?"

Tib-tiba Johnny bertanya, membuat Lucas, Mark , juga Taeyong terkesiap kaget. Pemuda utu beserta kawanannya tersenyum miring. Lucas sudah menduga bahwa ini tidak semudah yang ia kira. Mereka pasti telah merencanakan sesuatu.

"Bagaimana kalau kami ingin kau membunuh manusia itu? Bukankah kau sebelumnya selalu melakukannya?", Doyoung mengambil alih pembicaraan. Ten di sampingnya menyeringai sebelum mengucapkan satu kata mantra yang sontak membuat Mark menjerit kesakitan.

"Pain"

"Aaakkhh"

"Mark!", pekik Lucas dan Taeyong bersamaan. Sementara Hansol dan Yuta memegangi Mark, tiga lainnya menyeringai.

"Bagaimana? Kau akan membunuh si manusia kan Lucas? Bukankah kau mencintai Mark?", tanya Doyoung lagi. Taeyong menatap kearahnya.

"Jangan sakiti Mark, kumohon.", ujar Taeyong. Ia tak tahan melihat raut kesakitan milik Mark. Pikirannya sejenak melayang ke saat dirinya bersama Jeno, sang adik. Apa ia harus membiarkan Lucas membunuhnya dan meninggalkan adiknya sendirian? Tapi ia tak ingin nelihat Mark terluka. Maka dari itu ia harus melakukannya.

"Lucas, do it! Kill me!"

Manik Mark dan Lucas terbelalak.

"No! Lucas, Don't! Get him out if here!", pekik Mark di sela siksaan Ten. Mana mungkin ia akan membiarkan Lucas kembali mengotori tangannya lagi dan membunuh Taeyong.

Lucas dilanda dilema. Ia menatap Mark yang tampak sangat kesakitan. Lalu ia beralih menatap Taeyong.

"Bunuh dia Lucas, maka kau akan bahagia bersama Mark seperti sebelumnya.", Johnny kembali bersuara. Doyoung mengeluarkan dua buah belatinya. Ia melemparkan salah satunya ke tanah tak jauh dari Lucas, sementara yang satunya lagi tetap berada di tangannya. Ia mulai melangkah mendekati Mark, mendekatkan sisi tajam belatinya pada leher Mark, meninggalkan sedikit luka diatasnya.

"Kill him or i'll kill your love", Doyoung yang tampak mulai jengah mulai mengancam Lucas.

"Don't , Luke. Please.. Save him first, i'll be fine", Mark memohon. Belati Doyoung mulai ditekan oleh pemiliknya, membuat darah mengalir semakin banyak. Mark meringis.

Taeyong terbelalak, " Lucas kill me! Now!"

Pandangan Mark mulai memburam. Tubuhnya perlahan melemas dan merosot ke tanah.

"LUCAS!", pekik Taeyong sebelum-

Jleb

Manik Mark membelalak. Kejadiannya begitu cepat. Perlahan airmata mulai menuruni pipi mulus Mark.

"NOOO!"

Ia berlari mendekati tubuh Taeyong yang penuh darah setelah Hansol dan Yuta melepaskan cekalan mereka. Tanpa sadar ia mendorong Lucas menjauh dari Taeyong. Ia membawa kepala Taeyong ke pangkuannya sambil menangis.

Johnny dan yang lainnya tersenyum puas. Johnny menyempatkan menepuk bahu Lucas sebelum menghilang bersama kawanannya.

"T-taeyong hyung. "

Lucas dan Mark menoleh. Mereka mendapati Jeno, adik Taeyong, tak jauh dari mereka. Lucas tersadar dan menarik lengan Mark agar pemuda itu berdiri. Ia menangkup pipi basah Mark agar menatapnya.

"Maaf. Tidurlah , Mark..", dan selanjutnya tubuh Mark limbung dan jatuh dalam dekapan Lucas. Atensi Lucas beralih kembali pada Jeno.

"Kau tak perlu repot membawanya ke rumah sakit karena dia sudah mati.", ujarnya.

"K-kau membunuhnya? Kenapa?", tanya Jeno sambil berurai airmata. Lucas hanya menatapnya datar.

"Ya, aku membunuhnya. Karena dia mencintai Mark-ku. Tak ada yang boleh mengambil milikku."

.

.

Mark terbangun di pelukan Lucas. Kini ia berada di apartemen mereka. Dapat ia lihat dari photo dirinya dan Lucas di dinding.

"Setelah ini jangan dekat dengan manusia manapun atau aku akan membunuhnya. Berjanjilah padaku."

"Lucas?", Mark menatap Lucas bingung. Detik selanjutnya, Lucas menciumnya. Ciumannya begitu kasar dan kacau. Mark dapat merasakan semua kekalutan Lucas. Entah kenapa ia merasa takut. Dan malam itu, untuk pertama kalinya, Lucas menyetubuhinya.

Saat itu akhirnya Mark menyadarinya. Lucas mulai berubah.

.

.

Jaehyun menepati janjinya. Pemuda itu telah berpindah ke samping Winwin. Mark tak tahu bagaimana dengan perasaan pemuda itu namun ia berharap, Jaehyun tak lagi mencintainya.

Mark kembali pada rutinitasnya, menatap keluar jendela. Menatap kearah lapangan basket dimana disana terdapat Lucas yang tengah bermain sendirian. Tak biasanya pemuda itu memilih lapangan outdoor.

"Aku permisi ke toilet, Saem"

Mark menoleh. Ia dapat melihat Jaehyun melangkah menuju pintu keluar. Entah kenapa ia merasakan firasat buruk.

1 menit

5 menit

10 menit

Dan benar saja. Jaehyun kini berada di lapangan bersama Lucas. Entah apa yang pemuda itu pikirkan, namun yang jelas Mark harus menyusul mereka.

"Saem, Bisa aku permisi ke toilet?"

Sang guru menoleh. Pria paruh baya itu sedikit menatap tajam Mark sebelum mengangguk.

"Keluarlah. Ada lagi yang ingin ke toilet? Aku tak mau diganggu lagi setelah ini"

Sudah Mark duga Gurunya ini marah, tapi ia tak peduli. Ia melangkah keluar kelas dan setibanya di luar, Mark segera berlari. Inginnya dia berteleportasi agar menghemat waktu namun ia tak melakukannya. Sesekali Mark melirik ke lapangan dan kemudian netranya membelalak.

"Shit", umpatnya sebelum tiba-tiba menghilang. Sepertinya mereka berdua sudah tak bisa lagi menunggu.

.

.

Bagai dejavu, Jaehyun kembali pada situasi ini. Ia menatap datar Lucas yang sibuk dengan bola oranye di tangannya. Aura kuat milik Lucas terasa hingga ke tempatnya berdiri sekarang. Jaehyun dapat melihatnya menyeringai.

"Kau benar-benar mau menantangku rupanya. Apa Mark menolakmu?", tanya Lucas sembari terkekeh. Dan hal itu justru memancing emosi Jaehyun.

Duaggh

Jaehyun melayangkan kepalan tangannya ke rahang Lucas. Pemuda itu sedikit terdorong menjauh, namun ia tak tampak kesakitan. Ia justru tertawa.

"Hanya segitu kemampuanmu? Taeyong bahkan jauh lebih baik darimu. Jika dia masih hidup."

Lucas juga melayangkan kepalan tangannya ke rahang Jaehyun dan...

Duaghh

Tubuh Jaehyun terlempar cukup jauh hingga menabrak dinding tribun. Jaehyun meringis sambil mengusap sudut bibirnya sebelum kembali berlari menerjang Lucas.

"Kau pikir Mark bahagia bersamamu?! Dia tertekan! Kau merenggut semua kebahagiaannya!", teriak Jaehyun sambil mencengkran kerah kemeja Lucas. Ia menatap nyalang pemuda bukan manusia itu.

"Tahu apa kau tentang kebahagiaannya huh? Kau hanya orang bodoh yang tak tahu apa-apa tentangnya!",balas Lucas mendorong dada Jaehyun hingga cengkramannya terlepas.

"Kau pikir cukup dengan mencintainya maka dia bahagia? Kau salah. Harus ada yang melindunginya dari para Penghukum Dewa dan kau tak bisa melakukannya! Kau lemah! Kau pikir aku suka mengotori tanganku dengan membunuh kalian? Tidak! Kau tak tahu bagaimana rasanya melihat orang yang kau cintai hampir mati di depan matamu berkali-kali!", pekik Lucas frustasi. Ia meremat surai coklatnya.

"Aku tak ingin Mark meninggalkanku.", gumam Lucas lirih. Jaehyun terdiam. Dia menatap seseorang yang tengah menangis di belakang punggung Lucas.

Mark.

"Apa sudah tak ada tempat lagi di hatimu untukku, Mark?", pertanyaan Jaehyun sontak membuat Lucas menoleh. Mark tersenyum dan memeluk Lucas. Pemuda manis itu sedikit terkekeh merasakan tubuh Lucas menegang saat ia peluk.

"Kalian punya tempat tersendiri di hatiku, Jaehyun. Perasaan kalian lah yang membuat kalian tak bisa bertahan di sisiku. Dari dulu yang kucintai hanya satu, dewa bodoh yang berani menculikku dari dunia atas."

Lucas terkesiap. Kedua tangannya masih setia di samping tubuhnya tanpa berniat membalas pelukan Mark. Jadi selama ini, Mark mencintainya?

"Lalu bagaimana dengan Taeyong? Apa kau juga tak mencintainya?", Jaehyun kembali bertanya. Membuat Lucas sedikit penasaran.

Mark melepaskan pelukannya dan memilih menggenggam tangan Lucas. "Aku memang sempat mencintainya, tapi saat melihat Lucas sempat melindunginya, aku sadar. Aku sadar bahwa itu salah.", ujarnya sambil melirik kearah Lucas.

Jaehyun menyerah. Ia sadar posisinya justru membahayakan Mark. Mungkin memang perasaannya hanya sekedar obsesi saja. Mark memang terlalu mempesona, tapi ia tak mungkin dapat memilikinya.

"Lucas"

Baik Lucas maupun Mark sama-sama menoleh.

"Jaga dia untuk kami, okay?"

Lucas tersenyum, "Tanpa kau suruh pun aku akan melakukannya.", balas Lucas membuat Jaehyun terkekeh. Ia kemudian melangkah menjauhi dua sejoli itu.

"Jadi, apakah kita akan berciuman di sini?", gurau Lucas. Mark sedikit menyipitkan matanya, "Memangnya kita akan berciuman?",tanyanya menggoda membuat pipi Lucas sedikit bersemu.

"T-terserah", Lucas hendak membalikkan tubuhnya namun ditahan oleh Mark.

Cup

Bibir mereka bertemu. Mark tak peduli para Guru akan melihat mereka, toh Lucas pasti menghapus ingatan mereka nantinya. Ia hanya ingin menyalurkan kebahagiaannya juga perasaannya lewat ciuman ini.

Ya, dia bahagia karena akhirnya Lucas kembali menjadi dirinya yang dulu. Yang selalu mencintainya. Mungkin Lucas memang dingin dan tak berperasaan, tapi begitulah caranya melindungi Mark. Karena Mark adalah segalanya bagi Lucas.

.

.

Long time ago

"Lucas, aku ingin melihat musim semi milik bumi. Katanya mereka indah. Bisakah aku melihatnya?", tanya Mark kecil pada Lucas kecil di sampingnya. Saat ini mereka tengah berada di perbatasan antara dunia atas dan bawah. Mereka tak harusnya berteman tapi mereka tetap melakukannya.

"Aku akan membawamu melihatnya. Tunggu sampai aku menjadi lebih kuat okay?"

Mark mengangguk semangat sambil tersenyum manis. Ia bergerak mendekati Lucas dan-

Cup

Mencium pipi Lucas. Bocah beraut dingin itu sontak merona, pun dengan Mark. Itu bukanlah cinta monyet, karena di masa depan, mereka tetap saling mencintai.

END